Anda di halaman 1dari 25

Anemia Defisiensi Besi

Friska Juliarty Koedoeboen

102015247

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Email : friskakoedoeboen@ymail.com

Pendahuluan

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang
pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh
anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi
kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama
dinegara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berikatan erat dengan
taraf social ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang
memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social yang cukup
serius.1
Dalam kasus PBL: “Ny.A 30 tahun detang ke poliklinik FK UKIDA dengan keluhan
lemas sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasa memberat terutama bila sedang beraktifitas,
pasien mengatakan tidak adanya riwayat demam, paparan radioaktif dan kencing berwarna
teh disangkal. Dikeluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini, dengan riwayat mens
teratur.pemeriksaan fisik: conjungtiva anemis, sclera non ikterik, lien tidak teraba. Di dalam
makalah ini, saya akan mencoba membahas mengenai anemia defisiensi besi, yang dapat
digunakan untuk menggobati keluhan pasien.

Anamnesis

Dilihat dari gejala nya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1

1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan

1
suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di
bawah 7-8 g/dL.
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah “butiran kopi”.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah,
dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.

Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit kronis
(reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar,
perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin seperti
neuropati perifer (defisiensi vitamin B12),subacute combined degeneration of cord
[SACDOC), adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang
bocor), riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal, adakah
disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus
akibat anemia defisiensi Fe).1

Riwayat keluarga

Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit sel
sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter.1

2
Lain-lain

Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit seperti
cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang menyebabkan
erosi lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik, penurunan berat badan
yang drastis baru-baru ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.1

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering
merasa sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan
ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada
anemia defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan
kadar trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia
defisiensi besi.2
Palpasi

1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua kelopak
mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan
konjuctiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai
warnanya.
Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat
berwarna pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu sindrom
anemia.

3
2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan bentuk
dan lesi yang ada.
Patologis: Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok).

3. Limfa
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi nya di
sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan plapasi
rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang M.Trapezius
(anterior) dan M. Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan pemeriksaan nodus
limfatikus supraklavikular pada sudut antara os clavicula dan
M.Sternocleidomastoideus.
Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi
atau keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang
membesar dank eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang
membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.

4. Palpasi hati , limpa, abdomen


Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi.2

Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung sel darah lengkap


Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau
complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’,
memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit (platelet).3

a. Eritrosit
- Hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas
mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan : pria 13
g/dL, wanita 12 g/dL, wanita hamil 11 g/dL.

4
- Hematokrit(Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam
seluruh volume darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan
adanya anemia. Nilai rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %.
- Volume Eritrosit Rata-Rata(VER) atau mean corpuscular volume(MCV)
mengukur besar rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus adalah VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai
rujukan : 82-92 fL. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya
lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kekurangan zat besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak berbahaya.
Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya anemia
megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda.
Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.
- Red Blood CellDistribution Width(RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran
sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia
dan kekurangan beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient
of variation ) dari ukuran eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran mikrositik
dan makrositik maka nilai RDW normal dan VER akan menurun atau
meningkat. Bila ukuran eritrosit beraneka ragam namun ukuran rata-arta
eritrosit normal makan RDW akan meningkat dan VER normal.
- Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(HER) atau mean corpuscular
hemoglobin(MCH). Dapat dihitung dengan rumus: Hb (g/dL ) / E (
juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan 27-31 pg
- Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(KHER) atau mean
corpuscular hemoglobin concentration(MCHC atau CHCM). Dapat
dihitung dengan rumus : Hb (g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan : 32-
37 %.
b. Leukosit
Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet Sahli. Nilai
rujukan: 4,5-11 x 103 /uL

c. Trombosit
Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif
dan kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL.

5
d. Retikulosit
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2
partikel granula atau 1 partikel granula dengan filament, tidak di tepi
membrane sel.Dapat diperiksa dengan pewarnaan New Methylen Blue,
Brilliant cresyl blue, purified azure B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5
%. Nilai absolute : 25000-75000 / uL darah.

2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi


Pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi, memperkirakan
jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya malaria,
microfilaria, trypanosome.3

a. Eritrosit: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining characteristic).


Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian
tengah. Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut
anisositosis, variasi abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom
yaitu eritrosit dengan daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi
adalah eritrosit berwarna kebiruan di antara eritrosit normal berwarna merah.
b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil,
eosinofil, batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap
100 sel.
Tabel 1.Hitung Jenis Leukosit8

Jenis % …/uL
Leukosit
Basofil 0-1 0-100
Eosinofil 1-3 50-300
Batang 1-5 50-500
Segmen 50-70 2500-7000
Limfosit 20-40 1000-4000
Monosit 1-6 50-600

6
3. Laju Endap Darah
Untuk mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma pada suatu interval
waktu. Sensitif tapi tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10 mm/jam pada pria dan 0-15
mm/jam pada wanita.3
4. Pemeriksaan Kadar / status besi
a. Kadar besi serum (BS): mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan
transferin.
b. Total Iron Binding Capasity (TIBC): Mengukur banyaknya besi yang dapat
diikat transferin bila serum dijenuhkan dengan besi. Normal : rasio BS :DIBT
= 1:3
c. Saturasi Transferin: Persentase transferin yang berikatan dengan besi dengan
rumus:BS / DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan
besi.
d. Ferritin serum: indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan :
wanita 10-200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL

Tabel 2. Tahapan Anemia Defisiensi Besi dan Pemeriksaan Laboratorium

Ferritin Saturasi Hemoglobin


Transferin
Tahap I Menurun Normal Normal
Tahap II Menurun Menurun Normal
Tahap III Menurun Menurun Menurun

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Dapat dipakai untuk membantu menetapkan diagnosis kelainan hematologi,
menentukan stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan cadangan besi
sumsung tulang. Hal yang dinilai :

a. Penilaian kepadatan sel , normal densitas 25-50 %


b. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan megakariosit, mudah
ditemukan/normal/ jarang.
c. Aktivitas eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
d. Aktivitas granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.

7
Pada defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan Perls
Stain, pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang berkurang /
kosong.3

6. Pemeriksaan Feses
Mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara makroskopik dilihat
warna tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing, parasit, untuk
pemeriksaan kimia lakukan tes darah samar.3

7. Pemeriksaan Urin
Mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan makroskopik
dilihat warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit, dan
hemosiderinuria. Kimia dilakukan tes darah samar.3

8. Pemeriksaan Histopatologi
Tidak adanya iron stain able dijaringan tubuh, termasuk sumsum tulang dan hati,
adalah penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang kekurangan zat
besi. Kelainan jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan dalam kekurangan zat
besi. Ini termasuk gastric atrophy dan clubbing dari vili usus halus.3

Diagnosis Banding

Tabel 3. Diagnosis Banding Anemia Mikrositik Hipokrom


Anemia Turunan Anemia karena Anemia
defisiensi besi talasemia trait penyakit kronis sideroblastik
Zat besi ↓ N ↓ ↑
TIBC ↑ N ↓ N
Feritin serum ↓ N ↑ ↑
Protoporfirin ↑ N ↑ ↑ atau N
sel darah
HbA2 ↓ ↑ N ↓
Catatan : ↑ = meningkat, ↓ = menurun, N = normal, TIBC = kapasitas ikat besi total

8
1. Anemia pada Penyakit Kronik

Di antara berbagai anemia yang paling sering ditemukan terdapat anemia yang
menyertai berbagai penyakit kronik.Anemia yang terjadi bersifat normositik/normokromik
atau mikrositik/hipokromik. Penanganan keadaan yang mendasari akan mengoreksi anemia ini;
hanya sebagian dari terapi eritropoitin yang berhasil dengan baik.4

Lemah badan, penurunan berat badan, pucat merupakan tanda-tanda dari penyakit kronis.
Baru kemudian diketahui bahwa bahwa pada pasien tuberkulosis, misalnya timbul keluhan
seperti tadi dan ternyata disebabkan oleh anemia pada infeksi. Cartwright dan Wintrobe
menyebutkan bahwa peneliti-peneliti di Perancis tahun 1842 membuktikan bahwa pasien
tifoid dan cacar mengandung massa eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal.
Belakangan diketahuibahwa penyakit infeksi seperti pneumonia, syphilis, HIV-AIDS dan juga
pada penyakit lain seperti artritis reumatoid, limfoma Hodgkin, kanker, sering disertai
anemia, dan diintroduksi sebagai anemia penyakit kronik.

Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan
klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni:4

 kadar Hb berkisar 7-11 g/dl


 kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah
 cadangan Fe jaringan tinggi
 produksi sel darah merah berkurang.
Anemia umumnya berbentuk normokrom-normositer, meskipun banyak pasien
memberi gambaran hipokrom dengan MCHC < 31g/dl dan beberapa mempunyai sel
mikrositer dengan MCV <80 fl. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit
meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit
dasarnya.
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondis sine qua non untuk diagnosis
anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe - transferin – menurun
menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripadaanemia defisiensi besi. Proteksi saturasi
Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transferFe dari suatu persediaan yang
kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.

9
Penurunan kadar transferinsetelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripadapenurunan
kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferinlebih lama (8-12 hari) dibandingkan
dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.
Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik. Meskipun demikian apabila
demam atau debiltas fisik meningkat, maka pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Gambaran khasnya adalah:

1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV
jarang < 75 fl);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)-
beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit;
3. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal;
4. Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikulo-endotel) normal tetapi kadar besi
dalam eritroblas berkurang.
Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis
biasanya tergantung dari hasil laboratorium.4

Pasien yang menderita penyakit peradangan sistemik kronik yang menetap lebih dan
sebulan biasanya mengalami anemia ringan atau sedang. Berat ringannya anemia secara kadar
setara dengan lama dan keparahan proses peradangan. Penyakit ini adalah infeksi kronik
misalnya endokarditis infektif subakut, osteomielitis, abses paru, tuberkulosis, dan
pielonefritis. Penyakit peradangan noninfeksi yang sering berkaitan dengan anemia adalah
artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik, vaskulitis (misalnya arteritis temporalis),
sarkoidosis, enteritis regionalis, dan cedera jaringan misalnya fraktur.
Anemia jenis ini juga sering ditemukan pada penyakit keganasan, termasuk penyakit
Hodgkin dan berbagai tumor padat misalnya karsinoma paru dan payudara. Pada pasien
kanker, faktor lain mungkin berperan menimbulkan anemia yang lebih parah. Pada
pasien kanker saluran makanan atau uterus, kehilangan darah merupakan faktor utama.
Perdarahan kronik akan menimbulkan defisiensi besi. Selain itu, pasien kanker dapat
menderita anemia progresif bila sumsum tulangnya terinvasi oleh sel tumor. Pasien kanker
sering mengalami malnutrisi dan mungkin menderita defisiensi folat. Walaupun jarang,
pasien dengan keganasan diseminata dapat mengalami anemia hemolitik traumatik yang

10
berat. Akhirnya, penekanan hematopoisis oleh obat kemoterapi atau terapi radiasi dapat
memperparah anemia.4

2. Anemia Sideroblastik
Ini adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi dan besi sumsum
tulang yang meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya banyak sideroblas cincin (ring
sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin ini adalah eritroblas
abnormal yang mengandung banyak granula besi yang tersusun dalam suatu bentuk cincin
atau kerah yang melingkari inti; bukan beberapa granula besi yang tersebar secara acak yang
tampak bila eritroblas normal diwarnai dengan pewamaan besi. Anemia sideroblastik di-
diagnosis bila 15% atau lebih eritroblas dalam sumsum tulang adalah sideroblas cincin, tetapi
sideroblas cincin ini dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada berbagai kondisi
hematologic.4

Anemia sideroblastik digolongkan menjadi beberapa jenis dan persamaannya adalah


adanya suatu defek dalam sintesis heme. Pada bentuk herediter, anemia dicirikan oleh suatu
gambaran darah yang sangat hipokrom dan mikrositik. Mutasi tersering adalah pada gen
asam δ-aminolevulinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada kromosom X. Piridoksal-6-fosfat
adalah suatu koenzim untuk ALA-S. Jenis lain yang jarang dijumpai meliputi defek
mitokondria, responsif tiamin, dan defek autosom lain. Bentuk didapat primer yang lebih
sering ditemukan adalah salah satu subtipe mielodisplasia. Bentuk ini juga dinamakan
'anemia refrakter dengan sideroblas cincin'.4

Pada beberapa pasien, khususnya yang menderita jenis herediter, terdapat suatu
respons terhadap pemberian terapi piridoksin. Defisiensi folat dapat terjadi dan dapat dicoba
pemberian terapi asam folat. Walaupun demikian, pada banyak kasus berat, transfusi darah
berulang adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang cukup dan
penimbunan besi akibat transfusi menjadi suatu masalah utama. Pengobatan lain yang telah
dicoba pada mielodisplasia (mis. eritropoietin) dapat dicoba pada bentuk didapat primer.
Ditandai oleh sideroblas bercincin pada precursor eritroid yang ternukleasi di dalam sumsum
tulang. Karena langkah awal dan akhir dari dari sintesis heme terletak di mitokondria, sulit
untuk mengetahui apakah kelainan itu merupakan penyebab atau akibat dari pemberian zat
besi dalam jumlah besar. Sebagai tambahan terhadap munculnya sideroblas bercincin,
kelainan ini memiliki gambaran lain yang sama : hyperplasia eritroid sumsum tulang dengan
penurunan produksi sel darah merah ( eritropoesis tidak efektif ) ; populasi sel darah merah

11
mikrositik hipokrom yang merefleksikan sintesis heme yang terganggu ; dan peningkatan
nyata zat ebsi serum dan saturasi transferin, kadang diikuti kelebihan zat besi secara umum.
Anemia sideroblastik dibagi 2 yaitu kongenital dan didapat.Anemia sideroblastik kongenital
merupakan kelainan terangkai X yang jarang. Anemia sideroblastik didapat sering kali
berhubungan dengan obat dan toksin (alkohol, timbal, INH, kloramfenikol), neoplasma dan
inflamasi (Ca, leukemia, limfoma, rheumatoid arthritis), kemoterapi dengan agen alkilasi
(siklofosfamid).4 Anemia sideroblastik yang didapat lebih sering idiopatik dan muncul secara
spontan pada individu yang lebih tua. Pertumbuhan dan maturasi yang terganggu muncul
pada semua garis yang memancar dari sel induk hemopoetik.4

3.Talasemia

Adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda menimbulkan terjadinya defek


pada sintesis satu atau lebih subunit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan
hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik-hipokromik. Talasemia α mengalami
gangguan pembentukan rantai. Talasemia ß dibagi 2 yaitu talasemia ß mayor dan talsemia ß
minor. Talasemia ß minor jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna. Diagnosa
umumnya ditegakkan pada pasien yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau pada
tindak lanjut kelainan yang dijumpai pada pemeriksaan darah rutin.4

Talasemia ß mayor disebut juga anemia Cooley, merupakan bentuk terparah dari anemia
hemolitik congenital. Pasien mengalami gejala anemia berat. Pada pasien juga dijumpai
temuan yang berkaitan dengan hemolisis intramedularis dan eprifer yang parah serta
kelebihan besi. Kulit pasien berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan
penigkatan endapan melanin. Pasien biasanya mengalami kelainan tulang akibat ekspansi
sumsum eritroid. Pembesaran tulang malar dapat menimbulkan wajah khas tupai atau
maloklusi rahang. Kardiomegali, hepatomegali, dan splenomegali juga dapat ditemukan.4

Diagnosis talasemia ß mayor harus dipertimbangkan pada tiap pasien anemia hemolitik
dan sel darah merah mikrositik dan hipokrom.

12
Tabel 4. Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi
Anemia Anemia Akibat Trait Anemia
Defisiensi Besi Penyakit Thalassemia Sideroblastik
Kronik
Derajat Ringan sampai Ringan Ringan Ringan
anemia berat sampai berat
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Normal / ↑ Normal / ↑
TIBC Meningkat Menurun<300 Normal / ↓ Normal / ↓
>360
Saturasi Menurun < Menurun/N Meningkat > Meningkat >
transferin 15% 10-20% 20% 20%
Besi sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
tulang ring
sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Feritin Menurun < Normal 20- Meningkat > Meningkat >
serum 20µg/l 200 µg/l 50 µg/l 50 µg/l
Elektrofoesis Normal Normal Hb A2 Normal
meningkat

Working Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur
kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

13
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan
tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria
Kerlin et al) sebagai berikut:4

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC <31%
dengan salah satu dan a, b, c, atau d.

 Dua dari tiga parameter di bawah ini:


- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC>350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
 Ferritin serum <20 mg/l, atau
 Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang
setara)selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan.
Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui
penyebabnya.4
Untuk pasien dewasa fokus utama aalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang.
Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin),
tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz,
untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama ADB, hams dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing
tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per
gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki. Dalam suatu penelitian
lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan
cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.

14
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya
eosinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3%
pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dan 123 kasus anemia defisiensi besi yang
dijumpai.

Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult
blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau
bawah.4

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:5
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
- Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Perdarahan kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab yang utama,
sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi penyebab tunggal di negara
maju. Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg besi, walaupun absropsi besi
dari makanan meningkat pada tahap awal defisiensi besi, keseimbngan besi negative
biasa terjadi pada perdarahan kronik.
- Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan,
peggunaan pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang
lama kesemuanya menunjukkan perdarahan yang berlebih.
- Saluran kemih: hematuria
- Saluran napas: hemoptoe

 Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui
15
dan pada wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada
kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat
kecenderungan kesetimbangan besi negative akibat pertumbuhan. Susu formula
bersuplemen serta makan campuran yang diberikan sejak usia 6 bulan, khusunya dengan
makanan yang ditambah besi dapat mencegah difisiensi besi.Diperlukan lebih banyak
besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, transfer 300 mg
besi ke janin, dan karena perdarahan pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga
meningkat, terapi besi serigkali diperlukan bilah hemoglobin turun sampai kurang dari 10
g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada trimester ketiga.
 Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria dewasa normal untuk menderita anemia
defisiensi besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak
adanya asupan besi sama sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak adekuat atau
malabsorbsi jarang meupakan penyebab tunggal anemua defisiensi besi, walaupun di
negara berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet yang buruk seumur hidup,
yang teutama terdiri dari biji-bijian dan sayuran. Meskipun demikian, enteropati yang
diinduksi gluten, gasterktomi total atau parsial, dan gastritis atopic dapat merupakan
factor predisposisi untuk terjadinya defisiensi besi.

Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.5

Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada tabel.6

16
Tabel 6. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%.
Wanita hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ABD. Di India, Amerika
Latin dan Filipina prevalensi ABD pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%.
Sedangkan di Bali, pada suatu pungunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar
50% dengan 75 % anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42
desa di Bali yang melibatkan 1684 Perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%,
sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan
dan kepatuhan meminum pil besi.
Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES tahun1988 sampai tahun 1994,
defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laid dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-
4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.6

Manisfestasi Klinik

Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi. Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh
maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan :7

 Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu.
 Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
 Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

17
Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala umum anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena
mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan bails Anemia bersifat simtomatik
jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku. 7

Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah:

 Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 1).
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwama pucat keputihan
 Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan
lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

18
Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya penyakit anemia akibat penyakit cacing tambang
dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti
jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala
gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker
tersebut.7
Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan
pengecatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus
maka cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum
tampak, keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibat nya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi
pengendapan fe yang berlebihan dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan
miokardium (hemokromatosis).8

Penatalaksanaan

Setelah didiagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi adalah:9

a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing


tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy):

19
 Terapi Besi Oral

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan
preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran
adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari
yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan
ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek
samping hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric
coated yang dianggap memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat
mengurangi absorbsi besi.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong. tetapi efek
samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien
yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan.

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang
dijumpai pada 15 sampai 20%. yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan
ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping
besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan


sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi
tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak
diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.

Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi


dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.

 Terapi besi parenteral

20
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mernpunyai risiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya
diberikan atas indikasi tertentu.
Indikasi pemberian besi parenteral adalah: 9

- intoleransi terhadap pemberian besi oral


- kepatuhan terhadap obat yang rendah
- gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi
- penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
- keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary
hemorrhagic teleangiectasia
- kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi
- defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi /ml),
iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate daniron
sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam
atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan
memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala,
flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung
melalui rumus di bawah ini:
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

c. Pengobatan lain
 diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani

21
 vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
 transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian
transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
1. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
2. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing
yang sangat menyolok.
3. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepatseperti path
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi
bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid
intravena.

Pencegahan

Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu menghindari
anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat,
variasi makanan, termasuk:10

1. Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain
yang kaya zat besi, termasuk lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun hijau tua,
buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
2. Folat. Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan
buah-buahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti,
sereal dan pasta.
3. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
4. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang yang
memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi yang diperlukan selama
ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi. Asupan zat besi yang memadai
juga penting untuk bayi, vegetarian ketat dan pelari jarak jauh.

Beberapa orang dengan beresiko tinggi terkena defisiensi besi harus di pertimbangkan dalam
menggunakan terapi profilaksis. Orang-orang yang memerlukan terapi profilaksis tersebut

22
adalah bayi, wanita hamil, anak-anak, pendonor darah, orang yang menggunakan terapi
aspirin dosis tinggi.
Komplikasi

 Anemia defisiensi besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot untuk bekerja pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada orang sehat, selama metabolisme anaerobik. Hal
ini diyakini karena kekurangan enzim pernapasan yang mengandung besi daripada
anemia.10
 Anemia berat karena penyebab apapun dapat menyebabkan hipoksemia dan
meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula,
dapat memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru kronis.
 Cacat dalam struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada defisiensi besi.
Kuku menjadi rapuh atau kaku dengan perkembangan koilonychia (kuku berbentuk
sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan tampak mengkilap.
Angular stomatitis dapat terjadi dengan fisure di sudut-sudut mulut. Disfagia
mungkin terjadi dengan makanan padat, dengan anyaman dari mukosa pada
pertemuan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson sindrom); hal ini dapat
dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah krikoid. Atrophic gastritis terjadi
pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor
intrinsik dan pengembangan antibodi untuk sel parietal lambung. vili usus kecil
menjadi tumpul.
 Intoleransi udara dingin berkembang di seperlima dari pasien dengan anemia
kekurangan zat besi kronis dan terjadi oleh karena gangguan vasomotor, nyeri
neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.
 Anemia defisiensi besi berat dapat dikaitkan dengan papilledema, peningkatan
tekanan intrakranial, dan gambaran klinis cerebri pseudotumor. Manifestasi ini
diperbaiki dengan terapi besi.
 Gangguan fungsi imun dilaporkan pada pasien kekurangan zat besi, dan ada laporan
bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa hal tersebut adalah akibat
langsung yang disebabkan oleh kekurangan zat besi kurang meyakinkan karena
adanya faktor lain.10

23
Prognosis

Anemia defisiensi zat besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang sangat
baik, namun bisa buruk jika disebabkan oleh suatu keadaan yang mendasarinya memiliki
prognosis buruk, seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh suatu
kondisi penyerta seperti penyakit arteri koroner.
Kesimpulan
Pada kasus ini, hal yang pertama harus dilakukan adalah melengkapi hasil
pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan menentukan nilai besi serum, DIBT, saturasi
transferrin, ferritin serum, dan reseptor transferring (bila perlu). Dan bila dengan
pemeriksaan-pemeriksaan tsb masih belum terlalu meyakinkan diagnosis, dapat dicoba untuk
melihat cadangan besi sumsum tulang dengan pewarnaan biru Prussia. Setelah ditemukan
adanya hasil yang menunjang diagnosis pasti anemia defisiensi besi, perlu dicari etiologi
pasti penyebab anemia yang diderita pasien. Pada kasus ini, Ny. A 30 tahun tersebut
menderita penyakit anemia defisiensi besi karena kurangnya asupan besi pada makanannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Anemia. Dalam: Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan


Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5.
2. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Silbernagl,Stefan. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2007. h.38-9
3. Pemeriksaan Konjuctiva dan Sklera. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009.h.151
4. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI; 2006.h.634-40
5. Pemeriksaan Kelenjar Limfe. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009.h.167-8
6. Pemeriksaan Hati, Limpa, dan Massa Abdomen. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku
Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 342-9
7. Hitung Darah Lengkap.Diunduh dari http://spiritia.or.id/li/pdf/LI121.pdf. Diunduh 20
April 2015
8. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk.
Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Jakarta : FK UKRIDA; 2009. h.38-43 ; 69-74;
79-81; 88
9. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk. Penuntun Patologi
KlinikHematologi. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009. h.109
10. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ; 2006. h.634-40

25

Anda mungkin juga menyukai