PERUSAHAAN TAMBANG
BATU BARA
KELOMPOK 2
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan hidayah serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
junjungan nabi besar kita, Rasulullah SAW, serta kepada para sahabatnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan makalah
ini, adapun rasa terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Ir. Syarif Usman, MK.K.K ,selaku dosen mata kuliah Promosi kesehatan
dan keselamatan kerja.
2. Teman-teman dan tim yang banyak membantu sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.
3. Orangtua kami yang membantu dalam hal materil maupun moril.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
1
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
2
pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan
dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor
riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu
sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik
dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau
coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca
perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif
terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan
Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan
baku domestik.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-
3
konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh
organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Mineral dan produk mineral merupakan tulang punggung dari sebagian besar
industri dan beberapa bentuk pertambangan atau penggalian dilakukan di hampir
setiap negara di dunia. Pertambangan memiliki nilai penting dalam ekonomi,
lingkungan, lapangan pekerjaan dan dampak sosial. Meskipun telah banyak upaya
yang dilakukan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja serta
pencegahan kecelakaan pada sektor pertambangan di berbagai negara, tingkat
kematian, cedera dan penyakit di antara penambang di dunia masih tetap tinggi,
sektor pertambangan masih menjadi sektor kerja yang paling berbahaya,
mengingat jumlah orang yang terdapak atau terkena risiko begitu besar. (ILO,
2014) Menurut International Labor Organization (ILO), sektor pertambangan
4
mempekerjakan sekitar 1% dari angkatan kerja secara global, dan berkontribusi
sebesar 8% terhadap kejadian kecelakaan fatal.
Akibat terus menerus menghirup udara tercemar debu batubara pekat tersebut,
paru-paru pekerja penambangan akan terkontaminasi partikel batubara hingga
kondisinya menghitam, yang otomatis mengganggu fungsi normal paru-
paru.(Yulianto, 2012) Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi
tambang terbesar di dunia, terutama pada sektor pertambangan mineral dan
batubara. Hingga kini, industri pertambangan masih menjadi tulang punggung
perekonomian nasional. Sektor pertambangan telah memberikan kontribusi sekitar
4,54 % dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2009, meningkat
menjadi 5,16 % pada tahun 2010, 5,37 % pada tahun 2011 dan meningkat lagi
menjadi 5,63 % pada tahun 2012. (The Directorate General of Mineral and Coal,
2015) Safety practice merupakan sistem pendekatan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi dan mengontrol bahaya ditempat kerja untuk meminimalisasi risiko
yang mungkin terjadi. Safety practice memiliki peran penting dalam pencegahan
kecelakaan kerja.
Oleh sebab itu, manajemen safety practice harus dikelola sedemikian rupa,
agar dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. (Wachter & Yorio, 2014). Sama
5
halnya dengan negara-negara industri tambang lainnya, keselamatan dan
kesehatan kerja masih menjadi masalah yang belum terselesaikan di dunia
pertambangan Indonesia, Hal ini dibuktikan dengan kejadian kecelakaan kerja
yang masih kerap terjadi pada proses penambangan logam, batu-batu mineral,
maupun batu bara, hal ini dibuktikan oleh beberapa peristiwa kecelakaan kerja
sektor pertambangan di berbagai wilayah Indonesia dari tahun ke tahun yang
menimbulkan akibat yang tidak ringan, bahkan hilangnya nyawa pekerja, yang
menunjukkan bahwa manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau penerapan
safety practice pertambangan belum berjalan seperti yang diharapkan.(Kehutanan,
2015)
6
tahun 2015, dengan rincian 12 kasus terjadi di PT KPC, 1 kasus di PT Tambang
Damai dan 1 kasus di PT Indominco Mandiri. Dimana mengakibatkan 2 pekerja
tewas dari seluruh kasus yang terjadi.(Prokal.co, 2015) Tahun 2016 pun tak luput
dari kecelakaan tambang. 16 Februari 2016, Mursalin, seorang pekerja tambang
bawah tanah PT Nusa Halmahera Mineral di Gosowong, Halmahera Utara,
Maluku Utara berhasil di evakuasi setelah terjebak selama 9 hari akibat runtuhnya
tambang.(Hidayat, 2016)
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 153 korban akibat kecelakaan
tambang, dengan rincian 49 korban mengalami cidera ringan, 79 korban
mengalami cidera berat dan 25 korban tewas (The Directorate General of Mineral
and Coal, 2015). Buruh atau pekerja tambang menjadi pihak yang paling
dirugikan atas lemahnya penerapan safety practice, karena tidak jarang nyawa
buruh tambang menjadi taruhan akibat kegagalan penerapan safety practice.
Keresahan terhadap lemahnya penerapan safety practice juga disadari oleh buruh
tambang. Unjuk rasa terkait kecelakaan tampang yang terjadi serta tuntutan
keselamatan kerja kerap dilakukan sebagai bentuk pernyataan akan keresahan
yang dirasakan. Salah satu tuntutan yang masih terus diperjuangkan adalah terkait
ratifikasi Konvensi ILO No.176 mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
7
Kepala Sub Bidang Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara, Eko
Gunarto manyatakan, sesuai hasil evaluasi data kecelakaan di tahun 2014,
diketahui terdapat beberapa faktor penyebab kecelakaan di sektor pertambangan
yang dikategorikan berdasarkan tindakan tidak aman (TTA), kondisi tidak aman
(KTA), faktor individu dan faktor pekerjaan. Untuk kategori TTA, diantaranya
disebabkan oleh tidak patuh prosedur (38%), tidak menggunakan APD (12%),
posisi kerja yang tidak benar (11%) dan menggunakan alat yang salah (11%).
Sementara untuk kategori KTA, diantaranya disebabkan oleh pengaman yang
tidak lengkap (16%), peralatan yang rusak (15%), rambu-rambu yang tidak
lengkap (13%), dan kondisi kerja atau jalan yang tidak memadai (10%).
Selanjutnya untuk faktor individu, hasil evaluasi menunjukkan tiga aspek yang
menyebabkan kecelakaan tambang, yaitu kurangnya pengetahuan (33%), motivasi
yang keliru (24%) dan kurangnya kemampuan mental (24%). Sedangkan untuk
faktor pekerjaan diantaranya disebabkan oleh kualitas kepemimpinan dan
pengawasan yang kurang (34%), standar kerja yang kurang (31%) dan rekayasa
kurang (7%) (Himawan, 2015).
8
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP), sebuah sistem
manajemen keselamatan yang secara spesifik diperuntukan bagi dunia
pertambangan, dengan harapan dapat membawa safety practice sektor
pertambangan menjadi lebih baik dan terarah. Faktanya, implikasi berbagai
regulasi keselamatan tambang tersebut masih dipertanyakan. Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti tertarik untuk mencari tantangan dalam penerapan safety
practice pada sektor pertambangan di Indonesia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui promosi K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) di Pertambangan Batu bara
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran promosi K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja)
2. Mengetahui gambaran Pertambangan Batubara
3. Mengetahui promosi K3 di Pertambangan Batubara
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi
UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut,
maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat,
10
didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
11
yang ditemukan investor bila eksploitasi berhasil. Berdasarkan KK, investor
berfungsi sebagai kontraktor.
Batu bara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun
endapan lumpur, pasir dan lempung selama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya
tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik
mengakibatkan terjadinya pembakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu
pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi batuan yang mudah terbakar yang
bernama batubara.
• Penambangan Terbuka
Melakukan kegiatan menambang batubara tanpa melakukan penggalian berat
karena karena letak batubara yang dekat dengan permukaan bumi.
• Penambangan Dalam
Untuk menambang batubara dengan teknik tersebut harus dibuat terowongan
yang tegak hingga mencapai lapisan batubara. Selanjutnya dibuat terowongan
datar untuk melakukan penambangan.
• Penambangan Jauh
Pertambangan ini dilakukan ketika area batubara berada di bawah bukit di
mana dibuat terowongan miring hingga mencapai lapisan batu bara.
• Penambangan Di Atas Permukaan
Jenis kegiatan menambang batubara ini dilakukan jika batubara yang diincar
berada pada perut bukit, yang di mana perlu terowongan datar untuk dapat
mulai menambang batubara tersebut.
12
2.3 Prinsip
13
2.5 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kapasitas Kerja
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
14
Lingkungan Kerja
15
d. Perkakas (equipment) (20%)
16
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Pendahuluan
Saat ini sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi tiap
tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia baru diproduksi setiap tahunnya.
Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positif bagi kemajuan
dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan pekerja,
salah satunya adalah dermatitis. Sejak 1982, penyakit dermatitis telah menjadi
salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial
insidens, keparahan dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan (NIOSH 1996).
Biro Statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa penyakit kulit
menduduki sekitar 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan.
17
perawatan. Bahan-bahan tersebut berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit
pekerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan berkala tahun 2005 kasus dermatitis
menempati urutan keempat terbesar di PT Inti Pantja Press Industri, dengan ratio
23,73% dari jumlah populasi pekerja tetap. Pekerja yang paling sering terpajan
oleh bahan kimia adalah pekerja di bagian produksi khususnya yang menangani
pekerjaan handwork, bagian maintenance yaitu plant service dan die shop, bagian
quality control, dan bagian inventory finish part khususnya yang menangani
pekerjaan pemberian anti rust. Berdasarkan hasil pemeriksaan berkala tahun 2005
pada keempat bagian tersebut memiliki kurang lebih 25% pekerja yang menderita
dermatitis.
Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang
dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal
yang mengenai kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi
inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya
eritema dan edema setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan
kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat menimbulkan
reaksi secara langsung pada kulit. Pada beberapa literatur membagi jenis DKI ini
dalam dua tipe yaitu tipe akut dan tipe kronis.
Direct Causes antara lain bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman,
dan biologi
Indirect Causes yaitu faktor genetik (alergi), penyakit yang telah ada
sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, tekstur
kulit (ketebalan kulit, pigmentasi, daya serap, hardening) musim, keringat,
obat/pengobatan, dan musim.
18
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan kepada pekerja di PT Inti Pantja
Press Industri (IPPI), dari 80 perkerja terdapat 39 orang (48,8%) yang mengalami
dermatitis kontak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis
kontak pada pekerja yaitu jenis pekerjaan, usia pekerja, lama bekerja, riwayat
dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dan penggunaan APD. Berikut hasil
penelitiannya :
1. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini digolongkan pada dua jenis proses kerja
yaitu proses realisasi dan proses pendukung. Pada proses realisasi terlihat
bahwa pekerja yang terkena dermatitis kontak (60,4%) lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang tidak terkena dermatitis kontak (39,6%).
Hal ini berbanding terbalik dengan proses pendukung yang pekerjanya lebih
banyak tidak terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang (68,8%) dari total
pekerja 32 orang.
Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia
tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup.
Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan,
maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak.
Pekerjaan pada proses realisasi menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang
cukup besar dalam waktu yang lama (8 jam kerja). Sehingga terlihat jelas
bahwa proses realisasi memiliki potensi terkena dermatitis kontak yang lebih
besar. Hal ini karena pada proses realisasi pekerja terpajan bahan kimia
dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama.
19
banyak ditemukan pada dunia industri dan menyebabkan kesulitan dalam
menentukan penyebab kelainan kulit akibat kerja atau kelainan kulit di tempat
kerja. Penggunan yang sesuai kebutuhan ini perlu dikontrol agar tidak terjadi
penggunaan secara berlebihan yang dapat memungkinkan timbulnya
dermatitis kontak pada pekerja.
2. Usia pekerja pada kelima bagian objek penelitian memiliki rata-rata (mean)
31 tahun. Namun jika dilihat dari data tunggal. Tidak terdapat pekerja dengan
usia tepat 31 tahun. Maka distribusi umur pekerja dikelompokan menjadi usia
dibawah rata-rata (≤30 tahun) dan usia diatas atau sama dengan rata-rata (>30
tahun). Hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis
kontak diperoleh bahwa sebanyak 26 (60,5%) dari 43 pekerja yang berusia
≤30 tahun terkena dermatitis kontak, sedangkan diantara pekerja yang berusia
>30 tahun hanya sekitar 13 orang (35,1%) yang terkena dermatitis kontak. Hal
ini dapat diambil kesimpulan bahwa pekerja muda lebih mudah terkena
dermatitis kontak.
Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami
degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan
lemak diatasnya dan menjadi lebih lebih kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi
lebih mudah terkena dermatitis. Pada dunia industri usia pekerja yang lebih
tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut
terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul
dermatitis kronik. Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah
menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Namun pada
kenyataannya (berdasarkan hasil penelitian ini) pekerja dengan usia yang lebih
muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.
Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab fenomena ini adalah
bahwa pekerja dengan usia yang lebih muda memiliki pengalaman yang lebih
sedikit dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Sehingga kontak bahan
kimia dengan pekerja masih sering terjadi pada pekerja muda. Pada pekerja
tua yang berpengalaman dalam menangani bahan kimia, kontak bahan kimia
dengan kulit semakin lebih sedikit. Selain itu kebanyakan pekerja tua lebih
20
menghargai akan keselamatan dan kesehatannya, sehingga dalam penggunaan
APD pekerja tua lebih memberi perhatian dibandingkan pekerja muda.
3. Lama bekerja dikategorikan menjadi dua bagian yaitu ≤2 tahun dan >2
tahun. Hal ini berdasarkan masa kontrak terlama di PT IPPI yaitu selama 2
tahun. Analisis hubungan antara lama bekerja dengan kejadian dermatitis
kontak menunjukan bahwa pekerja yang memiliki lama bekerja ≤2 tahun lebih
banyak yang terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang (66,7%),
dibandingkan dengan 17 orang (36,2%) dari 47 pekerja yang telah bekerja di
PT IPPI selama >2 tahun.
Hampir sama seperti pernyataan pada bagian hubungan antara usia
dengan dermatitis kontak. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun dapat
menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum
memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya. Jika
pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan dalam prosedur
penggunaan bahan kimia, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka
kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun.
Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan
terpajan bahan kimia lebih sedikit.
21
proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap
bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus-menerus. Untuk itulah
mengapa pekerja dengan lama bekerja >2 tahun lebih sedikit yang mengalami
dermatitis kontak.
4. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit
lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak. Analisis hubungan antara
riwayat alergi dengan dermatitis kontak menunjukkan bahwa pekerja dengan
riwayat alergi yang terkena dermatitis sebanyak 15 orang (57,7%) dari 26
orang yang memiliki riwayat alergi. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki
riwayat alergi terkena dermatitis sebanyak 24 orang dengan persentase sebesar
44,4% dari 54 orang pekerja.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa dermatitis kontak (terutama
dermatitis kontak alergi) akan lebih mudah timbul jika terdapat riwayat alergi
sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi
termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja,
sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain
yang berhubungan dengan dermatitis .
5. Penggunaan APD adalah salah satu cara yang efektif untuk menghindarkan
pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia. Analisis hubungan antara
penggunaan APD dengan dermatitis kontak memperlihatkan hasil bahwa
pekerja dengan penggunaan APD yang baik sebanyak 10 orang (41,7%) dari
24 orang pekerja terkena dermatitis kontak.
22
Sedangkan dengan penggunan APD yang kurang baik, pekerja yang
terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja. Hasil uji
statistik yang dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi
kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara penggunaan APD yang baik
dengan penggunaan APD yang kurang baik. Hal ini terlihat dari hasil p value
sebesar 0,588.
23
b. Sasaran pada manajemen, bertujuan untuk :
Meningkatkan kegiatan – kegiatan yang berkaitan dan mendukung
upaya pengurangan keterpaparan bahan kimia pada pekerja.
Meningkatkan monitoring pada area proses realisasi secara berkala.
Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung diri
(APD) pada pekerja yang bekerja di area proses realisasi.
Meningkatkan manajemen/pengaturan yang berkaitan dengan upaya
meminimalkan paparan bahan kimia pada pekerja.
Meningkatkan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
berkaitan dengan upaya pencegahan terjadinya dermatitis pada pekerja
yang terpapar bahan kimia.
24
Program Promosi Kesehatan
dan
Sasaran Program
Elimination Impact
Training Medical
Chemical Substitution Safe work Practices
Knowledge Program Program Program Program
Program
25
c. Berkaitan dengan upaya peningkatan kesadaran untuk hidup sehat dan
lebih positif serta perubahan perilaku untuk selalu menggunakan APD
dengan benar selama bekerja.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang digunakan adalah terbagi atas beberapa kegiatan
beserta masing-masing sasarannya :
A. Sasaran pada pekerja
1. Chemical Knowledge Program
Chemical Knowledge Program merupakan suatu program yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahan kimia dan
dampak keterpaparannya.
Sasaran Pada Pekerja Di Area Produksi
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan infomasi mengenai bahan kimia dan dampak
keterpaparannya
b. Berkaitan dengan penggunaan APD di area produksi
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang digunakan yaitu melalui penyuluhan, lomba
cerdas cermat, dan poster.
Aktivitas
a. Melakukan penyuluhan tentang bahaya bahan kimia secara umum dan
bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi perusahaan
khususnya.
b. Melaksanakan lomba cerdas cermat bagi para pekerja sebagai salah
satu parameter keberhasilan program untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman pekerja tentang bahan kimia..
c. Pembuatan pesan-pesan kesehatan seperti : poster-poster bahaya
kontak langsung terhadap bahan kimia, poster-poster pelaksanaan kerja
yang baik sesuai prosedur, dan poster-poster pentingnya pemakaian
APD.
Target
26
a. 100 % pekerja mengetahui tentang bahan kimia dan dampak
keterpaparannya
b. 100 % pekerja di area produksi menggunakan APD
c. Terbentuk kebijakan yang berkaitan dengan pemberian reward bagi
pekerja yang mendukung program chemical knowledge.
2. Training Program
Training program merupakan suatu program untuk meningkatkan
keterampilan dan kinerja pekerja serta keterampilan untuk menghindari
atau mengurangi keterpaparan bahan kimia di area produksi
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan upaya peningkatan keterampilan pekerja dalam
proses produksi
b. Berkaitan dengan upaya peningkatan keterampilan pekerja dalam
menghindari atau mengurangi keterpaparan bahan kimia.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan workshop dan
pelatihan pada pekerja.
Aktivitas
a. Melakukan workshop pada pekerja mengenai keterampilan dalam
proses produksi dan menghindarai atau mengurangi keterpaparan
bahan kimia.
b. Melakukan pelatihan melalui praktek-praktek proses bekerja yang baik
dan praktek upaya menghindari atau mengurangi keterpaparan bahan
kimia.
Target
a. 100 % pekerja mengetahui cara proses kerja yang baik
b. 100 % pekerja mengetahui cara menghindari atau mengurangi
keterpaparan bahan kimia selama di area produksi
27
B. Sasaran Pada Manajemen
1. Substitution Program
Substitution program merupakan program untuk mengganti bahan kimia
yang beresiko tinggi untuk menimbulkan dampak bagi kesehatan, terutama
dermatitis dengan bahan kimia yang memiliki resiko yang rendah, serta
mengganti APD sebelumnya dengan APD yang mampu memprotect
keterpaparan bahan kimia secara langsung, khususnya pada kulit (APD
yang sesuai dengan bahan kimia
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan upaya mengganti bahan kima yang beresiko tinggi
dengan bahan kimia yang beresiko rendah
b. Berkaitan dengan upaya mengganti mengganti APD sebelumnya
dengan APD yang mampu memprotect keterpaparan bahan kimia
secara langsung, khususnya pada kulit (APD yang sesuai dengan bahan
kimia
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan Chemical
Substitution dan APD Substitution
Aktivitas
a. Chemical Substitution , yaitu dengan mengganti bahan kimia yang
beresiko tinggi untuk menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya
dermatitis dengan bahan kimia lain yang memiliki resiko yang rendah.
b. APD Subtitution, yaitu mengganti APD sebelumnya dengan APD yang
mampu memprotect keterpaparan bahan kimia secara langsung,
khususnya pada kulit (APD yang sesuai dengan bahan kimia).
Target
a. 75 % bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi merupakan
bahan kimia yang aman bagi kesehatan.
b. 100 % APD yang digunakan adalah APD yang efektif untuk
memproteksi keterpaparan bahan kimia secara langsung, khususnya
pada kulit (APD yang sesuai dengan bahan kimia)..
28
2. Medical Program
Medical Program merupakan program yang bertujuan untuk pemeriksaan
kesehatan pada pekerja secara dini bagi pekerja yang baru dan berkala (6
bulan sekali) bagi pekerja yang lama.
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan secara dini (awal
perekrutan).
b. Berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala (6 bulan
sekali) bagi pekerja yang lama.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan
kesehatan pada para pekerja.
Aktivitas
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan dini kepada calon tenaga kerja
baru, guna mengetahui riwayat penyakit.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (6 bulan sekali)
untuk mengetahui sejauh mana keterpaparan bahan kimia dan dampak
dari bahan kimia tersebut terhadap pekerja.
Target
100 % pihak menejeman mengetahui kondisi kesehatan dari seluruh
pekerja.
Fokus Kegiatan
29
Aktivitas
Sumber Daya
Hambatan
30
pengawasan oleh ahli kimia terhadap penggunaan bahan kimia yang berisiko
tinggi di perusahaan tersebut. Serta ketersediaan dana yang terbatas yang dimiliki
perusahaan dalam pelaksanaan program.
- Mengetahui
tingkat
31
sensitivitas
pekerja baru
terhadap
paparan bahan
kimia
32
Pelaksanaan penyuluhan, dan pelatihan tentang penggunaan bahan kimia yang aman
kepada pekerja dapat berjalan dengan baik.
Pelaksanaan monitoring dari pihak manajeman dapat berjalan dengan
baik.
3. Impact (2009)
Observasi pada pekerja di area produksi mengenai keterpaparan bahan
kimia selama bekerja.
Observasi terhadap penggunaan APD bagi pekerja
4. Outcome (2010)
Sebanyak 80% pekerja bebas dari penyakit dermatitis.
Program inidapat terlaksana dengan optimal berjalan secara
berkelanjutan.
33
DAFTAR PUSTAKA
https://apitswar.wordpress.com/pertambangan/
https://brainly.co.id/tugas/8345153
34