Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira

15% berat badan. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan kelainan pada kulit

manusia baik dari luar maupun dalam tubuh manusia. Salah satu penyebab yang

sering ditemukan adalah eritroderma. Eritroderma merupakan kelainan kulit yang

ditandai dengan adanya eritema universalis (90%-100%), dan biasanya disertai

skuama.1

Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) dan

derma, dermatos (skin = kulit), merupakan peradangan kulit yang mengenai 90%

atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.2,3,4 Pada beberapa

kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang

disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama.

Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan

hiperpigmentasi.2

Nama lain dari eritroderma adalah dermatitis eksfoliativa generalisata,

meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata eksfoliasi

berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak

begitu terlihat, dan kata dermatitis digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi

eksematus.4

1
Insidensi eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71

kasus per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Hasan dan Jensen pada tahun

1983 memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1-2 kasus per 100.000

penderita.2,5 Di Netherlands terjadi insiden 0,9 kasus eritroderma dari 100.000

populasi.6 Sehgal dan Srivasta pada tahun 1986 melakukan penelitian prospektif di

India dan melaporkan 35 kasus per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan di

dermatologi. Rasio kejadian penyakit eritroderma pada laki-laki lebih tinggi

daripada wanita yaitu 2:1 hingga 4:1. Eritroderma lebih banyak terjadi pada

rentang usia antara 41-61 tahun. Lebih dari 50% kasus eritroderma

dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya.2,5 Penelitian Rogerio dkk pada

tahun 2004 di RS HURNP bagian Dermatologi Brazil periode 1994-2003

melaporkan 58 pasien didiagnosis eritroderma, terdiri dari 33 pasien mengalami

penyakit kulit (11 pasien psoriasis, 9 pasien dermatitis kontak, 5 pasien dermatitis

seboroik, 3 pasien dermatitis atopik, 3 pasien eritroderma kongenital dan 2 pasien

pitiriasis rubra pilaris), 11 pasien karena interaksi obat dan 14 kasus yang belum

diketahui penyebabnya.6 Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma.

Sigurdson pada tahun 2004 melaporkan dari 102 penderita eritroderma terdapat

43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% tidak

berhubungan dengan eritroderma.2

Peradangan kulit yang begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu

penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin meningkat bila diderita

oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut. Pada beberapa

penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik.

2
Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap

memperhatikan keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,

memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.

Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang

ditimbulkannya cukup parah dan sering kali para dokter ahli penyakit kulit dan

kelamin mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis yang

ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat

memengaruhi prognosis penderita.2

Berikut akan dilaporkan satu kasus mengenai Eritroderma yang berobat ke

RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. SM

Umur : 70 Tahun

Jenis kelamin : Pria

Alamat : Rannaya

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 09 Agustus 2017

Rekam Medik : 47.93.30

II. Anamnesis

Keluhan Utama

Gatal dan perubahan warna kulit menjadi kemerahan pada seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Syekh Yusuf

Kabupaten Gowa dengan keluhan gatal dan merah pada seluruh tubuh yang

dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Bercak merah tersebut disertai dengan sisik

yang dijumpai pada hampir seluruh tubuh. Pasien pernah berobat di

Puskesmas sampai 5 kali. Apabila pasien minum obat, rasa gatalnya

4
menghilang (nama obat tidak diketahui). Demam tidak ada, makan dan

minum dalam batas normal, BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat pernah mengalami ketombe yang dirasakan semakin lama

semakin menyebar ke seluruh tubuh dan disertai rasa gatal.

- Riwayat alergi tidak ada. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit serupa seperti pasien dalam keluarga disangkal.

- Riwayat penyakit sistemik pada keluarga disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Presens

 Keadaan Umum: Sakit sedang/ compos mentis/ gizi baik

Satus Dermatologis

 Lokasi : universal

 Efloresensi : makula hiperpigmentasi, eritema, erosi, skuama,

ekskoriasi

5
6
IV. Resume

Seorang pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Syekh Yusuf

Kabupaten Gowa dengan keluhan gatal dan merah pada seluruh tubuh yang

dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Bercak merah tersebut disertai dengan

sisik yang dijumpai pada hampir seluruh tubuh. Pasien pernah berobat di

Puskesmas sampai 5 kali. Apabila pasien minum obat, rasa gatalnya

menghilang (nama obat tidak diketahui). Demam tidak ada, makan dan

minum dalam batas normal, BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat pernah mengalami ketombe yang dirasakan semakin lama

semakin menyebar ke seluruh tubuh. Keluhan disertai rasa gatal. Riwayat

alergi tidak ada. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.

7
V. Diagnosa Banding

Pada eritroderma, tidak dibutuhkan diagnosa banding, hanya

membandingkan kausa dari eritroderma tersebut, yaitu dermatitis

(kontak/atopik), psoriasis, drug eruption, limfoma/leukemia, pemfigus,

pitiriasis rubra pilaris, lichen planus, dermatofitosis, dan skabies.4

Beberapa diagnosis banding pada kasus ini berdasarkan penyebabnya

yaitu:

1. Psoriasis

2. Pitiriasis Rubra Pilaris

VI. Diagnosa Kerja

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien didiagnosis

dengan eritroderma et causa dermatitis seboroik.

VII. Tatalaksana

 Medikamentosa

Terapi sistemik

- Methylprednisolone 8 mg/8 jam/oral

- Cetirizine 10 mg/12 jam/oral

- Cefixime 100 mg/12 jam/oral

Terapi topikal

- Lanoline 10% + vaseline album (oles pagi sebagian badan atas, sore

sebagian badan bawah)

8
- Fusicom cream (untuk muka)

 Non Medikamentosa (Edukasi)

- Pasien dianjurkan untuk tidak mencubit/menggaruk daerah kulit

yang sangat gatal

- Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan

tinggi protein

- Menjaga kelembaban dan kebersihan kulit

VIII. Prognosis

1. Qua ad Vitam : bonam

2. Qua ad Sanationam : dubia ad bonam

3. Qua ad Kosmetikam : dubia ad bonam

9
BAB III

PEMBAHASAN

Eritroderma merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya

eritema universalis (90%-100%), dan biasanya disertai skuama. Pada definisi

tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu

terdapat, misalnya pada eritroderma akibat alergi obat sistemik. Pada mulanya

tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama.

Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas, karena bercampur

dengan hiperpigmentasi.1

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah didapatkan, diagnosa

merujuk pada eritroderma. Dimana muncul makula eritema yang meluas dengan

cepat yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit, juga didapatkan

skuama tebal pada kulit, adanya hiperpigmentasi, serta adanya riwayat mengalami

dermatitis seboroik. Pada pasien ini penyebab yang paling mungkin yaitu akibat

perluasan penyakit kulit yang telah ada sebelumnya yaitu dermatitis seboroik.

Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah

ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya),

reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium

channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta

idiopatik (20%).2

Data dari 18 penelitian yang dipublikasikan tentang dermatitis exfoliatif

disusun untuk menilai etiologi dari dermatitis exfoliatif, penyakit kulit yang sudah

10
ada sebelumnya berperan pada sekitar 52% (berkisar antara 27%-68%) dari

dermatitis exfoliatif. Dermatitis exfoliatif paling sering disebabkan oleh psoriasis

(23%), dermatitis spongiotik (20%) reaksi hipersensitifitas obat (15%), dan

limfoma sel T kulit atau sindrom Sézary (5%). Pada sekitar 20% dari kasus

dermatitis exfoliatif (berkisar antara 7%-33%), tidak ada etiologi yang

teridentifikasi dan kasus ini diklasifikasikan sebagai idiopatik.7

Dermatitis atopi, dermatitis kontak alergi atau iritan, dermatitis seboroik,

dan dermatitis autosensitasi (misalnya dermatitis statis dengan alergi kontak

sekunder) dapat menyebabkan autosensitasi atau generalisasi reaksi. Sensitasi

limfosit di kulit (dengan bantuan sel langerhans) bermigrasi ke daerah limfonodus

dimana mereka membuat sensitasi limfosit lainnya dan kemudian

mendistribusikan dirinya tempat kulit jauh dimana mereka akan mendapatkan

respon alergi yang dapat menyebabkan eritroderma. Dermatitis kontak alergi

generalisata dapat terjadi pada usia berapapun dengan eritroderma yang lebih

umum terjadi pada pasien dengan dermatitis atopi sedang sampai parah. Penyebab

eritroderma eczematous meliputi faktor intrinsik (disfungsi sel T), dan penyakit

hati atau ginjal. Faktor ekstrinsik umum yang mengakibatkan eritroderma dapat

ditelusuri ke topikal yang tidak tepat (gesekan panas, obat herbal tertentu) atau

pengobatan sistemik eczema dan perubahan lingkungan.8

Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru

mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks

antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2,

IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor nekrosis faktor, dan

11
interferon-γ. Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis.

Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap

harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang

hilang. Pada skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam

nukleat dan hasil metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan

peningkatan jumlah protein bebas.3

Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,

perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran

pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi

pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat

sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan

menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi

hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin

meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan

panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas

menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme

basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme

basal.3

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih

sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan

berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin

merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan

oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.3

12
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku

berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang

telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang

progresif.3

Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu.

Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh

pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genitalia,

ekstremitas, atau kepala. Eritema ini akan meluas sehingga dalam beberapa hari

atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena, yang akan menunjukan

gambaran yang disebut “red man syndrome”.3

Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan

penyebab penyakit. Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari obat-

obat yang menyebabkan alergi atau berpotensi menyebabkan alergi memberikan

hasil yang baik. Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit yang mendasari

harus diatasi. Pemberian salep pada psoriasis sebaiknya secara hati-hati karena

mampu mencetuskan eksaserbasi eritroderma.3

Pasien mendapat tatalaksana berupa tatalaksana umum yaitu: diet tinggi

protein, pantau tanda vital dan cegah hipotermi, tidak boleh menggaruk daerah

yang gatal, menjaga kelembaban dan kebersihan kulit. Sedang untuk tatalaksana

khusus pada pasien ini yaitu: Methylprednisolone 8 mg/8 jam/oral, Cetirizine 10

mg/12 jam/oral, Cefixime 100 mg/12 jam/oral, Lanoline 10% + vaseline album

(oles pagi sebagian badan atas, sore sebagian badan bawah), dan Fusicom cream

(untuk muka).

13
Karena terdapat peningkatan kehilangan cairan transepidermal, dehidrasi

sering ditemukan sebagai komplikasi. Input dan output cairan harus dipantau

secara hati-hati. Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya,

namun tetap memperhatikan keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi

sekunder.3

Pemberian kortikosteroid efektif dalam mengatasi inflamasi pada kulit.

Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengatasi pruritus. Pemberian antibiotik

baik sistemik maupun topikal digunakan untuk mencegah adanya infeksi

sekunder. Sedangkan pelembap digunakan untuk melembutkan kulit, mencegah

dan mengobati kulit kasar, kering, bersisik, dan gatal, serta untuk melindungi kulit

dari iritasi.3

Untuk kasus ini, pasien didiagnosis banding dengan:

a. Psoriasis, merupakan peradangan kulit kronik dengan dasar genetik

yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan

diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga

adanya pengaruh sistem saraf. Umumnya lesi berupa plak eritematosa

berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang

tegas. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut, atau

kepala, atau hampir 100% luas tubuh.9

Eritroderma psoriasis merupakan varian yang langka dan parah

dari penyakit psoriasis, dengan perkiraan prevalensi antara pasien

psoriasis berkisar antara 1%-2,25%. Selanjutnya, eritroderma psoriasis

14
adalah penyebab eritroderma paling umum, bertanggung jawab atas

25% dari semua kasus.10

b. Pitiriasis rubra pilaris, merupakan kelainan papulaskuamosa dengan

etiologi yang tidak diketahui yang sering berkembang menjadi

eritroderma dan menyebabkan keratoderma yang melumpuhkan

telapak tangan dan telapak kaki.11

Ciri khas dari pitiriasis rubra pilaris yaitu adanya hiperkeratosis

folikular dan warna oranye kemerahan, dermatitis berskuama dengan

pulau kulit normal.11

15
Prognosis dari eritroderma secara umum, prognosis baik pada

pasien yang disebabkan oleh reaksi obat, setelah obat penyebab

dihindari dan penderita diberikan edukasi. Penderita dengan

eritroderma idiopatik prognosisnya buruk, sering kambuh atau kronis

dengan gejala komplikasi pemakaian steroid jangka panjang. Pada

penderita dengan keganasan tergantung pada proses yang terjadi dan

komplikasinya.3

16
BAB IV

KESIMPULAN

Seorang pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Syekh Yusuf

Kabupaten Gowa dengan keluhan gatal dan merah pada seluruh tubuh yang

dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Bercak merah tersebut disertai dengan sisik

yang dijumpai pada hampir seluruh tubuh. Pasien pernah berobat di Puskesmas

sampai 5 kali. Apabila pasien minum obat, rasa gatalnya menghilang (nama obat

tidak diketahui). Riwayat pernah mengalami ketombe yang dirasakan semakin

lama semakin menyebar ke seluruh tubuh yang disertai rasa gatal. Riwayat alergi

tidak ada. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.

Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah

ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya),

reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium

channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta

idiopatik (20%).

Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan

penyebab penyakit. Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari obat-

obat yang menyebabkan alergi atau berpotensi menyebabkan alergi memberikan

hasil yang baik. Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit yang mendasari

harus diatasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Eritroderma. Dalam: Menaldi SL SW, Bramono K, Indriatmi W,


(editors), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. 7. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI. 2016. Hal 228-31.
2. Sihombing JE. Eritroderma Et Causa Alergi Obat Pada Penderita Hipertensi
Stage II, Chronic Kidney Disease, Anemia, dan Hepatitis. Medula, Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, Vol. 1, Issue 4, Oct. 2013. Available at :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/132.
Accessed on 24th August 2017.
3. Lusiani ST. A 47 Years Old Woman with Eritroderma ec. Drug Allergy.
Jurnal Medula Unila, Vol 3, Issue 2, Dec. 2014. Available at :
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://juke.kedokt
eran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/462/463&ved=0ahUKEwi
RnsDCvfnVAhWIOo8KHWR_ADsQFgglMAI&usg=AFQjCNHP4hWI1Bxx
MS_QvJfxHhCPtRpe6w. Accessed on 24th August 2017.
4. Earlia N, Nurharini F, Jatmiko AC, Ervianti E. Penderita Eritroderma di
Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2005–2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol
21, Issue 2, Aug. 2009. Available at :
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.una
ir.ac.id/download-fullpapers-
art%25201.pdf&ved=0ahUKEwi9wOX6vfnVAhUDL48KHbrrAPoQFggeMA
A&usg=AFQjCNHX8w8vHlBEqR9yByk_1cUGNRJDEQ. Accessed on 24th
August 2017.
5. Adityani N. Eritroderma Et Causa Dermatitis Kontak Iritan. Medula, Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, Vol. 1, Issue 5, Oct. 2013. Available at :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/151/149.
Accessed on 24th August 2017.

18
6. Dwi AS, Thaha A, Hari MIP. Angka Kejadian dan Faktor Penyebab
Eritroderma di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 2009-2011. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
Vol. 47, Issue 2, Apr. 2015. Available at :
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.un
sri.ac.id/index.php/mks/article/download/2747/pdf&ved=0ahUKEwiv3syEv_n
VAhUBMY8KHUAuCzoQFggkMAA&usg=AFQjCNGeFNoAq4eYDV-
Y5pUQYB_5Xlktqg. Accessed on 24th August 2017.
7. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative Dermatitis. In : Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, (editors),
Fitzpatrick’s Dermatologi In General Medicine. 7th edition. United State : The
McGraw-Hill. 2008. 225-32 pp.
8. Mistry N, Gupta A, Alavi A, Sibbald RG. A Review of the Diagnosis and
Management of Erythroderma (Generalized Red Skin). Advances in Skin &
Wound Care, Vol. 28, Issue 5, May 2015. Available at :
https://www.researchgate.net/publication/275049552. Accessed on 24th
August 2017.
9. Jacoeb TNA. Psoriasis. Dalam : Menaldi SL SW, Bramono K, Indriatmi W,
(editors), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. 7. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI. 2016. Hal 213-22.
10. Singh RK, Lee KM, Ucmak D, et al. Erythrodermic Psoriasis:
Pathophysiology and Current Treatment Perspective. Dove Press Journal, Vol.
6, July 2016. Available at :
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.dove
press.com/erythrodermic-psoriasis-pathophysiology-and-current-treatment-
perspect-peer-reviewed-fulltext-article-PTT&ved=0ahUKEwiy6-
vZu_nVAhWDNY8KHTVDDqgQFgg5MAM&usg=AFQjCNE3Bf3ngibbgV
a-cWeai7wpo3rBRQ. Accessed on 24th August 2017.
11. Bruch-Herharz D, Ruzicka T. Pityriasis Rubra Pilaris. In : Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, (editors), Fitzpatrick’s

19
Dermatologi In General Medicine. 8th edition. United State : The McGraw-
Hill. 2012. 416-22 pp.

20

Anda mungkin juga menyukai