Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

LABIRINITIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
Fitri Wirastami
20184011045

Diajukan Kepada :
dr. Bakti Setio Gustomo, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

REFEREAT LABIRINITIS

Telah dipresentasikan pada tanggal :

JULI 2018

Oleh :

FITRI WIRASTAMI

2018011045

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan

RSUD KRT. Setjonegoro, Wonosobo

dr. Bakti Setio Gustomo, Sp. THT-KL

ii
iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT. Karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan referat yang berjudul :

Labirinitis

Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan yang dimiliki, tanpa kerja

keras, dan bantuan dari semua pihak serta pertolongan Allah SWT, maka

referat ini tidak dapat terselesai dengan baik. Pada kesempatan ini

izinkanlah penulis menyampaikan terimakasih:

1. dr. Bakti Setio Gustomo, Sp.THT-KL, selaku pembimbing Kepaniteraan

Klinik bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan di RSUD KRT

Setjonegoro, Wonosobo yang telah berkenan memberikan bantuan,

pengarahan, dan bimbingan dari awal sampai selesainya penulisan referat

ini.

2. Seluruh tenaga medis dan karyawan di poli THT RSUD KRT

Setjonegoro, Wonosobo yang telah berkenan membantu dalam proses

berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Telinga Hidung

Tenggorokan.

3. Keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan.


iv

Mengingat penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga

sehingga menjadi acuan untuk penulisan referat selanjutnya.

Wassalamualaikum, Wr.Wb

Wonosobo, Juli 2018

Penulis
v

DAFTAR ISI

REFERAT ............................................................................................................................ i

LABIRINITIS ...................................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... v

BAB I .................................................................................................................................. 2

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 2

B. Tujuan ................................................................................................................. 3

BAB II................................................................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 4

A. Definisi ................................................................................................................ 4

B. Anatomi............................................................................................................... 5

C. Epidemiologi ..................................................................................................... 14

D. Etiologi .............................................................................................................. 15

E. Patofisiologi ...................................................................................................... 17

F. Klasifikasi Labirinitis........................................................................................ 19

G. Manifestasi Klinis ............................................................................................. 25

H. Penegakan Diagnosis ........................................................................................ 26

I. Diferensial Diagnosis ........................................................................................ 31

J. Penatalaksanaan ................................................................................................ 32

K. Pencegahan ....................................................................................................... 33

BAB III ............................................................................................................................. 34


vi

KESIMPULAN ................................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 37


2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Labirinitis adalah sebuah inflamasi pada labirin yang terletak pada telinga

sebelah dalam. Salah satu fungsi dari telinga dalam adalah untuk mengatur

keseimbangan. Bila fungsi ini terganggu secara klinis, akan terjadi gangguan

keseimbangan dan pendengaran yang menghilang secara tiba - tiba dan dapat

mengenai satu telinga atau keduanya. Etiologi labirinitis kebanyakan disebabkan

oleh bakteri atau virus. Labirinitis yang disebabkan oleh proses autoimmune

menyebabkan proses iskemia pada pembuluh darah yang bisa mengakibatkan

disfungsi yang menyerupai labirinitis akut (Boston, 2017).

Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intratemporal dari

radang telinga tengah. Penderita Otitis Media Kronik yang kemudian tiba- tiba

mendapat serangan vertigo, muntah dan kehilangan pendengaran harus waspada

terhadap timbulnya labirinitis supuratif. Bakteri masuk kedalam labirin melalui

kanalikuli di dalam tulang, hematogen atau limfogen. Paling sering melalui

destruksi tulang oleh kolesteatom dan merusak labirin vestibuler. Bila mengenai

seluruh labirin disebut labirinitis umum dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf

berat. Jika infeksinya terbatas akan menimbulkan labirinitis lokal dengan gejala
3

vertigo yang ringan. Klasifikasi labirinitis terdiri dari labirinitis sirkumkripta,

labirinitis difusa yang terdiri dari serosa dan purulen dan labirinitis laten.

Labirinitis virus biasanya mengenai usia 30-60 tahun dan ini jarang

diamati pada anak-anak. Meningogenic suppurative labirinitis biasanya mengenai

anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Otogenic suppurative labirinitis dapat

diamati pada orang-orang dari segala usia. Serouse labirinitis lebih umum dalam

anak kelompok usia, di mana sebagian besar kedua kasus akut dan kronis otitis

media diamati (Boston, 2017).

Data epidemiologi labirinitis masih kurang, namun dari beberapa referensi

didapatkan penyebab terbanyak adalah virus. Prevalensi orang dengan

pendengaran yang hilang secara tiba-tiba diperkirakan 1 kasus di 10.000 orang.

Satu studi yang melaporkan bahwa 37 pasien 240 menyajikan dengan vertigo

posisional disebabkan oleh labirinitis virus (Boston, 2017).

B. Tujuan

Memaparkan definisi, anatomi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan dari

labirinitis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini

dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses tunggal pada labirin.

Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus (Snell, 2006; Boston,

2017).

Labirinitis bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan

infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh

kolesteatom atau melalui foromen rotundum dan foramen ovale tetapi

dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui

cairasn yang menghubungkan ruangan subaraknoid dengan ruang

perilimfe di koklea, melalui daerah kribosa pada dasar modiolus koklea

(Boston, 2017).

Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai

macam virus, penyakit ini dikarakteristikan dengan adanya berbagai

penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti

infeksi mumps, virus influenza (Boston, 2017).

4
5

B. Anatomi

Telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah,

dan telinga dalam. Telinga luar sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu

aurikula (pinna), meatus akustikus eksterna (MAE), dan membran timpani.

Aurikula sendiri terbentuk dari kartilago kecuali pada bagian lobus

aurikula. Fungsi dari aurikula adalah untuk menangkap suara dari

lingkungan sekitar dan menyalurkannya ke MAE. MAE adalah sebuah

saluran yang berbentuk tabung mulai dari concha aurikula sampai pada

membran timpani. 1/3 lateral dari MAE adalah pars cartilagenous dan 2/3

bagian medial adalah pars osseus. Membran timpani adalah sebuah

membran translusen berbentuk oval yang membatasi antara telinga luar

dengan telinga tengah, tertutupi oleh kulit pada bagian luar dan membran

mukosa pada bagian dalam. Membran timpani dihubungkan dengan tulang

temporal oleh ring fibrocartilaginous di sekitarnya. Terbagi menjadi dua

bagian yaitu pars flaccida dan pars tensa. Pada pars flaccida, membran

timpani terdiri dari dua lapis dan pada pars tensa membran timpani terdiri

dari tiga lapis (Jones, 2018; Bhatt, 2016).


6

Gambar 1. Struktur anatomi telinga (Netter, 2014)


7

Gambar 2. Struktur anatomi aurikula dan membran timpani (Netter,

2014)

Telinga tengah terletak di dalam tulang temporal, mulai dari membran

timpani sampai dinding lateral dari telinga dalam. Fungsi utama dari telinga

tengah adalah untuk menyalurkan getaran dari membran timpani ke telinga dalam,

getaran ini disalurkan tulang pendengaran. Telinga tengah sendiri dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu cavum timpani dan epitympanic recess. Telinga tengah

dapat divisualisasikan sebagai sebuah kotak dengan batas-batas sebagai berikut

(Jones, 2017):

1. Atas: tegmen timpani, membatasi epitympanic recess dari middle cranial

fossa

2. Bawah: dinding jugular, membatasi cavum timpani dengan vena jugular

interna

3. Lateral: membran timpani dan dinding lateral dari epitympanic recess

4. Medial: dinding lateral dari telinga dalam, terdiri dari oval window,

promontorium, dan round window yang disebut sebagai dinding labyrinth

5. Anterior: dinding tulang tipis dengan dua lubang untuk cabang timpani

dari arteri karotis interna dan deep petrosal nerve serta lubang dari tuba

eustachius
8

6. Posterior: dinding mastoid yang terdiri dari tulang antara cavum timpani

dan mastoid air cells. Pada bagian superior terdapat lubang pada tulang

yang menghubungkan kedua area ini. Lubang ini disebut aditus ad antrum

mastoid.

Tulang pada telinga tengah disebut juga sebagai auditory ossicles atau

tulang pendengaran. Terdiri dari malleus, incus, dan stapes. Tulang-tulang ini

saling berhubungan dan menghubungkan antara membran timpani dengan

oval window dari telinga dalam. Malleus merupakan tulang terbesar dan

terletak paling lateral, caput dari malleus terletak pada epitympanic recess.

Incus terletak di tengah antara malleus dan stapes. Incus berartikulasi dengan

caput malleus. Stapes merupakan tulang terkecil di tubuh manusia. Stapes

menghubungkan incus ke oval window (Jones, 2017).

Pada telinga tengah terdapat dua otot yang berfungsi protektif, yaitu m.

tensor tympani dan m. stapedius. Kedua otot ini berkontraksi sebagai respon

terhadap suara yang keras, mencegah vibrasi dari malleus, incus, dan stapes,

sehingga menurunkan transmisi suara menuju telinga dalam. Reasksi ini

disebut sebagai reflek akustik. M. tensor tympani melekat pada malleus

dipersarafi oleh nervus mandibular dan m. stapedius melekat pada stapes

dipersarafi oleh nervus fasialis (Jones, 2017).


9

Tuba eustachius adalah tabung yang terdiri dari 2/3 pars cartilaginous

dan 1/3 pars osseus yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring.

Berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan dari telinga tengah dengan

lingkungan luar. Tuba eustachius merupakan jalur penyebaran infeksi dari

infeksi saluran napas atas menuju ke telinga tengah. Vaskularisasi dari telinga

tengah disuplai oleh cabang tympani cari arteri maksilaris (membran timpani),

cabang stylomastoid dari arteri aurikula posterior (kavitas posterior dan

mastoid), cabang petrosal dari arteri meningeal media, cabang dari arteri

pharyngeal ascendens, cabang tympanic dari arteri karotis interna dan cabang

dari arteri pterygoid canal (mengikuti tuba eustachius). Drainase vena telinga

tengah melalui plexus pterygoid dan sinus petrosal superior (Bhatt, 2016).

Gambar 3. Struktur anatomi tuba eustachius pada dewasa dan anak

(Netter, 2014)

Telinga dalam merupakan bagian paling dalam dari telinga, di

dalamnya terdapat organ vestibulocochlear. Organ ini memiliki dua fungsi

utama, yaitu untuk mengubah sinyal mekanik dari telinga tengah menjadi
10

sinyal elektrik yang dapat membawa informasi menuju pusat pendengaran di

otak dan juga sebagai fungsi keseimbangan untuk mendeteksi posisi dan juga

gerakan (Davies, 2018).

Telinga dalam memiliki dua komponen utama, yaitu labirin tulang dan

labirin membran. Labirin tulang merupakan sekumpulan kavitas tulang terdiri

dari kokhlea, vestibula dan tiga kanalis semisirkularis. Letak ketiga struktur

ini berada dalam periosteum dan terdapat cairan perilymph di dalamnya.

Labirin membran terletak di dalam tulang labirin yang terdiri terdiri dari

ductus kokhlear, ductus sermisirkuler, utricle dan saccule. Labirin membran

berisi cairan yang disebut endolymph. Telinga dalam memiliki dua

penghubung dengan telinga tengah yang keduanya ditutupi oleh membran,

yaitu oval window yang terletak di antara telinga tengah dan vestibula dan

round window yang memisahkan telinga tengah dengan scala timpani (Davies,

2018).

Vestibula merupakan bagian sentral dari labirin tulang. Dua bagian

dari labirin membran, utricle dan saccule, terletak pada vestibula. Kokhlea

merupakan bagian pendengaran pada telinga dalam. Kokhlea berbentuk

kerucut dengan bagian sentral disebut modiolus. Cabang dari nervus

vestibulocochlear (VIII) menempel pada modiolus ini. Dari modiolus ini

muncul spiral lamina yang memisahkan scala vestibuli (terletak superior,


11

merupakan lanjutan dari vestibula) dan scala tympani (terletak inferior,

berakhir pada round window) di dalam ductus kokhlea. Kanalis semisirkularis

terbagi menjadi tiga, yaitu anterior, lateral, dan posterior. Di dalamnya

terdapat ductus semisirkularis yang bertanggung jawab terhadap

keseimbangan. Pada bagian ujung dari kanalis ini terdapat ampulla (Davies,

2018).

Labirin membran merupakan sistem berkelanjutan dari ductus yang

berisi endolymph. Terletak di dalam bony labyrinth dan dikelilingi oleh

perilymph. Terdiri dari ductus kokhlear, tiga ductus semisirkularis, saccule,

dan utricle. Ductus kokhlear terletak di dalam kokhlea dan merupakan organ

pendengaran. Ductus semisirkularis, saccule, dan utricle merupakan organ

keseimbangan yang juga disebut sebagai vestibular apparatus (Davies, 2018).

Ductus kokhlear memiliki bentuk triangular dengan tiga batas, yaitu:

1. Lateral: periosteum yang tebal, disebut spiral ligament

2. Atas: membrane yang memisahkan ductus kokhlear dengan scala vestibuli,

disebut Reissner’s membrane

3. Bawah: membrane yang memisahkan ductus kokhlear dengan scala

tympani, disebut basilar membrane.

Basilar membrane merupakan tempat dari sel epitel pendengaran atau

Organ of Corti (Davies, 2018).


12

Gambar 4. Struktur anatomi organ vestibulocochlear (Netter, 2014)

Gambar 5. Struktur anatomi potongan melintang dari kokhlea (Davies, 2018)

Saccule dan utricle merupakan dua kantong membranous yang

terletak di vestibula. Utricle berukuran lebih besar dan berhubungan

langsung dengan kanalis semisirkularis sedangkan saccule berbentuk

globular dan berhubungan dengan ductus kokhlear. Endolymph yang

terkumpul pada saccule dan utricle akan disalurkan menuju endolymphatic


13

duct kemudian menuju vestibular aqueduct. Ductus semisirkularis terletak

di dalam kanalis semisirkularis. Adanya perubahan dari kepala baik dalam

bentuk perubahan kecepatan atau perubahan arah akan mempengaruhi

aliran dari endolymph dalam ductus. Reseptor sensoris di ampulla akan

mendeteksi perubahan ini dan mengirimkan sinyal ke otak untuk

selanjutnya diproses sebagai proses keseimbangan (Davies, 2018).

Gambar 6. Komponen dari membranous labyrinth (Davies, 2018)

Bony labyrinth divaskularisasi oleh anterior tympanic branch dari

arteri maksilaris, cabang petrosal dari arteri meningeal tengah, dan cabang

stylomastoid dari arteri aurikula posterior. Membranous labyrinth

divaskularisasi oleh cabang kokhlear dan cabang vestibular dari arteri

labyrinthine cabang dari arteri cerebellar inferior. Aliran vena telinga

dalam melalui vena labyrinthine yang menuju sinus sigmoid atau sinus
14

petrosal inferior. Telinga dalam dipersarafi oleh nervus vestibulocochlear

(N. VIII). Saraf ini masuk melalui meatus akustikus internus kemudian

terbagi menjadi nervus vestibular dan nervus kokhlear (Davies, 2018).

C. Epidemiologi

Labirinitis virus biasanya mengenai usia 30-60 tahun dan ini jarang

diamati pada anak-anak. Meningogenic suppurative labirinitis biasanya

mengenai anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Otogenic suppurative

labirinitis dapat diamati pada orang-orang dari segala usia. Serouse

labirinitis lebih umum dalam anak kelompok usia, di mana sebagian besar

kedua kasus akut dan kronis otitis media diamati (Boston, 2017).

Data epidemiologi labirinitis masih kurang, namun dari beberapa

referensi didapatkan penyebab terbanyak adalah virus. Prevalensi orang

dengan pendengaran yang hilang secara tiba-tiba diperkirakan 1 kasus di

10.000 orang. Satu studi yang melaporkan bahwa 37 pasien 240

menyajikan dengan vertigo posisional disebabkan oleh labirinitis virus

(Boston, 2017).

Tidak ada laporan mengenai kasus kematian yang berhubungan

dengan labyrinthitis kecuali pada kasus meningitis atau sepsis yang

meluas. Labirinitis bakteri menyuba sepertiga kasus kehilangan


15

pendengaran. Pada populasi pediatrik, risiko gangguan pendengaran akibat

meningitis diperkirakan mencapai 10-20% (Boston, 2017)

SNHL permanen terjadi pada sekitar 6% pasien dengan herpes

zoster oticus.S.pneumoniae tampaknya menjadi agen yang paling mungkin

penyebab terjadinya gangguan pendengaran terkait meningitis (Boston,

2017).

D. Etiologi

Menurut Boston (2017) belum ada bukti pasti yang menujukkan

penyebab dari terjadinya labirinitis. Namun, dari segi epidemiologi dapat

disimpulkan beberapa virus berpotensi menyebabkan peradangan pada

labirin. Viral labirinitis biasanya sering didahului oleh infeksi saluran

pernapasan atas. Beberapa bakteri yang menyebabkan terjadinya

meningitis dan otitis juga dapat menyebabkan terjadinya labirinitis.

Berikut beberapa bakteri dan virus yang menyebabkan terjadinya

labirnitis:

1. Penyebab virus

a. Cytomegalovirus

b. Mumps virus

c. Varicella-zoster virus

d. Rubeola virus
16

e. Influenza virus

f. Parainfluenza virus

g. Rubella virus

h. Haemophilus influenzae

i. Herpes simplex virus 1 ( HSV 1)

j. Adenovirus

k. Coxsackievirus

l. Respiratory syncytial virus

2. Penyebab bakteri

a. S pneumoniae

b. Moraxella catarrhalis

c. N meningitidis

d. Streptococcus species

e. Staphylococcus species

f. Proteus species

g. Bacteroides species

h. Escherichia coli

i. Mycobacterium tuberculosis
17

E. Patofisiologi

Rangsangan normal akan selalu menimbulkan gangguan vertigo,

misalnya pada tes kalori. Rangsangan abnormal dapat pula menimbulkan

gangguan vertigo bila terjadi kerusakan pada sistem vestibulernya,

misalnya orang dengan paresis kanal akan merasa terganggu bila naik

perahu. Rangsanga normal dapat pula menimbulkan vertigo pada orang

normal, bila situasinya berubah, misalnya dalam ruang tanpa bobot.

Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2

dalam darah, oleh karena itu perubahan aliran darah yang mendadak dapat

menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan timbul bila hanya pada

perubahan konsentrasi O2 saja, tetapi harus ada faktor lain yang

menyertainya, misalnya sklerosis pada salah satu dari arteri auditiva

interna, atau salah satu arteri tersebut terjepit. Dengan demikian bila ada

perubahan konsentrasi O2, hanya satu sisi saja yang mengadakan

penyesuaian, akibatnya terdapat perbedaan elektro potensial antara

vestibuler kanan dan kiri. Akibatnya akan terjadi serangan vertigo.

Perubahan konsentrasi O2 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi,

spondiloartrosis servikal. Pada kelaianan vasomotor, mekanisme

terjadinya vertigo disebabkan oleh karena terjadi perbedaan perilaku


18

antara arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan

perbedaan potensial antara vestibuler kanan dan kiri (Boston, 2017).

Bagan 1.1 Patofisiologi labirinitis


19

F. Klasifikasi Labirinitis

Labirinitis dapat disebabkan oleh virus, bacterial,zat-zat toksik dan

obat-obatan (Boston, 2017). Labirinitis yang di sebabkan oleh bakterial

terdapat dalam dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis

supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan

labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam

labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus

(Soepardi, 2007)

1. Labirnitis Viral

a. Etiologi

Infeksi saluran pernafasan atas, faktor kongenital yaitu infeksi

campak dan rubella pada trimester pertama atau infeksi

cytomegalovirus pada kontraksi uterus setelah persalinan yang

menyebabkan kokleolabirinitis. Infeksi virus ini menjalar secara

hematogen ke telinga dalam.

b. Gejala klinis

Terjadi tuli total di sisi yang sakit.Vertigo ringan nistagmus

spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai

beberapa bulan
20

c. Terapi

Vestibular suppresent ( diazepam)

d. Prognosis

Prognosis baik karena biasanya terjadi pada usia muda dan

jira terapi yang diberikan adekuat.Vertigo boleh sembuh dalam

jangka masa satu minggu tetapi gangguan keseimbangan akan tetap

bertahan selepas beberapa bulan jika terdapat stress.

2. Labirinitis Bakterial

a. Labirinitis Serosa Difus

1. Etiologi

Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari

labirinitis sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis

media akut dengan atau tanpa kolesteatoma dan reaktivasi

otomastoiditis kronis.Masuknya toksin bakteria dan zat-zat yang

diproduksi secara difus melalui membran fenestra ovale dan

fenestra rotundum.Infeksi tersebut mencapai endosteum melalui

saluran darah. Selain itu, labirinitis serosa sering terjadi pada

operasi telinga dalam misalnya pada stapedektomi. Labirinitis

serosa difus ini adalah satu proses inflamasi yang steril

2. Gejala Klinis
21

Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus

adalah vertigo spontan dengan derajat ringan- sedang dan

nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadang-

kadang disertai mual, munta, ataksia, dan permulaan tuli saraf.

3. Pemeriksaan

Kelainan patologi yaitu inflamasi non purulen pada labirin.

Pemeriksaan histologik pada potongan labirin menunjukkan

infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin

4. Terapi

Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah

baring total.Harus diberikan antibiotika yang tepat dengan dosis

yang adekuat untuk mengeradikasi bakteria penyebab.Selain itu

utuk mengurangi gejala gangguan keseimbangan diberikan

sedatif ringan.Pada stadium lanjut dari otitis media akut

diperlukan dreanase telinga tengah dan mastoidektomi

sederhana.

5. Prognosis

Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut

kehidupan dan kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi


22

tuli saraf temporer yang berat dapat menjadi tuli saraf yang

permanen bila tidak diobati dengan baik.

b. Labirinitis Supuratif Akut Difus

1. Etiologi

Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan

dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui fenestra

ovale dan fenestra rotundum Pada banyak kejadian, labirinitis

ini terjadi sekunder dari otitis media akut maupun kronik atau

mastoiditis.

2. Gejala Klinis

Labirinitis supuratif akut difus , ditandai dengan tuli total

pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo yang berat, mual,

muntah, dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat.

Selama fase akut, posisi pasien sangat khas.Pasien akan

berbaring pada sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat

nistagmus.Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo.Jika

fungsi koklea hancur, akan mengakibatkan tuli saraf total

permanen

3. Pemeriksaan
23

Pada pemeriksaan histologik didapatkan infiltrsi labirin

oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan destruksi struktur

jaringan lunak.Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan

terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang

yang nekrotik tersebut.Keadaan ini akan menyebabkan osifikasi

labirin

4. Terapi

Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat

berlangsung sampai 6 minggu.Perbaikan terjadi bertahap, mulai

dari hari pertama. Sedatif ringan diperlukan pada periode

awal.Fenobarbita 32 mg (1/2 gram) yang diberikan 3 kali sehari.

Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama

suatu periode baik untuk mencegah komplikasi intrakranial,

maupun untuk mengobati labirinitisnya. Harus dilakukan kultur

untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensitivitas kuman.

Antibiotika penisilin harus segera diberikan sebelum hasil tes

resistensi didapat, jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan

tetrasiklin, dengan dosis tinggi secara parenteral. Respons klinik

lebih utama dari tes sensivitas kuman dalam menentukan jenis

antibiotika
24

Drenase, atau membuang sebagian labirin yang rusak,

dilakukan bila terdapat komplikasi intrakranial dan tidak

memberi respon terhadap pengobatan dengan antibiotika.

5. Prognosis

Prognosis baik pada labirinitis supuratif akut difus.

c. Labirnitis Kronik Difus

1. Etiologi

Labirinitis supuratif stadium kronik atau laten dimulai,

segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang.Hal ini mulai

dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut.

2. Gejala Klinis

Terjadi tuli total di sisi yang sakit.Vertigo ringan nistagmus

spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap

sampai beberapa bulan

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan patologi menunjukkan telinga dalam hampir

seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi setelah 10 minggu

serangan akut.Jaringan granulasi secara bertahap berubah

menjadi jaringan ikat dengan permulaan


25

kalsifikasi.Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh

ruangan-ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa

tahun.Tes kalori tidak menimbulkan respons di sisi yang sakit.

4. Terapi

Terapi lokal ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin ada.

Drainase labirin dilakukan apabila terdapat suatu fokus infeksi

di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigai

menyebar ke struktur intrakranial dan tidak memberi respons

terhadap terapi antibiotika

3. Labirinitis Toksin

Labirinitis toksik dapat disebabkan oleh keracunan zat-zat

toksik seperti arsen, zink, kuinin dan pemakaian obat antibiotik

yang ototoksik seperti streptomicin, aminoglikosida, dan

dihydrostreptomicin. Gejala yang timbul seperti vertigo, tinitus dan

tuli (Boston, 2017).

G. Manifestasi Klinis

1. Vertigo ( perubahan posisi )

2. Penurunan fungsi pendengaran secara tiba- tiba tipe koklear

3. Gangguan Keseimbangan
26

4. Nistagmus spontan

5. Tinitus

6. Otorrhea

7. Mual, Muntah

8. Demam

9. Flu like sindrome

Gejala klinis mula-mula hanya terdapat gangguan keseimbangan dan

tuli saraf ringan. Pada keadaan yang lebih lanjut terdapat vertigo yang

berat yang disertai nausea, dan muntah, dan terdapat nistagmus horizontal

(Boston, 2017).

H. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Pada penderita labirinitis perlu ditanyakan mengenai

penyebab vertigo atau gangguan pendengaran pasien melalui

gejala, riwayat medis masa lalu, dan dan riwayat obat-obatan.

Gejala yang perlu ditanyakan sebagai berikut:

a. Vertigo : Waktu dan durasi, hubungan dengan gerakan,

posisi kepala, dan karakteristik lainnya

b. Penurunan pendengaran: unilateral atau bilateral, ringan

atau dalam, durasi, dan karakteristik lainnya


27

c. Rasa penuh ditelinga

d. Tinnitus

e. Otorea

f. Otalgia

g. Mual atau muntah

h. Demam

i. Kelemahan wajah atau asimetri

j. Nyeri leher / kekakuan

k. Gejala infeksi saluran pernafasan atas

l. Perubahan visual

Riwayat medis pasien yang perlu ditanyakan:

a. Episode pusing atau gangguan pendengaran

b. Infeksi/ kontak dengan orang yang sakit

c. Operasi telinga

d. Hipertensi / hipotensi

e. Diabetes

f. Migrain

g. Trauma (kepala atau tulang belakang leher)

h. Riwayat keluarga gangguan pendengaran atau penyakit

telinga
28

Riwayat pengobatan pasien juga harus diperhitungkan. Tanyakan

riwayat penggunaan obat berikut:

a. Aminoglikosida dan obat-obatan ototoxic lainnya

b. Beta-blocker dan antihipertensi lainnya

c. Obat penenang, termasuk benzodiazepin

d. Antiepilepsi

e. Alkohol

f. Obat-obatan terlarang

2. Pemeriksaan THT

Pemeriksaan Otologik

a. Melakukan pemeriksaan eksternal untuk tanda-tanda

mastoiditis, selulitis.

b. Memeriksa telinga kanal otitis externa, otorrhea, atau

vesikel.

c. Pemeriksaan telinga menyeluruh dengan otoscope

atau mikroskop memungkinkan diagnosis otitis media dan

cholesteatoma. Apabila ditemukan otorrhoea (telinga

discharge) harus menentukan akut atau kronis otitis media

dengan mukus membran.


29

d. Pasien yang datang dengan kesulitan berjalan

biasanya telah mendapatkan serangan akut, dengan didapatkan

nistagmus (gerakan bolak – balik bola mata yang involunter)

(+).

e. Pada tes romberg dan tes keseimbangan lainnya

(disdiadokinesis, tes jalan ditempat, tes nylan barani), biasanya

pasien tidak dapat berjalan lurus atau tidak mampu

mempertahankan posisi seimbang dalam jangka waktu yang

ditentukan.

f. Pada tes fistula dengan menekan tragus atau

memompa balon Siegel maka penderita akan merasa pusing

atau rasa berputar, kadang- kadang dengan pemberian obat

tetes telinga akan menimbulkan keluhan vertigo.

g. Tes menggunakan garpu tala untuk mengetahui

kualitas pendengaran (tes rinne, tes weber, tes schwabach)

untuk membedakan tuli konduktif, tuli sensorineural dan Tes

berbisik untuk mengetahui kuantitas pendengaran. Pada tes

garpu tala maka akan di dapatkan tuli saraf.


30

h. Harus tidak ada bukti defisit neurologis lain seperti

kelemahan ekstremitas atas atau ekstremitas bawah, kelemahan

pada wajah.

i. Fungsi cerebellar harus diperiksa oleh meminta

pasien untuk melakukan tunjuk jari untuk hidung, tumit - tumit,

dan gerakan cepat bolak-balik (Boston, 2017).

3. Tes Lain

a. Audiometry

Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa

jenis dan tingkat keparahan pendengaran dan juga

menentukan kira- kira organ yang berpengaruh terhadap

gangguan. Kehilangan Pendengaran dalam kasus ini

adalah jenis sensorineural. Namun, pasien dengan

kelaianan malformasi telinga dalam (yaitu, perbesaran

vestibular aqueduct) mungkin akan mempunyai gejala

klinis yang sama. Pengujian vestibular dengan

electronystagmography, test rotary kursi, dan

membangkitkan vestibular potensi myogenic tidak

ditunjukkan dalam pengaturan akut. Namun, tes ini dapat

memberikan informasi tambahan pada kompensasi


31

vestibular dan lesi, pengujian setelah pasien telah pulih

dari tahap akut labirintritis .

b . Pengujian Vestibular

Tes kalori dan electronystagmogram dapat membantu

dalam mendiagnosa kasus-kasus sulit dan mendirikan prognosis

untuk pemulihan. Orang dengan labirintritis virus memiliki

nistagmus dengan respon kalori vestibular hipofungsi. Orang

dengan suppurative labirintritis (bakteri) memiliki nistagmus dan

respons kalori absen di sisi yang terpengaruh. Orang dengan

serous labirintritis (bakteri) biasanya memiliki hasil

electronystagmogram yang normal, tetapi mereka mungkin

memiliki penurunan respons kalori di telinga. Namun, kehadiran

efusi telinga tengah dapat meredam respon kalori dan

menyebabkan menemukan positif palsu (Gulya,1993).

I. Diferensial Diagnosis

1. Benign paroxysmal positional vertigo

2. Vestibular neuritis

3. Meniére disease

4. Perilymph fistula (Boston, 2017)


32

J. Penatalaksanaan

Terapi lokal harus ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin ada.

Pemberian antibiotik jika labyrinthitis disebabkan oleh infeksi bakteri.

Beberapa obat antivirus mungkin berguna jika kondisi ini disebabkan oleh

infeksi virus. obat-obatan antiemetik dan obat penenang atau hypnotics

membantu mengontrol gejala dan membantu agar pasien tetap tenang

selama serangan Vertigo berlangsung. Antihistamin dapat diberikan jika

kondisi berhubungan dengan alergi. Obat yang menghambat aksi sistem

saraf simpatik (anticholinergics) juga dapat diberikan. Individu mungkin

perlu istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, Cukup minum dan

membatasi sedikit aktivitas fisik yang berat untuk mempertahankan hidrasi

dan mencegah timbulnya keluhan vertigo (Soepardi, 2007)

Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak di indikasikan,

kecuali suatu fokus di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau

dicurigai menyebar ke struktur intrakaranial dan tidak memberi respons

terhadap terapi antibiotika. Bila ada indikasi dapat dilakukan

mastoidektomi. Bila dicurigai ada fokus infeksi dilabirin atau di os

petrosus, dapat dilakukan drainase labirin dengan salah satu operasi

labirin. Setiap sekuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari

terjadinya trauma N VII. Bila saraf fasial lumpuh, maka harus dilakukan
33

dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal,

maka harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi.Jika

kehilangan pendengaran secara permanen maka alat bantu dengar akan

bermanfaat (Soepardi, 2007).

K. Pencegahan

1. Menghindari paparan alergen

2. Menghindari paparan asap rokok (tidak merokok)

3. Menghindari konsumsi alkohol secara berlebihan

4. Mengindari taruma kepala atau telinga yang

menyebabkan kerusakan pada telinga dalam

5. Hindari makanan yang diproses setengah matang

6. Hindari dan lebih berhati - hati infeksi saluran nafas atas

dan sinusitis yang berulang- ulang


34

BAB III

KESIMPULAN
Labirintitis adalah infeksi pada telinga dalam ( labirin ) yang disebabkan

oleh bakteri atau virus. Labirintitis merupakan komplikasi intratemporal yang

paling sering dari radang telinga tengah. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian

labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli

saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta)

menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh

karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Ada beberapa klasifikasi dari

labirinitis yaitu labirinitis virus, labirinitis bakteri, dan labirinitis toksin. Bentuk

labirinitis bakteri, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis

serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta.

Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan

labirinitis supuratif kronik difus. Gejala klinis yaitu ganguan vestibular, vertigo,

nistagmus, mual, muntah serta ganguan fungsi pendengaran sensorineural. Terapi

lokal harus ditujukan keseiap infeksi yang mungkin ada. Drainase bedah atau

eksenterasi labirin tidak di indikasikan, kecuali suatu fokus di labirin atau daerah

perilabirin telah menjalar atau dicurigsi menyebar ke struktur intrakaranial dan

tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika. Bila ada indikasi dapat

dilakukan mastoidektomi. Terapi dilakukan secara pengawasan yang ketat dan


35

terus menerus untuk mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan

vestibulokoklea yang permanen (Soepardi, 2007).


36
37

DAFTAR PUSTAKA

Bhatt, R. A. (2016, June 17). Ear Anatomy: Overview, Embryology, and Gross
Anatomy. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#a2

Boston ME, Strasnick B, Egan RA, Gionali GJ, Hoffer ME, Steinberg AR et al.
Labyrinthitis: Agust 2015; p.1-3. Diakses pada 19 September 2016. Dari:
http://emedicine.medscape.com/article/856215-overview#showall.

Davies, K. (2018, April 3). The Inner Ear - Bony Labyrinth - Membranous
Labyrinth - TeachMeAnatomy. Retrieved from TeachMeAnatomy:
http://teachmeanatomy.info/head/organs/ear/inner-ear/

Efianty A.S,Nurbaiti I,Jenny B,Ratna D.R: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT,Edisi
6:FKUI;2007.hal118-137

Gulya AJ. Infections of the labyrinth. In: Bailey BJ, Johnson JT, Pillsbury HC,
Tardy ME, Kohut RI, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Vol 2.
Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 1993 available at https://profreg.medscape.com
(Accessed Augustus 16, 2010.)

Jones, O. (2017, December 22). The Middle Ear - Parts - Bones - Muscles -
TeachMeAnatomy. Retrieved from TeachMeAnatomy:
teachmeanatomy.info/head/organs/ear/middle-ear/

Jones, O. (2018, March 29). The External Ear - Structure - Function - Innervation
- TeachMeAnatomy. Retrieved from TeachMeAnatomy:
http://teachmeanatomy.info/head/organs/ear/external-ear/

Snell RS. Telinga dalam atau labyrinthus. Dalam: Anatomi Klinik. Edisi Keenam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2006. Hlm.7
38

Anda mungkin juga menyukai