Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kota Makassar tidak hanya identik dengan pahlawan nasionalnya Sultan Hasanuddin.
Namun, di Kota Anging Mammiri ini juga telah menjadi tempat gugurnya Pangeran
Diponegoro, yang wafat di Makassar, 8 Januari 1855 silam. Lokasi kompleks makam Pangeran
Diponegoro dan keluarganya ini terletak di pusat kota Makassar, yakni di dekat pusat
perbelanjaan Pasar Sentral Makassar. Nama Pangeran Diponegoro diabadikan menjadi nama
jalan di depan makam sejak tahun 1970-an, yang sebelumnya bernama Jalan Maccini Ayo, di
daerah Kampung Melayu, Kota Makassar.

Gambar 1. Makam Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro


(Nampak dari luar)
Gambar 2. Makam pahlawan nasional pangeran diponegoro
(Nampak dari dalam)

Makam ini menjadi salah satu jejak dari sekian usaha yang gagal untuk mengusir
kolonial Belanda dari tanah air. Berbeda dengan umumnya makam keluarga keraton, makam
ini berada di pinggir jalan yang sangat ramai, jauh dari ketenangan. Untuk menuju makam
Pangeran Diponegoro, bisa menggunakan jalur Angkutan Kota Pete-pete jurusan Pasar Sentral.
Dari Bandara Sultan Hasanuddin jaraknya sekitar 17 kilometer jika ditempuh lewat jalan tol
atau sekitar 24 kilometer jika ditempuh lewat jalur Sudiang-Daya-Tamalanrea.
Pangeran Diponegoro memimpin Perang Jawa atau Perang Diponegoro melawan
Belanda yang berlangsung tahun 1825-1830. Ini merupakan salah satu perang terbesar dan
terlama serta menimbulkan kerugian sangat besar bagi Belanda. Dalam perang ini Belanda
mengalami kerugian finansial 20 juta gulden dan 15.000 tentaranya tewas.
Di awal perang, Pangeran Diponegoro membuat markas di Goa Selarong dan
menyatakan perang sabil melawan kaum kafir yang membawa pengaruh luas hingga Pacitan
dan Kedu. Kyai Mojo pun ikut bergabung di Goa Selarong, dan dukungan juga datang dari
Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya, Bupati Gagatan. Persiapan sebelum
perang meletus dilakukan di Krendhowahono bersama Pakubuwono VI. Perang terbuka ini
melibatkan pasukan infantri, kavaleri dan artileri, serta telik sandi dalam penyusunan stategi.
Pada puncaknya, Belanda mengerahkan 23.000 serdadu lebih dalam perang pertama di
Nusantara yang melibatkan semua metode perang modern ini.
Pangeran Diponegoro dijebak secara licik dalam perundingan dan ditangkap Belanda
pada 28 Maret 1828 di Magelang, dan dibawa ke Ungaran. Selanjutnya ia dipindahkan ke
penjara Semarang, lalu dibawa lagi ke Batavia dengan kapal Pollux pada 5 April untuk
ditempatkan di penjara bawah tanah di Stadhuis (sekarang Museum Fatahillah Jakarta).
Pada 3 Mei 1830 ia dibawa ke Manado dengan kapal Pollux. Bersamanya berangkat
Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipasana dan istri, Mertaleksana, Banteng Wereng,
Nyai Sotaruna, dan sejumlah pengikut setianya. Pangeran Diponegoro akhirnya dibawa ke
Makassar dan dipenjara di Benteng Rotterdam sejak 1834 sampai ia wafat pada 8 Januari 1855.
Perjuangan Pangeran Diponegoro dibantu sejumlah puteranya, termasuk diantaranya
adalah KPH Diponegoro II (Diponegoro Anom, RM Muhammad Ngarip) yang berjuang
melawan Belanda di daerah Bagelen ke barat hingga wilayah Banyumas. Salah satu putera
Diponegoro II adalah RM Ali Dipawangsa yang dimakamkan di Kedung Paruk, Banyumas.
Kabarnya ada beberapa kali usaha untuk memindahkan Makam Pangeran Diponegoro
ke Jawa, atau ke tempat lain yang lebih baik, namun ditentang pemerintah setempat, dengan
alasan Diponegoro telah menjadi simbol nasional, bukan pahlawan Jawa saja, dan untuk
melestarikan riwayatnya yang menghabiskan 21 tahun masa hidupnya di Makassar.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mengidentifikasi mengenai keberadaan Makam Diponegoro?
2. Permasalahan apa saja yang ada di wilayah tempat Makam Diponegoro terletak?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana identifikasi mengenai keberadaan Makam Diponegoro
2. Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang ada di wilayah tempat Makam Diponegoro
terletak

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dari masalah tersebut, dan
sistematika penulisan
BAB II KETENTUAN UMUM
Pada tahap ini akan dibahas teori-teori yang ada kaitannya dengan permasalah yang
diangkat pada BAB sebelumnya
BAB III ANALISIS
Dalam BAB ini akan dijelaskan analisis apasaja yang akan digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang menunjang laporan ini
BAB II

KETENTUAN UMUM

A. Istilah dan Definisi

Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan didalam rencana
tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
7. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
8. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
9. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
10. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
12. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
13. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
14. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan adalah rencana pemanfaatan ruang wilayah
kecamatan secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam
rangka pelaksanaan program-program pembangunan kecamatan.
16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
17. Wilayah Perencanaan adalah wilayah yang diarahkan pemanfaatan ruangnya sesuai dengan
masing-masing jenis rencana tata ruang.
18. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
20. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
21. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan.
22. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. beserta prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
23. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
24. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
25. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
26. Lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.Kawasan
Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
27. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
28. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
29. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan
Tahun kanal Tahun saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
30. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis yang tidak boleh
dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana ruang
kabupaten.
31. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disingkat GSJ adalah garis rencana jalan yang
ditetapkan dalam rencana ruang kabupaten.
32. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka perbandingan jumlah luas lantai dasar
terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana daerah.
33. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai
terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana daerah.
34. Peruntukkan adalah bagian dari unit lingkungan yang mempunyai peruntukan pemanfaatan
ruang tertentu yang dibatasi oleh jaringan pergerakan dan atau jaringan utilitas.
35. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman
daerah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang meliputi jalan, saluran air minum,
saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik, dan
telekomunikasi.
36. Sarana adalah kelengkapan kawasan permukiman daerah yang berupa fasilitas pendidikan,
kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan,
rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.
37. Fasilitas Lingkungan atau juga disebut Sarana Lingkungan adalah sarana penunjang yang
berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
38. Utilitas Umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
39. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau permasalahan
yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan perencanaan dan
pengembangan kawasan.
40. Konservasi Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk mengawetkan, melindungi,
mengamankan, mempertahankan, melestarikan, dan mengupayakan keberlanjutan
keberadaan sumber daya air yang serasi, seimbang, selaras dan berguna sepanjang masa.
41. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan tata ruang.
42. Peraturan zonasi adalah peraturan yang mengatur pemanfaatan ruang demi tercapainya
pola ruang dan mengurangi resiko penyimpangan pemanfaatan ruang yang ditetapkan
dalam rencana pola ruang.
43. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
44. Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau
hidrologis (misalnya, gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau
gelombang pasang, banjir atau kekeringan) yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau
kerugian.
45. Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan
kapasitas untuk mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan
memulihkan diri dari dampak bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan,
ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
46. Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan
dampak pada komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan
korban yang besar, serta membuat kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat
berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.
47. Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di
suatu tempat tertentu, sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat
kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur-unsur tersebut.
48. Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya,
perencanaan penggunaan lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk
meminimalkan dampak merugikan dari kejadian bahaya alam yang potensial timbul.
49. Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum
terjadinya bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan
adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka
terancam dan untuk memastikan respons yang efektif (misalnya dengan menumpuk bahan
pangan).

B. Kedudukan RDTR Dan Peraturan Zonasi


RDTR adalah Rencana yang menjadi pedoman penataan ruang ditingkat
operasional. Dengan adanya RDTR, diharapkan pemanfaatan ruang dapat ditata secara
detail. Jika RDTR adalah pedoman yang berisi rencana dan tata cara pemanfaatan ruang,
peraturan zonasi adalah pedoman tata cara pemanfaatan ruang dan pengendaliannya.
Secara hirarkis, kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dapat dilihat
pada gambar berikut:
Rencana Pembangunan Rencana umum Tata Rencana Rinci Tata
Ruang Ruang
RPJP Nasional RTRW Nasional
RTR Kepulauan
RTR Kawasan
RPJM Nasional Strategis Nasional

RTR Kawasan
Strategis Provinsi
RPJP Provinsi RTRW
Provinsi Sulawesi Selatan RDTR BWP Karebosi
RTR Kawasan
RPJP Kabupaten/Kota Strategis
RTRW Kota Makassar

RPJM Kabupaten/Kota RDTR Kota


RTRW Kota
RTR Kawasan Strategis Kota

C. Fungsi dan Manfaat Perencanaan dan Peraturan Zonasi


1. RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:
a) Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;
b) Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan
ruang yang diatur dalam RTRW;
c) Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
d) Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
e) Acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2. RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:


a) Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan
lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;
b) Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
c) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan
fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
d) Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program
pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat
BWP atau Sub-BWP.
D. Kriteria Lingkup Wilayah Perencanaan dan Peraturan Zonasi
Dalam melakukan pekerjaan penyusunan perencanaan dan peraturan zonasi, diperlukan
kriteria-kriteria khusus yang harus dimiliki wilayah perencanaan.Kriteria tersebut dapat berupa
beberapa ataupun salah satu dari hal berikut ini:
1. RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian peta
belum mencapai 1:5.000.
2. RTRW kab/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun
RDTR-nya

Setiap BWP terdiri atas Sub BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1. Morfologi BWP;

2. Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP; dan

3. Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan BWP dengan memperhatikan rencana
struktur ruang dalam RTRW.

Lingkup wilayah perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi yang disusun mencakup:
1. Wilayah administrasi yaitu BWP;

2. Pendetailan lebih mikro di dalam Sub-Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Prioritas.

Pembagian sub BWP dilakukan berdasarkan jangkauan pelayanan fasilitas, sarana dan
prasarana serta penempatan fungsi dan tema spesifik masing-masing Sub BWP. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan pembagian fungsi ruang yang serasi dan selaras dan dalam
kaitannya dengan BWP Karebosi, memelihara struktur permukiman setempat yang sudah ada.
Sub BWP yang telah dibagi ada 3 yaitu:
a) Sub BWP I
Sub BWP II merupakan kawasan RTH Karebosi dan sebagian wilayah merupakan
kawasan perdagangan dan jasa. Sub BWP I memiliki kesamaan fungsi ruang yaitu sebagai
Ruang Terbuka Hijau.
b) Sub BWP II
Sub BWP II memiliki karakteristik berupa kawasan yang didominasi oleh fungsi kawasan
pendidikan. Sub BWP II memiliki Fungsi sebagai kawasan pendukung kegiatan perkotaan.
c) Sub BWP III
Sub BWP III terdiri atas fungsi kawasan jasa dan sebagian memiliki karakteristik berupa
permukiman. Sub BWP ini ditetapkan sebagai kawasan Jasa (perhotelan) karena
karakteristiknya lebih cenderung ke Kawasan Jasa.

d) Sub BWP IV

Sub BWP IV mayoritasnya merupakan kawasan perdagangan dan perkantoran. Akan tetapi
lebih cenderung kepada fungsi kawasan perdagangan.

e) Sub BWP V

Sub BWP V memiliki kesamaan fungsi kawasan berupa kawasan Sosial Budaya.
BAB III

Rona Awal Kawasan

A. Tinjauan Umum Kecamatan Wajo


1. Gambaran Umum Wilayah
Kecamatan Wajo adalah salah satu kecamatan dari 14 kecamatan di Kota Makassar.
Kecamatan Wajo terdiri dari 8 kelurahan dengan luas wilayah 1,99 km2 dari luas wilayah
tersebut tercatat, Kelurahan Malimongan dan malimongan Tua memiliki wilayah terluas yaitu
0,41 km², dan wilayah terluas kedua adalah Kelurahan Mampu dengan luas wilayah 0,40 km²,
sedangkan yang paling terkecil luas wilayahnya adalah Kelurahan Melayu yaitu 0,6 km².
Sebanyak 5 kelurahan di Kecamatan Wajo merupakan daerah pantai yaitu kelurahan
Pattunuaang, Kelurahan Ende, Kelurahan Melayu Baru, Kelurahan Butung, dan Kelurahan
Mampu serta 3 kelurahan lainnya merupakan daerah bukan pantai yakni Kelurahan Melayu,
Kelurahan Malimongan, dan Kelurahan Malimongan Tua. Adapun Kondisi Topografi
Kecamatan Wajo terletak pada ketinggian 1-3 mdpl, memiliki jenis tanah Andosol, Latosol,
Mediteran dan Regosol.
Wilayah Kecamatan ini terdiri dari kawasan kawasan budidaya non-hutan dan pemukiman.
Pusat perkotaan atau aktivitas perdagangan dan jasa merupakan yang paling dominan di
kecamatan ujung pandang, seperti pusat perbelanjaan, perhotelan dan aktivitas pendukung
lainnya. Penggunaan lahan di Kecamatan Wajo didominasi oleh penggunaan lahan untuk
pemukiman, perdagangan dan jasa, dan adapun pendukung penggunaan lahan lainnya seperti
lahan pendidikan.

2. Letak Geografis Wilayah


Kecamatan Wajo secara geografis terletak antara 507’45”BT dan 119023’40”LS.
Berdasarkan letaknya Kecamatan Wajo berbatasan dengan beberapa wilayah kecamatan di
Kota Makassar, yaitu sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Kecamatanan Ujung Tanah
 Sebelah Selatan : Kecamatan Ujung Pandang
 Sebelah Barat : Selat Makassar
 Sebelah Timur : Kecamatan Bontoala
Untuk lebh jelasnya dapat dilihat pada uraian table 3.1 dan diagram Administrasi Kelurahan
Melayu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Luas Kecamatan Wajo Menurut Kecamatan


No Kecamatan Luas Wilayah Persentase
(Km2) (%)
1. Pattunuan 0,21 10,55
2. Ende 0,16 8,04
3. Melayu Baru 0,07 3,52
4. Melayu 0,06 3,02
5. Butung 0.27 13,57
6. Mampu 0,40 20,10
7. Malimongan 0,41 20,60
8. Malimongan Tua 0,41 20,60
Jumlah 1,99 100
Sumber :BPS Kota Makassar

Berdasarkan data dari tabel 3.1 Luas total Kecamatan Wajo yaitu 1,99 km². Kelurahan
Malimongan dan Malimongan Tua yang memiliki luas terbesar yakni 0,41 km2 atau 20,60 %
dari luas seluruh wilayah Kecamatan Wajo. Sedangkan kelurahan yang memiliki luas terkecil
yaitu Kelurahan Melayu dengan luas 0,06 km2 atau 3,02% dari luas Kecamatan Wajo.

Pemerintah berupaya memperkkuat peran RT dan RW serta mempertajam partisipasi


masyarakat sebagai penggerak dan agen pembangunan, informasi mauoun pemberdayaan
ekonomi rakya. RT dan RW adalah lembaga yang dibentuk sebagai perpanjangan tangan
pemerintah di level masyarakat yang paling dasar. Mereka langsung bersentuhan dengan
masyarakat dan berada di tengah masyarakat secara langsung. Jumlah RT dan TW di
Kecamatan Wajo adalah masing-masing 172 RT dan 45 RW.
Table 3.2 Jumlah RT Dan RW Di Kecamatan Wajo Tahun 2015
No. Kelurahan TR RW
1 Pattunuan 19 6
2 Ende 16 5
3 Melayu Baru 18 4
4 Melayu 30 8
5 Butung 14 4
6 Mampu 19 6
7 Malimongan 27 6
8 Malimongan Tua 29 6
Jumlah 172 45

Kelurahan Melayu merupakan salah satu dari 8 kelurahan di Kecamatan Wajo. Kelurahan
Melayu terdiri atas 30 RT dan 8 RW. Status Kelurahan Melayu merupakan daerah perkotaan dan
bukan pantai. Status Kelurahan Melayu yang merupakan kota dipengaruhi oleh fungsi dan
karakteristik kawasan sebagai kawasan perdagangan dan jasa terpadu. Luas Kelurahan Wajo yaitu
0,21 km2 dengan ketinggian dari permukaan laut <500 mdpl.
BAB IV
ANALISIS PERENCANAAN

A. Analisis ekologi

Analisis ekologi selain pada interaksi organisme dengan lingkungan, tetapi juga dikaitkan
dengan fenomena yang ada dan juga perilaku manusia. Karena pada dasarnya lingkungan geografi
mempunyai dua sisi, yaitu perilaku dan fenomena lingkungan. Sisi perilaku mencakup dua aspek,
yaitu pengembangan gagasan dan kesadaran lingkungan. Interelasi keduanya inilah yang menjadi
ciri khas pendekatan ini. Analisis ekologi mengenai Kawasan makam diponegoro dapat diawali
dengan tindakan sebagai berikut.
 Identifikasi kondisi fisik lokasi.
 Identifikasi sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola di lokasi tersebut.
 Identifikasi lokasi yang ada kaitannya dengan alih fungsi lahan.
 Menganalisis hubungan antara penggunaan lahan makam diponegoro dan dampak yang
ditimbulkannya hingga menyebabkan permasalahan.

B. Analisis Fungsi Kawasan

Lahan adalah Bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan
fisik (iklim, topografi, hidrologi, bahkan keadaan fegetasi alami) yang semuanya secara potensial
akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Perwujudan RTRW Makassar pada dasarnya
dilakukan dalam berbagai program pemanfaatan ruang ataupelaksanaan pembangunan sesuai
dengan arahan rencana. Untuk menyusun program-program pembangunan kota sesuai dengan
arahan rencana, maka diperlukan suatu indikasi program pembangunan yang diturunkan dari
berbagai komponen RTR (Rencana Tata Ruang) yang lebih rinci. Didalamnya tercakup program-
program pembangunan yang bersifat indikatif, tahapan pelaksanaan, lokasi kegiatan serta institusi
pelaksanaannya.

Dalam perumusan indikasi program penataan ruang wilayah Kota Makassar ini
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
 Adanya komponen-komponen RTRW Kota yang perwujudannya membutuhkan
implementasi secara langsungdalam bentuk program-program pembangunan fisik
(rencana pemanfaatan ruang, rencana pengembangan saranaprasarana,dan rencana
pengembangan kawasan prioritas);
 Adanya kebutuhan untuk melakukan prioritisasi dalam pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan tahapanpembangunan di daerah;
 Adanya kebutuhan pembiayaan atau sumber dana yang berbeda serta perlunya
dukungan kelembagaan untukmelaksanakan program pembangunan.
Program-program yang akan disusun tersebut pada dasarnya masih bersifat indikatif dan
diharapkan menjadi suatu indikator didalam penyusunan program pembangunan sektoral oleh
instansi untuk jangka menengah. Susunan program pembangunan sektoral tersebut, tidak dapat
terlepas dari kebijaksanaan bangunan yang telah digariskan didalam rencana pembangunan jangka
menengah dan panjang (RPJM dan RPJP).
Fungsi kawasan terbagi menjadi tiga yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga, dan
kawasan budidaya.

UU RI No. 26 2007 dalam Muryono (2008 : 8) menyebutkan bahwa “Kawasan lindung


adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan”. Fungsi utama kawasan lindung adalah
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. (Nugraha, dkk
2006) dalam Muryono (2008: 8). Berdasarkan fungsinya tersebut maka penggunaan lahan yang
diperbolehkan adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang
melakukan penebangan vegetasi hutan. (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono (2008 :8).

Kawasan penyangga adalah kawasan yang ditetapkan untuk menopang keberadaan kawasan
lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga. (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono (2008 :
8). Kawasan penyangga ini merupakan batas antara kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya buatan. (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono (2008 : 9). Kawasan budidaya
dibedakan menjadi kawasan budidaya tanaman tahunan dan kawasan budidaya tanaman semusim.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan
merupakan pemintakatan lahan berdasarkan karakteristik fisiknya berupa lereng, jenis tanah dan
curah hujan harian rata-rata menjadi kawasan lindung, penyangga, budidaya tanaman tahunan dan
budidaya tanaman semusim, dimana setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik.
Berikut ini adalah kriteria yang digunakan Balai Rehabilitasi Lahan dan

Konservasi Tanah (BRLKT), Departemen Kehutanan untuk menentukan status kawasan


berdasarkan fungsinya :

a. Kawasan Fungsi Lindung

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya sama dengan atau lebih besar
dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :

1) Mempunyai kemiringan lereng lebih > 45 %


2) Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol,
litosol, organosol,dan renzina) dan mempunyai kemiringan lereng > 15%
3) Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur
sungai
4) Merupakan pelindung mataair, yaitu 200 meter dari pusat mataair.
5) Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000 meter diatas permukaan laut.

Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. Dalam
menetapkan kawasan lindung selain ditetapkan berdasarkan karakteristik lahannya, dapat juga
ditetapkan berdasarkan nilai kepentingan obyek, dimana setiap orang dilarang melakukan
penebangan hutan dan mengganggu serta merubah fungsinya sampai pada radius atau jarak
yangtelah ditentukan. Kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan keadaan tersebut di atas
disebut sebagai kawasan lindung setempat. Kawasan lindung setempat yang dimaksud adalah :

1) Sempadan Sungai yaitu kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32
Tahun 1990 ditetapkan bahwa sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan
kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri anak sungai yang berada di luar permukiman.
Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
2) Kawasan sekitar mataair yaitu kawasan disekeliling mataair yangmempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi utama air. Berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian Nomo 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan bahwa pelindung mataair
ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mataair.
3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yaitu tempat serta ruang disekitar bangunan
bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang
mempunyai nilai tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. (Keputusan Presiden No.
32 tahun 1990). Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi budaya
kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeolog dan monumen
nasional dan keanekaragaman bentukan geologi yang berguma untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun
manusia.
b. Kawasan Fungsi Penyangga

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya antara 125-174 serta
memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya.


2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
3) Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai
kawasan penyangga.
c. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya < 124 serta sesuai untuk
dikembangkan usaha tani tanaman tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria
umum untuk kawasan penyangga.

d. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman

Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan serta
terletak di tanah milik, tanah adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha tani
tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas, untuk kawasan permukiman harus
berada pada lahan yang memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8%.
C. Analisis Tumbuh Kembang Kawasan

Adapun analisis tumbuh kembang wawasan dapat dilihat dari kemampuan tumbuh dan
berkembangnya wilayah perencanaan:

1. Penilaian struktur pemanfaatan ruang


2. Penilaian struktur utama tingkat pelayanan
3. Penilaian sistem utama transporasi dan prasarana lainnya
E. Analisis Fungsi Ruang
F. Analisis Sistem Jaringan Transportasi
G. Analisis Fungsi Lahan
H. Analisis Sarana
I. Analisis Utilitas Umum
1. Prinsip Analisa
Analisis pengembangan jaringan utilitas sesuai dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan, termasuk sistem makronya. Meneliti kemungkinan dimensi, lokasi,
pemanfaatan ruang jalan sebagai jalur distribusi, dengan mempertimbangkan topografi,
volume, debit, lokasi/lingkungan perencanaan, tingkat pelayanan, dsb.
2. Komponen Analisa
a. Air Minum:
1) Tujuan; mengatur dan menentukan kebutuhan jaringan dan fasilitas air minum,
menurut blok dan sub blok permukiman, sehingga tercipta ruang ekonomis, sehat,
dan produktif.
2) Komponen analisa :
a) Sistem pelayanan, yaitu :
 Sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM;
 Air tanah terutama melalui sumur dangkal dan sumur pompa dangkal.
b) Komponen analisis:
 Kebutuhan air domistik;
 Kebutuhan non domistik;
 Pelayanan perkotaan dan perdesaan;
 Sistem pelayanan yang tersedia.
b. Drainase
1) Tujuan; pemenuhan kebutuhan untuk mengalirkan air permukaan ke badan air
penerima atau bendungan resapan buatan, agar terhindar pengikisan aliran hujan
terhadap badan jalan dan genangan air hujan pada kawasan tertentu
2) Komponen analisis:
a) Kebutuhan pengendalian banjir dan genangan;
b) Sistem jaringan makro dan jaringan distribusi;
c) Volume air hujan dan debit aliran;
d) Kondisi dan kapasitas saluran yang tersedia.

c. Air limbah
1) Tujuan; pemenuhan kebutuhan untuk mengalirkan air limbah domistik yang
berasal dari perumahan dan non perumahan.
2) Komponen analisis:
a) Sistem jaringan : kebutuhan pengendalian air limbah rumah tangga dan non
rumah tangga;
b) Sistem pengelolaan : Individual, dan komunal;
c) Volume air imbah dan debit aliran;
d) Sistem pengolahan dan pengangkutan.

d. Persampahan
1) Tujuan; pemenuhan kebutuhan untuk pembuangan limbah non B3 yang berasal dari
perumahan dan non perumahan.
2) Komponen analisis:
a) Sistem jaringan dan pengolahan : bak sampah, TPS, dan TPA;
b) Skala penanganan: skala individu, skala lingkungan, dan skala daerah;
c) Volume dan sumber sampah : perumahan, fasilitas komersial, fasilitas umum,
dan fasilitas sosial.
e. Kelistrikan
1) Tujuan; pemenuhan kebutuhan penerangan melalui sistem pelayanan jaringan, dan
komponen prasarana kelistrikan.
2) Komponen analisis:
a) Skala pelayanan: domistik dan non domistik;
b) Sistem pelayanan : perkotaan dan perdesaan;
c) Sistem jaringan : gardu induk, saluran udara ( SUTT, SUTM, SUTR), gardu
tiang dan sambungan rumah;
d) Penataan ruang bawah jaringan.

f. Telekomunikasi
1) Tujuan; pemenuhan kebutuhan telekomunikasi melalui sistem pelayanan jaringan
telepon, dan komponen prasarana telepon.
2) Komponen analisis:
a) Skala pelayanan:
 Sambungan telepon rumah tangga;
 Sambungan telepon non rumah tangga;
 Sambungan telepon umum.
b) Sistem jaringan :
 STO dan rumah kabel;
 Penataan sistem jaringan.

g. Gas
1) Tujuan; kebutuhan penataan ruang jaringan gas dan pemenuhan pelayanan jaringan
gas, untuk keamanaan instalasi dan masyarakat sekitar.
2) Komponen analisis:
a) Sistem jaringan:
 Jaringan utama
 Jaringan distribusi
b) Sistem pelayanan:
 Industri
 Komersial

J. Analisis Amplop Ruang


1. Prinsip Analisa
Terciptanya ruang yang akomodatif terhadap berbagai jenis kegiatan yang direncanakan,
dalam mewujudkan keserasian dan keasrian lingkungan, dengan menetapkan intensitas
pemanfaatan lahan didalam kawasan (image arsitektur, selubung bangunan, KDB, KLB, KDH,
KDNH).
2. Komponen Analisa :
a. Intensitas pemanfaatan ruang
1) Tujuan : Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang
diperbolehkan berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk.
2) Komponen analisis:
a) Koefisien Lantai Bangunan (KDB),
b) Prosentase berdasarkan perbandingan antara seluruh luas lantai dasar bangunan
gedung dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan.
c) Koeffisien Lantai Bangunan (KLB), adalah angka perbandingan antara jumlah
seluruh luas lantai seluruh bangunan gedung terhadap luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan, dengan indikator analisis :
 harga lahan;
 ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan);
 dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan;
 ekonomi dan pembiayaan.
d) Koeffisien Dasar Hijau (KDH), adalah angka prosentase perbandingan antara
luas ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dengan luas tanah daerah perencanaan, dengan
indikator analisis :
 tingkat pengisian/peresapan air (water recharge);
 besar pengaliran air (kapasitas drainase);
 rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dll).
e) Koeffisien Tapak Basement (KTB)
Penetapan besar KTB maksimum didasarkan pada batas KDH minimum yang
ditetapkan.
Contoh : bila KDH minimum = 25%, maka KTB maksimum = 75%
 Koeffisien Wilayah Terbangun (KWT)
Prinsip penetapan KWT sama dengan penetapan KTB, tetapi dalam unit blok
peruntukan atau tapak (bukan dalam unit persil).
 Kepadatan Bangunan dan Penduduk
Adalah angka prosentase perbandingan antara jumlah bangunan dengan luas
tanah perpetakan/ daerah perencanaan.
Catatan:
Kepadatan penduduk = kepadatan bangunan/ha x besar keluarga rata-rata
Standar atau interval KDB dan KLB dapat merujuk pada aturan yang berlaku,
dan dapat disesuaikan dengan kondisi di daerah.

b. Tata Massa Bangunan


Tata masa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
persil/tapak yang dikuasai. Pengaturan tata massa bangunan mencakup antara lain:
1) Pertimbangan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Jarak Bebas Bangunan GSB
minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko kebakaran,
kesehatan, kenyamanan dan estetika.
Faktor yang dianalisis adalah:
a) Garis sempadan bangunan;
b) Garis sempadan pagar.
c) Garis sempadan samping bangunan
Rumus dasar :
a) Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = V2 rumija;
b) Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = Y2 rumija + 1 m;
c) Jarak antara bangunan gedung minimal setengah tinggi bangunan gedung.
2) Pertimbangan Garis Sempadan Sungai (GSS) dan Jarak Bebas Bangunan
GSS minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, kenyamanan dan
estetika, serta kesehatan. Dengan mempertimbangkan :
a) Kedalaman sungai;
b) Lokasi di luar kawasan perkotaan;
c) Daerah cakupan aliran sungai;
d) Ketersediaan fasilitas pengaman sungai (tanggul);
e) Fasilitas jalan yang ada di sungai/pemanfaatan lahan.

3) Pertimbangan Garis Sempadan Danau dan Waduk


a) Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 50(lima
puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
b) Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 (dura ratus)
meter di sekitar mata air;
c) Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan
sekurangkurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai jalur
hijau;
d) Pemanfaatan lahan sempadan Danau dan Waduk.

4) Pertimbangan Tinggi Bangunan


Tinggi bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko
kebakaran, teknologi, estetika, dan prasarana.

5) Pertimbangan Selubung Bangunan


Selubung bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan GSB, tinggi bangunan
maksimum, dan bukaan langit.

6) Pertimbangan Tampilan Bangunan


Tampilan bangunan ditetapkan dengan melihat karakter budaya setempat dan
perkembangan sosial ekonomi masyarakat, seperti penentuan wajah bangunan, gaya
bangunan, keindahan, dan keserasian dengan lingkungan sekitar.
Hasil analisis yang diperoleh haruslah dapat menyimpulkan pokok persoalan dalam
perwujudan ruang kawasan seperti :

1. Perbaikan kawasan, seperti penataan lingkungan permukiman kumuh/nelayan (perbaikan


kampung), perbaikan kawasan pusat pertumbuhan, urban heritage, kampong budaya, serta
pelestarian kawasan;
2. Pengembangan kembali kawasan, seperti peremajaan kawasan, pengembangan kawasan
terpadu, revitalisasi kawasan, serta rehabilitasi dan konstruksi kawasan pasca bencana;
3. Pembangunan baru kawasan, seperti pembangunan kawasan permukiman, pembangunan
kawasan terpadu, kota tepi air, pembangunan kawasan perbatasan, pembangunan kawasan
industri, dan pembangunan kawasan pengendalian ketat (jalan sistem primer, daerah aliran
sungai, dll);
4. Pelestarian/pelindungan kawasan, seperti pengendalian kawasan pelestarian, revitalisasi
kawasan, serta pengendalian kawasan rawan bencana.

Data dan informasi analisis disusun dan disajikan dalam bentuk peta, diagram, tabel statistik,
termasuk gambar visual kondisi lingkungan kawasan yang menunjang perencanaan detail tata
ruang. Khusus penyajian dalam bentuk peta, rencana detail tata ruang dibuat dalam peta kerja
berskala 1 : 5000, sedangkan kegiatan yang memerlukan pendetailan yang lebih rinci dibuat dalam
peta kerja 1 : 1000. Sebaliknya pada ruang bersifat ektensif seperti kawasan hutan, perkebunan,
pertanian skala kerja dapat menggunakan peta 1 : 25.000.

K. Analisis Daya Dukung


L. Analisis Tapak
BAB V
TUJUAN PENATAAN
BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN
A. Tujuan Penataan Ruang Bwp

Penataan ruang kota merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Tata ruang sendiri adalah wujud structural dan pola
pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah kabupaten/kota, yang mencakup
perkotaan dan perdesaan, baik direncanakan maupun tidak yang menunjukkan adanya hirarki
dan keterkaitan pemanfaatan ruang.

B. Tujuan Pengembangan Bagian Wilayah Perencanaan (BWP)

Tujuan pengembangan BWP disusun berdasarkan pertimbangan dari hasil analisis serta
beberapa input dari kegiatan FGD (Focus Group Discussion) yang telah dilakukan. Tujuan
pengembangan BWP dirumuskan dari tujuan penataan ruang Karebosi yang telah dijabarkan
sebelumnya. Selain itu, tujuan pengembangan BWP ini didasari dari bentuk penyinambungan
kegiatan permukiman di BWP dan perkembangan ekonomi sebagai suatu faktor pendukung
perkembangan suatu kawasan perkotaan.

Berdasarkan pertimbangan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan tujuan pengembangan BWP Karebosi adalah sebagai berikut:

“ Menciptakan Kawasan makam diponegoro, Kelurahan melayu sebagai kawasan


pusat perkotaan Makassar berbasis ramah lingkungan dan memiliki
aksesibilitas tinggi.”
Dari tujuan pengembangan BWP di atas, terdapat empat point utama yang menjadi
perhatian:

1. Tersedianya ruang publik dan koridor jalan yang nyaman untuk semua orang;
2. Tersedianya sarana angkutan umum yang ramah lingkungan dan terkjangkau;
3. Tersedianya sarana pejalan kaki yang nyaman dan aman;
4. Tersedianya aksesibilitas inernal dan eksternal yang baik menuju fasilitas umum,
fasilitas sosial budaya, fasilitas pendidikan, dll.

Anda mungkin juga menyukai