Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

1 (KMB 1)
Tentang
ASKEP GANGGUAN DARAH FILARIASIS1
Dosen Pembimbing:

DISUSUN OLEH:

Nama : YUDRIYAN MIRFAQ

NIM : P00620313 034

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLIKTEKNIK KESEHATAN MATARAM
PROGRAM SUTUDI KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2013 / 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya, makalh ini

dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan essay pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswi akper maupun

para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah 1 (KMB 1)dengan judul “ASKEP GANGGUAN DARAH FILARIASIS”.

Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti

oleh para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh

karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca

untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan

yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makaalh ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin. Terima

kasih.

Bima, Semptember 2014

Penyusun

YUDRIYAN MIRFAQ
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan
melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga
saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran
kaki, tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya
sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis
khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997)
seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877,
setelah itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di
seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang
lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi
sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan Kesepakatan
Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health
problem by The Year 2020) yaitu program pengeliminasian filariasis secara masal.
Program ini dilaksanakan melalui pengobatan masal dengan DEC dan Albendazol setahun
sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis untuk mencegah
kecacatan. WHO sendiri telah menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat
permanen di dunia. Di Indonesia sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara
bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 Kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan
dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata.
Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui
mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya,
diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah
terbebas dari endemi filariasis.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan filariasis?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?
3. Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?

C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah
di atas sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.

D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui
segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan
bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian,
diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi
endemi di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Singkat Tentang Filariasis


Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe
dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria
yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori (Elmer R. Noble & Glenn A. Noble, 1989). Parasit filaria ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus hidup yang kompleks.
Anak dari cacing dewasa disebut mikrofilaria (Gambar 1.).

A B C
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C).
(Sumber : Juni Prianto L.A. dkk., 1999)
Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250µ, cacing betina
dewasa berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang
±40mm (Juni Prianto L.A. dkk., 1999). Di ujung daerah kepala membesar, mulutnya
berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral stylet) seperti terlihat pada Gambar 2.
Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori, mikrofilarianya berukuran ±280µ.
Cacing jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39mm
(Juni Prianto L.A. dkk., 1999). Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan yang
mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam hari
dibandingkan siang hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam
sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula-granula
flouresen yang peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar matahari maka
mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler-kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar
matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria
ini muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi
dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun.

Gambar 2. Struktur tubuh mikrofilaria Wuchereria bancrofti.


(Sumber : Elmer R. Noble dan Glenn A. Noble, 1989)

Hospes cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang
mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-
laki lebih dmudah terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi
(exposure). Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria,
misalnya Brugia malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada
jenis cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang terdapat
di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan
tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria bancrofti yang ada di daerah pedesaan
dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti
terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan
oleh Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan
oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, dan
Mansonia dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan
Maluku. Di daerah Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh
Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai
maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor
Timur.

Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :

1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe
yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah
ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap
pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.

Seseorang yang menderita filariasis dapat didiagnosis secara klinis dengan cara
sebagai berikut.
1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah pada pemeriksaan sediaan
darah tebal. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari karena mikrofilaria aktif pada
malam hari dan banyak beredar dalam sistem pembuluh darah. Setelah membuat sedian
darah maka dilakukan pemeriksaan sedian tersebut. Jika pada sediaan ditemukan
mikrofilaria, maka orang tersebut telah terinfeksi cacing filaria.
2. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum.

B. Mekanisme Terjadinya Filariasis


Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk
tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang
reservoar yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini melalui dua tahap
(Gambar 3.), yaitu mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk
(vektor) dan human stages atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau
binatang (hospes reservoar).

Gambar 3. Siklus penularan filariasis Wuchereria bancrofti.


(Sumber : http://www.filariasis.org)
Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika
menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak
menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva
stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan waktu 12 – 14
hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3
tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut.
Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh
limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan
mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi
penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan
menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah
kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan
bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan
tersebut.

C. Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis


1. Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
(mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur,
menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit
dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak
memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat
anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi
terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu
saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.

2. Upaya Pengobatan Filariasis


Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis
dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh
mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC
adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat
Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari.
Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan
5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam,
menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan
oleh Brugia malayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.
Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan
dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5
tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.

Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda
dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan
lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di
samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-
kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.

3. Upaya Rehabilitasi Filariasis


Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun,
kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang
membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang
membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
D. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

A. Pengakajian

Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva
stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat
hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
Pemeriksaan fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas (
Perubahan TD, frekuensi jantung).
- Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan,
putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
- Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,
kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam
berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
- Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

 Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA
dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah
mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi
pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

B. Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
C. Intervensi keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada


kelenjar getah bening
 Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
No. Intervensi Rasional
1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan selimut yang tipis
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
 Rasionalisai :
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh
yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara
konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe


Hasil yang diharapkan : Nyeri hilang
 Intervensi :
1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).

 Rasional :
1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan
koping.
2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjutan
4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

3. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik


 Hasil yang diharapkan :
a. Menyatakan gambaran diri lebih nyata
b. Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealism
c. Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
 Intervensi :
1. Akui kenormalan perasaan
2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan
yang dialami
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga)
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan
jujur jika pasien sudah berada pada fase menerima
 Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan
tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secara efektif.
 Rasional
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran
dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya,
dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan pada
orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera
lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan
gambaran diri.
4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan
pembengkakan pada anggota tubuh
 Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan
aktivitas
 Intervensi :
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
 Rasionalisi
1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
5. kelelahan dan membantu keseimbangan
6. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri,
defisit imun, lesi pada kulit
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
 Intervensi:
1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan pada
waktu duduk di kursi.
2. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
4. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah terjadinya
dekubitus.
 Rasionalisasai ;
1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan
kerusakan aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/
kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko
terinfeksi dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
5. Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.

D. Implementasi

1. melakukan kompres pada daerah frontalis dan axial


2. menganjurkan klien untuk banyak minum air putih
3. melakukan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
4. melakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
5. mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas
6. memeriksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
E. Evaluasi

Setelah melakukan tidakan keperawatan diharapkan klien akan mendapatkan perubahan


yang lebih baik, jika tidak ada hasil yang didapatkan maka tindakan akan dihentikan dan
mengkaji kembali keadaan klien dengan membuat intervensi baru.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem
limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap.
Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe,
pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi
parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit
manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia,
larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing
filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi
pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan
melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan
Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat
dilakukan dengan operasi.

B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis
karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan
menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini
pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abercrombie, et al. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Erlangga.
2. Anonim. How is LF contracted? Diakses dari situs http://www.filariasis.org pada tanggal
30 Maret 2008.
3. Dadang. 2006. Subang Daerah Endemis Filariasis. Diakses dari situs
http://www.subang.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
4. Dedidwitagama. 2008. Filariasis = Kaki Gajah. Diakses dari situs http://dedidwitagama.-
wordpress.com pada tanggal 30 Maret 2008.
5. Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis. Diakses dari situs
http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
6. Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
7. Noble, Elmer R. & Glenn A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan Edisi
Kelima. Yogyakarta :Gajah Mada University Press.
8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit Menular. Diakses dari
situs http://www.geocities.com pada tanggal 30 Maret 2008.
9. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
10. Roche, John P. 2002. Lymphatic Filariasis. Diakses dari situs http://images.google.co.id/-
imgres?imgurl. pada tanggal 30 Maret 2008.
11. Saidurrohman. Banyak Kaki Gajah di Jagabita. Diakses dari situs
http://images.google.co.id-/imgresimgurl=http://www.rumahzakat.org pada tanggal 30
Maret 2008.
12. Schnurrenberger, Paul R., William T. Hubbert. 1991. Ikhtisar Zoonosis. Bandung :
Penerbit ITB Bandung.
13. Sofyan, Iyan. 2007. Cegah Penyakit Kaki Gajah, Sembilan Ratus Ribu Warga Bogor
Diharuskan Minum Obat Cacing. Diakses dari situs http://www.kotabogor.go.id. pada
tanggal 30 Maret 2008.
14. Sudomo, Mohammad. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia.
Diakses dari situs http://www.litbang.depkes.go.id pada tanggal 30 Maret 2008.
15. Yatim, Wildan. 2003. Kamus Biologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah................................................................................................................. 5

C. Tujuan .................................................................................................................................... 5

D. Manfaat .................................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6

A. Tinjauan Singkat Tentang Filariasis ...................................................................................... 6

B. Mekanisme Terjadinya Filariasis............................................................................................ 9

D. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS ....................................................................... 12

A. Pengakajian .................................................................................................................... 12

Riwayat kesehatan ................................................................................................................. 12

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva
stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat
hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat. .......................................... 12

Pemeriksaan fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif) .......................................................... 12

- Aktifitas / Istirahat ............................................................................................................... 12

Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur. ........................................ 12

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD,
frekuensi jantung). ................................................................................................................. 12

- Sirkulasi ............................................................................................................................... 12

Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler. 12

- Integritas dan Ego................................................................................................................ 12


Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa,
dan sebagainya. ...................................................................................................................... 12

Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah. ....................................... 12

- Integumen ............................................................................................................................ 12

Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek. ................................................ 12

- Makanan / Cairan ................................................................................................................ 12

Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan. .............................................................................. 12

Tanda : Turgor kulit buruk, edema. ....................................................................................... 12

- Hygiene ............................................................................................................................... 12

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS ............................................................................. 12

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. ......................................................... 12

- Neurosensoris ...................................................................................................................... 13

Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot. 13

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal .................................................................................. 13

- Nyeri / Kenyamanan............................................................................................................ 13

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala. ...................................................... 13

Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak. ......................................................................... 13

- Keamanan ............................................................................................................................ 13

Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang,
berkeringat malam. ................................................................................................................ 13

Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe. ............................................... 13

- Seksualitas ........................................................................................................................... 13

Gejala : Menurunnya libido ................................................................................................... 13

Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis ............................................................................... 13

- Interaksi Sosial .................................................................................................................... 13

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian. .................................. 13


Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri. .............................................. 13

Pemeriksaan diagnostic ................................................................................................. 13

Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan
rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah
mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi
pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita. ..................... 13

B. Diagnosa keperawatan .................................................................................................. 13

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
............................................................................................................................................... 13

2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe .......................................... 13

3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik .............................................. 13

4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh .. 13

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit . 13

C. Intervensi keperawatan ................................................................................................. 14

1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada


kelenjar getah bening ............................................................................................................. 14

Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal. .................................. 14

No. Intervensi Rasional ......................................................................................................... 14

1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial ......................................................... 14

2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh ....................................................................... 14

3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya


sediakan selimut yang tipis .................................................................................................... 14

4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih .............................................................. 14

5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi ....... 14

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik). ...... 14

Rasionalisai : .................................................................................................................. 14
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang
mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi ............ 14

2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital .................................... 14

3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien. ............ 14

4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi ............................................. 14

5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan ...... 14

6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi .................................... 14

2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Hasil


yang diharapkan : Nyeri hilang ............................................................................................. 14

Intervensi : ...................................................................................................................... 14

1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi............ 14

2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri). ............................... 14

3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri. ......................... 14

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik). .. 15

Rasional : ........................................................................................................................ 15

1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.


............................................................................................................................................... 15

2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri ......................................... 15

3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjutan ........................................................................................ 15

4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri. ........................................................................ 15

3. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik ....... 15

Hasil yang diharapkan : .................................................................................................. 15

a. Menyatakan gambaran diri lebih nyata .......................................................................... 15

b. Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealism .......................... 15

c. Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri ................... 15
Intervensi : ...................................................................................................................... 15

1. Akui kenormalan perasaan ........................................................................................... 15

2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang


dialami ................................................................................................................................... 15

3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan atau
tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual ............................................................... 15

4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal (bercerita
tentang keluarga) ................................................................................................................... 15

5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu........... 15

6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur jika
pasien sudah berada pada fase menerima .............................................................................. 15

Kolaborasi : .................................................................................................................... 15

Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan
tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secara efektif. .. 15

Rasional .......................................................................................................................... 16

1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran
dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan ...... 16

2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi. ......................................... 16

3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya, dan
persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang
terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan. ......................................................................... 16

4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri ................. 16

5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera
lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang. ................................ 16

6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan gambaran


diri. ......................................................................................................................................... 16
4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan
pada anggota tubuh ................................................................................................................ 16

Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan


aktivitas .................................................................................................................................. 16

Intervensi : ...................................................................................................................... 16

1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS) .................................................................... 16

2. Tingkatkan tirah baring / duduk ................................................................................... 16

3. Berikan lingkungan yang tenang .................................................................................. 16

4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi ............................................................................ 16

5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas .................................................................... 16

Rasionalisi ...................................................................................................................... 16

1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi ....................................... 16

2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan ..... 16

3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan ..................................................... 16

4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi ..... 16

5. kelelahan dan membantu keseimbangan ...................................................................... 16

6. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri,


defisit imun, lesi pada kulit.................................................................................................... 16

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang. ...... 16

Intervensi: ....................................................................................................................... 17

1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali). Gunakan
pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan pada waktu duduk
di kursi. .................................................................................................................................. 17

2. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin............................................. 17

3. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak. ....................................................... 17


4. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah terjadinya
dekubitus. ............................................................................................................................... 17

Rasionalisasai ; ............................................................................................................... 17

1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan
kerusakan aliran darah seluler. .............................................................................................. 17

2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/ kelembaban.
............................................................................................................................................... 17

3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko
terinfeksi dan nekrotik. .......................................................................................................... 17

4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien. ...................................... 17

5. Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami. ....... 17

D. Implementasi.................................................................................................................. 17

1. melakukan kompres pada daerah frontalis dan axial .................................................... 17

2. menganjurkan klien untuk banyak minum air putih ..................................................... 17

3. melakukan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi. ...... 17

4. melakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS) ................................................................ 17

5. mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas ............................................................ 17

6. memeriksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin. ...................................... 17

E. Evaluasi ......................................................................................................................... 18

Setelah melakukan tidakan keperawatan diharapkan klien akan mendapatkan perubahan


yang lebih baik, jika tidak ada hasil yang didapatkan maka tindakan akan dihentikan dan
mengkaji kembali keadaan klien dengan membuat intervensi baru. ..................................... 18

BAB III ......................................................................................................................................... 19

PENUTUP..................................................................................................................................... 19

A. KESIMPULAN ................................................................................................................... 19

B. Saran .................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 20

LAMPIRAN

Gambar 1. Penderita filariasis pada buah zakar.


Gambar 2. Penderita filariasis pada kaki.

Anda mungkin juga menyukai