Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intepretasi informasi pengelihatan yang tepat bergantungan pada kemampuan
mata memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina. Pemahaman terhadap proses
ini dan bagaimana hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai variasi normal atau penyakit
mata penting dalam keberhasilan pemakaian alat-alat bantu optis, misalnya seperti
kacamata, lensa kontak, lensa intraocular, atau alat bantu untuk pengelihatan kurang
(low vision). Untuk mencapai pemahaman ini, diperlukan penguasaan konsep-konsep
optic geometric yang mendefiniskan efek berkas cahaya sewaktu melewati berbagai
permukaan dan media yang berbeda.
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang
sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi
fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia,
astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara kelainan refraksi
tresebut, hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sina sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Refraksi


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca),
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat
di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
kedalam sclera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut
sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 50 mikrometer
dipusatnya (terdapat variasi menurut ras), diameter horizontalnya sekitar 11,75
mm dan vertikalnya 10,6 mm. dari anterior ke posterior, kornea mempunyai
lima lapisan yang berbeda-beda (Vaughan, 2014).
1. Lapisan epitel adalah lapisan yang berbatasan dengan lapisan epitel
konjungtiva bulbaris
2. Lapisan bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan
bagian stroma yang berubah
3. Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini
tersusun atas jalinan lemela serat-serat kolagen dengan lebar sekitar
10-250 mikrometer dan tinggi 1-2 mikrometer yang mencakup hampir
seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dank arena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih.
4. Membrane descement yang merpakan lamina basalis endotel kornea,
mempunyai tampilan yang homogeny dengan mikroskop cahaya tetapi
tampak berlapis-lapis dengan mikroskop electron akibat perbedaan
struktur antara bagian pra- dan bagian pascanasalnya.

2
5. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar
dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea
cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan
penuaan. Reparasi emdotel terjadi hanya dalam mewujudkan
pembesaran dan pergeseran sel-sel dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.
(Vaughan, 2014).

Gambar 1. Lapisan Kornea

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah


daerah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik korna
dari cabang pertama (opthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus) (Vaughan,
2014).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana

3
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea
(H. Sidarta Ilyas, 2004).

2.1.2 Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor diproduksi oleh corpus cilliaris. Setelah itu memasuki
bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk bilik mata
depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Tekanan
intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueaous humor dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Aqueous humor menyediakan
medium optikal yang jernih untuk transmisi sinar pada jalur visual (Vaughan,
2014).
Komposisi Aqueous Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi
bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 mikroliter dan
kecepatan pembentukkannya memiliki variasi di urnal adalah 2,5
mikroliter/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan
plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa
cairannya memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi,
protein, urea dan glukosa yang lebih rendah (Vaughan, 2014).
Pembentukkan dan aliran aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliarri.
Ultra filtrate plasma yang dihasilkan di stroma processus cilliare di modifikasi
oleh fungsi sawar dan processus sekretorius epitel siliaris. Setelah itu masuk
ke bilik mata depan, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata
depan lalu keanyaman trabukula di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi
pertukaran diferensial komponen aqueous humor dengan darah di iris
(Vaughan, 2014).
Aliran keluar aqueous humor, anyaman trabecular terdiri atas berkas-
berkas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel trabecular,
membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil
sewaktu mendekati kanal schleem. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke
dalam anyaman trabecular memperbesar ukuran pori-pori dianyaman tersebut
sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran aqueous
humor ke dalam schlemm bergantung pada pembentukkan saluran-saluran
transelular siklik di lapisan endotel (Vaughan, 2014).

4
Gambar 2. Aqueous Humor

2.1.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avascular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9 mm.
lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Vaughan, 2014).
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nucleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae
konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang
terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y
dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior
(Vaughan, 2014).
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator
dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular (Vaughan, 2014).

5
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa
(Vaughan, 2014).
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35%-nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi (Vaughan, 2014).
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa (Vaughan,
2014).

2.1.4 Badan Vitreous (Badan Kaca)


vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avascular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus-
membran hyaloid-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut:
kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan
caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat
seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrate. Di awal kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput
nervi optici, tetapi segera berkurang di kemudian hari.
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel
pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.

2.1.5 Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar

6
normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H.
Sidarta Ilyas, 2004).

2.2 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka
benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah
kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat
akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.
Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi
atau melihat dekat. Dikenal beberapa teori akomodasi seperti:
a) Teori akomodasi Hemholtz: dimana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot
siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diater
menjadi kecil.
b) Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat
berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada
zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di
depan nukleus akan mencembung.
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina.
Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan
refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus
walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi
yang baik (Vaughan, 2014).
Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan
kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak
dapat mencapai + 12.8 - 18.0 D. Akibat daripada ini, maka pada anak-anak yang
sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin
terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut
memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan

7
kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik yang melumpuhkan otot
akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan refraksinya murni, dilakukan pada mata
beristirahat. Biasanya diberikan sikloplegik atau sulfas atropin tetes mata selama 3
hari. Sulfas atropin bersifat parasimpatotilik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan
otot siliar juga melumpuhkan otot sfingter pupil (Vaughan, 2014).
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat
berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbyopia (Vaughan, 2014).

2.3 Fisiologi Mata


Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel
batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II), ke korteks
serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap
oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil
akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan
humor aqueous, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca.
Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus
23 mm. Dengan demikian, pada mata yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat,
sinar yang sejajar yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari
retina. Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata
ini, dimana cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini bertemu.
Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea (Guyton,
2007).
Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat melalui
proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang
merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah
memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina.
Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa,
mungkin akibat relaksasi kapsul lensa (Guyton, 2007).

2.3.1 Pengelihatan Binokular Tunggal


Istilah penglihatan binokular merujuk pada penglihatan normal
menggunakan kedua mata. Gambar yang diterima oleh masing-masing mata

8
atau rangsangan dari berbagai panjang gelombang dari spektrum yang terlihat,
secara simultan ditangkap oleh otak. Sistem visual adalah salah satu sistem
sensorik yang dipahami terbaik dan mungkin yang paling kompleks. Untuk
penglihatan binokular, tiga komponen yang berpartisipasi dalam indra
penglihatan (optik, otot dan saraf) harus berfungsi dengan baik. Jika hal ini
tidak terjadi, setiap gambar terbentuk pada setiap retina tidak akan difokuskan
pada titik-titik yang sesuai, dan mata tidak akan akan mampu menempatkan
dan mempertahankan setiap gambar retina pada fovea (Agarwal, 2002).
Penglihatan binokular dikatakan normal jika bifoveal dan tidak terdapat
deviasi yang manifes. Penglihatan binokular dikatakan abnormal ketika
bayangan dari objek yang difiksasi diproyeksikan dari fovea satu mata dan
suatu area ekstrafovea mata yang lain.24 Gangguan penglihatan binokular
memiliki prevalensi 32,3% pada penelitian di Spanyol.8 Penelitian lain di New
England menemukan 42% dari subjek penelitian memiliki gangguan binokular
dengan 25% di antaranya memiliki gejala anisometropia (Richman, 2002).

2.3.2 Prinsip Pengelihatan Binokular


Bayangan dari suatu objek tunggal yang menstimulasi titik-titik retina
yang berkorespondensi pada kedua mata dikatakan sebagai disparitas.
Disparitas binokular diartikan sebagai perbedaan dalam posisi dari titik-titik
yang berkorespondensi di antara bayangan-bayangan pada kedua mata.
Disparitas binokular dapat diklasifikasikan sebagai menyilang atau tidak
menyilang dalam hubungannya terhadap titik dimana kedua mata bertemu
(titik fiksasi). Titik-titik yang terlihat lebih dekat daripada titik fiksasi (di
dalam lingkaran Vieth-Müller, suatu prediksi teoretik dari objek dalam ruang
yang menstimulasi titik-titik yang berkorespondensi pada kedua mata)
umumnya memiliki garis-garis penglihatan yang menyilang di depan titik
fiksasi; titik-titik ini dikatakan memiliki disparitas menyilang. Titik-titik yang
terlihat lebih jauh daripada titik fiksasi memiliki garisgaris penglihatan yang
bertemu dibelakang titik fiksasi, ini disebut disparitas tidak menyilang.
Lingkaran Vieth-Müller menyilangi titik fiksasi dan pembukaan pupil dari tiap
mata. Diplopia adalah hasil dari suatu disparitas binokular yang besar;
bagaimanapun, sistem visual mampu untuk menyatukan dua bayangan ke
dalam suatu persepsi tunggal dengan disparitas yang lebih kecil. Pada

9
disparitas binokular yang berhubungan dengan penglihatan binokular normal,
hubungan antara fusi motoris dan sensoris adalah lebih kompleks. Area Panum
menentukan batas atas dari disparitas yang dapat menghasilkan penglihatan
tunggal. Perbedaan-perbedaan kecil dalam persepsi dari kedua mata
menimbulkan stereopsis, suatu persepsi kedalaman 3 dimensi (Syauqie, 2014).

2.4 Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sina sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di
belakang macula lutea (Vaughan, 2014).

Hipermetropia dapat disebabkan:


a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek, atau sumbu ateroposterior yang pendek
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optic mata.

Hipermetropia dikenal dalam bentuk:


- Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca
mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa sikloplegik
dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal.
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini.
Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali
disebut sabagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia
fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.
- Hipermetropia fakultataif, dimana kelainan hipermetropia dapat dimbangi
dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya

10
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata
yang bila diberikan kaa mata positif yang memberikan penglihatan normal
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest
yang masih memakai tenaga akomodasi dibesut sebagai hipermetropia
fakutatif.
- Hipermetrofia laten, dimana kelainan hipermteropia tanpa sikloplegia (ata
dengan oabt yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermteropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya
masih kuat.
- Hipermetropi total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.

Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabut dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena
terus menerus harus berakomodasi unntuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang macula agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut
astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-
sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan amblyopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila
terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi
amblyopia pada salah satu mata. Mata amblyopia sering menggulir kea rah temporal.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana
tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksismal yang memberikan
tajaman penglihatan noram (6/6).

11
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibereikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. hal ini untuk memberikan istirahat
pada mata. Pada pasien di mena akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak,
maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau
melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien
akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas.
Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, teruatama pada
usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.
Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan (H. Sidarta Ilyas,
2004).
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan
penglihatan maksimal (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaukoa. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi. Glaucoma sekunder terjadi akiabt hipertrofi otot siliar pada
badang siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata (H. Sidarta Ilyas, 2004).

12
Hyperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak
berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hyperopia aksial), seperti yang terjadi
pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hyperopia
refraktif), seperti pada afakia (Vaughan, 2014).
Hyperopia adalah suatu kkonsep yang lebih sulit dijelaskan daripada myopia.
Istilah “farsighted” berperan dalam menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga
seringnya terdapat kesalahpahaman di kalangan awam bahwa presbyopia adalah
farsightedness dan bahwa seseorang yang melihat jauh dengan baik artinya

Gambar 3. Hipermetropia

farsighted. Jika hiperopianya tidak terlalu berat, orang yang berusia muda dapat
memperoleh bayangan objek jauh yang tajam dengan melakukan komodasi, seperti
yang dilakukan mata normal sewaktu membaca. Orang hyperopia yang berusai muda
juga dapat membentuk bayangan tajam dari objek dekat dengan melakukan
akomodasi lebih banyak-atau jauh lebih banyak daripada orang tanpa hyperopia.
Usaha tambahan ini dapat menyebabkan kelelahan mata yang lebih parah pada
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan keterlitian penglihatan. Derajat hyperopia
yang mungkin diidap seseorang tanpa menimbulkan gejala – seperti kebanyakan

13
kondisi klinis – bervariasi. Namun, derajat tersebut berkurang seiring usia karena
meningkatnya presbyopia (penurunan kemampuan berakomodasi). Hyperopia tiga
dioptri mungkin dapat ditoleransi oleh seorang remaja, tetapi pada usia yang lebih
lanjut mungkin emerlukan kacamat kwalaupun hiperopianya tidak meningkat.
Apabila hiperopianya terlalu tinggi, mata mungkin tidak mampu mengoreksi
bayangan dengan akomodasi. Hyperopia yang tidak dapat dikoreksi oleh akoodasi
disebut hyperopia manifes. Hal ini meruapkan salah satu penyebab amblyopia
deprivasi pada anak-anak dan dapat bilateral. Terdapat korelasi refleks antara
akomodasi dan konvergensi kedua mata. Dengan demikian, hyperopia sering menjadi
penyebab esotropia (crossed eye) dan amblyopia monocular (Vaughan, 2014).

2.4.1 Hyperopia Laten


Seperti dijelaskan di atas, sesorang yang presbiopik dengan hyperopia
mungkin dapat memperoleh bayangan yang jelas di retina dengan melakukan
akomodasi. Derajat hyperopia yang diatasi oleh akomodasi disebut sebagai
hyperopia laten. Hal ini dideteksi dengan refraksi setelah penetesan obat
sikloplegik yang menentukan jumlah hyperopia laten maupun manides.
Pemeriksaan refraksi dengan skikloplegik sangat penting dilakukan pada
pasien berusia muda yang mengalami kelelahan mata saat membaca dan
penting pada esotrpia; koreksi atas hyperopia dapat menyembuhkan esotropia
(Vaugha, 2014).
Perlu diingat bahwa orang yang “farsighted” derajat sedang dapat
melihat objek dekat atau jauh dengan baik sewaktu muda. Namun, seiring
dengan datangnya presbyopia, pasien hyperopia mula-mula akan menemui
kesulitan dengan pekerjaan-pekerjaan ang memerlukan penglihatan dekat –
dan pada usia yag lebih muda dibandingkan dengan nonhiperopia. Akhirnya,
rang yang hyperopia mengalami kekaburan penglihatan untuk objek dekat dan
jauh dan memerlukan kacamata untuk penglihatan dekat dan jauh (Vaughan,
2014).

2.5. Presbiopia
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang disebut presbyopia. Seorang dengan mata emetrop akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda

14
kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44 sampai 46 tahun. Hal ini semakin
buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek
lelah. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi
menetap. Presbyopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
focus automatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara.
Kacamata baca memiliki koreksi dekat di seluruh aperture kacamata sehingga
kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi
kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kaca mata separuh yaitu
kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk pengelihatan jauh.
Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kelaianan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi pengelihatan jauh di
segmen atas, pengelihatan sedang di segmen tengah, pengelihatan dekat di segmen
bawah. Lensa progresif juga mengoreksi pengelihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi
dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat (Vaughan, 2014).
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
a) Kelemahan otot akomodasi
b) Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.

15
Gambar 4. Presbiopia

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering
terasa pedas.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak

16
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang
dibacaterletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan
sejajar (Vaughan, 2014).
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak
kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-
angka di atas merupakan angka yang tetap (Vaughan, 2014).

2.6 Pemeriksaan Kelainan Referaksi


Dipakai kartu “Snellen” yang berisikan berbagai ukuran huruf atau angka ada
juga bentuk gambar untuk anak. Huruf terbesar biasanya paling atas Kartu di
tempatkan pada jarak 5-6 meter, di tempat terang tetapi tidak menyilaukan. Pada
pinggir garis ada angka yang menunjukan berapa meter huruf sebesar itu oleh mata
normal dapat dikenali.
Penilaian:
Baris huruf terkecil yang dapat di baca mata pasien dan jarak test, misal baris
berkode 20 pada pemeriksaan berjarak 5 meter maka tajam penglihatan adalah 5 /20.
Di sini pembilang adalah jarak pemeriksaan dan penyebut jarak yang harus dapat
dibaca oleh orang normal.
Kalau dari barisan itu ada beberapa yang salah sebut, tambahkan huruf ‘S’
(Salah) atau ‘F’ (false). Bila huruf terbesar (berkode 60) tidak dapat dibaca, maka
kartu snelien didekatkan kepasien atau pasien disuruh menghitung jari dan dinilai
pada jarak berapa pasien dapat menghiting jari dengan benar, kalau pada jarak 5
meter bisa menghitung jari maka tajam penglihatan adalah 3/60. orang normal bisa
mengghitung jari pada jarak 60 meter. Bila huruf terbesar atau menghitung jari pada
jarak 1 meter tidak dapat dikenali, maka pasien disuruh mengenali lambaian tangan
yang digerakan secara vertikal dan horizontal bila pasien dapat mengenali berarti
tajam penglihatan adalan 1/300, orang normal dapat mengenali lambaian tangan pada
jarak 300 meter.
Apabila lambaian tangan tidak mampu dikenali, pasien diperiksa dengan
cahaya sntolop dari beberapa arah dan pasien disuruh menentukan apakah ada cahaya
atau tidak, serta menentukan dari mana datangnya cahaya tersebut. Bila dapat
mengenali cahaya dan arah datangnya cahaya dengan tepat disebut tajam penglihatan
1/ ~ proyeksi sinar baik

17
Bila tidak dapat menentukan arah datangnya sinar dengan baik maka tajam
penglihatan adalah 1/~ proyeksi sinar jelek. Bila pasien tidak dapat mengenal adanya
cahaya maka tajam penglihatan adalah 0 (Nol).

Cara Pemeriksaan:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.
2. Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen.
3. Periksa apakah terdapat kondisi mata merah (infeksi/inflamasi pada mata),
apabila ditemukan tanda mata merah, maka minta pasien menutup satu
matanya dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata. Bila tidak
didapatkan kondisi mata merah maka minta penderita untuk memakai trial
frame
4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata. Apabila pasien menggunakan trial frame maka
untuk memeriksa visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan
occluder yang dimasukkan dalam trial frame.
5. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk.
6. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah.
7. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan. Visus penderita
ditunjukkan oleh angka disamping baris huruf terakhir yang dapat terbaca oleh
penderita.
8. Tulis hasil pemerikaan visus.
9. Lakukan hal yang sama pada mata kiri pasien.
10. Bila visus penderita tidak optimal hingga 20/20 atau 6/6 dilanjutkan ke
pemeriksaan penilaian refraksi

18
Gambar 5 . Snellen chart Gambar 6 . Trial frame

Uji Lambai Tangan


Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang
lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan
pada jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1
meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
Uji Hitung Jari
Tujuan:
Mengetahui turunnya tajam penglihatan seseorang.
Dasar:
Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Teknik:
 Pasien duduk dikamar yang terang
 Pasien diminta melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak tertentu
Nilai:
 Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter maka dikatakan tajam
penglihatan seseorang adalah 1/60
 Bila masih dapat dilihat pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam
penglihatannya 3/60.

19
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama : Ruang : -


Umur : Kelas : -

Nama Lengkap : Ny. M


Tempat dan Tanggal Lahir : tidak diketahui
Umur : 58
Agama : Islam
Pekerjaan : pedagang buah
Alamat : 5 ulu

Jenis Kelamin : Perempuan


Pendidikan : SD

Dokter yang Merawat :


Dokter Muda : Vanesa Rizki Vayari, S. Ked

Tanggal Pemeriksaan :

Keluhan Utama :
Sering merasa pusing, sejak pernah di rawat di RS dengan keluhan sesak nafas.

Keluhan Tambahan :
Os mengeluhkan mata terasa kabur sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu serta

1. Riwayat Penyakit Sekarang


rasa kabur muncul perlahan-lahan. Os mengatakan semakin lama pengelihatan
terasa semakin kabur. Kalau kepala sedang terasa pusing maka keluhan kabur
makin terasa berat. Os mengatakan bahwa selama ini ia sering menggunakan
kacamata baca, kaca mata baca digunakan sejak kurang lebih 2 tahun. Os
mengatakan bahwa ia merasa kesulitan membaca dengan huruf kecil serta mata
terasa pedas. Os mengatakan keluhan terasa agak kurang setelah menggunakan
kaca mata tersebut. Os menyangkal bahwa ia pernah memiliki riayat mata merah
pada kedua matanya. Pasien juga mengeluhkan terjadang mata terasa silau dan
pengelihatan terlihat ganda. Os juga menyangkal pernah mengalami pandangan
seperti melihat terowongan.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


- Os memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus sejak kurang lebih 10 tahun
terakhir dengan riwayat konsumsi obat tidak teratur.
- Os memiliki riwayat asma
- Riwayat hipertensi disangkal

20
- Riwayat alergi: os mengatakan sering mengalami bengkak, gatal disertai
kemerahan disaat mengkonsumsi obat tertentu, tetapi os tidak tahu nama obat
tersebut.
- Os memiliki riwayat magh

3. Riwayat Penyakit Keluarga


os mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang menggunakan kacamata sejak
kecil. Pada keluarga riwayat DM (+), riwayat asma (+).

Nama : Ny. M Ruang : -


PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 58 thn Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 93x/menit
- Laju Napas : 24x/menit
- Suhu : 37,20C

Status Oftalmologis

OD OS

No. Pemeriksaan OD OS
2/100  PH (+)
1. Visus 2/80  PH (+) 20/60
20/80
2. Tekanan Intra Okuler Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi ortoforia ortoforia
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
4. Pergerakan Bola Mata

21
Atas + +
Bawah + +
Temporal + +
Temporal atas + +
Temporal bawah + +
Nasal + +
Nasal atas + +
Nasal bawah + +
Nistagmus + +
5. Palpebrae
Hematom - -
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
Ptosis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
6. Punctum Lakrimalis
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Fistel - -
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Epikantus - -
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Simblefaron - -

22
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
Injeksi episklera - -
Perdarahan subkonjungtiva - -
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema - -
Ulkus - -
Erosi - -
Infiltrat - -
Flikten - -
Keratik presipitat - -
Macula - -
Nebula - -
Leukoma - -
Leukoma adherens - -
Stafiloma - -
Neovaskularisasi - -
Imbibisi - -
Pigmen iris - -
Bekas jahitan - -
Tes sensibilitas - -
11. Limbus kornea
Arkus senilis - -
Bekas jahitan - -
12. Sklera
Sklera biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman
Kejernihan Jernih Jernih
Flare - -
Sel - -
Hipopion - -
Hifema - -
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier - -
Eksudat - -
Atrofi - -
Sinekia posterior - -
Sinekia anterior - -
Iris bombe - -
Iris tremulans - -
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 3 mm 3 mm

23
Regularitas Regular Regular
Isokoria Isokor Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Seklusio pupil - -
Oklusi pupil - -
Leukokoria - -
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kaca - -
Luksasi - -
Subluksasi - -
Pseudofakia - -
Afakia - -
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang:

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang


………………………………………………………………………………………......

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Ruang : -


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : Kelas : -
Os datang dengan keluhan kepala sering terasa pusing disertai mata terasa
kabur. Keluhan mata terasa kabur baru dirasakan sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu.
Mata kabur muncul perlahan, dan keluhan tidak disertai mata merah. Os
menggunakan kaca mata baca sejak kurang lebih 2 tahun.
Vod: 20/100
Vos: 20/80
Daftar Masalah:
- Mata terasa kabur hingga aktivitas terganggu
- Vod: 20/100 ph (+) 20/80 s + 2.00 20/25
- Vos: 20/80 ph (+) 20/60 s+2.00 20/25
Add + 2.75
PD: 62/60

24
Kemungkinan Penyebab Masalah :
- Faktor usia (proses degeneratif)

Diagnosis
Hipermetropia ods + Presbiopia

Nama : Ny. M Ruang : -


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 58 thn Kelas : -
- Pemberian kaca mata bifokus :
 Dilakukan koreksi kacamata dengan menggunakan lensa cembung
dengan sferis positif untuk mengatasi hipermetropia.
 Diberikan koreksi lensa plus

Tanda tangan,

( )

25
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Seorang pasien bernama Ny. M berusia 58 tahun datang ke poli mata RS


Muhammadiyah Palembang dengan keluhan sering merasa pusing. Keluhan pusing
dirasakan sejak ia dirawat di RS dengan keluhan sesak nafas. Keluhan juga disertai
dengan pengelihatan kabur. Namun os mangatakan pengelihatan kabur sudah
dirasakan sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu, terkadang os juga merasa keluhan
disertai rasa silau, dan kadang pengelihatan terlihat ganda. Os juga mengatakan
bahwa ia mengalami kesulitan dalam membaca huruf kecil serta mata terasa pedas.
Pengelihatan kabur muncul secara perlahan-lahan, lalu semakin lama semakin terasa
berat. Os mengatakan untuk mengurangi keluhannya os menggunakan kaca mata
baca.
Berdasarkan keluhan Ny. M, kemungkinan merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina ditandai dengan gejala pengelihatan kabur,
sakit kepala, silau dan terkadang pengelihatan ganda. Hipermetropia dapat disebabkan
akibat bola mata pendek atau pendeknya sumbu aterioposterior, kelengkungan lensa
dan atau kornea lensa kurang sehingga bayangan difokuskan atau dibiaskan di
belakang retina, atau indeks bias yang kurang pada sistem optik mata dan
menyebabkan pengelihatan kabur terutama saat melihat jauh. Rasa pusing yang
dialami pasien kemungkinan terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan agar terletak didaerah macula lutea yang disebut dengan
astenopia akomodatif.
Keluhan berupa kesulitan membaca huruf kecil diakibatkan oleh hilangnya
daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang
yang disebut dengan presbiopia, dimana seseorang akan mengalami ketidakmampuan
membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan
pada usia sekitar 44 sampai 46 tahun. Gejala ini akan semakin memburuk sampai usia
55 tahun, menjadi lebih stabil dan menetap.
Presbyopia adalah gangguan akomodasi akibat elastisitas lensa berkurang
akibat umur lanjut. Yang dimaksud dengan gangguan akomodasi lensa disini adalah
gangguan kemampuan lensa untuk mencambung, sehingga bayangan sinar yang
masuk ke mata dapat jatuh tepat pada retina. Pada waktu melihat dekat, misalnya

26
membaca buku, jarak objek yang dilihat kurang lebih 30 cm. ini membutuhkan
perubahan kelengkungan lensa, supaya bayangan yang masuk ke mata membuat fokus
jatuh tepat pada retina.
Bila lensa mata menjadi kaku oleh karena lanjut usia, maka keadaan ini
disebut presbyopia. Untuk menvembungkan lensa diperlukan otot-otot corpus ciliare
yang berkontraksi, yang mengakibatkan perubahan bentuk organ tersebut menonjol ke
depan dan sentral.
Pada kelainan refraksi hipermetrop pada waktu melihat jauh, bayangan yang
masuk ke mata jatuh di belakang retina, untuk mengatasi keadaan ini artinya suoaya
sinar jatuh tepat pada retina, lensa dicembungkan. Dengan demikian berarti melihat
jauh lensa sudah harus mencembung atau mengadakan akomodasi. Tentu saja lensa
akan lebih mencembungyang berarti akomodasi lebih kuat. Dengan demikian
akomodasi pada waktu melihat dekat penderita presbyopia dengan kelainan referaksi
hipermetropia akan lebih kuat bila disbanding dengan akomodasi penderita
presbyopia dengan refraksi emetrop.
Pada pemeriksaan visus pasien didapatkan penurunan visus yaitu vod 20/100
sedangan vos 20/80. Setelah dilakukan pinhole dan koreksi kacamat di dapatkan:
VOD 20/100 PH (+) 20/80 S +2.00 20/25
VOS 20/80 PH (+) 20/60 S +2.00 20/25
Add + 2.75 dengan Pupil Distant 62 dan 60.
Untuk mengatasi gangguan pada pasien dapat diberikan kacamata bifokus
dimana diberikan lensa plus dengan pemberian lensa untuk koreksi kelainan refraksi
yang lain. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan
jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga
angka-angka diatas merupakan angka yang tetap. Pada pasien presbyopia kacamata
atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu yaitu + 2.5 D
untuk usia 55 tahun, pada pasien berusia 58 tahun sehingga diberikan kacamata adisi
+2.75 D karena pasien masih belum dapat membaca dengan jelas bila diberikan + 2.5
D.
Pada pasien dengan hipermetropia diberikan kacamata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Pada
pasien dapat mencapai visus 20/20 dengan menggunakan sferis +1.75 tetapi dengan
diberikan sferis +2.00 pasien juga dapat mencapai visus 20/20, maka diberikan
kacamata dengan sferis +2.00 agar memberikan istirahat pada mata.

27
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sina sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina.
2. Hipermetropia disebabkan bola mata pendek, atau sumbu ateroposterior yang
pendek, kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina, terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optic mata.
3. Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibereikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal.
4. Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang disebut presbyopia.
5. Presbyopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
focus automatis lensa yang hilang

28
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal S, Agarwal A, Buratto L, Apple DJ, Ali JL. Textbook of Ophthalmology.


Jaypee Brothers Publishers; 2002. Diakses pada tanggal 20 Desember 2017.

Dwi Ahmad Yani. 2008. Kelainan Refraksi Dan Kacamata. Surabaya: Surabaya Eye
Clinic,17 (5).

Guyton,N Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Richman J, Laudon R. A survey of the prevalence of binocular vision and


accommodative dysfunctions in a sample of optometry students. J Behav
Optom. 2002;13(2):33.

Soemarsono. 1986. Presbiopi Pada Kelainan Refraksi. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Indonesia:
Yogyakarta.

Syauqie M, Handayani S, Putri M. Development of Binocular Vision. 2014:8-14.

Vaughan DG, dkk. 2014. Oftalmologi Umum. Editor: Y. Joko Suyono. Edisi 17.
Jakarta: Widya Medika.

29
30

Anda mungkin juga menyukai