Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh:
dr. Fransisca Hilda Carolina Pratiwi

RSUD KOTA CILEGON

PROVINSI BANTEN

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Fransisca Hilda Carolina Pratiwi


Jabatan : Dokter Internsip
Periode Internsip : November 2017 – November 2018
Topik : Ketuban Pecah Dini
Wahana : RSUD Kota Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :


………………………………………………

Dokter Pembimbing

dr. Indiarto Wityawan, Sp.OG

Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Dian Arissanthy dr. H. Kamal Sumardin


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat-
Nya, saya selaku penuyusun tinjauan pustaka ini, dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini, yang
berjudul “Ketuban Pecah Dini”.

Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya untuk dokter
pembimbing, yakni dr. Indiarto Wityawan, Sp.OG yang bersedia untuk meluangkan waktunya
untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada dokter pendamping
wahana RSUD Cilegon, yang sudah memberikan bantuan, dan kesempatan pada saya, sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan, dan dapat dipresentasikan Ucapan terima kasih saya
ucapkan kepada teman-teman sejawat dokter internsip yang telah mendukung saya, sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tinjuan pustaka ini terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala kritik, dan saran
dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan selanjutnya, dapat lebih baik lagi
kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan penulisan, di dalam laporan
kasus ini.

Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan para pembaca
tentunya. Terima kasih.

Cilegon, Juni 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini
sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban
tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum diketahui. KPD
pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm,
melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm
sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang
terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka
kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang
ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu
adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan
penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD
berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami
KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan
dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang baik
mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami patogenesis terjadinya ketuban
pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan
memberikan terapi secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien
ketuban pecah dini dan bayinya.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang
diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini, yaitu ketuban
pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus ini.

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

Umur : 20 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Link Pabuaran

Pekerjaan : Ibu Ruma Tangga

Status : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Tanggal Masuk RS : 28 Juni 2018

Tanggal Keluar RS : 30 Juni 2018

IDENTITAS SUAMI

Nama : Tn. S

Usia : 26 Tahun

Alamat : Link Pabuaran

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan Terakhir : SMA

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Keluar air-air dari jalan lahirpa

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien G1P0A0 hamil 37 minggu datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan keluar
air-air dari jalan lahir sejak kemarin sore pukul 16.00, air-air yang keluar berwarna
kuning, berbau amis, dan air-air yang keluar tidak dapat ditahan. Keluhan ini disertai
dengan adanya perut mulas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien rutin
memeriksakan kehamilannya di bidan dekat rumah. Riwayat keluar darah lendir tidak
ada. Demam disangkal, riwayat perut diurut disangkal. Riwayat minum obat atau jamu
tidak ada. Riwayat post coitus disangkal, trauma disangkal. Gerakan janin dirasakan
masih aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma sebelum masa
kehamilan

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma.

Riwayat menstruasi :

- Menarche : 16 tahun

- Siklus : 28 hari/teratur

- Lama haid : 7 hari

- Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut

- Hari pertama haid terakhir : 04-09-2017

- Taksiran persalinan : 11-06-2018

Riwayat Pernikahan :

Menikah pertama kali, pasien menikah usia 19 tahun dengan lama pernikahan 8 bulan.
Riwayat Obstetrik

Jenis
Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin/
No. Penyulit anak
partus Partus kehamilan Persalinan Persalinan Berat
Sekarang
Badan
Hamil
1.
ini

Antenatal Care ( ANC )

Rutin memeriksa kehamilan di bidan

Kontrasepsi

Tidak menggunakan KB sebelumnya

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

ANTROPOMETRI

 BB : 58 kg
 TB : 159 cm

TANDA VITAL

 Tekanan Darah : 110/70 mmHg


 Nadi : 88 x/menit
 Pernapasan : 24 x/menit
 Suhu : 36,2

STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Normosia, deviasi septum (-), sekret (-), darah (-)

Telinga: Normotia, serumen (-), tinnitus (-)

Mulut : Mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks :

- Paru : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

- Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : cembung, linea nigra (+)


 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

 Atas : Akral hangat (+/+), RCT < 2 detik (+/+), edema (-/-)
 Bawah : Akral hangat (+/+), RCT < 2 detik (+/+), edema (-/-)

STATUS OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

- Inspeksi : membesar arah memanjang, striae(-)

- Palpasi : Tinggi fundus uteri : 30 cm

Leopold I : teraba bokong

Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu

Leopold III : teraba kepala

Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul

Taksiran Berat Janin : 2945 gram


His : 2-3x10’25”

- Auskultasi : Denyut jantung janin : 144 kali/menit

- Vaginal toucher : vulvavagina normal, portio tebal lunak. Pembukaan 3 cm,


ketuban (-), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala, blood slym (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Hemoglobin 11.3 g/dL


Hematokrit 31.4 %
Leukosit 17.45 10^3/uL
Trombosit 281 10^3/uL
Masa pendarahan 2.00 menit
Masa pembekuan 10.00 menit
Glukosa sewaktu 105 mg/dL
HBsAg Non reaktif
Anti HIV Non reaktif

V. RESUME
Ny D usia 20 tahun hamil 37 minggu datang ke IGD RSUD Cilegon dengan
keluhan keluar air-air berwarna kuning sejak kemarin sore sebelum masuk rumah sakit,
dan pasien mengeluh mulas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Selama hamil
pasien rutin kontrol kehamilan di bidan. BAK dan BAB dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada
status obstetric di dapatkan perut buncit, linea nigra +. Tinggi fundus uteri 30 cm,
punggung kiri, presentasi kepala, bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul.
Taksiran berat janin 2945 gram. Pada auskultasi di dapatkan DJJ 144 kali/menit.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 3 cm, portio tipis, ketuban (-)
mengalir, letak presentasi kepala hodge 1. Pada pemeriksaan CTG didapatkan janin
reaktif. Pada pemerikssan laboratorium darah di dapatkan leukosit meningkat.
VI. DIAGNOSA UTAMA
G1P0A0 Hamil 37 minggu inpartu kala I fase laten dengan KPD >24 Jam

VII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia
Bayi : Dubia

VIII. PENATALAKSANAAN
- RL 20 tpm
- Injeksi ceftriakson 2x1 gram
- Observasi TTV, DJJ, CTG

IX. FOLLOW UP

Tanggal S O A P
29/April/2018 Mulas, keluar KU : Baik G1P0A0 Hamil 37 RL 20 tpm
01.30 Kesadaran : CM Injeksi ceftriakson
air-air minggu inpartu
TD : 110/70
2x1 gram
Hr : 80x/menit kala I fase laten
Observasi TTV,
Rr : 21 x/menit
dengan KPD>24
S : 36.5 C DJJ, CTG
DJJ : 141x/menit Jam
His : 2-3x10’25”
VT : 3 cm
29/April/2018 Mulas KU : Baik G1P0A0 Hamil 37 RL 20 tpm
08.00 Kesadaran : CM Injeksi ceftriakson
semakin minggu inpartu
TD : 110/80
2x1 gram
bertambah Hr : 89x/menit kala I fase aktif
Observasi TTV,
Rr : 20 x/menit
dengan KPD>24
S : 37.2 C DJJ, CTG
DJJ : 132x/menit Jam
His : 3x10’30”
VT : 6 cm
29/April/2018 Mulas KU : Baik G1P0A0 Hamil 37 Memimpin
12.10 Kesadaran : CM
bertambah minggu inpartu persalinan normal
TD : 110/80
Bayi perempuan,
sering, pasien Hr : 89x/menit kala II dengan
Rr : 20 x/menit A/S 6/8, BB 2600
ingin KPD>24 Jam
S : 37.2 C
meneran DJJ : 132x/menit
His : 3x10’35”
VT : 10 cm
30/April/2018 Keluar darah KU : Baik P1A0 post partum Amoksisilin
08.00 Kesadaran : CM
dari jalan TD : 100/60 prematurus H1 3x500 mg
Hr : 85x/menit Asam mefenamat
lahir, ASI +
Rr : 20 x/menit
3x500
S : 37. C
SF 1x1
TFU : 2 jari
Vit B 1x1
dibawah pusat Pasien boleh
pulang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

Definisi

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement
atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan
atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja
baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm
prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. 1

Etiologi

Penyebab KPD, meliputi hal-hal berikut : 2

- Serviks inkompeten

- Ketegangan rahim berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion

- Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang

- Kemungkinan kesempitan panggung seperti bagian terendah belum masuk


PAP, disproporsi sefalopelvik

- Kelainan bawaan dari selaput ketuban

- Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban


dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

KPD terjadi akibat mekanisme sebagai berikut :

- Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi
- Jika terjadi pembukaan serviks, selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas


yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen,
yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen
pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion
di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat
pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1
dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin.
Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.3.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2

2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang
berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada
kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos,
dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur
kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput
ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan
sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran
yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan
ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan
panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan
pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum,
bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2

Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan
preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada
kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang,
sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini
juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.
Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang
dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis
0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm
dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih
daripada 24 jam.4
Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2

Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase /
tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-
8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai
aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP
yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1
yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas
vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan
akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi
akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus
dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid.
Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat
menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin
dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari
MMP-1 dan MMP-33.2

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan
MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi
kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini
meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-
hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.2
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban.
Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit,
yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel
yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai,
menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas
MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik
bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal
tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi
matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

Komplikasi
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.5
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi
lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah
dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.5
1. Komplikasi ibu :
- Endometritis
- Penurunan aktifitas myometrium ( dystonia, atonia )
- Sepsis ( daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak )
- Syok septik sampai kematian ibu
2. Komplikasi janin :
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.5
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.5
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia
pulmonal.5
Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :6
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai
dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak
ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20
minggu.6
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri
tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan
menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi.6
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban
di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.6
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.6
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri
eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus.
Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat
cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun
pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis
untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia
trachomatis dan Neisseria gonorea.6
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas
berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.6
4. Pemeriksaan penunjang6
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban sedikit ( oligohidramnion atau anhidramnion )
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
 Pemeriksaan alpha-fetoprotein ( AFP ) konsentrasinya tinggi di dalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin.
Penatalaksanaan7
Konservatif

Rawat di rumah sakit.

Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.


Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. D usia 20 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon
pada tanggal 28 Juni 2018 pukul 01.30 dengan keluhan utama keluar air dari jalan lahir.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis G1P0A0 gravid 37 minggu+ Tunggal hidup + presentasi kepala +
inpartu kala I fase laten+ Ketuban Pecah Dini
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.

4.1. Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan teori
,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak kemarin sore pukul 16.00
SMRS. Air-air tersebut berwarna kuning, berbau amis, dan air-air yang keluar tidak dapat
ditahan. Selain itu, pasien juga mengakui perut kencang-kencang dialami pasien sejak 6
jam SMRS. Pasien rutin periksa kehamilan di bidan.
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dari
anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta belum ada pengeluaran
lendir darah.
Teori Kasus
 Pasien merasa basah pada vagina.  Pasien datang dengan keluhan keluar air-
 Mengeluarkan cairan banyak tiba
air dari jalan lahir
-tiba dari jalan lahir.  Riwayat keluar air ketuban dari jalan
 Warna cairan diperhatikan.
lahir sejak kemarin sore hari sebelum
 Belum ada pengeluaran lendir darah
masuk rumah sakit.
dan berbau khas  Cairan yang keluar kuning dan berbau
 His belum teratur atau belum ada.
amis
 Perut mulas sejak siang hari sebelum
masuk rumah sakit.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan
tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya
tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,2o C. Denyut nadinya juga dalam batas
normal, yaitu 88 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada
tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya
dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori Kasus
Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:
 Suhu ibu >38o C  Suhu ibu 36,2o C
 Nadi cepat  Nadi 88 kali / menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan karena sebelumnya pasien memiliki riwayat keluar air-air. Cairan yang keluar
berwarna kuning.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar
dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air
ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori Kasus
 Pemeriksaan dengan spekulum tampak  Tidak dilakukan pemeriksaan dengan
keluar cairan dari OUE spekulum.
 Tampak cairan keluar dari vagina  Riwayat keluar air ketuban.
 Cairan yang keluar diperiksa warna, bau  Cairan kuning.
 Tidak dilakukan pemeriksaan dengan
dan pHnya
 Air ketuban yang keruh dan berbau kertas lakmus.
menunjukkan adanya proses infeksi.
4.4 Pemeriksaan Dalam
Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali
datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan.
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan kalau
KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan pada pasien
dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan dalam pada saat
pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah sudah ada pembukaan
sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan : Pemeriksaan dalam dilakukan :
 Seminimal mungkin untuk mencegah  Saat pertama kali datang.
 Untuk memantau kemajuan
infeksi.
 KPD sudah dalam persalinan. persalinan.
 KPD yang dilakukan induksi persalinan.  Selaput ketuban negatif
 Selaput ketuban negatif.

4.5 Pemeriksaan Laboratorium


Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa
leukosit pasien meningkat (17.450 / mm3) dan kesimpulannya bahwa air ketuban
menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini tidak dilakukan tes lakmus.

Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Leukosit: 17.450
 Tidak dilakukan pemeriksaan pH
yanda-tanda infeksi
dengan tes lakmus.
 Kertas lakmus merah berubah menjadi biru
 pH air ketuban adalah 7 – 7,5

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini, selama kehamilan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG di
dr. Sp.OG. Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan NST.
Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada keadaan oligohidromnion. Pemeriksaan NST
dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat paling sedikit 2
kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi
paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung janin diluar gerakan
janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25 dpm. Adapun indikasi
dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi dalam kehamilan,
kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR, ketuban pecah dini,
gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan ganda, oligohidramnion,
polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan dengan penyakit ibu.6

Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Pada pasien ini tidak pernah
tanda-tanda infeksi melakukan pemeriksaan USG.
 USG untuk melihat jumlah cairan  NST pada kasus ini tidak dilakukan
ketuban dalam kavum uteri
 NST reaktif jika :
1. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan
janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai adanya
akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,
2. Frekuensi dasar (baseline) denyut
jantung janin diluar gerakan janin
antara 120-160 kali/menit dan
3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada tanda-
tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST untuk menilai
keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi
persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan pasien akan
menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop
score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan
serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Teori Kasus
 Pemberian antibiotik profilaksis dapat  Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu Ceftriaxone 2 x 1gr
 Bila skor pelvik < 5, lakukan  Tidak dilakukan induksi
pematangan serviks, kemudian induksi.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang ditemukan sudah
sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini pada umumnya tepat,
walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan tidak dilakukan, seperti
pemeriksaan USG dan NST.
BAB V
PENUTUP
Ny. D berusia 20 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
didapatkan G1P0A0 gravid 37 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini.

Diagnosis akhir pada pasien ini adalah PIA0 post partus spontan+ ketuban pecah
dini. Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah
tepat dan sesuai dengan teori.

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan. Faktor predisposisi pada ketuban pecah dini antara lain
infeksi, defisiensi vitamin C, peregangan uterus yang berlebihan, inkompetensi serviks.
Komplikasi dari ketuban pecah dini adalah infeksi , persalinan preterm,hipoksia dan asfiksia,
sindroma deformitas janin.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Seri asuhan kebidanan kehamilan , Lily Yulaikhah 2009 halaman 116-9, EGC
2. Abdul Bari Saifuddin, Prof. dr, SpOG, MPH. “Ketuban Pecah Dini”. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Martenal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-POGI. Jakarta.2002. h.112-5
3. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
4. Oxorn H, dkk.2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan ( Human Labor and
Birth ). Yogyakarta : YEM
5. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka.
6. Hacker, N. F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
7. Manuaba, I. B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai