Anda di halaman 1dari 2

MENGENDALIKAN HIDUP

Perjalanan rutin Pontianak-Parindu sepanjang 140 km dalam gelap yang kami jalani malam ini tak
disangka menjadi suatu cerita tersendiri dan membuat kami sadar akan pentingnya pengendalian diri
dalam hidup ini.

Bermula dari niatan baik rekan-rekan tim 5 dokter di sebuah RS antah-berantah di Kab. Sanggau,
Kalimantan Barat, kami berkendara kurang lebih selama 2,5 jam dengan mobil fasilitas RS antah
berantah (khusus disediakan untuk dokter residen) untuk mencari obat yang habis ke kota (Pontianak)
sekaligus sedikit refreshing melihat keramaian kota. Dahulu perjalanan Sanggau-Pontianak
membutuhkan waktu 6-8 jam, namun dengan jalan Trans-Kalimantan yang baru dan beraspal hotmix
jarak ini bisa ditempuh hanya dengan 2,5-3 jam. Tidak ada hal yang luar biasa saat kami berangkat di
siang hari. Alhamdulillah semua urusan berjalan lancar hingga tiba saat kami pulang ba’da sholat
Tarawih. Kami memutuskan pulang sekitar pukul 21.00 malam sambil menunggu sedikit berkurangnya
kemacetan kota. Setelah 20 menit meninggalkan kota, dalam posisi di belakang kemudi, kami
menyadari bahwa rasa-rasanya ada yang tidak beres dengan terangnya cahaya lampu mobil kami dan
setelah kami cek, ternyata lampu kota mobil kami mati satu. Disitu kami masih berusaha tenang dan
mencari cara bisa menerangi jalan (setelah sok-sokan utak atik lampunya sendiri ala mekanik namun
malah gagal) mengingat jalan baru ini masih gelap gulita serta belum ada marka jalan di setiap
tikungan. Alhamdulillah kami menemukan cara yaitu dengan mengemudi sambil menguntit mobil di
depan kami sehingga paling tidak kami selalu dapat penerangan ekstra.

Namun rupanya masalah tidak hanya sampai disitu saja. Pada kilometer ke 15 setelah kami keluar
kota, kami mendapati masalah berikutnya yang membuat jantung kami nyaris copot (apalagi posisi
kami masih menguntit mobil di depan kami yang melaju dengan kecepatan kira-kira 80-100 km/jam).
Rem mobil kami blong! Ya, Blong! Hal itu kami ketahui saat mobil di depan kami berhenti mendadak
karena ada pekerjaan konstruksi di bahu jalan. Kami injak rem seperti biasa ternyata mobil tetap
berjalan melaju nlunyuuur (istilah jawa untuk maju terus hehehe!). Alhamdulillah, dengan izin Allah
dan kesigapan reflex (sambil nafas tercekat), kami dapat melakukan pengereman kilat dengan mesin
(pindah persneling dari 5 ke 2) sembari mengangkat tuas rem tangan, sambil sedikit membanting
mobil ke kanan lalu banting kemudi ke kiri agar terhindar dari benturan dan mengguling. Suara mobil
pun meraung sambil berdecit menikung layaknya ngedrift ala “Fast and Furious” (lebay dulu hehehe).
Alhamdulillah perhitungan jarak antar mobil yang tepat membuat kami masih selamat menghindari
benturan. Sejenak kami berlima berpandangan dan merasa ngeri. “Apa yang harus kami lakukan? Kami
minta tolong ke siapa?Apakah kami harus berhenti?” semua pertanyaan seperti itu berkecamuk di
kepala kami (lebay dulu lagi huehehe), walau sebenarnya kami sudah terbiasa dengan hal-hal seperti
ini dan masih bisa ketawa ketiwi tapi pastinya ya tetap ngeri wkwkwkwk.

Setelah diskusi sesaat dan cek ricek kondisi rem yang memang ngeblong tapi masih bisa dipakai untuk
sedikit menurunkan kecepatan, kami putuskan untuk tetap melaju. “Yang penting kami harus pulang
sampai di rumah!” Pikir kami, karena tidak mungkin kami berhenti di tengah jalan gelap gulita di
tengah malam buta untuk menunggu adanya pertolongan atau reparasi servis layaknya di jawa yang
tinggal panggil via online. 120 km berikutnya kemudian kami jalani dengan kehati-hatian dan
konsentrasi penuh. Rekan2 pun yang awalnya berniat istirahat akhirnya pada buka mata menemani
sambil ngobrol2. Sambil terus berdzikir, teknik menguntit tetap kami gunakan namun selalu
mengambil jarak 20-25 meter di belakang mobil yang diuntit dan membatasi kecepatan maksimum
hanya di 60-70 km/jam. Alhamdulillah setelah 3 jam kami tiba dengan selamat di rumah. Hanya 1x
kemudian terjadi insiden rem mendadak kembali, namun dengan teknik drift mobil bisa dikendalikan
dengan baik.

Dari perjalanan singkat ini, ada nilai-nilai yang bisa kami tarik hikmahnya: Sebaik apapun persiapan
dan rencana kita dalam kehidupan, terkadang masalah dapat muncul setiap saat dan tidak terduga.
Dalam proses karir, sekolah atau hidup berumah tangga dan bersosial, akan ada suatu masa di mana
tiba-tiba rasanya semua menjadi melaju tidak terkontrol, apakah itu pekerjaan yang tiba-tiba terasa
menggunung, masalah keuangan yang tetiba serasa menumpuk, kehidupan pertemanan serta sosial
yang tetiba merenggang atau keimanan kita yang serasa tetiba surut (muncul kemalasan ibadah atau
futur). Apa yang harus kita lakukan saat muncul masalah demikian? Apakah kita harus berhenti?
Menunggu pertolongan datang sementara kehidupan akan terus berjalan? Bagaimana cara kita tetap
dapat memegang kontrol atas kehidupan kita?

Salah satu pilihan yang dapat diambil adalah pertama-tama dengan bersikap tenang dan tawadu’.
Mengingat bahwa semua ini sudah dalam kerangka ujian dan skenario Allah SWT inshaa Allah akan
menjadikan ketenangan dan optimisme dianugerahkan Allah SWT pada kita. Melakukan assessment
terhadap situasi dan SWOT mutlak harus dilakukan dengan cepat dan komprehensif. Adanya teman
diskusi dan berbagi sangat penting untuk assesment. Maka itu, saat menemui masalah dalam
kehidupan, mari kita selalu biasakan untuk berdiskusi dan berbagi dengan pasangan sah (jangan yang
ga sah karena hanya nambah masalah hahaha!), keluarga, ustadz/guru, mentor, atau sahabat terdekat
untuk mencari solusinya. Jangan biasakan dipendam sendiri karena mungkin gengsi atau justru
diumbar di medsos yang hanya bikin tambah bingung karena kegaduhan “netijen yang ga tahu
masalah namun sok tahu dan maha benar wkwkwkwk”. Setelah assessment situasi selesai, maka
segeralah melangkah, karena masalah tidak akan selesai dengan hanya berdiam dan berpikir saja.
Tetap terus melangkah mengambil risiko namun dengan senantiasa melakukan mitigasi/pengenalan,
disiplin dan konsentrasi penuh melihat segala fenomena yang terjadi di depan, belakang, kiri dan
kanan sampai semua permasalahan teratasi satu persatu, sambil tetap terus berdoa dan mengingat
Allah SWT, karena Allah SWT adalah sebaik-baik pemberi pertolongan.

Karena tidak ada badai yang tidak akan berlalu, dan karena di “balik kesulitan selalu ada kemudahan”
(QS Alam Nasyroh: 5).

Setelah melewati semua itu, kita akan menyadari bahwa kekuatan, skill dan kemampuan kita mungkin
meningkat beberapa level dan kita lebih siap “mengendalikan hidup” kita, tentunya dengan izin Allah
SWT. Seperti kejadian malam itu sepertinya membuat skill “ngedrift” dan “control” saya naik dari level
15 ke level 30 hehehe! (TokyodriftGame.com).

Anda mungkin juga menyukai