PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
5. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar
dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea
cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan
penuaan. Reparasi emdotel terjadi hanya dalam mewujudkan
pembesaran dan pergeseran sel-sel dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.
(Vaughan, 2014).
3
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
4
Gambar 2. Aqueous Humor
2.1.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avascular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9 mm.
lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Vaughan, 2014).
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nucleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae
konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang
terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y
dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior
(Vaughan, 2014).
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator
dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular (Vaughan, 2014).
5
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa
(Vaughan, 2014).
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35%-nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi (Vaughan, 2014).
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa (Vaughan,
2014).
6
normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
2.2 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka
benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah
kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat
akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.
Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi
atau melihat dekat. Dikenal beberapa teori akomodasi seperti:
a) Teori akomodasi Hemholtz: dimana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot
siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diater
menjadi kecil.
b) Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat
berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada
zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di
depan nukleus akan mencembung.
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina.
Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan
refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus
walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi
yang baik (Vaughan, 2014).
Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan
kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak
dapat mencapai + 12.8 - 18.0 D. Akibat daripada ini, maka pada anak-anak yang
sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin
terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut
memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan
7
kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik yang melumpuhkan otot
akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan refraksinya murni, dilakukan pada mata
beristirahat. Biasanya diberikan sikloplegik atau sulfas atropin tetes mata selama 3
hari. Sulfas atropin bersifat parasimpatotilik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan
otot siliar juga melumpuhkan otot sfingter pupil (Vaughan, 2014).
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat
berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbyopia (Vaughan, 2014).
8
atau rangsangan dari berbagai panjang gelombang dari spektrum yang terlihat,
secara simultan ditangkap oleh otak. Sistem visual adalah salah satu sistem
sensorik yang dipahami terbaik dan mungkin yang paling kompleks. Untuk
penglihatan binokular, tiga komponen yang berpartisipasi dalam indra
penglihatan (optik, otot dan saraf) harus berfungsi dengan baik. Jika hal ini
tidak terjadi, setiap gambar terbentuk pada setiap retina tidak akan difokuskan
pada titik-titik yang sesuai, dan mata tidak akan akan mampu menempatkan
dan mempertahankan setiap gambar retina pada fovea (Agarwal, 2002).
Penglihatan binokular dikatakan normal jika bifoveal dan tidak terdapat
deviasi yang manifes. Penglihatan binokular dikatakan abnormal ketika
bayangan dari objek yang difiksasi diproyeksikan dari fovea satu mata dan
suatu area ekstrafovea mata yang lain.24 Gangguan penglihatan binokular
memiliki prevalensi 32,3% pada penelitian di Spanyol.8 Penelitian lain di New
England menemukan 42% dari subjek penelitian memiliki gangguan binokular
dengan 25% di antaranya memiliki gejala anisometropia (Richman, 2002).
9
disparitas binokular yang berhubungan dengan penglihatan binokular normal,
hubungan antara fusi motoris dan sensoris adalah lebih kompleks. Area Panum
menentukan batas atas dari disparitas yang dapat menghasilkan penglihatan
tunggal. Perbedaan-perbedaan kecil dalam persepsi dari kedua mata
menimbulkan stereopsis, suatu persepsi kedalaman 3 dimensi (Syauqie, 2014).
2.4 Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sina sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di
belakang macula lutea (Vaughan, 2014).
10
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata
yang bila diberikan kaa mata positif yang memberikan penglihatan normal
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest
yang masih memakai tenaga akomodasi dibesut sebagai hipermetropia
fakutatif.
- Hipermetrofia laten, dimana kelainan hipermteropia tanpa sikloplegia (ata
dengan oabt yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermteropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya
masih kuat.
- Hipermetropi total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabut dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena
terus menerus harus berakomodasi unntuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang macula agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut
astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-
sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan amblyopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila
terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi
amblyopia pada salah satu mata. Mata amblyopia sering menggulir kea rah temporal.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana
tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksismal yang memberikan
tajaman penglihatan noram (6/6).
11
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibereikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. hal ini untuk memberikan istirahat
pada mata. Pada pasien di mena akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak,
maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau
melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien
akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas.
Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, teruatama pada
usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.
Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan (H. Sidarta Ilyas,
2004).
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan
penglihatan maksimal (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaukoa. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi. Glaucoma sekunder terjadi akiabt hipertrofi otot siliar pada
badang siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata (H. Sidarta Ilyas, 2004).
12
Hyperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak
berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hyperopia aksial), seperti yang terjadi
pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hyperopia
refraktif), seperti pada afakia (Vaughan, 2014).
Hyperopia adalah suatu kkonsep yang lebih sulit dijelaskan daripada myopia.
Istilah “farsighted” berperan dalam menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga
seringnya terdapat kesalahpahaman di kalangan awam bahwa presbyopia adalah
farsightedness dan bahwa seseorang yang melihat jauh dengan baik artinya
Gambar 3. Hipermetropia
farsighted. Jika hiperopianya tidak terlalu berat, orang yang berusia muda dapat
memperoleh bayangan objek jauh yang tajam dengan melakukan komodasi, seperti
yang dilakukan mata normal sewaktu membaca. Orang hyperopia yang berusai muda
juga dapat membentuk bayangan tajam dari objek dekat dengan melakukan
akomodasi lebih banyak-atau jauh lebih banyak daripada orang tanpa hyperopia.
Usaha tambahan ini dapat menyebabkan kelelahan mata yang lebih parah pada
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan keterlitian penglihatan. Derajat hyperopia
yang mungkin diidap seseorang tanpa menimbulkan gejala – seperti kebanyakan
13
kondisi klinis – bervariasi. Namun, derajat tersebut berkurang seiring usia karena
meningkatnya presbyopia (penurunan kemampuan berakomodasi). Hyperopia tiga
dioptri mungkin dapat ditoleransi oleh seorang remaja, tetapi pada usia yang lebih
lanjut mungkin emerlukan kacamat kwalaupun hiperopianya tidak meningkat.
Apabila hiperopianya terlalu tinggi, mata mungkin tidak mampu mengoreksi
bayangan dengan akomodasi. Hyperopia yang tidak dapat dikoreksi oleh akoodasi
disebut hyperopia manifes. Hal ini meruapkan salah satu penyebab amblyopia
deprivasi pada anak-anak dan dapat bilateral. Terdapat korelasi refleks antara
akomodasi dan konvergensi kedua mata. Dengan demikian, hyperopia sering menjadi
penyebab esotropia (crossed eye) dan amblyopia monocular (Vaughan, 2014).
2.5. Presbiopia
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang disebut presbyopia. Seorang dengan mata emetrop akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda
14
kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44 sampai 46 tahun. Hal ini semakin
buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek
lelah. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi
menetap. Presbyopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
focus automatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara.
Kacamata baca memiliki koreksi dekat di seluruh aperture kacamata sehingga
kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi
kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kaca mata separuh yaitu
kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk pengelihatan jauh.
Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kelaianan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi pengelihatan jauh di
segmen atas, pengelihatan sedang di segmen tengah, pengelihatan dekat di segmen
bawah. Lensa progresif juga mengoreksi pengelihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi
dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat (Vaughan, 2014).
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
a) Kelemahan otot akomodasi
b) Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
15
Gambar 4. Presbiopia
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering
terasa pedas.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak
16
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang
dibacaterletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan
sejajar (Vaughan, 2014).
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak
kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-
angka di atas merupakan angka yang tetap (Vaughan, 2014).
17
Bila tidak dapat menentukan arah datangnya sinar dengan baik maka tajam
penglihatan adalah 1/~ proyeksi sinar jelek. Bila pasien tidak dapat mengenal adanya
cahaya maka tajam penglihatan adalah 0 (Nol).
Cara Pemeriksaan:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.
2. Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen.
3. Periksa apakah terdapat kondisi mata merah (infeksi/inflamasi pada mata),
apabila ditemukan tanda mata merah, maka minta pasien menutup satu
matanya dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata. Bila tidak
didapatkan kondisi mata merah maka minta penderita untuk memakai trial
frame
4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata. Apabila pasien menggunakan trial frame maka
untuk memeriksa visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan
occluder yang dimasukkan dalam trial frame.
5. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk.
6. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah.
7. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan. Visus penderita
ditunjukkan oleh angka disamping baris huruf terakhir yang dapat terbaca oleh
penderita.
8. Tulis hasil pemerikaan visus.
9. Lakukan hal yang sama pada mata kiri pasien.
10. Bila visus penderita tidak optimal hingga 20/20 atau 6/6 dilanjutkan ke
pemeriksaan penilaian refraksi
18
Gambar 5 . Snellen chart Gambar 6 . Trial frame
19
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Pemeriksaan :
Keluhan Utama :
Sering merasa pusing, sejak pernah di rawat di RS dengan keluhan sesak nafas.
Keluhan Tambahan :
Os mengeluhkan mata terasa kabur sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu serta
20
- Riwayat alergi: os mengatakan sering mengalami bengkak, gatal disertai
kemerahan disaat mengkonsumsi obat tertentu, tetapi os tidak tahu nama obat
tersebut.
- Os memiliki riwayat magh
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 93x/menit
- Laju Napas : 24x/menit
- Suhu : 37,20C
Status Oftalmologis
OD OS
No. Pemeriksaan OD OS
2/100 PH (+)
1. Visus 2/80 PH (+) 20/60
20/80
2. Tekanan Intra Okuler Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi ortoforia ortoforia
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
4. Pergerakan Bola Mata
21
Atas + +
Bawah + +
Temporal + +
Temporal atas + +
Temporal bawah + +
Nasal + +
Nasal atas + +
Nasal bawah + +
Nistagmus + +
5. Palpebrae
Hematom - -
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
Ptosis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
6. Punctum Lakrimalis
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Fistel - -
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Epikantus - -
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Simblefaron - -
22
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
Injeksi episklera - -
Perdarahan subkonjungtiva - -
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema - -
Ulkus - -
Erosi - -
Infiltrat - -
Flikten - -
Keratik presipitat - -
Macula - -
Nebula - -
Leukoma - -
Leukoma adherens - -
Stafiloma - -
Neovaskularisasi - -
Imbibisi - -
Pigmen iris - -
Bekas jahitan - -
Tes sensibilitas - -
11. Limbus kornea
Arkus senilis - -
Bekas jahitan - -
12. Sklera
Sklera biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman
Kejernihan Jernih Jernih
Flare - -
Sel - -
Hipopion - -
Hifema - -
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier - -
Eksudat - -
Atrofi - -
Sinekia posterior - -
Sinekia anterior - -
Iris bombe - -
Iris tremulans - -
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 3 mm 3 mm
23
Regularitas Regular Regular
Isokoria Isokor Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Seklusio pupil - -
Oklusi pupil - -
Leukokoria - -
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kaca - -
Luksasi - -
Subluksasi - -
Pseudofakia - -
Afakia - -
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang:
24
Kemungkinan Penyebab Masalah :
- Faktor usia (proses degeneratif)
Diagnosis
Hipermetropia ods + Presbiopia
Tanda tangan,
( )
25
BAB IV
ANALISIS MASALAH
26
membaca buku, jarak objek yang dilihat kurang lebih 30 cm. ini membutuhkan
perubahan kelengkungan lensa, supaya bayangan yang masuk ke mata membuat fokus
jatuh tepat pada retina.
Bila lensa mata menjadi kaku oleh karena lanjut usia, maka keadaan ini
disebut presbyopia. Untuk menvembungkan lensa diperlukan otot-otot corpus ciliare
yang berkontraksi, yang mengakibatkan perubahan bentuk organ tersebut menonjol ke
depan dan sentral.
Pada kelainan refraksi hipermetrop pada waktu melihat jauh, bayangan yang
masuk ke mata jatuh di belakang retina, untuk mengatasi keadaan ini artinya suoaya
sinar jatuh tepat pada retina, lensa dicembungkan. Dengan demikian berarti melihat
jauh lensa sudah harus mencembung atau mengadakan akomodasi. Tentu saja lensa
akan lebih mencembungyang berarti akomodasi lebih kuat. Dengan demikian
akomodasi pada waktu melihat dekat penderita presbyopia dengan kelainan referaksi
hipermetropia akan lebih kuat bila disbanding dengan akomodasi penderita
presbyopia dengan refraksi emetrop.
Pada pemeriksaan visus pasien didapatkan penurunan visus yaitu vod 20/100
sedangan vos 20/80. Setelah dilakukan pinhole dan koreksi kacamat di dapatkan:
VOD 20/100 PH (+) 20/80 S +2.00 20/25
VOS 20/80 PH (+) 20/60 S +2.00 20/25
Add + 2.75 dengan Pupil Distant 62 dan 60.
Untuk mengatasi gangguan pada pasien dapat diberikan kacamata bifokus
dimana diberikan lensa plus dengan pemberian lensa untuk koreksi kelainan refraksi
yang lain. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan
jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga
angka-angka diatas merupakan angka yang tetap. Pada pasien presbyopia kacamata
atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu yaitu + 2.5 D
untuk usia 55 tahun, pada pasien berusia 58 tahun sehingga diberikan kacamata adisi
+2.75 D karena pasien masih belum dapat membaca dengan jelas bila diberikan + 2.5
D.
Pada pasien dengan hipermetropia diberikan kacamata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Pada
pasien dapat mencapai visus 20/20 dengan menggunakan sferis +1.75 tetapi dengan
diberikan sferis +2.00 pasien juga dapat mencapai visus 20/20, maka diberikan
kacamata dengan sferis +2.00 agar memberikan istirahat pada mata.
27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sina sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina.
2. Hipermetropia disebabkan bola mata pendek, atau sumbu ateroposterior yang
pendek, kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina, terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optic mata.
3. Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibereikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal.
4. Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang disebut presbyopia.
5. Presbyopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
focus automatis lensa yang hilang
28
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Ahmad Yani. 2008. Kelainan Refraksi Dan Kacamata. Surabaya: Surabaya Eye
Clinic,17 (5).
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Soemarsono. 1986. Presbiopi Pada Kelainan Refraksi. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Indonesia:
Yogyakarta.
Vaughan DG, dkk. 2014. Oftalmologi Umum. Editor: Y. Joko Suyono. Edisi 17.
Jakarta: Widya Medika.
29
30