Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan
fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu
dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga
tulang tetap kuat. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan
masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat,
prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes
melitus serta hipertensi (Kemenkes RI, 2017).
Angka kejadian gagal ginjal kronik masih cukup tinggi hasil systematic
review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan
prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease
tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia
tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Kemenkes
RI, 2017).
Data mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), Indonesian Renal Registry (IRR), dan sumber data lain.
Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal
kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di
negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal
ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis
PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap
lanjut dan akhir. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
masing-masing 0,4 % (Kemenkes RI, 2017).

1
2

Gagal ginjal kronik saat ini merupakan masalah kesehatan yang penting
mengingat selain insiden dan prevalensinya yang semakin meningkat, juga
pengobatan pengganti ginjal yang harus dijalani oleh penderita gagal ginjal
merupakan pengobatan yang sangat mahal yang harus di tanggung oleh
penderita dan keluarganya (Muttaqin, 2012).
Bila ginjal tidak berfungsi, maka sisa metabolisme yang tidak
dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri. Racun ini akan
menimbulkan keluhan mual, muntah, sakit kepala hebat sampai penurunan
kesadaran. Cairan yang tidak bisa keluar dari tubuh akan menyebabkan
terjadinya penumpukan cairan di seluruh rongga tubuh sehingga terjadi sembab
dan sesak napas. Penyebab itulah yang menimbulkan masalah bagi
penderitanya. Karena ia membutuhkan ginjal buatan untuk menyaring bahan-
bahan berbahaya sisa metabolisme ke luar tubuh (Nursalam dan Fransisca.
2008).
Pengobatan gagal ginjal kronik dibagi dalam dua tahap yaitu
penanganan konservatif dan terapi penggantian ginjal. Penanganan gagal ginjal
secara konservatif terdiri dari tindakan untuk menghambat berkembangnya
gagal ginjal, menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati setiap faktor yang
reversible. Sedangkan penanganan dengan pengganti ginjal dapat dilakukan
dialisis intermiten atau transplantasi ginjal yang merupakan cara paling efektif
untuk penanganan gagal ginjal (Hartanto, 2009).
Ketika seseorang memulai terapi ginjal pengganti (hemodialisis) maka
ketika itulah klien harus merubah seluruh aspek kehidupannya. Klien harus
mendatangi unit hemodialisis secara rutin 2-3 kali seminggu, belum sembuh
rasa sakit bekas pungsi akses vaskuler akan tetapi pasien harus datang kembali
untuk melakukan hemodialisis, konsiten terhadap obat-obatan yang harus
dikomsumsi, memodifikasi dietnya secara besar-besaran, mengatur asupan
cairan hariannya. Masalah lainnya berupa pengaturanpengaturan sebagai
dampak penyakit ginjalnnya seperti dampak penurunan hemoglobin yang lazim
terjadi pada pasien gagal ginjal, pengaturan kalium, kalsium, Fe, dan lain-lain.
Hal tersebut menjadi beban yang sangat berat bagi klien yang menjalani
3

hemodialisis. Termasuk pula masalah psikososial dan ekonomi yang tentunya


akan berdampak besar menyebabkan klien seringkali menderita kelelahan yang
luar biasa. Sehingga akhirnya menyebabkan kegagalan terapi dan
memperburuk prognosis klien dengan Chronic Kidney Deases (Adha, 2014).
Dialisis mungkin tidak meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan
komorbiditas ekstensif. Pasien tua mungkin tidak memiliki harapan hidup yang
panjang dengan dialisis. Dalam situasi ini, banyak pasien memilih untuk
kontrol gejala tanpa dialisis, menggunakan erythropoietin, vitamin D analog,
kontrol diet, antipruritus dan antiemetik yang diperlukan. Pasien tersebut sering
memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari kehidupan, masuk rumah sakit lebih
sedikit (misalnya, dari komplikasi-dialisis terkait) dan lebih mungkin untuk
meninggal akhirnya di rumah, bukan di rumah sakit, dibandingkan pasien yang
menerima dialisis (Syukri, 2015).
Pasien dengan gagal ginjal kronik yang telah terdiagnosa dalam kondisi
terminal pada umumnya akan merasakan distress emosional yang sangat berat
antara lain merasakan syok, cemas, distress dan depresi. Pasien yang
mengalami distress yaitu pengalaman emosional, psikologis, sosial ataupun
spiritual yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi kemampuan adaptasi
atau koping pasien terhadap pengobatan. Pada kondisi yang berat, distres dapat
menyebabkan masalah seperti gangguan ansietas, depresi, panik, dan perasaan
terisolasi atau krisis spiritual, masalah finansial beserta masalah pekerjaan.
(Ilmi, 2016).
Pemberian asuhan keperawatan praktikan lakukan dengan menerapkan
teori model Adaptasi Roy. Teori Adaptasi Roy dapat digunakan pada pasien
dengan gangguan sistem perkemihan karena pada pasien gangguan sistem
perkemihan dapat menimbulkan dampak perawatan yang panjang dan
membutuhkan penatalaksanaan yang panjang untuk mempertahankan
kesehatan tubuh, seperti pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang
membutuhkan terapi pengganti ginjal sebagai terapi berkelanjutan untuk
mengganti fungsi ginjal yang telah rusak, pasien dengan striktur uretra atau
BPH memerlukan pemasangan kateter yang berkepanjangan sampai gejala
4

teratasi, dan sebagainya. Pasien dengan gangguan sistem perkemihan juga


memerlukan penerimaan terhadap kondisi sakitnya serta beradaptasi terhadap
berbagai perubahan terhadap kondisi penyakit dan gaya hidupnya selama sakit
(Hartanti, 2014).
Teori adaptasi Roy merupakan teori model keperawatan yang
menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan
cara mempertahankan perilaku adaptif serta mampu merubah perilaku yang
inadaptif. Penerapan teori akan untuk membantu seseorang beradaptasiterhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi
selama sehat dan sakit. Pendekatan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan teori adaptasi Roy dipandang sangat ideal untuk diterapkan dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan profesional terutama pada pasien
dengan penyakit kronis yang memerlukan proses adaptasi panjang terhadap
perubahan status kesehatannya (Hidayati, 2014).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik dan
berkeinginan untuk melakukan “Pengelolaan Klien Dengan Terapi Penggantian
Pada Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Tahap Akhir Dengan
Pendekatan Teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar kota
Bengkulu tahun 2018”.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas didapat masalah studi kasus
masih tingginya angka kejadian gagal ginjal sehingga perlu dilakukan upaya
perawatan yang komperehensif, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
efektifkah “Pengelolaan Klien dengan Terapi Penggantian Pada Asuhan
Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Tahap Akhir Dengan Pendekatan Teori
Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar kota Bengkulu tahun 2018
memberikan hasil yang lebih baik?,”
5

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak
dicapai adalah peneliti mampu melakukan pengelolaan klien dengan terapi
Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir
dengan pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar
kota Bengkulu tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan terapi Penggantian
pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir dengan
pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar kota
Bengkulu tahun 2018
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan terapi
Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir
dengan pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar
kota Bengkulu tahun 2018.
c. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan terapi
Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir
dengan pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar
kota Bengkulu tahun 2018.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan terapi
Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir
dengan pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar
kota Bengkulu tahun 2018
e. Mampu melakukan evaluasi penerapan pengelolaan klien dengan terapi
Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir
dengan pendekatan teori Calista Roy di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar
kota Bengkulu tahun 2018.
f. Mampu menganalisis Calista Roy dalam klien dengan terapi Penggantian
pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir di Wilayah
Puskesmas Sawah Lebar kota Bengkulu tahun 2018
6

g. Mampu menarik kesimpulan keefektifan penerapan model konsep


keperawatan teori Calista Roy pada klien dengan terapi Penggantian
pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir di Wilayah
Puskesmas Sawah Lebar kota Bengkulu tahun 2018.
h. Mampu menarik kesimpulan keunggulan aplikasi Teori Calista Roy
dalam klien dengan terapi Penggantian pada asuhan keperawatan pasien
gagal ginjal tahap akhir di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar kota
Bengkulu tahun 2018.
i. Mampu menarik kesimpulan kelemahan aplikasi Teori Calista Roy dalam
klien dengan terapi Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal
ginjal tahap akhir di Wilayah Puskesmas Sawah Lebar kota Bengkulu
tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Studi Kasus Bagi Pasien
Penerapan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat meningkatkan
kesehatan pasien gagal ginjal tahap akhir, serta dapat meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam pentingnya merawat pasien dengan gagal ginjal
tahap akhir.
2. Manfaat Studi Kasus Bagi Perawat
Penerapan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi dalam lingkup pelayanan asuhan keperawatan untuk
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan khusunya dalam
pengelolaan klien dengan terapi Penggantian pada asuhan keperawatan
pasien gagal ginjal tahap akhir.
3. Manfaat Studi Kasus Bagi Lembaga
a. Bagi pendidikan
Untuk menambah referensi dan memberikan informasi tentang
penerapan asuhan keperawatan khususnya bagi mahasiswa Program Studi
Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
dalam penerapan aplikasi teori keperawatan pada pasien.
7

b. Bagi pelayanan kesehatan


Penerapan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan acuan
pembelajaran dan referensi tambahan bagi profesi keperawatan dalam
melakukan proses asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap akhir,
sehingga dapat menambah wawasan dengan pada profesi perawat dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan
terapi Penggantian pada asuhan keperawatan pasien gagal ginjal tahap
akhir.

E. Implikasi Studi Kasus Terhadap Ilmu Keperawatan


1. Implikasi Perawat Sebagai Pendidik
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai bahan
dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu,
keluarga dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan
khususnya penyakit dengan terapi Penggantian pada asuhan keperawatan
pasien gagal ginjal tahap akhir.
2. Implikasi Perawat Sebagai advokat
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan acuan kepada
perawat sebagai penasehat, memberi informasi dan dorongan kepada
keluarga penderita pasien gagal ginjal tahap akhir dalam membuat
keputusan yang terbaik menjalani perawatan dan memungkinkan bagi
pasien.
3. Implikasi Perawat Sebagai Provider
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan acuan
pembelajaran dan referensi tambahan bagi profesi keperawatan dalam
melakukan proses asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal tahap akhir,
sehingga dapat menambah wawasan pada profesi perawat dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan terutama pada asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal tahap akhir mengacu kepada teori
keperawatan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai