Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila kembali
diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan
Juni 1945, 72 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah peristiwa yang
sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai filsafat negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya.
Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata
merupakan pedoman bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya,
baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat
pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup
untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, serta menjadi dasar sekaligus
filsafat negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia.
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama
dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres
Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan krisis politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila
berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat
mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain
yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri
dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia, selain itu, ideologi kediktatoran juga ditolak, karena bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berprikemanusiaan dan berusaha untuk
berbudi luhur.
Dengan demikian bahwa filsafat Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya
keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang di atas, maka dapat
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat pancasila?
2. Bagaimana gaya dan model berpikir filsafat?
3. Apa saja tahapan dalam berfilsafat?
4. Bagaimana implementasi filsafat pancasila dalam kewarganegaraan?
5. Bagaimana permasalahan dan solusi dalam filsafat pancasila?
6. Bagaimana perkembangan filsafat pancasila dalam Pendidikan
Kewarganegaraan?

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
1.3 Tujuan
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah ‘Pendidikan Kewarganegaraan’
2. Mengetahui pengertian dan esensi filsafat pancasila
3. Mengetahui macam-macam gaya dan model berpikir filsafat
4. Mengetahui macam-macam tahapan dalam berfilsafat
5. Mengetahui implementasi filsafat pancasila dalam kewrganegaraan
6. Mengetahui masalah yang ditimbulkan dan solusinya dalam filsafat
pancasila
7. Mengetahui perkembangan filsafat pancasila dalam Pendidikan
Kewarganegaraan

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa atau umum
dapat memahami:
1. Pengertian dan esensi filsafat pancasila
2. Macam-macam gaya dan model berpikir filsafat
3. Macam-macam tahapan dalam berfilsafat
4. Implementasi filsafat pancasila dalam kewrganegaraan
5. Masalah yang ditimbulkan dan solusinya dalam filsafat pancasila
6. Perkembangan filsafat pancasila dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Esensi Filsafat Pancasila


Pengertian dan esensi filsafat Pancasila secara umum adalah hasil
berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang
paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi
bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non religius, maka
filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius.Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran
mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan
sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan
berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis, filsafat Pancasila digolongkan dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untuk memenuhi
hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga hasil
pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life,
Weltanschaung dan sebagainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Pancasila adalah dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang secara
resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
UUD 1945, diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia bersama
dengan UUD 1945. Pancasila dari bahasa Sanskerta yaitu “panca” (lima) dan

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
“syila” (dasar). Pertama kali digunakan sebagai nama 5 Dasar Negara pada 1 juni
1945 oleh Ir.Soekarno.
Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit
dalam satu kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat persatuan
dan kesatuan itu dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia
yang kaya raya ini. pada awalnya perjuangan dilakukan secara perang, karena
dengan cara tersebut gagal maka bangsa Indonesia menggunakan cara politik. Di
awali dengan suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan
tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintah Jepang.
Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar
Negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara.
Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi
nama Undang-Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar sila-sila Pancasila ditetapkan. Jadi, Pancasila sebagai filsafat bangsa
Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar
1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia. Arti Pancasila sebagai dasar filsafat
negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh tumpah darah Indonesia.

2.2 Gaya dan Model Berpikir Filsafat


1. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal
berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai
ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada
substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha
untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang
mendasari segala pengetahuan indrawi, bukan sekedar mengetahui mengapa
sesuatu menjadi demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa
maknanya.
2. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir
tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh
seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
khusus yang ada dalam kenyataan. Yaitu berpikir kefilsafatan sebagaimana
pengalaman umumnya. Misalnya melakukan penalaran dengan menggunakan
rasio atau empirisnya, bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang yang dapat
memperoleh kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di
dunia ini. Hanya orang tertentu saja.
3. Berfikir secara konseptual, yaitu dapat berpikir melampaui batas pengalaman
sehari-hari manusia, sehingga menghasilkan pemikiran baru yang terkonsep.
4. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-
kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan
dengan berfikir secara runtut. Yaitu berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan
kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya keterkaitan antara satu
konsep dengan konsep lainnya.
5. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu
masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses
befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung maksud dan tujuan tertentu. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan
antara satu konsep dengan konsep yang lain memiliki keterkaitan berdasarkan
azas keteraturan untuk mengarah suatu tujuan tertentu.
6. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha
untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan. Yaitu dalam berpikir
filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara
menyeluruh sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang tersisa ataupun yang
berada diluarnya.
7. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural
ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka
hati, atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara
terikat . akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari
disiplin fikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas,
namun dari dalam sangatlah terikat. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan tidak
ditentukan, dipengaruhi, atau intervensi oleh pengalaman sejarah ataupun
6

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
pemikiran-pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai kehidupan social budaya,
adat istiadat, maupun religious.
8. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang
pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri dan kehidupan sosial. Seorang
filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya
menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia
merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang
lain serta dipertanggungjawabkan.

2.3 Tahapan Berfilsafat


a. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filosof
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam
yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi
belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok
filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut
tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada
alam, dan ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan
tertib dalam keharmonisan. Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori
tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia
empirik, dunia yang dapat dijangkau panca indera. Dengan demikian, obyek ilmu
adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan
Runes bahwa“ontology is the theory of being qua being ”, artinya ontologi adalah
teori tentang wujud.
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Ontologi membahas tentang yang
ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Hal
senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa ontologi membahas apa
yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai
teori tentang sesuatu yang ada.
Beberapa Konsep Mengenai Ontologi Ilmu
Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat
benda bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya
realitas benda itu? Apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”.
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM)
dengan teori ideanya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti
ada ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal
dari tiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai
idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam
nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang
hidup ataupun sudah mati. Idea kuda itu adalah faham, gambaran atau konsep
universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di benua manapun di
dunia ini.
Demikian pula manusia punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah
badan hidup yang kita kenal dan bisa berpikir. Dengan kata lain, idea manusia
adalah ”binatang berpikir”. Konsep binatang berpikir ini bersifat universal,
berlaku untuk seluruh manusia besar-kecil, tua-muda, lelaki-perempuan, manusia
Eropa, Asia, India, China, dan sebagainya.
Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan
hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea- idea itu berada dibalik
8

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
yang nyata dan idea itulah yang abadi. Benda-benda yang kita lihat atau yang
dapat ditangkap dengan panca indera senantiasa berubah. karena itu, ia bukanlah
hakikat, tetapi hanya bayangan. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat
ditangkap dengan panca indera ini hanyalah khayal dan illusi belaka.
Argumen ontologis kedua dimajukan oleh St. Augustine (354– 430 M).
Menurut Augustine, manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam
alam ini ada kebenaran. Namun, akal manusia terkadang merasa bahwa ia
mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang pula merasa ragu-ragu bahwa apa
yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran. Menurutnya, akal manusia
mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran tetap (kebenaran yang
tidak berubah-ubah), dan itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal dalam
usahanya mengetahui apa yang benar. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran
yang mutlak.
Kebenaran mutlak inilah oleh Augustine disebut Tuhan. Ontologi ini
pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang
dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda
bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas
benda itu? apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori
hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan
keberadaan, yaitu:
1. Keberadaan dipandang dari segi jumlah (kuantitas), menimbulkan beberapa
akiran, yaitu :
- Monisme, aliran yang menyatakan bahwa hanya satu keadaan
fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau
substansi lainnya yang tidak dapat diketahui.
- Dualisme (serba dua), aliran yang menganggap adanya dua substansi yang
masing-masing berdiri sendiri. Misal dunia indera (dunia bayang-bayang)
dan dunia intelek (dunia ide).
9

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
- Pluralisme (serba banyak), aliran yang tidak mengakui adanya sesuatu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi, misalnya hakikat
kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu udara, api, air dan tanah.
2. Keberadaan dipandang dari segi sifat, menimbulkan beberapa aliran, yaitu:
- Spiritualisme, mengandung arti ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan
yang terdalam adalah roh yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh
alam.
- Materialisme, adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang
nyata kecuali materi.
3. Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan
- Mekanisme (serba mesin), menyatakan bahwa semua gejala atau peristiwa
dapat dijelaskan berdasarkan asas mekanik (mesin).
- Teleologi (serba tujuan), berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian
alam bukanlah kaidah sebab akibat tetapi sejak semula memang ada sesuatu
kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
- Vitalisme, memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan
secara fisika, kimia, karena hakikatnya berbeda dengan yang tak hidup.
- Organisisme (lawannya mekanisme dan vitalisme). Menurut organisisme,
hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang memiliki
bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah
adanya sistem yang teratur.
b. Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani kuno, dengan asal kata
“episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti teori’. Secara
etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang
linkup pengetahuan, tentang asal, struktur, metode serta keabsahan pengetahuan.
Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat
mencapai realitas sebagaimana adanya para filosof pra Sokrates, yaitu filosof
pertama di alam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini
10

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan
perubahan, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam.
Epistemologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana
sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan menyederhanakan
batasan tersebut, Brameld mendefinisikan epistomologi memberikan kepercayaan
dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”.
Disamping itu banyak sumber yang mendefinisikan pengertian Epistomologi
diantarannya:
- Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-
masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
- Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang
terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan (Ilmiah).
- Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan
tentang pengetahuan yaitu tentang terjadinnya pengetahuan dan kesahihan
atau kebenaran pengetahuan.
- Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-
sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan.
Dibawah ini ada beberapa metode agar dapat memperoleh pengetahuan :
1. Metode Empiris
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan
cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak
empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya
merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan
itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa
pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan
ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan
sederhana tersebut.

11

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-
pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-
atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu
di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya
bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
2. Metode Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.
Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman
paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut
rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan
bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal budi saja.
3. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian
tentang pengalaman. Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyana sendiri
merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk
pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita
tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya
sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon). Bagi Kant para penganut
empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di dasarkan pada
pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut
rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri
terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

12

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
4. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dari dalam
dirinya sendiri pada saat iya menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul
secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia. Mengenai proses terjadinya, manusia
itu sendiri tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sendiri hasil penghayatan pribadi
sebagai hasil ekpresi keunikan dan individualitas seseorang.
Dalam pengertian secara umum, intuisi merupakan metode untuk memperoleh
pengetahuan tidak berdasarkan pengalaman rasio, dan pengamatan indra. Dalam
filsafat paham ini bertujuan agar manusia dapat memperoleh kebenaran yang
hakiki. Menurut kaum intuisionisme, dengan intuisi kita akan mengetahui dan
menyadari diri kita sendiri, mengetahui karakter perasaan orang lain dan motif
orang lain.
5. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akan berbeda-beda
seharusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang lewat ini bisa diperoleh dengan cara seperti yang dilakukan
Imam Al-Ghazali. intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma'rifah yaitu penge-
tahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyiaran Al-Ghazali
menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau malimpah yang disinarkan oleh
Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan
yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa
dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa
ini bila dikomersilkan.
6. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk
mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato
mengartikannya diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang
mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis
13

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam metode
peraturan, juga analisis sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung
dalam pandangannya.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk
melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran
yang tidak terasa dan satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan.
Berdebat paling kurang dua pendapat. Hegel menggunakan metode dialektis
untuk menjelaskan filsafatnya, lebih luas dari itu. Menurut Hegel dalam realitas
ini berlangsung dialektika.
Ada juga beberapa teori yang dapat dijadikan acuan apakah pengetahuan
itu benar atau salah, yaitu :
 Teori Korespodensi
Menurut teori ini kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan
situasi nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dan
pemikiran sengan situasi lingkungannya.
 Teori koherensi
Menurut teori ini kebenaran bukan persesuaian antara pemikiran dan
kenyataan melainkan persesuaian secara harmonis antara pendapat/pikiran
kita dengan pengetahuan yang telah kita miliki.

c. Aksiologi (manfaat)
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno,
terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan “logos” yang berarti teori. Jadi,
aksiologi merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi
mempelajari tentang hakikat nilai. Dalam hal ini aksiologi berkaitan
dengan kebaikan dan keindahan tentang nilai dan penilaian. Hal ini
merupakan bidang kajian tentang dari mana sumber nilai, akar dan norma serta
nilai subsransif dan standar nilai. Etika berkaitan dengan kualitas, moralitas
pribadi dan perilaku sosial. Demikian pula etika merupakan penentuan perilaku
yang baik, masyarakat yang baik dan kehidupan yang baik.
14

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun
bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan
perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia
mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia
dari pengetahuan yang didapatkanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah
memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam. Dangan mempelajari atom kita dapat memanfaatkan
untuk sumber energi bagi keselamatan manusa, tetapi hal ini juga dapat
menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom atom akan meningkatkan
kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan
mengancam keselamatan umat manusia.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus
(1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan
bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti
apa yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan
moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara
metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak
lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan
(nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran diluar bidang keilmuan di antaranya
agama. Timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang
berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo (1564-
1642), oleh pengadilan agama tersebut, dipaksa untuk mencabut pernyataanya
bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Sejarah kemanusiaan di hiasi dengan semangat para martir yang rela
mengorbankan nyawanya dalam mempertahankan apa yang mereka anggap benar.
Peradaban telah menyaksikan sokrates di paksa meminum racun dan John Huss
15

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
dibakar. Dan sejarah tidak berhenti di sini: kemanusiaan tak pernah urung di
halangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan
mudah sekali tergelincir dapat melakukan prostitusi intelektual. Penalaran secara
rasional yang telah membawa manusia mencapai harkatnya seperti sekarang ini
berganti dengan proses rasionalisasi yang bersifat mendustakan kebenaran.

2.4 Implementasi Filsafat Pancasila dalam Kewarganegaraan


1. Implementasi dalam Partai Politik
Partai politik di Indonesia selain sebagai pilar demokrasi yang memiliki
peran sebagai sarana artikulasi, komunikasi dan sosialisasi aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat, sebagai arena pendidikan politik rakyat dan
pembentuk kader bangsa serta sebagai sarana penyelesaian konflik, kegiatannya
harus selalu dalam kerangka acuan (frame of reference) Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian partai politik di Indonesia harus bertujuan sesuai dengan
cita-cita dan tujuan nasional yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Pedoman
yang perlu dijadikan pegangan dalam kehidupan partai politik adalah :
a). Mengaktualisasikan kebersamaan dalam kemajemukan untuk mewujudkan
cita-cita dan tujuan nasional.
b). Mengaktualisasikan budaya demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c). Penyampaian aspirasi rakyat dan segenap perilaku partai politik harus
menjamin tegaknya keselarasan dan kerukunan serta budi luhur. Penyampaian
aspirasi rakyat melalui partai politik harus sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Segala aspirasi hendaknya mengarah pada
harmoni atau keselarasan, menghindari polarisasi kawan dan lawan serta
mengembangkan semangat inklusivistik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Penyampaian pendapat bersendi pada akhlak mulia, budi luhur dan
beradab. Pernyataan dan ungkapan yang berisi hujatan, caci-maki, tidak
senonoh dan mendiskriditkan orang lain agar dihindari. Aspirasi harus

16

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
mengarah pada perkuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dihindari konflik
yang mengarah perpecahan (disintegrasi), separatisme dan sikap radikalistik.
d). Pengambilan keputusan harus sejalan dengan konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam proses pengambilan keputusan bersama
tidak boleh bertentangan dengan prinsip Pancasila : Ketuhanan yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Keputusan bersama mengikat dan mengandung sanksi;
penyimpangan karena penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang harus
dihindari.
e). Mengaktualisasikan supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasar
Pancasila.
f). Segenap perilaku partai politik selalu bersendi pada keputusan bersama yang
mengikat dan mengandung sanksi terhadap penyimpangan penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang.
g). Pengawasan bermaksud memberikan koreksi dan peringatan agar pelaksana
bersikap jujur, adil, transparan dan untuk kepentingan rakyat.
h). Program partai politik harus mengarah pada kokohnya Pancasila sebagai dasar
negara, utuh dan kuatnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
berpemerintahan presidensial dan bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Implementasi dalam Kehidupan Demokrasi
Konsep, prinsip dan nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam
kehidupan demokrasi di Indonesia. Hal tersebut harus nampak antara lain dalam
penyampaian pendapat, pembuatan keputusan bersama dan dalam mengadakan
pengawasan pelaksanaan keputusan bersama.
a). Penyampaian pendapat
Dalam penyampaian pendapat ada ketentuan yang bersumber dari sila-sila
Pancasila dan tidak boleh dilanggar. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan,
sebagai khalifah Tuhan di bumi wajib menjaga kelestarian segala ciptaan-Nya.
17

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
Segala kegiatan manusia hendaknya mengarah pada terwujudnya harmoni atau
keselarasan, dan oleh karena itu menghindari terjadinya polarisasi yang tidak
sesuai dengan Pancasila.
Dalam penyampaian pendapat selalu bersendi pada akhlak mulia, budi luhur,
dan beradab serta menghormati harkat dan martabat sesamanya, sehingga dapat
diwujudkan suasana kebersamaan yang menjamin persatuan dan kesatuan
bangsa. Dalam penyampaian pendapat tidak mengutamakan kepentingan
pribadi atau golongan melainkan mengutamakan terwujudnya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga tercegah terjadinya perpecahan,
separatisme, dan sikap radikalistik.
b). Pembuatan keputusan bersama
Dalam pembuatan keputusan bersama harus berdasar pada konsep, prinsip dan
nilai Pancasila, dilandasi oleh sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Suara terbanyak
bukan merupakan satu-satunya kriteria dalam pembuatan keputusan bersama.
Keputusan bersama bukan keputusan pribadi-pribadi, tetapi merupakan kontrak
sosial yang harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk pihak yang usulnya
tidak disetujui. Keputusan bersama mengikat dan mengandung sanksi. Sikap
mau mengakui pendapat yang diputuskan bersama harus dikembangkan.
Dengan demikian Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan adalah suatu demokrasi yang bersifat normatif,
etis dan teleologis.
c). Pengawasan pelaksanaan keputusan bersama
Dalam pengawasan pelaksanaan keputusan bersama pada dasarnya bukan
untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memberikan peringatan dini kepada
pelaksana agar dalam melaksanakan tugas bersikap jujur, adil, transparan dan
mengutamakan kepentingan rakyat.
Kegiatan rakyat yang menyampaikan pendapat dan pembuat keputusan
bersama, para pelaksana kesepakatan bersama dan pengawas pelaksanaan
keputusan bersama harus bersinergi sesuai dengan fungsi masing-masing.
18

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
3. Implementasi dalam Hak Asasi Manusia
a). Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa, berperan sebagai pengelola
dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam keimanan dan
ketakwaan. Dalam mengelola alam, manusia berkewajiban dan bertanggung
jawab menjamin kelestarian eksistensi, harkat dan martabat, kemuliaan, serta
menjaga keharmonisannya.
b). Pancasila memandang bahwa, hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia
bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, nilai budaya bangsa serta
pengalaman kehidupan politik nasional.
c). Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan
diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan
hak kesejahteraan, yang tidak boleh dirampas atau diabaikan oleh siapa pun.
d). Perumusan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dilandasi oleh
pemahaman bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari hubungan dengan
Tuhan, sesama manusia, dan dengan lingkungannya.
e). Bangsa Indonesia menyadari, mengakui, menghormati dan menjamin hak asasi
orang lain sebagai suatu kewajiban. Hak dan kewajiban asasi terpadu dan
melekat pada diri manusia, sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota
masyarakat, anggota suatu bangsa dan anggota masyarakat bangsa-bangsa.
f). Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai hak asasi yang harus
dihormati dan ditaati oleh setiap orang/warga negara.
g). Bangsa dan Negara Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
mempunyai tanggung jawab dan kewajiban menghormati ketentuan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 dengan semua instrumen yang
terkait, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila.

2.5 Permasalahan dan Solusi


a. Faktor-Faktor Problematika Kebangsaan
Problematika menurut Martin Heidegger adalah ketidakcocokan antara das
sein (apa yang terjadi) dengan das sollen (apa yang seharusnya terjadi). Analisis

19

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
penulis, berikut adalah sebagian besar faktor yang menyebabkan terjadinya
problematika kebangsaan. Diantaranya;
1) Intoleransi karena Kedangkalan Spritualitas
Laporan The Wahid Institute menyebutkan praktek intoleransi sepanjang tahun
2013 yang dialami kelompok agama minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah,
Protestan, Katolik, dan mereka yang dituduh sesat sebanyak 245 kasus. Hal ini
diperparah oleh gagalnya Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat
Beragama dibahas dalam program legislasi nasional di DPR 2010-2014.
2) Defisit Moral
Setelah maraknya kekerasan terhadap ideologi karena berbeda keyakinan
hingga berdampak pada intoleransi, problematika bangsa kemudian ditambah
dengan kekerasan secara fisik. Kenyataan itu tercermin dari maraknya
pelecehan seksual, SARA, kejahatan geng motor hingga pembunuhaan akhir-
akhir ini.
3) Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi bangsa adalah upaya untuk memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang telah susah payah diperjuangkan oleh para
pendiri bangsa berpuluh tahun lamanya. Disintegrasi tersebut kemudian
melahirkan gerakan separatis berupa pemberontakan untuk berpisah dari NKRI
seperti yang pernah dilakukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sampai
lepasnya Papua dari Indonesia.
4) Krisis Kepemimpinan (Politik dan Hukum)
Reformasi yang diagung-agungkan sebagai simbol demokrasi Indonesia demi
kepemimpinan yang lebih demoktatis dan menjauh dari tirani kekuasaan orde
baru dan lama ternyata masih berpunggungan antara harapan dan
kenyataannya. Faktanya, sejak era reformasi angka golput justru makin
bertambah. Pemilu 1999 angka golput 10,21%, Pemilu 2004 naik menjadi
23,34%, dan Pemilu 2009 naik lagi menjadi 29,01%. Bandingkan dengan
angka golput pada pemilu era Orde Lama dan Orde Baru (1955, 1971, 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997) yang tak pernah lebih dari 10%.
20

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
Untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah, angka golput juga tinggi.
Pilpres 2004 angka golput 21,5%, Pilpres 2009 naik menjadi 23,3% (angka
partisipasi pemilih Pilpres 2009 sebesar 72,09%). Angka golput pemilukada
rata-rata 27,9%. Namun, hasil pemilu 2014 yang baru dirilis KPU baru-baru ini
menunjukkan tren positif dengan meningkatnya partisipasi pemilih menjadi
75,11 %. Itu baru kepemimpinan politik, belum termasuk kepemimpinan
hukum yang masih menyisakan problematika tersendiri yang tak kalah
mencemaskannya. Lihat saja kasus suap hakim, polisi dan jaksa yang berujung
pada tertangkap tangannya suap hakim Mahkamah Konsitusi; Akil Muchtar.
5) Korupsi dan Pemiskinan
Berbicara mengenai problem bangsa, akal kita seakan-akan otomatis berpindah
pada apa yang disebut sebagai korupsi. Penjarahan uang rakyat oleh pejabat
pemerintah. Mulai dari menteri, kepala daerah hingga bank, semuanya tergiur
dengan korupsi. Setali tiga uang, korupsi kemudian melahirkan anak kandung
yang bernama pemiskinan. Dikatakan pemiskinan, bukan kemiskinan karena
jumlahnya yang banyak dan telah menjadi masalah bangsa turun-temurun dan
belum menemui jalan keluarnya. Padahal, jika dikelola dengan baik, sumber
daya alam bangsa kita yang kaya ini tentulah cukup untuk menyejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.

b. Mentalitas Pancasila sebagai Solusi Problematika Bangsa


Dalam buku Yudi Latif; Negara Paripurna, disebutkan bahwa Pancasila
merupakan proses penggalian secara mendalam dari apa yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri. Bukan ikut-ikutan bangsa lain. Maka sekarang, kita dengan
bangga menyebut Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdiri pada kaki
sendiri. Bukan bangsa fotokopi. Ideologi murni Indonesia. Bukan ideologi
kapitalis kanan, komunis kiri ataupun Islam. Pancasila merupakan lima Dasar
Negara. Pertanyaan kemudian, sejauh mana mentalitas pancasila dapat menjawab
problematika kebangsaan?

21

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
Intoleransi disebabkan oleh kedangkalan spritualitas. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa meniscayakan kita sebagai bangsa Indonesia untuk menghargai
keyakinan orang lain selama tidak mengganggu keyakinan orang atau kelompok
lain. Dengan ego Tauhid, kita memahami bahwa kita semua adalah makhluk dan
berasal dari Diri Yang Satu; Tuhan. Sementara, defisit moral terjadi karena kita
lebih sering mendahulukan kepentingan diri di atas kepentingan sosial. Kita tidak
memanusiakan manusia. Kita tidak menjalankan apa yang diamanatkan oleh sila
kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab (moral/etika).
Sementara disintegrasi bangsa yang memicu perpecahan NKRI berawal
dari paham sempit yang merasa suku atau daerah lebih unggul ketimbang suku,
daerah atau bahkan bangsa Indonesia. Seandainya kita memahami sejarah,
tentulah kita sadar bahwa kita lahir sebagai bangsa Indonesia atas perjuangan
bersama melawan penjajahan yang kemudian menginspirasi para pejuang bangsa
untuk mengikrarkan sila ketiga; Persatuan Indonesia. Bersatu untuk melawan
pengaruh buruk dari pihak luar (Nasionalisme Negatif) dan bersatu untuk
menawarkan yang baik dari dalam (Nasionalisme Positif).
Adapun krisis kepemimpinan baik dalam segi hukum maupun segi politik
tentukah menciderai cita-cita luhur demokrasi. Hal ini terbukti dari kasus suap
hakim dan politik uang. Sila keempat sebenarnya telah menjawab solusi dari
masalah dari ini berpuluh-puluh tahun lalu dengan mengutamakan musyawarah
yang dipimpin oleh ia yang hikmat lagi bijaksana. Namun, kesejahteraan politik
takkan bisa tercapai jika masih ada perut yang kosong. Dengan kata lain,
kesejahteraan politik harus selalu berbarengan dengan kesejahteraan ekonomi.
Penerapan keadilan secara distributif (proporsional) dan komutatif (sama rata)
kepada seluruh rakyat Indonesia merupakan solusi kelima yang ditawarkan oleh
Pancasila.
c. Kesadaran Berpancasila adalah Kunci Kesadaran Bernegara dan
Berwilayah
Tanah air mental atau Pancasila adalah kunci untuk meransang kesadaran
bernegara dan berwilayah. Wilayah geografis kita tak ada artinya jika tidak diatur
22

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
oleh para pejabat Negara. Sementara pejabat Negara tidak dapat dikatakan
Negarawan jika tidak bermental pancasila.
Mental adalah jiwa atau watak dari suatu entitas. Maka, watak kita sebagai
bangsa, tercermin dari sejauh mana kita menerapkan nilai-nilai yang ada
Pancasila. Baik dari kelima silanya maupun 45 butir Pancasila sebagai pedoman
praktis dalam berbangsa. Inti dari Pancasila adalah gotong-royong atau
kebersamaan. Menolak mentah-mentah paham individualis. Jadi, untuk dapat
dikatakan berbangsa atau lebih luhurnya berindonesia, milikilah jiwa yang
gotong-royong, jiwa kebersamaan.

2.6 Perkembangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan Kewarganegaraan


Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental dan menyeluruh. Untuk itu sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-
nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian
inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya
kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan
memiliki esensi serta makna yang utuh.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan
dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari pandangan
bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society).
Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah
berkedudukan kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat
sila pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuik mewujudkan
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang berbudaya atau mahluk yang

23

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu
organisasi hidup manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa
(hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan
rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu.
Konsekuensinya dalam hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai
bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka negara harus bersifat
demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu
maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan
negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan harus mewujjudkan
jaminan perlindungan bagi seluruh warga, sehingga untuk mewujudkan tujuan
seluruh warganya harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul
dalam kehidupan bersama/kehidupan (hakikat sila kelima).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis
fundamental, dan menyeluruh. Untuk itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu
nilai-nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkis, dan sistematis. Dalam pengert
ian inilah, sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya
kelima sila tidak terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi
memiliki esensi serta makna yang utuh.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan,
dan kenegaraan harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari
pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia
atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal
society}.
Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga negara, yaitu sebagai bagian persekutuan hidup
yang mendudukkan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(hakikat sila pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia
24

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan mewujudkan
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang
beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu
organisasi hidup, manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa
(hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat
sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu.
Konsekuensinya, hidup kenegaraan itu haruslah didasarkan pada nilai
bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka itu, negara harus
bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai
individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan
tujuan negara sebagai tujuan bersama, dalam hidup kenegaraan harus diwujudkan
jaminan perlindungan bagi seluruh warga. Dengan demikian, untuk mewujudkan
tujuan, seluruh warga negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan
yang timbul dalam kehidupan bersama (hakikat sila kelima).

25

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia yang
berdasarkan pada Pancasila. Berfikir filsafat haruslah secara radikal, universal,
konseptual, koheren, sistematik, komprehensif, bebas, dan bertanggungjawab.
Dalam berfilsafat hendaknya sesuai dengan tahapan yaitu ontologi, epistemologi,
dan aksiologi.
Implementasi pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan diantaranya
adalah implementasi dalam partai polotik, dalam kehidupan demokrasi, dan dalam
HAM. Dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pancasila, maka
solusinya harus diselesaikan dengan berdasarkan pada prinsip Pancasila.

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Apabila terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan
dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah
khilaf, Alfa dan lupa.

26

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
DAFTAR PUSTAKA

http://ratniitp.staff.ipb.ac.id/2012/06/11/pancasila-sebagai-filsafat/
http://cahayamentari24.blogspot.com/2012/10/berfikir-filsafat.html

27

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan dan berkat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Filsafat Pancasila ini dengan baik. Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah, Pendidikan Kewarganegaraan.
Makalah ini menjelaskan lebih mendalam mengenai ideologi Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia dengan bahasa yang lebih mudah untuk di cerna dan di
pahami.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pancasila, serta infomasi dari
media massa yang berhubungan dengan filsafat Pancasila sebagai dasar filsafat
negara Indonesia.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pancasila
yang ditinjau dari aspek filsafat atau falsafah, khususnya bagi penulis. Akhir kata,
mungkin dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran
tentunya sangat kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Sumedang, Desember 2017


Penulis

28i

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4


2.1 Pengertian dan Esensi Filsafat Pancasila ....................................... 4
2.2 Gaya dan Model Berfikir Filsafat .................................................. 5
2.3 Tahapan Berfilsafat ........................................................................ 7
2.4 Implementasi Filsafat Pancasila dalam Kewarganegaraan ............ 16
2.5 Permasalahan dan Solusi ................................................................ 19
2.6 Perkembangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan
Kewarganegaraan ........................................................................... 23

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 26


3.1 Kesimpulan.................................................................................... 26
3.2 Saran ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 27

29
ii
Makalah Filsafat Pancasila
Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
30

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017
31

Makalah Filsafat Pancasila


Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan STIE Sebelas April Sumedang Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai