Anda di halaman 1dari 146

BAHAN AJAR

TEKNIS
PERBENDAHARAAN PENERIMAAN

PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN


SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI

OLEH:

SURONO
RITA DWI LINDAWATI

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia
ilmu bagi umat manusia yang senantiasa berpikir. Karunia utama yang kami rasakan
saat ini adalah diberikannya kesempatan untuk memberikan sumbang pemikiran
dalam bentuk bahan ajar yang ditujukan bagi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara,
khususnya Program Spesialisasi Bea dan Cukai untuk mata kuliah Teknis
Perbendaharaan Penerimaan.

Bahan Ajar ini disusun untuk Program Diploma I Bea dan Cukai berisi
pengetahuan dasar administrasi kepabeanan dan cukai. Untuk penulisan ini kami
mengambil referensi utama dari aturan pelaksanann Undang-undang Kepabeanan
dan Undang-undang Cukai. Selain hal tersebut, penulis juga mengambil referensi
tambahan dari buku-buku terkait dan juga artikel-artikel on-line dengan tujuan agar
penyajian modul ini dapat lebih menarik dan up to date.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari tingkat sempurna, untuk itu
diharapkan kritik dan masukannya untuk pengembangan dan penyempurnaan ke
depan.Terakhir, semoga Bahan Ajar ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa STAN
pada umumnya dan bagi siapa saja yang tertarik membacanya.

Tangerang Selatan, Agustus 2013

Surono
Rita Dwi Lindawati

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................v
PENDAHULUAN....................................................................................................1

BAB 1 PENGERTIAN, TUGAS FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA


A. Konsep Administrasi Keuangan Negara dan Perbendahara........................3
B. Tugas dan Tanggung Jawab Bendahara Penerima………………………….8
C. Bendahara Penerima DJBC……………………………………………………14
Rangkuman……………………………………………………………………………….22
Latihan…………………………………………………………………………………….23
BAB 2 OBJEK, SUBJEK, SIKLUS DAN JENIS PUNGUTAN KEPABEANAN DAN
CUKAI
A. Objek dan Subjek Pungutan Kepabeanan dan Cukai………………………24
B. Siklus Pungutan Kepabeanan dan Cukai…………………………………….27
C. Jenis-jenis Pungutan Kepabeanan dan Cukai……………………………….33
Rangkuman………………………………………………………………………………47
Latihan……………………………………………………………………………………48

BAB 3 PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PUNGUTAN KEPABEANAN DAN


CUKAI
A. Dokumen Pembayaran Dan Lokasi Pembayaran………………………….50
B. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor
Melalui Bank Devisa Persepsi Dan Pos Persepsi……………………….....54
C. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor
Melalui Kantor Bea Dan Cukai……………………………………………….57
D. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor
Atas Kiriman Pos………………………………………………………………60
E. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka Ekspor…...63
F. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Atas Barang
Kena Cukai……………………………………………………………………..68
G. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Yang Berasal Dari
Denda Administrasi……………………………………………………………73
H. Tata Kerja Penyetoran Penerimaan Negara………………………………..76
Rangkuman……………………………………………………………………………..84
Latihan…………………………………………………………………………………..85

BAB 4 JAMINAN DAN ADMINISTRASI PENERIMAAN KEPABEANAN DAN


CUKAI
A. Jaminan Kepabeanan Dan Cukai………………………………………………86
B. Administrasi Penerimaan Negara Oleh Bendahara DJBC…………………..93
C. Rekonsiliasi Penerimaan DJBC………………………………………………...97

iii
Rangkuman………………………………………………………………………………..100
Latihan……………………………………………………………………………………..101

BAB 5 PENAGIHAN KEPABEANAN DAN CUKAI


A. Penagihan Pungutan Kepabeanan…………………………………………….103
B. Penagihan Pungutan Cukai……………………………………………………..108
C. Penyelesaian Barang Tidak Dikuasai, Dikuasai Negara
Dan Milik Negara…………………………………………………………………112
Rangkuman………………………………………………………………………………..118
Latihan……………………………………………………………………………………..119

BAB 6 PENGEMBALIAN KEPABEANAN DAN CUKAI


A. Pengembalian Bea Masuk………………………………………………………120
B. Pengembalian Bea Keluar………………………………………………………126
C. Pengembalian Cukai…………………………………………………………….128
Rangkuman………………………………………………………………………………..131
Latihan……………………………………………………………………………………..132

PENUTUP………………………………………………………………………………….133
GLOSARIUM……………………………………………………………………………...134
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...135
BIODATA PENULIS……………………………………………………………………...137

iv
DAFTAR GAMBAR
No Nama Halaman
1.1 Pejabat Pengelola Keuangan Negara 7
1.2 Penggantian Bendahara Penerima 10
1.3 Ganti Rugi Kerugian Negara 12
1.4 Larangan Bendahara 13
2.1 Siklus Pajak 27
3.1 SSPCP 51
3.2 Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka 54
Impor Melalui Bank Devisa Persepsi Atau Pos Persepsi
3.3 Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka 57
Impor Melalui Kantor Bea Dan Cukai
3.4 Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka 60
Impor Ataskiriman Pos Melalui Kantor Pos
3.5 Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka 63
Ekspor Melalui Bank Devisa Persepsi Atau Pos Persepsi
3.6 Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Atas Barang Kena 58
Cukai ( Pembayaran Melalui Bank Persepsi atau Pos Persepsi)
3.7 Tata Kerja Penyetoran Penerimaan Negara (Oleh Kantor Bea Dan 76
Cukai)
3.8 Tata Kerja Penyetoran Penerimaan Negara (Oleh Kantor Pos) 80
5.1 Mekanisme Penagihan Kepabeanan Dan Cukai 102
6.1 Tahap Pengembalian Bea Masuk 122
6.2 Alur Pengembalian Bea Masuk 123
6.3 Tahap Pengembalian Bea Keluar 127

v
PENDAHULUAN

Mata Kuliah Teknis Perbendaharaan Penerimaan merupakan salah satu mata


kuliah utama dalam kurikulum Program Diploma I Spesialisasi Kepabeanan dan
Cukai. Mata kuliah ini memberikan dasar-dasar pengetahuan administrasi
perbendaharaan di bidang kepabeanan dan cukai bagi Mahasiswa yang nantinya
akan menjalankan tugas sebagai pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC). Berdasarkan fungsi dan alur kegiatan kepabenanan dan cukai, kegiatan
administrasi perbendaharaan adalah kegiatan yang sangat vital dan menjadi induk
dari seluruh kegiatan kepabeanan dan cukai. Dengan memberikan pembekalan
materi ini, diharapkan mahasiswa dapat siap secara teknis untuk melaksanakan
tugas nantinya sebagai pegawai DJBC.

Berdasarkan silabus Program Diploma I Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai


(yang telah direvisi tahun 2012) disebutkan bahwa alokasi waktu yang disediakan
untuk materi ini sebanyak 2 (dua) SKS untuk 16 kali tatap muka. Kompetensi dasar
yang disampaikan dalam mata kuliah Pengantar Teknis Perbendaharaan dan
Penerimaan akan mencakup beberapa kompetensi, antara lain: konsep administrasi
keuangan negara dan perbendaharaan negara; tugas, fungsi dan tanggung jawab
Bendahara; pungutan negara dalam rangka impor, ekspor dan cukai; tatacara
pembayaran dan penyetoran bea masuk, PDRI, cukai dan pungutan negara lainnya;
jaminan dan pembukuan, dan sebagainya.

Untuk memudahkan penyampaian, Bahan ajar ini akan kami bagi menjadi 6
(enam) bab pembahasan. Masing-masing bab akan berisi materi teknis
perbendaharaan yang diselaraskan dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam
mata kulian ini. Secara ringkas, sub pokok bahasan yang akan dibahas dalam modul
ini adalah sebagai berikut:

- Pengertian, Tugas, Fungsi dan Tanggung Jawab Bendahara DJBC,


mencakup: pengertian-pengertian umum mengenai administrasi keuangan negara
dan perbendaharaan, konsep bendahara penerima DJBC, tugas, fungsi dan
tanggung jawab Bendahara DJBC

1
- Barang Kena Cukai, Tarif Cukai dan Harga Dasar BKC, mencakup BKC,
penambahan atau pengurangan BKC, Konsep tarif cukai dan harga dasar BKC.
- Jenis-jenis pungutan negara, mencakup: penjelasan tentang pungutan-
pungutan negara yang dikelola DJBC yang terkait dengan barang impor, ekspor
dan barang kena cukai.
- Mekanisme pembayaran dan penyetoran pungutan negara mencakup:
penjelasan tentang mekanisme pembayaran dan juga penyetoran terhadap
penerimaan bea masuk, PDRI, cukai, denda dan bunga .

- Jaminan dan Pembukuan Bendahara Penerima Bea dan Cukai, mencakup:


berbagai hal yang terkait dengan jaminan kepabeanan dan cukai serta tatacara
pembukuan penerimaan DJBC.

- Mekanisme Penagihan di bidang kepabeanan dan cukai, mencakup:


mekanisme penagihan kepabeanan, cukai dan pungutan lainnya

- Mekanisme Pengembalian pungutan pabean dan cukai, mencakup: ketentuan


larangan berdasarkan UU Cukai, kewenangan umum dan kewenangan khusus.

2
BAB

PENGERTIAN, TUGAS, FUNGSI DAN TANGGUNG


JAWAB BENDAHARA 1
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan
menjelaskan pengertian,
pengertian, tugas,
tugas,
fungsi dan tanggung jawab negara , yang meliputi
fungsi dan tanggung jawab negara , yang meliputi ::
Konsep
Konsep adminsitrasi
adminsitrasi keuangan
keuangan negara
negara dan
dan perbendaharaan
perbendaharaan negara
negara

Tugas,
Tugas, fungsi
fungsi dan
dan tanggung
tanggung jawab
jawab Bendahara
Bendahara

Bendahara
Bendahara penerima
penerima di
di bidang
bidang kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai
cukai

A. Konsep Administrasi Keuangan Negara dan Perbendaharaan


negara

1. Konsep Administrasi Keuangan Negara

Pungutan bea masuk, bea keluar dan cukai adalah jenis penerimaan pajak
tidak langsung yang administrasi penerimaannya dikelola oleh DJBC. Ketiga jenis
penerimaan pajak tersebut menjadi instrumen penerimaan yang memiliki kedudukan
cukup penting sebagai alat pengumpul penerimaan negara. Secara prinsip,
penerimaan negara tersebut menjadi salah satu aspek keuangan negara. Untuk lebih
menggambarkan pengertian keuangan negara ini, mari kita simak beberapa
konsepsi dasar mengenai keuangan negara sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

3
Beberapa pengertian umum tentang administrasi Keuangan Negara

 Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
 Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara.
 Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
 Pengeluaran Negara adalah uang yang keluar dari kas Negara.
 Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggung jawaban
Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD.
 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung
seluruh penerimaan dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank
sentral.

Merujuk kepada definisi keuangan negara berdasarkan UU nomor 17 tahun


2003 tersebut, maka pendekatan pemahaman mengenai aspek keuangan negara
dapat dilihat dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu:
pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Kemudian, dari sisi proses,

4
Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan
dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan,
Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di
atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pengelompokkan Keuangan Negara

Bila ditinjau dari aspek cakupan keuangan negara, maka pengertian keuangan
negara bisa dikelompokkan menjadi dua.
 Pertama, keuangan negara dalam arti yang luas pendekatannya lebih kepada
sisi objeknya. Sesuai definisi keuangan negara dalam UU nomor 17 tahun 2003,
cakupan keuangan negara mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Bidang
pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bidang
pengelolaan moneter berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
sektor perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam maupun luar negeri.
Sedangkan bidang kekayaan negara yang dipisahkan berkaitan dengan
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha Milik
Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari keuntungan (profit
motive).

 Kedua, pengertian keuangan negara dalam arti sempit. Pengertian keuangan


negara disini hanya mencakup pengelolaan keuangan negara subbidang
pengelolaan fiskal saja.

Memahami konsep keuangan negara tersebut maka kita dapat melihat bahwa
kedudukan penerimaan bea masuk, bea keluar dan cukai yang dikelola oleh DJBC
adalah salah satu aspek pengelolaan keuangan negara dari sisi fiskal.

5
2. Konsep Perbendaharaan

Untuk memahami konsep perbendaharaan, paling tidak Anda harus memahami


terlebih dahulu mengenai pengertian bendahara dan perbendaharaan. Menurut
Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pengertian
Perbendaharaan Negara adalah “pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN/APBD. Sejalan dengan perkembangan, kebutuhan
pengelolaan keuangan negara menjadi semakin dinamis. Fungsi perbendaharaan
tersebut berkembang menjadi:
 perencanaan kas yang baik;
 pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan;
 pencarian sumber pembiayaan yang paling murah; dan

 pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai


tambah sumber daya keuangan.

Pengertian Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk
dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/
menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Dalam
Undang-undang Perbendaharaan tersebut diketahui bahwa pada dasarnya
bendahara ada 2 jenis yaitu:

a. Bendahara penerimaan
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan
negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan
kerja Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah.
b. Bendahara pengeluaran
Bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang untuk
keperluan belanja Negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
pada kantor/satuan kerja kementerian Negara/ lembaga/daerah.

Bendahara penerimaan maupun bendahara pengeluaran merupakan jabatan


fungsional. Bila terjadi kerugian keuangan negara dalam kepengurusannya,
bendahara bertanggungjawab secara pribadi.

6
Pejabat Perbendaharaan Negara

Dalam menjalankan pemerintahannya, di bidang keuangan negara Presiden


dibantu oleh Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO). Sedangkan di
bidang lainnya Presiden dibantu oleh menteri/pimpinan lembaga selaku Chief
Operational Officer (COO). Sesuai dengan prinsip tersebut, Kementerian Keuangan
berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara
secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing. Gambar 1.1 berikut ini memperlihatkan struktur pejabat
negara yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara.

Gambar 1.1
Pejabat Pengelola Keuangan Negara

B. Tugas dan Tanggung Jawab Bendahara Penerima

1. Permulaan Tugas Bendahara Penerima

Pada saat pertama kali seorang melaksanakan tugas sebagai bendahara


penerima, Kepala Kantor memerintahkan Bendahara penerima untuk menuliskan

7
kode nomor/kombinasi nomor lemari kas/brankas yang telah diaturnya yang hanya
diketahuinya sendiri. Kemudian dimasukkan dalam amplop tertutup bersama anak
kunci brankas, selanjutnya ditutup dan disegel, dan dimasukkan kedalam amplop
kedua yang juga disegel/diparaf bendahara dan diserahkan kepada Kepala Kantor.

Pembukaan amplop yang tersegel dilakukan oleh Kepala Kantor hanya pada
saat/keadaan sebagai berikut:

a. Bendahara melarikan diri, meninggal dunia atau dibawah pengampuan atau


semacamnya, pembukaan amplop disaksikan oleh Tim dan ahli waris
bendahara;
b. Serah terima bendahara karena penggantian rutin, selanjutnya bendahara
yang baru membuat tahapan-tahapan seperti diatas.

2. Serah Terima Jabatan Bendahara Penerima

Dalam menjalankan tugasnya, seorang Bendahara Penerima dapat diganti


oleh orang lain sebagai pengganti jabatan bendahara penerima. Sifat penggantian ini
dapat secara tetap maupun sementara saja.
a. Penggantian Sementara Bendahara Penerima
 Penggantian sementara jabatan Bendahara dilakukan dalam hal Bendahara
Penerima tidak dapat menjalankan fungsinya karena sesuatu hal. Kepala
Kantor selaku atasan langsung menunjuk Bendahara pengganti sementara
untuk melaksanakan tugasnya dan Bendahara yang diganti wajib membuat
surat kuasa/pernyataan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengganti
sementara.
 Bendahara Penerima tidak dapat menjalankan tugasnya lebih dari 12 (dua
belas ) hari atau tidak bersedia menyerahkan tugasnya dengan surat kuasa.
Tugas kewajibannya harus diserah terimakan kepada Bendahara pengganti
sementara yang ditunjuk oleh Kepala Kantor dan dibuatkan Berita Acara serah
terima yang diketahui oleh Kepala Kantor.
 Penggantian Bendahara Penerima karena melarikan diri, berada dibawah
pengampuan atau meninggal dunia. Dalam hal ini Kepala Kantor segera
membentuk Tim yang bertugas sebagai berikut:
1) Menutup Buku Catatan Pabean untuk penerimaan harian.

8
2) Menyimpan dalam lemari yang disegel semua buku-buku dan bukti-bukti
lain yang berkaitan dengan penerimaan /penyetoran.
3) Menyegel brankas.
Penutupan buku catatan Pabean untuk penerimaan harian dan buku-buku
lainnya, penyegelan dan pemerikasaan kas harus disaksikan oleh ahli
waris/keluarga bendahara yang bersangkutan dan 2 (dua) orang pejabat
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor.
Selanjutnya apabila tugas diatas telah selesai dilaksanakan, dilakukan
pengujian dengan membuka segel, melakukan pemeriksaan kas dan
semua uang dan dokumen berharga lainnya dihitung dan dituangkan
dalam berita acara. Penutupan buku catatan Pabean untuk penerimaan
harian dan buku-buku lainnya, penyegelan dan pemerikasaan kas harus
disaksikan oleh ahli waris/keluarga bendahara yang bersangkutan dan 2
(dua) orang pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Kantor. Guna kelancaran
tugas sehari-hari Kepala Kantor selaku atasan langsung segera menunjuk
Bendahara Penerima Pengganti Sementara, yang sebelum melaksanakan
tugasnya terlebih dahulu dilakukan serah terima dari Tim kepada
Bendahara Penerima Pengganti Sementara tersebut dan dibuatkan Berita
Acara. Apabila Bendahara Penerima sudah dapat menjalankan tugasnya
kembali, maka segera dibuatkan surat pencabutan atas surat kuasa atau
penunjukannya.

b. Penggantian tetap/rutin seorang Bendahara Penerima;


 Apabila dilakukan penggantian Bendahara Penerima bersifat tetap, maka
buku penerimaan ditutup dan dibuatkan berita acara serta pertelaan
penutupan kas yang ditanda tangani oleh Bendahara Penerima yang lama
dan yang baru dengan diketahui oleh Kepala Kantor selaku atasan
langsung.
 Hal yang penting dalam serah terima secara tetap bendahara penerima
adalah penghitungan atas uang-uang negara, jaminan, buku-buku,
dokumen-dokumen yang terkait serta catatan-catatan yang terkait dengan
keuangan negara yang harus dipertanggung jawabkan sehubungan dengan
serah terima dimaksud, termasuk pita cukai dan dokumen-dokumen lain
yang terkait dengan tugas dan fungsi bendahara penerima DJBC.

9
Gambar 1.2
PENGGANTIAN BENDAHARA PENERIMAAN

DALAM HAL TERJADI PERGANTIAN


BENDAHARA PENERIMAAN

DALAM HAL PERGANTIAN DALAM HAL PERGANTIAN DIKARENAKAN


BENDAHARA MELARIKAN DIRI, BERADA
BIASA DIBAWAH PENGAMPUNAN ATAU MENINGGAL
DUNIA

BUKU PENERIMAAN
DITUTUP DAN DIBUATKAN BERITA
ACARA SERTA PERTEAN PENUTUPAN
KEPLA KANTOR MEMBENTUK TIM YANG
KAS
BERTUGAS:
Menutup Buku catatan untuk penerimaan
pabean/ cukai
DITANDATANGANI OLEH BENDAHARA Menyimpan dalam lemari yang disegel
PENERIMAAN YANG LAMA DAN YANG semua yang berkaitan dengan
BARU penerimaan dan penyetoran
Menyegel brankas

DIKETAHUI OLEH KEPALA KANTOR


SELAKU ATASAN LANGSUNG
Dilakukan pengujian dengan membuka segel
Melakukan pemeriksaan kas, uang dan
dokumen
Dan dituangkan dalam berita acara yang
disaksikan ahli waris
Dan pejabat yang ditunjuk kepala kantor

Ditunjuk Bendahara Sementara


Guna melaksanakan kegiatan sehari – hari
sebelum Bendahara yang baru diangkat

3. Tanggung Jawab Bendahara Penerimaan

1. Hierarki Tanggung Jawab Bendahara

Menurut undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara


ditetapkan bahwa Bendahara Umum Negara adalah Menteri Keuangan yang dalam
melaksanakan tugasnya menunjuk kuasa Bendahara Umum Negara/Daerah.

10
Bendahara penerimaan bertanggung jawab secara fungsional atas pengelolaan uang
yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara.
Selanjutnya kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri
Keuangan dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan
penerimaan yang dilakukannya. Selanjutnya Menteri Keuangan bertanggung jawab
kepada Presiden dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan
penerimaan Negara

2. Tanggung Jawab Bendahara Penerima atas kerugian Negara

Bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan


kewajiban yang dibebankan kepadanya dan yang secara langsung merugikan
negara, diwajibkan mengganti kerugian tersebut. Kepala Kantor/satuan kerja segera
melakukan tuntutan ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian
Bendahara.

Kerugian negara yang timbul wajib dilaporkan oleh Kepala Kantor kepada
Menteri Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja sejak kerugian Negara itu diketahui. Kepala kantor segera meminta surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi
tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian Negara kepada Bendahara
Penerimaan. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh
atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, gubernur/bupati/walikota
yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian
kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

Bendahara yang melarikan diri atau dibawah pengampuan atau meninggal


dunia, apabila dalam pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakannya terjadi
kerugian pada negara, maka yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut adalah
Ahli waris dan/atau Pengampu/kuratornya.

3. Kadaluwarsa ganti rugi Bendahara

Pada dasarnya tuntutan ganti rugi terhadap bendahara tidak hilang walaupun
bendahara telah dijatuhi hukuman pidana. Dengan kata lain, Bendahara tetap

11
dituntut menyelesaikan kerugian negara yang diakibatkan karena kelalaiannya.
Namun demikian, tuntutan ganti rugi tersebut memiliki waktu daluwarsa. Menurut
Pasal 65 undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
ditetapkan bahwa kadaluwarsa membayar ganti rugi bagi bendahara dan pegawai
negeri yang bukan bendahara adalah:
 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut dan tidak dilakukan tuntutan
ganti rugi atau.
 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian dan tidak dilakukan penuntutan ganti
rugi.

Gambar 1.3
Ganti rugi Kerugian Negara

Dalam hal Bendahara Lalai Wajib mengganti


atau melakukan perbuatan kerugian tersebut
melanggar hukum Sehingga secara langsung merugikan negara

MELALUI
MEKANISME

LAPORAN HARUS DILAMPIRI


SURAT PERNYATAAN/
MELAPORKAN KEPADA MENTERI PENGAKUAN BENDAHARAWAN
KEPALA KANTOR KEUANGAN DAN BPK PALING LAMBAT BAHWA KERUGIAN MENJADI
YANG 7 HARI KERJA TANGGUNG JAWABNYA
BERSANGKUTAN

> 5 TAHUN SEJAK


DIKETAHUINYA KERUGIAN

TIDAK DIBEBASKAN DARI


TUNTUTAN GANTI RUGI
KEDALUWARSA TUNTUTAN WALAUPUN BENDAHARAWAN
GANTI RUGI TELAH DIJATUHI PIDANA

>5 TAHUN SEJAK TERJADI


4. Larangan Bendahara KERUGIAN DAN TIDAK
DILAKUKAN PENUNTUTAN

Sebagai wujud tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan negara, di dalam


Undang-undang Perbendaharaan diatur larangan-larangan bendahara sebagai
berikut:
a. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh
Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.

12
b. Bendahara penerimaan atau bendahara pengeluaran dilarang melakukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.

Gambar 1.4
Larangan Bendahara

Dirangkap
Dirangkap oleh
oleh Pengguna
Pengguna
Anggaran
Anggaran atau
atau kuasanya
kuasanya

Dalam Tugas Pengguna


Pengguna Anggaran
Anggaran Adalah:
Adalah:
DILARA Semua
Semua Menteri
Menteri atau
atau pimpinan
pimpinan
Pelaksanaan DILARA
NG 1
NG 1 lembaga
lembaga yang
yang dalam
dalam
Perbendaharaan melaksanakan
melaksanakan tugasnya
tugasnya
menunjuk
menunjuk Kuasa
Kuasa Pnegguna
Pnegguna
Anggaran
Anggaran
Menteri
Menteri Keuangan
Keuangan selaku
selaku BUN
BUN

Melakukan:
Melakukan:
Perdagangan
Perdagangan
Pemborongan
Pemborongan
Penjualan
Penjualan Jasa
Jasa
Penjamin
Penjamin atas
atas
kegiatan
kegiatan diatas
diatas

C. Bendahara Penerimaan Pada DJBC

Menurut ketentuan Undang-undang Pebendaharaan Negara, jabatan


bendahara adalah jabatan fungsional namun implementasi jabatan fungsional
bendahara hingga saat ini belum terealisasikan. Untuk mengisi kekosongan tersebut
maka di lingkungan DJBC telah diamlbil langkah-langkah praktis dengan
melimpahkan tugas dan fungsi bendahara tersebut pada ruang lingkup tugas jabatan
struktural. Khususnya yang terkait dengan jabatan bendahara penerima.

Mengadaptasikan dengan kebijakan yang berlaku di DJBC, Bendahara


Penerima JBC adalah pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang

13
diangkat oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan
sebagai Kepala Bidang Perbendaharaan atau Kepala Seksi/Kasubsi
Perbendaharaan pada Kantor-Kantor Pelayanan Utama Tipe A atauTipe B, Kantor
Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean dan Cukai serta
Kantor Pelayanan dan Pengawasan Tipe A.1, A.2, A.3, dan Tipe B di lingkungan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

1. Struktur, Tugas dan Fungsi Bendahara Penerimaan pada


Kantor Pelayanan Utama

Struktur Organisasi
Fungsi perbendaharaan di lingkungan Kantor Pelayanan Utama dilaksanakan oleh
Bidang Perbendaharaan dan Keberatan, yang membawahi:
1) Seksi Penerimaan dan Pengembalian
2) Seksi Penagihan
3) Seksi Keberatan

Tugas Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan dan Keberatan mempunyai tugas melaksanakan
pemungutan dan pengadministrasian bea masuk, cukai, dan pungutan negara
lainnya yang dipungut oleh DJBC, penelitian atas keberatan dibidang kepabeanan
dan cukai serta penyiapan administrasi urusan banding.
Seksi Penerimaan dan Pengembalian

Mempunyai tugas melakukan pengadministrasiaan penerimaan dan pengembalian


Bea Masuk, cukai, denda administrasi, bunga, sewa Tempat Penimbunan Pabean,
dan pungutan negara lainnya yang dipungut DJBC, penerimaan, penatausahaan,
penyimpanan,pengurusan permintaan dan pengembalian pita cukai,
pengadministrasian dan penyelesaian surat keterangan impor kendaraan bermotor,
penyajian laporan realisasi penerimaan Bea Masuk, cukai dan pungutan negara
lainnya serta pengadministrasian jaminan penangguhan BM, jaminan Pengusaha
Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), jaminan dalam rangka keberatan dan
banding serta jaminan lainnya.

14
Seksi Penagihan

Melakukan penagihan kekurangan pembayaran BM, cukai, denda administrasi,


bunga, sewa TPP, serta pungutan lainnya yang dipungut oleh DJBC, penerbitan dan
pengadministrasian surat teguran, surat paksa, penyitaan dan pengadministrasian
pelelangan, serta pengadministrasian dan penyelesaian premi.

Seksi Keberatan

Melakukan penelitian atas keberatan terhadap penetapan dibidang kepabeanan dan


cukai dan penyiapan administrasi urusan banding.

Fungsi Perbendaharaan
1) Pengadministrasian penerimaan bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga,
sewa tempat penimbunan pabean, dan pungutan negara lainnya yang dipungut
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2) Pengadministrasian jaminan serta pemrosesan penyelesaian jaminan
penangguhan bea masuk, jaminan Pengusaha Pengguna Jasa Kepabeanan dan
jaminan dalam rangka keberatan, banding serta jaminan lainnya.
3) Penerimaan, penatausahaan, penyimpanan, pengurusan permintaan dan
pengembalian pita cukai.
4) Penagihan dan pengembalian bea masuk, cukai denda administrasi, bunga
sewa tempat penimbunan pabean, pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta pengadministrasian dan penyelesaian
premi.
5) Penerbitan dan pengadministrasian surat teguran atas kekurangan pembayaran
bea masuk, cukai, denda adminstrasi, bunga, sewa tempat penimbunan pabean,
dan pungutan negara lainnya yang telah jatuh tempo.
6) Penerbitan dan pengadministrasian surat paksa dan penyitaan, serta
administrasi pelelangan.
7) Pengadminstrasian dan penyelesaian surat keterangan impor kendaraan
bermotor.
8) Penyajian laporan realisasi bea masuk, cukai, dan pungutan negara lainnya;

15
9) Pelaksanaan penelitian atas keberatan terhadap penetapan dibidang
kepabeanan dan cukai dan penyiapan administrasi urusan banding.

2. Struktur, Tugas dan fungsi Perbendaharaan pada Kantor Tipe


Madya Pabean

Struktur Organisasi

Fungsi perbendaharaan di lingkungan Kantor Tipe Madya Pabean dilaksanakan oleh


Kepala Seksi Perbendaharaan, yang membawahi:
1) Subseksi administrasi penerimaan dan jaminan.
2) Subseksi penagihan dan pengembalian.

Tugas Perbendaharaan

Tugas seksi perbendaharaan adalah melakukan pemungutan dan


pengadministrasian BM, cukai, dan pungutan negara lainnya yang dipungut DJBC.

Fungsi Perbendaharaan

1) Pengadministrasian penerimaan BM, cukai, denda administrasi, bunga sewa


tempat penimbunan pabean, dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal.
2) Pengadministrasian jaminan serta pemrosesan penyelesaian jaminan,
penangguhan BM, jaminan PPJK, jaminan dalam rangka keberatan dan banding
serta jaminan lainnya.
3) Penerimaan, penatausahaan, penyimpanan, pengurusan permintaan dan
pengembalian pita cukai.
4) Penagihan dan pengembalian BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa
tempat penimbunan pabean, pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal, serta pengadministrasian dan penyelesaian premi.
5) Penerbitan dan pengadministrasian surat teguran atas kekurangan pembayaran
BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa tempat penimbunan pabean, dan
pungutan negara lainnya yang telah jatuh tempo.

16
6) Penerbitan dan pengadministrasian surat keterangan impor kendaraan bermotor.
Penyajian laporan realisasi penerimaan BM, cukai, dan pungutan negara
lainnya.

3. Struktur, Tugas dan fungsi Bendahara Pada Kantor Tipe Madya


Cukai
Struktur Organisasi
Fungsi perbendaharaan di lingkungan Kantor Tipe Madya Cukai dilaksanakan
oleh Seksi Perbendaharaan, yang membawahi:
1) Subseksi Administrasi Penerimaan Jaminan.
2) Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian.
3) Subseksi Administrasi dan Distribusi Pita Cukai.

Tugas Perbendaharaan

Melakukan pemungutan dan pengadministrasian BM, cukai, dan pungutan negara


lainnya yang dipungut oleh Direktorat Jenderal.

Fungsi perbendaharaan

1) Pengadministrasian penerimaan BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa


tempat penimbunan pabean, dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2) Pengadministrasian jaminan serta pemrosesan penyelesaian jaminan
penangguhanBM, jaminan PPJK, jaminan dalam rangka keberatan dan banding
serta jaminanlainnya.
3) Penerimaan, penata usahaan, penyimpanan, pengurusan permintaan dan
pengembalian cukai.
4) Penagihan dan pengembalian BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa
tempat penimbunan pabean, pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal serta pengadministrasian dan penyelesaian premi.
5) Penertiban dan pengadministrasian surat teguran atas kekurangan pembayaran
BM, cukai, denda administrasi,bunga, sewa tmpaat penimbunan pabean dan
negara lainnya yang telah jatuh tempo.

17
6) Penerbitan dan penyelesaian penyitaan serta administrasi pelelangan.
Pengadministrasian dan penyelesaian surat keterangan impor
kendaraanbermotor.
7) Penyajian laporan realisasi penerimaan BM, cukai dan pungutan negara lainnya.

4. Struktur, Tugas dan fungsi Bendahara Pada Kantor Tipe A-1

Struktur Organisasi

Fungsi perbendaharaan pada Kantor Bea dan Cukai Tipe A dilaksanakan oleh Seksi
Perbendaharaan, yang membawahi:
1) Subseksi penerimaan dan jaminan.
2) Subseksi penagihan dan pengembalian.

Tugas Perbendaharaan
Seksi perbendaharaan mempunyai tugas melakukan pemungutan dan
pengadministrasian BM, cukai, dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal.

Fungsi Perbendaharaan
1) Pengadministrasian penerimaan BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa
penimbunan pabean, dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal.
2) Pengadministrasian jaminan serta pemrosesan penyelesaian jaminan
penagguhan BM, jaminan PPJK, jaminan dalam rangka keberatan dan banding
serta jaminan lainnya.
3) Penerimaan, penatausahaan, penyimpanan, pengurusan permintaan dan
pengembalian pita cukai.
4) Penagihan dan pengembalian BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa
tempat penimbunan pabean, pungutan negara lainnya yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal serta pengadministrasian dan penyelesaian premi.

18
5) Penerbitan dan pengadministrasian surat teguran atas kekurangan pembayaran
BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa tempat penimbunan pabean, dan
pungutan negara lainnya yang telah jatuh tempo.
6) Penerbitan dan pengadministrasian surat paksa dan penyitaan, serta
administrasi pelelangan.
7) Pengadministrasian dan penyelesaian surat keterangan impor
kendaraanbermotor.
8) Penyajian laporan realisasi penerimaan BM, cukai, dan pungutan negara
lainnya.

5. Struktur, Tugas dan fungsi Bendahara Pada Kantor Tipe B

Struktur Organisasi
Fungsi perbendaharaan pada Kantor Bea dan Cukai tipe B dilaksanakan oleh unit
Sub seksi Perbendaharaan dan Pelayanan.

Fungsi Perbendaharaan

1) Pengadministrasian penerimaan BM, cukai, denda administrasi, bunga sewa TPP,


dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh DirektoratJenderal Bea dan
Cukai;
2) Pengadministrasian surat pemrosesan penyelesaian jaminan penangguhanBM,
jaminan PPJK, jaminan dalam rangka keberatan dan banding sertajaminan
lainnya;
3) Penerimaan, penatausahaan, penyimpanan, pengurusan permintaan dan
pengembalian pita cukai;
4) Penagihan dan pengembalian BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewaTPP,
pungutan negara lainnya yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5) Pengadministrasian dan penyelesaian premi, penerbitan dan pegadministrasian
surat teguran atas pembayaran BM, cukai, denda administrasi, bunga, sewa TPP,
dan pungutan negara lainnya yang telah jatuh tempo;
6) Penerbitan dan pengadministrasian surat paksa dan penyitaan, serta administrasi
pelelangan;

19
7) Pengadministrasian dan penyelesaian surat paksa dan keterangan impor
kendaraan bermotor;
8) Penyajian laporan realisasi penerimaan BM, cukai dan pungutan negaralainnya
9) Penerimaan dan penatausahaan RKSP dan jadwal kedatangan SP;
10) Pelaksanaan penerimaan, pendistribusian, penelitian dan penyelesaianmanifest
kedatangan dan keberangkatan SP;
11) Pelayanan pemberitahuan pengangkutan barang serta perhitungan denda
administrasi terhadap kelambatan penyerahan dokumen SP;
12) Pelayanan fasilitas dan perizinan dibidang kepabeanan dan cukai, penelitian
pemberitahuan impor, ekspor, dokumen cukai dan pengusaha BKC;
13) Pemeriksaan barang, pemeriksaan badan dan pengoperasian sarana deteksi;
14) Penelitian pemberitahuan klasifikasi barang, tarif BM, nilai pabean dan fasilitas
impor serta penelitian kebenaran perhitungan BM, cukai, PDRI, PDRE dan
pungutan negara lainnya;
15) Penetapan klasifikasi barang, tarif BM, dan nilai pabean;
16) Pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dari kawasan pabean,
pelayanan dan pemasukan, penimbunan dan pemuatan barang ekspor ke SP;
17) Pelaksanaan urusan pembukuan dokumen cukai, pelaksanaan urusan
pemusnahan dan penukaran pita cukai, pemeriksaan pengusaha BKC, buku
daftar dan dokumen yang berhubungan dengan BKC, pelaksanaan dan
pengawasan dan pemantauan produksi, harga dan kadar BKC;
18) Pengadministrasian perizinan TPB, pengelolaan TPB dan TPP, pengawasan
pemasukan dan pengeluaran barang di TPB dan TPP, pemeriksaan dokumen,
pemeriksaan fisik dan pencacahan di TPB dan TPP;
19) Pelaksanaan urusan penyelesaian barang yang dinyatakan tidak dikuasai,
dikuasai negara, dan barang-barang yang menjadi milik negara serta
pelaksanaan urusan pemusnahan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,
dikuasai negara dan barang milik negara dan atau busuk;
20) Penerimaan, penelitian kelengkapan dan pendistribusian dokumen pabean dan
cukai, serta penyajian data kepabeanan dan cukai.

20
1) Kegiatan perbendaharaan merupakan kegiatan yang tidak terlepaskan dari
administrasi pengelolaan keuangan Negara.

2) Pengelompokkan keuangan Negara dapat dibedakan dalam arti yang sempit,


yaitu hanya mencakup pengelolaan keuangan Negara bidang fiscal saja.
Namun dalam arti yang luas, keuangan Negara harus dimaknai sebagai
kegiatan dalam bidang fiscal, moneter dan pengelolaan kekayaan Negara
yang dipisahkan

3) Pejabat perbendaharaan negara sebagai pengelola keuangan Negara


mencakup: presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif yang dibantu
oleh Menteri Keuangan selalu Chief Financial Offiicer, dan juga

21
Menteri/Pimpinan Lemabaga lainnya yang berfungsi sebagai Chief
Operational Officer serta wakil pemerintah pada Badan usaha Milik
Pemerintah

4) Dalam kegiatan perbendaharaan, menteri keuangan bertindak sebagai


Bendahara Umum Negara yang dalam tugasnya dibantu oleh Bendahara
penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

5) Tanggung jawab Bendahara atas kerugian Negara bersifat pribadi, artinya


Bendahara berkewajiban mengganti kerugian Negara yang disebabakan
perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya

6) Kadaluwarsa membayar ganti rugi bagi bendahara dan pegawai negeri


yang bukan bendahara adalah:
a. 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut dan tidak dilakukan
tuntutan ganti rugi atau.
b. 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian dan tidak dilakukan
penuntutan ganti rugi.
7) Bendahara menurut amanat Undang-undang Perbendaharaan adalah pejabat
fungsional yang diangkat oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang
ditunjuknya, namun dalam prakteknya hal ini tidak berjalan baik. Untuk
mengisi kekosongan, tugas dan fungsi bendahara penerima DJBC dijalankan
oleh Pejabat Struktural sesuai level tingkatan kantor Bea dan cukai

8) Fungsi perbendaharaan di lingkungan KPU dilaksanakan oleh Bidang


Perbendaharaan dan Keberatan, yang membawahi: Seksi Penerimaan dan
Pengembalian; Seksi Penagihan; dan Seksi Keberatan

9) Fungsi perbendaharaan di lingkungan KPPBC Tipe Madya Pabean


dilaksanakan oleh Kepala Seksi Perbendaharaan, yang membawahi:
Subseksi administrasi penerimaan dan jaminan dan Subseksi penagihan dan
pengembalian

10) Fungsi perbendaharaan di lingkungan KPPBC Tipe Madya Cukai


dilaksanakan oleh Kepala Seksi Perbendaharaan, yang membawahi:
Subseksi administrasi penerimaan jaminan; Subseksi penagihan dan
pengembalian dan Subseksi Administrasi dan Distribusi Pita Cukai

22
11) Fungsi perbendaharaan di lingkungan KPPBC Tipe A1 dilaksanakan oleh
Kepala Seksi Perbendaharaan, yang membawahi: Subseksi administrasi
penerimaan jaminan dan Subseksi penagihan dan pengembalian

12) Fungsi perbendaharaan di lingkungan KPPBC Tipe A1 dilaksanakan oleh


Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan

LATIHAN

1. Jelaskan pengertian keuangan Negara dan perbendaharaan Negara !


2. Jelaskan tugas, fungsi dan tanggung jawab bendahara !
3. Jelaskan struktur pengelolaan fungsi perbendaharaan di lingkungan KPU Bea
dan Cukai !
4. Jelaskan proses serah terima jabatan Bendahara !
5. Jelaskan larangan-larangan tugas Bendahara !

23
BAB

OBJEK, SUBJEK, SIKLUS DAN JENIS PUNGUTAN


KEPABEANAN DAN CUKAI 2
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan
menjelaskan objek,
objek, subjek,
subjek,
siklus
siklus dan
dan jenis
jenis pungutan
pungutan kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai,
cukai, yang
yang meliputi
meliputi ::
Objek
Objek dan
dan subjek
subjek Pungutan
Pungutan kepabeanan
kepabeanan dandan cukai
cukai

Siklus
Siklus pungutan
pungutan kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai
cukai

Jenis
Jenis pungutan
pungutan dan
dan Cara
Cara Penghitungan
Penghitungan Pungutan
Pungutan kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai
cukai

Dalam kegiatan belajar ini diuraikan tentang objek, subjek, siklus dan jenis-
jenis pungutan negara dibidang pabean, cukai dan juga pungutan negara lainnya.
Pungutan kepabeanan meliputi bea masuk dan bea keluar sedangkan pungutan
cukai adalah pungutan atas barang kena cukai. Pungutan negara lainnya adalah
pungutan yang ditetapkan menyertai pungutan-pungutan tersebut yang
pemungutannya dibebankan kepada pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

A. Objek dan Subjek Pungutan Kepabeanan dan Cukai

Pungutan yang diterima oleh Bendahara Penerima DJBC pada umumnya


termasuk dalam lingkup Pajak Tidak Langsung. Karakter dasar yang melekat pada
jenis pajak ini adalah subjek yang dituju, yang membayar, dan yang memikul pajak
tidak berada ditangan satu orang/badan. Untuk melihat lebih detil karakter objek dan
subjek pajak tersebut, akan diuraikan satu persatu berdasarkan masing-masing
kategori pungutannya.

24
1. Objek Pungutan Kepabeanan dan Cukai

Objek Pungutan Bea Masuk

Objek pajak atas pungutan bea masuk adalah semua barang yang dimasukkan
kedalam daerah pabean Indonesia untuk dipakai, dimiliki atau dikuasai oleh orang
yang berdomisili di Indonesia.

Objek Cukai

Objek pajak dibidang cukai adalah ;


1) Etil Alkohol atau etanol dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan
dalam pembuatannya;
2) Minuman Mengandung Etil Alkohol dalam kadar berapapun dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk
konsentrat yang mengandung etil alkohol;
3) Hasil Tembakau meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil
pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau
tidak bahan pembantu dalam pembuatannya.

Objek Bea Keluar

Berdasarkan Undang-undang Kepabeanan, tujuan dasar pengenaan Bea


Keluar lebih difokuskan sebagai alat kontrol (regulerend) dibandingkan sebagai
instrumen penerimaan. Dengan demikian pilihan pemerintah untuk mengenakan bea
keluar lebih dimaksudkan untuk melindungi kepentingan-kepentingan di dalam
negeri.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan, saat ini ada 5 (lima) jenis barang
yang dikenakan Bea Keluar:
1) Kayu (kecuali yang dilarang);
2) Kelapa sawit, CPO (Crude Palm Oil) dan turunannya;
3) Jangat dan jangat kulit pickled dan kulit disamak (wet blue) dari binatang sapi,
kerbau, biri-biri/domba dan kambing;
4) Biji Kakao

25
5) Bijih ( raw material atau ore) dalam bentuk logam, bukan logam dan batuan yang
seluruhnya berjumlah 65 jenis barang.

2. Subjek Pungutan Kepabeanan dan Cukai

Subjek Pembayaran Atas Pungutan Impor

Yang dimaksud subjek pembayaran terhadap barang impor adalah siapa saja
atau pihak mana saja yang memiliki atau menguasai barang yang pada waktu
pemasukannya wajib dikenakan pungutan pabean impor dan/atau PDRI lainnya.
Adapun pihak-pihak dimaksud adalah:
1) Importir
2) Pengangkut
3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara
4) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat
5) PPJK
6) Perorangan

Subjek Pembayaran Atas Pungutan Ekspor


1) Eksportir
2) Pengangkut.
3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara.
4) PPJK.
5) Perorangan.

Subjek Pembayaran Atas Pungutan Cukai


1) Pengusaha Pabrik BKC
2) Pengusaha Tempat penyimpanan Etil Alkohol
3) Importir BKC
4) Penyalur MMEA
5) Pengusaha Tempat penjualan Eceran Etil Alkohol dan MMEA
6) Perorangan

B. Siklus Pungutan Kepabeanan dan Cukai

26
Pada dasarnya pungutan pajak mempunyai kegiatan awal dan akhir yang
tertentu. Hal ini sering diistilahkan sebagai lingkaran atau siklus pajak (tax circle).
Menganalogikan dengan konsep siklus pajak tersebut, kami mencoba untuk
mengilustrasikan siklus pajak tersebut terhadap pungutan kepabeanan dan cukai.
Gambaran sederhana siklus pajak dapat dilihat pada gambar ilustrasi berikut:

Gambar 2.1
Siklus Pajak

Tahapan siklus pajak :


1) Saat terutang (titik tangkap);
2) Saat pelunasan;
3) Fasilitas pajak;
4) Penagihan, dan
5) Pengembalian, serta
6) Kadaluwarsa.

1. Saat Terutang Pajak

27
Saat terutang pungutan atas barang yang diimpor

Saat terutang pungutan impor adalah pada saat barang memasuki daerah
pabean Indonesia. Pada saat itu secara bersamaan terutang pajak-pajak dalam
rangka impor. Sehingga atas impor barang tersebut wajib dikenakan BM dan pajak-
pajak dalam rangka impor. Titik inilah yang merupakan dasar bagi pejabat Bea dan
Cukai untuk melakukan pengawasan dalam rangka mengamankan hak-hak negara
terutama hak keuangan negara.

Saat terutang cukai untuk Barang Kena Cukai


Saat terutang Barang Kena Cukai dibagi dalam 2 (dua) kategori:
 Untuk Barang Kena Cukai (BKC) buatan dalam negeri, saat terutang cukai
adalah pada saat barang kena cukai selesai dibuat.
 Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor dikenakan pada saat pemasukannya
kedalam daerah pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Kepabeanan.

Saat terutang Bea Keluar atas barang ekspor


Saat timbulnya Bea Keluar atas barang ekspor adalah saat pendaftaran
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea
dan Cukai. Pada titik inilah kewajiban pelunasan bea keluar harus sudah dilakukan.
Pengecualian dapat dilakukan terhadap barang ekspor tertentu, yang belum dapat
diketahui jumlah maupun spesifikasi nilainya pada saat penyampaian PEB.

2. Saat Pelunasan

Saat Pelunasan Bea Masuk

Kategori pelunasan untuk bea masuk bisa berbeda-beda tergantung proses


formalitas pabean yang sudah dilalui. Beberapa kategori tersebut, dapat disebutkan
antara lain:
a. Untuk barang impor untuk dipakai, kewajiban membayar paling lambat sejak
tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean dan kecuali jika diberikan

28
penundaan dalam hal pembayarannya dilakukan secara berkala atau menunggu
pembebasan atau keringanan.
b. Untuk barang impor yang ditetapkan SPTNP, Kekurangan pembayaran bea
masuk dan/atau denda administrasi yang terutang wajib dibayar paling lambat
60 (enam puluh ) hari sejak tanggal penetapan.

Atas permintaan yang berutang Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat
memberikan penundaan atau pengangsuran kewajiban membayar bea masuk
dan/atau denda administrasi paling lama 12 bulan dan atas penundaan ini dikenai
bunga 2% perbulan, bagian dari bulan dihitung satu bulan. Hal ini juga berlaku
terhadap importir yang mendapat penundaan karena alasan sedang mengajukan
permohonan fasilitas fiskal (vooruitslag). Namun dalam hal importir mendapat
fasilitas pembayaran berkala, maka pembayaran tidak dikenai bunga .

Saat Pelunasan Cukai


a. Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dilunasi paling lambat pada
saat pengeluaran BKC dari pabrik atau tempat penyimpanan
b. Untuk BKC yang diimpor untuk dipakai, saat BKC diimpor untuk dipakai
c. Untuk BKC yang mendapat kemudahan pembayaran Berkala, batas waktu
pelunasannya diberikan paling lama 45 hari sejak tanggal pengeluaran BKC dan
tidak dikenakan bunga.
d. Untuk BKC yang mendapat kemudahan penundaan pembayaran, batas waktu
pelunasannya:
 untuk BKC yang pelunasannya dengan pelekatan pita cukai paling lama 90
hari sejak tanggal pemesanan pita cukai.
 untuk BKC yang pelunasannya dengan cara pembubuhan tanda pelunasan
paling lama 45 hari sejak tanggal pengeluaran.
 untuk BKC impor yang pelunasannya dengan pelekatan pita cukai paling
lama 60 hari sejak tanggal pemesanan pita cukai.

Saat pelunasan Bea Keluar

29
Pelunasan Bea Keluar dilakukan sebelum pendaftaran dokumen PEB di Kantor
Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Dalam pengertian ini, PEB dari
eksportir akan ditolak apabila pada saat penyampaian PEB, kewajiban pembayaran
bea keluarnya belum dilakukan. Titik ini hampir berhimpitan dengan saat terutangnya
bea keluar. Namun demikian, pengecualian dapat dilakukan terhadap barang ekspor
tertentu, yang belum dapat diketahui jumlah maupun spesifikasi nilainya pada saat
penyampaian PEB.

3. Fasilitas Fiskal

Meskipun kewajiban pungutan pajak telah timbul, namun bisa saja


pembayaran tidak perlu dilakukan oleh subjek pungutan. Pengecualian ini diberikan
oleh Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai dalam bentuk fasilitas
fiskal. Karakter fasilitas fiskal agak berbeda antara pungutan pabean dan pungutan
cukai.

Fasilitas Fiskal Kepabeanan di bidang impor

Fasilitas fiskal dibidang kepabeanan diberikan oleh Undang-undang


Kepabeanan dalam bentuk:
a. Tidak dipungut Bea Masuk sesuai pasal 24 UU Kepabeanan
b. Pembebasan mutlak sesuai pasal 25 UU kepabeanan
c. Pembebasan atau Keringanan sesuai pasal 26 UU kepabeanan
d. Penangguhan Bea Masuk dalam rangka Tempat penimbunan Berikat, sesuai
pasal 44 UU Kepabeanan

Fasilitas Fiskal Kepabeanan di bidang ekspor

Berdasarkan Peratuan Pemerintah Nomor 55 tahun 2008 tentang Pengenaan


Bea keluar, Menteri Keuangan dapat mengecualikan pengenaan Bea Keluar
terhadap kategori barang ekspor sebagai berikut:
1) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
2) barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu
yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam.

30
3) barang untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
4) barang contoh dan tidak untuk diperdagangkan.
5) barang pindahan.
6) barang pribadi penumpang, ASP, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas nilai tertentu.
7) barang asal impor yang diekspor kembali.
8) barang ekspor yang diimpor kembali.

Fasilitas fiskal dibidang Cukai

Bentuk fasilitas fiskal dan kemudahan pembayaran di bidang cukai diatur


dalam pasal 8 dan pasal 9 Undang-undang Cukai. Bentuk perlakuannya terdiri dari:
a. Tidak dipungut Cukai ; dan
b. Pembebasan cukai

Disamping fasilitas fiskal di bidang cukai tersebut, Undang-undang cukai juga


memberikan perlakuan kemudahan pembayaran dalam bentuk:
a. Pembayaran berkala; dan
b. Penundaan cukai

4. Saat Penagihan

Kewajiban penagihan pajak timbul apabila kewajiban pelunasan yang seharus


dilakukan tidak juga dilakukan sampai dengan tanggal jatuh tempo. Pengaturan saat
timbulnya penagihan pajak untuk pungutan kepabeanan dan pungutan cukai pada
prinsipnya adalah sama. Namun perbedaan yang cukup signifikan terjadi terutama
dalam hal waktu jatuh temponya penagihan yang dilakukan.

Saat penagihan Bea masuk dan Bea Keluar

Timbulnya kewajiban penagihan di bidang kepabeanan mulai muncul setelah


ditemukannya kekurangan pembayaran. Dalam praktek, munculnya tagihan pajak di
bidang kepabeanan tersebut diwujudkan dalam bentuk surat penetapan (Surat
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Kembali Tarif dan Nilai
Pabean (SPKTNP), Surat Penetapan Pabean (SPP) atau Surat Penetapan Sanksi

31
Administrasi (SPSA)). Pada titik inilah munculnya kewajiban penagihan yang bersifat
administraif. Berakhirnya batas waktu penagihan administratif atas tagihan bea
masuk atau bea keluar adalah enam puluh hari sejak tanggal penetapan pabean.
Apabila setelah berakhirnya batas waktu penagihan administratif si wajib bayar
belum juga melunasi tagihan maka pihak DJBC akan meningkatkan status
penagihannya menjadi penagihan aktif.

Saat penagihan cukai

Sama halnya dengan kewajiban di bidang kepabeanan, timbulnya kewajiban


penagihan di bidang cukai muncul setelah ditemukannya kekurangan pembayaran.
Dalam praktek, munculnya cukai diwujudkan dalam bentuk surat penetapan surat
tagihan cukai (STCK-1) Pada titik inilah kewajiban penagihan administraif di bidang
cukai mulai dijalankan oleh DJBC. Berakhirnya batas waktu penagihan administratif
atas tagihan cukai adalah tiga puluh hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan.
Disinilah letak perbedaan antara penagihan administratif cukai dengan kepabeanan.

5. Pengembalian

Ketentuan pengembalian atas pungutan kepabeanan dan cukai adalah salah


satu aspek untuk mewujudkan keadilan dalam hal kewajiban perpajakan. Adalah
suatu bentuk kewajaran apabila wajib bayar mendapatkan pengembalian pungutan
apabila memang kategori pengembalian yang dispersyaratkan. Materi yang lebih
lengkap mengenai pengembalian di bidang kepabeanan dan cukai akan anda
pelajari di bab-bab berikutnya.

6. Kadaluwarsa Tagihan

Salah satu aspek dasar perpajakan adalah mewujudkan kepastian bagi wajib
bayarnya. Hal ini sangat penting untuk diwujudkan oleh pemerintah selaku pemungut
pajak dalam rangka menjamin kepastian bisnis si wajib bayar. Ketentuan undang-
undang kepabeanan dan undang-undang Cukai telah mengatur dengan tegas batas
waktu kadaluwarsanya tagihan bea masuk, bea keluar dan cukai.

32
Kadaluwarsa Tagihan Bea Masuk dan Bea Keluar

Menurut ketentuan pasal 40 Undang-undang Kepabeanan, Hak penagihan atas


utang pungutan kepabeanan menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak
timbulnya kewajiban membayar. Namun masa kadaluwarsa tersebut tidak dapat
diperhitungkan dalam hal :
 yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 yang terutang memperoleh penundaan pembayaran; atau
 yang terutang melakukan pelanggaran uatas undang-undang Kepabeanan

Kadaluwarsa Tagihan Cukai

Menurut ketentuan pasal 13 Undang-undang Cukai, Hak penagihan atas utang


cukai menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban
membayar. Namun masa kadaluwarsa tersebut tidak dapat diperhitungkan dalam
hal adanya pengakuan utang oleh pihak yang terutang.

C. Jenis-Jenis Pungutan Kepabeanan dan Cukai

1. Jenis Pungutan Kepabeanan dan Cukai

Pungutan di bidang Impor


Berdasarkan karakteristik pungutannya maka jenis pungutan dalam rangka impor
meliputi:
a. Bea Masuk dan bea masuk tambahan, yaitu: Bea masuk Anti Dumping (BMAD),
Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP), Bea Masuk
Pembalasan, Bea Masuk Ditanggung Negara (BMDTP/BM SPM nihil).
b. Sanksi administrasi berupa denda.
c. Pendapatan pabean lainnya: bunga atas BM, bunga atas denda administrasi
pabean dan biaya surat paksa.
d. Pungutan cukai atas BKC yang diimpor dan penerimaan cukai lainnya; biaya
pengganti label pengawas dan pita cukai serta bunga dan biaya surat paksa.
e. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor.
f. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM).
g. Pajak Penghasilan (PPh pasal 22)

33
h. Bunga Penagihan atas pajak dalam rangka impor .

Pungutan di bidang Ekspor


a. Bea keluar atas barang ekspor yang terkena bea keluar .
b. Sanksi administrasi berupa denda.
c. Pendapatan pabean ekspor lainnya: bunga atas bea keluar, bunga atas denda
administrasi pabean, bunga atas denda administrasi BK, denda administrasi
ekspor selain BK, bunga atas denda administrasi ekspor BK dan biaya surat
paksa.

Pungutan atas barang kena cukai


a. Cukai hasil tembakau
b. Cukai MMEA
c. Cukai etil alkohol
d. Sanksi administrasi berupa denda
e. Pendapatan cukai lainnya: bunga atas tagihan cukai, bunga atas denda
administrasi cukai dan biaya surat paksa.

2. Dokumen Dasar Pembayaran

Dokumen Dasar Pembayaran di bidang impor

 Pemberitahuan Impor Barang (BC 2.0), terhadap barang impor untuk dipakai
yang dikenakan kewajiban pembayaran bea masuk.
 Pemberitahuan Impor barang Khusus (BC 2.1), terhadap barang impor untuk
dipakai yang barang impornya mendapat pengecualian kewajiban penyampaian
PIB secara elektronik. Contoh: barang pindahan, barang kiriman, dan
sebagainya.
 Customs Declaration (BC 2.2), terhadap barang impor yang dibawa oleh
penumpang atau awak sarana pengakut yang datang dari luar negeri yang
dikenakan kewajiban pembayaran bea masuk.
 Buku Pas Barang Lintas Batas (BPBLB), terhadap barang impor yang dibawa
oleh pelintas batas yang dikenakan kewajiban pembayaran bea masuk.
 Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP), terhadap barang impor
berupa barang kiriman pos khusus yang ditangani oleh PT. Pos Indonesia.

34
 Pemb.Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat fasilitas KITE (BC 2.4),
terhadap barang impor eks. Fasilitas KITE yang tidak diekspor namun di jual ke
peredaran bebas.
 Pemb.Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat fasilitas Tempat
Penimbunan Berikat (BC 2.5), terhadap barang impor eks. Fasilitas TPB yang
tidak diekspor namun di jual ke Tempat lain dalam daerah pabean (peredaran
bebas).
 Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP), terhadap barang impor yang
ditetapkan kekurangan pembayaran bea masuk karena adanya kesalahan pos
tarif dan nilai pabean.
 Surat Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean (SPKTNP), terhadap barang
impor yang ditetapkan kekurangan pembayaran bea masuk karena adanya
penetapan kembali Pos Tarif dan Nilai Pabean. Contoh: penetapan kembali dari
hasil temuan Post Clereance Audit.
 Surat Penetapan Pabean (SPP), terhadap barang impor yang ditetapkan
kekurangan pembayaran bea masuk di luar kasus kesalahan Pos tarif dan Nilai
Pabean. Contoh: pembatalan fasilitas kepabeanan.
 Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA), terhadap subjek pungutan impor
yang melanggar ketentuan administrasi pabean berdasarkan Undang-undang
Kepabeanan.
 Surat teguran (ST) terhadap subjek pungutan impor yang tidak melunasi tagihan
kekurangan pembayaran bea masuk setelah berakhirnya jangka waktu
pembayaran.
 Surat Paksa (SP) terhadap subjek pungutan impor yang tidak melunasi tagihan
kekurangan pembayaran bea masuk setelah dikeluarkannya surat teguran dan
berakhirnya jangka waktu surat teguran .
Dokumen Dasar Pembayaran di bidang ekspor

 Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0), terhadap barang ekspor yang


dikenakan kewajiban pembayaran bea keluar;
 Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK), terhadap barang ekspor
yang ditetapkan kekurangan pembayaran bea keluarnya karena adanya
kesalahan perhitungan bea keluar.
 Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), terhadap barang
ekspor yang ditetapkan kekurangan pembayaran bea keluar karena adanya
perhitungan kembali sebagai hasil dari temuan Post Clereance Audit

35
 Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA), terhadap subjek pungutan ekspor
yang melanggar ketentuan administrasi pabean berdasarkan Undang-undang
Kepabeanan
 Surat teguran (ST) terhadap subjek pungutan impor yang tidak melunasi tagihan
kekurangan pembayaran bea keluar setelah berakhirnya jangka waktu
pembayaran
 Surat Paksa (SP) terhadap subjek pungutan ekspor yang tidak melunasi tagihan
kekurangan pembayaran bea keluar setelah dikeluarkannya surat teguran dan
berakhirnya jangka waktu surat teguran

Dokumen Dasar Pembayaran Cukai

 Dokumen Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK-1), terhadap pita cukai
yang dipesan untuk BKC hasil tembakau
 Dokumen Pemesaan Pita Cukai MMEA (CK-1A), terhadap pita cukai yang
dipesan untuk BKC MMEA
 Dokumen Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5), terhadap BKC etil
alkohol dan MMEA Golongan A yang dibuat di dalam negeri yang akan
dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan
 Surat Tagihan Cukai (STCK-1), terhadap utang cukai yang tidak dibayar pada
waktunya atau adanya temuan kekurangan pembayaran cukai.

3. Tata cara Penghitungan Pungutan Kepabeanan dan Cukai

Tata cara penghitungan pungutan impor


Untuk menghitung pungutan impor, maka poin-poin yang mesti dipahami adalah:
 Beban tarif BM berdasarakan ketentuan klasifikasi tarif sesuai Buku Tarif
Kepabeanan Indonesia.
 Nilai pabean sebagai dasar penghitungan Bea Masuk harus dalam kondisi nilai
Cost Insurance and Freight (CIF) sesuai acuan Incoterms 2010.
 Nilai CIF tersebut selanjutnya dikonversi menjadi nilai rupiah dengan cara
mengalikannya dengan Nilai dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang
ditetapkan Menteri Keuangan.

36
 Rumus dasar penghitungan BM, adalah: tarif BM dikalikan dengan Nilai Pabean
 Pajak-pajak Dalam rangka Impor (PDRI) seperti: PPN, PPn.BM dan PPh. Pasal
22 dihitungan dengan cara mengalikan anatar tarif pajak dengan Nilai Impor.
 Nilai Impor dihitung dengan cara menjumlahkan antara Nilai Pabean Barang
Impor dengan Nilai Pungutan Bea Masuk yang terhutang.
 Apabila barang impor juga dikenakan pungutan Bea masuk tambahan (BMAD,
BMTP, dsb) maupun pungutan cukai, maka komponen Bea masuk Tambahan
dan Cukai tersebut juga menjadi bagian dari Nilai Imporadalah sebagai berikut;
Contoh Penghitungan Pungutan Impor :

Importir PT.Sarinah mengimpor BKC berupa MMEA jenis BRENDY, dengan kadar
etil alkohol 26% sebanyak 100.000 botol @ 660ml, Harga CIF seluruhnya
USD.100.000,-, kurs atau NDPBM yang berlaku pada saat impor adalah Rp.10.000,-
tiap USD, Tarip Cukai atas MMEA tersebut Rp. 130.000,-/liter, BM.Spesifik
Rp.125.000,-/ltr, PPn. 10% dan PPh.Pasal 22. Sebesar 2,5%.

Penghitungannya sbb:
BM= 100.000,- btl x 0,66 x Rp125.000,- = Rp 8.250.000.000,-
Cukai = 100.000 X 0,66 ltr X Rp130.000,- = Rp 13.372.500.000,-
CIF = USD 100.000,- X Rp10.000,- = Rp 1.000.000.000,-
Nilai Impor = Rp 22.622.500.000,-

PPN = 10% X Rp22.622.500.000,- = Rp 2.262.250.000,-


PPh Psl 22 = 2,5% X Rp22.622.500.000,- = Rp 565.562.500,-

Jumlah BM dan PDRI seluruhnya;


BM = Rp 8.250.000.000,-
Cukai = Rp 13.372.500.000,-
PPN = Rp 2.262.250.000,-
PPh = Rp 565.562.500,-

Rp 24.450.312.500,-

Tata cara Penghitungan Bunga

37
Utang BM yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo disamping
dibayar BM dan denda administrasi juga dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan
bagian dari bulan dihitung sebulan penuh dan dihitung selama-lamanya 24 bulan.
Hal tersebut berlaku pula untuk pembayaran cukai, kekurangan cukai atau denda
administrasi juga dikenai bunga 2 % perbulan untuk paling lama 24 bulan.

Tata cara penghitungan sanksi administrasi berupa denda yang dikenakan


terhadap pelanggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan. Ada 5
(lima) cara dalam menghitung denda administrasi, yaitu:
a. Ditetapkan dalam rupiah tertentu.
b. Ditetapkan dalam persentase tertentu.
c. Ditetapkan dalam jumlah minimum sampai dengan maksimum dalam rupiah.
d. Ditetapkan secara minimum sampai dengan maksimum dalam persentase dari
yang kurang dibayar.
e. Ditetapkan secara minimum sampai dengan maksimum dalam persentase dari
yang seharusnya dibayar.

Cara pengenaan denda adalah sebagai berikut:


 Denda yang dikenakan dalam rupiah tertentu maupun persentase tertentu tidak
perlu dijabarkan lebih jauh lagi, karena telah ditetapkan secara fixed dalam
undang- undang.
 Denda yang ditetapkan dalam jumlah minimum sampai dengan maksimum
dalam rupiah ditetapkan sebagai berikut:
Ditetapkan dalam 6 bulan terakhir;
1) 1 X Melanggar, denda = 1 X denda minimum
2) 2 X Melanggar, denda = 2 X denda minimum
3) 3 s/d 4 X melanggar, denda = 5 X denda minimum
4) 5 s/d 6 X melanggar, denda = 7 X denda minimum
5) > 6 X melanggar, denda = 1 X denda maksimum

Contoh:
Pasal 10.a.(3) UUP yaitu pengangkut yang mengangkut barang impor pada saat
pembongkaran kedapatan kurang dari yang diberitahukan, dikenakan denda

38
minimum Rp25.000.000,- dan maksimum Rp250.000.000,- misalkan pengangkut
dalam 6 bulan terakhir telah melanggar sebanyak 5 kali, maka dendanya = 7 kali
Rp25.000.000,- = Rp175.000.000,-, denda ditagih dengan menggunakan formulir
SSPCP pada kolom denda.

 Jumlah denda yang ditetapkan minimum sampai dengan maksimum


dalampersentase ditetapkan sebagai berikut; (min. 100% s.d. maks. 1000%).
Ditetapkan atas kekurangan pembayaran BM:
1) Sampai dengan 25%, denda = 100%
2) >25% s/d 50%, denda = 200%
3) > 50% s/d 75%, denda = 400%
4) > 75% s/d 100%, denda = 700%
5) > 100%, denda = 1000%

Contoh:
Importir Y salah memberitahukan nilai pabean atau jumlah atau jenis
yangmenyebabkan kekurangan pembayaran BM, misalnya sudah bayar BM
Rp.10.000.000,-, seharusnya Rp.15.000.000,- selisih kurang = Rp.5.000.000,-
Rp.5.000.000,-/ Rp.10.000.000,- X 100% = 50% denda= 200%.  200% X
Rp.5.000.000,- = Rp.10.000.000,-

 Jumlah denda ditetapkan minimum sampai dengan maksimum dalampersentase


khusus pasal 25ayat 4 dan 26 ayat 4 yaitu penyalahgunaan fasilitas (tidak
sesuai tujuan dan persyaratan yang ditentukan), dendaditetapkan sebagai
berikut; (Min 100% s/d Maks. 500%).
Penetapan dendanya adalah sebagai berikut:
1) s/d 20% yg disalahgunakan,denda = 100% X yg seharusnya dibayar
2) >20% s/d 40% yg disalahgunakan,denda=200% X yg seharusnya dibayar
3) >40% s/d 60% yg disalahgunakan, denda=300% X yg seharusnya dibayar
4) >60% s/d 80% yg disalahgunakan,denda=400% X yg seharusnya dibayar
5) >80% s/d 100% yg disalahgunakan,denda=500% X yg seharusnya dibayar

Contohnya:

39
Importir X yang mendapat fasilitas impor, mengimpor alat-alat besar 15 Unit CIF @
Rp1.000.000,- per unit, CIF seluruhnya=Rp.15.000.000,-. BM yang ditetapkan
adalah; BM tanpa Fasilitas = 15% dan BMFasilitas = 5%. Dalam penelitian Pejabat
Bea dan Cukai terdapat penyalah gunaan fasilitas dimaksud 3 unit, maka cara
penghitungan denda adalah sebagai berikut:
1) BM tanpa Fas (15 Unit) : 15% X Rp.15.000.000,- = Rp.2.250.000,-
BM fasilitas : 5% X Rp.15.000.000,- = Rp. 750.000,-
--------------------
Rp.1.500.000,-
2). Misalkan disalahgunakan 3 Unit;
BM tanpa fasilitas : 15% X (3 X Rp.1.000.000,-)=Rp. 450.000,-
BM Fasilitas : 5% X ( 3 X Rp.1.000.000,-) =Rp. 150.000,-
-----------
Rp. 300.000,-
3). Denda = Rp300.000,-/ Rp1.500.000.000,- X 100% = 33,33%
Pada tabel 33,33% masuk ke klasifikasi denda 200%
Jadi 200% X Rp300.000,- = Rp600.000,-

Tata cara menghitung cukai


Penghitungan pungutan cukai secara umum sama-sama menggunakan sistem
tarif cukai spesifik, baik untuk pungutan cukai atas BKC buatan dalam negeri
maupun BKC impor. Namun variabel yang menentukan besarnya penerimaan cukai
agak berbeda untuk masing-masing jenis pungutan cukai.

Beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami dalam menghitung pungutan


cukai hasil tembakau adalah sebagai berikut:
 Pelunasan cukai dikaitkan dengan pemesanan pita cukai yang nantinya akan
dipakai sebagai alat pelunasan. Adapun rumus umum penghitungan cukai
hasil tembakau adalah:

CUKAI = TARIF CUKAI SPESIFIK X JUMLAH


BATANG

40
 Jumlah batang atau gram, dikonversi dari jumlah lembar pita cukai yang
dipesan. Rumusnya adalah, Jumlah Batang : Jumlah Lembar x Jumlah
Keping Seri x Isi per kemasan
 Pita cukai HT terdiri atas 3 seri, seri I isi 120keping perlembar, seri II isi 56
keping per lembar dan seri III isi 150 keping per lembar
 Tarif cukai spesifik untuk masing-masing hasil tembakau mengacu pada
penetapan tarif sesuai Keputusan Kepala Kantor Bea dan Cukai
 Khusus untuk hasil tembakau,DJBC juga berkewajiban untuk mengelola
pungutan PPN hasil Tembakau.
 Perhitungan PPN Hasil Tembakau mengacu pada Harga Jual Eceran per
kemasan yang telah ditetapkan bersamaan dengan penetapan tarif cukai,
oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai

PPN HT = TARIF EFEKTIF (8,4%) X HJE TOTAL


 Contoh Perhitungan:
Produsen SKM “PT LM” telah mengajukan dokumen penyediaan pita cukai
(P3C) Hasil Tembakau untuk kebutuhan bulan Februari 2013. Pada tanggal 4
Februari 2013, Pengusaha tersebut mengajukan CK-1 dengan total rincian
pengajuan, sebagai berikut :

No Gol Seri Pita Jumlah Merek Isi/Bks HJE/


Cukai (Lbr) Bungkus
1. II SERI III 1.000 A 12 Btg Rp. 6.600,-
2. II SERI I 500 B 20 Btg Rp.9.000,-

Sebagai tambahan informasi, bahwa Tarif cukai berdasarkan PMK


No.179/PMK.011/2012 yang telah ditetapkan terhadap produk Hasil tembakau,
yaitu:
a. Merk A, Tarif cukai spesifik adalah Rp. 285/btg
b. Merk B, Tarif cukai spesifik adalah Rp. 245/btg
c. Tarif PPN HT adalah 8,4%
Berdasarkan data-data tersebut, Hitung :
A. Total Nilai cukai yang terhutang !
B. Total PPN Hasil Tembakau yang terhutang !

Jawab :

41
Perhitungan Cukai dan PPN untuk merk A
Jumlah batang = 1.000 lbr x 12 x 150 keping = 1.800.000 batang
Cukai terhutang = Rp. 285 x 1.800.000 = Rp. 513.000.000,-
PPN terhutang = 8,4% x Rp. 6.600 x 1.000 lbr x 150 = Rp. 83.160.000,-

Perhitungan Cukai dan PPN untuk merk B


Jumlah batang = 500 lbr x 20 x 120 keping = 1.200.000 batang
Cukai terhutang = Rp. 245 x 1.200.000 = Rp. 294.000.000,-
PPN terhutang = 8,4% x Rp. 9.000 x 500 lbr x 120 = Rp. 45.360.000,-

Total Cukai terhutang : Rp. 513.000.000 + Rp. 294.000.000


= Rp. 807.000.000,-
Total PPN terhutang : Rp. 83.160.000 + 45.360.000
= Rp. 128.520.000,-
Beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami dalam menghitung pungutan
cukai MMEA adalah sebagai berikut:
 Cara penghitungan cukai MMEA, variabel yang menentukan besarnya nilai cukai
adalah : Jumlah liter MMEA, Tarif cukai spesifik sesuai golongan, Golongan
MMEA yang dibedakan berdasarkan kadar etil alkohol yang terkandung di
dalamnya.
 Khusus untuk MMEA golongan A buatan dalam negeri, sistem pelunasan
cukainya menggunakan cara pembayaran
 Untuk MMEA selain golongan A buatan dalam negeri, maka sistem pelunasan
cukainya menggunakan cara pelekatan pita cukai sehingga mekanisme
penghitungan cukainya dilakukan dengan cara mengkonversi jumlah
pemesanan pita cukai dengan besarnya cukai yang harus dilunasi
 Rumus penghitungan cukai MMEA :

CUKAI MMEA = TARIF CUKAI SPESIFIK


X JUMLAH LITER
 Untuk contoh detil penghitungan cukai MMEA anda akan memperolehnya di
mata pelajaran teknis cukai.

Beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami dalam menghitung pungutan


cukai etil alkohol adalah sebagai berikut:

42
 Sistem pemungutan cukai etil alkohol menggunakan sistem tarif cukai spesifik
murni. Pengertiannya bahwa cukai dipungut berdasarkan jumlah satuan spesifik
tertentu tanpa membedakan kadar etil alkohol yang terkandung di dalamnya dan
juga tanpa membedakan apakah etil alkohol tersebut diperoleh dari impor atau
diproduksi di dalam negeri.
 Besarnya tarif cukai etil alkohol ditetapkan tarif flat Rp.20.000,-/ltr dan khusus
untuk konsentrat mengandung etil alkohol sebesar Rp.100.000,-/liter
 Rumus penghitungan cukai etil alkohol :

CUKAI EA = TARIF SPESIFIK (RP.20.000,-) X


JUMLAH LITER (Dalam Kadar Berapapun)

 Contoh Penghitungan:
Pabrik etil alkohol “madu kismo” mengajukan permohonan pengeluaran BKC
dengan pelunasan cukai (dokumen CK-5) kepada Kantor Bea dan Cukai
setempat, dengan rincian:
- 20 drum isi @ 200 liter, etil alkohol kadar 96%.
Pertanyaan, Berapa nilai cukai yang harus dibayar Pengusaha ?
Jawab :
Pungutan Cukai yang harus dilunasi = 20 x 200 ltr x Rp. 20.000,-
= Rp. 80.000.000,-

Tata cara penghitungan denda dibidang Cukai

Denda di bidang cukai dikenakan terhadap pelanggaran yang dilakukan


dalam 5 (lima) tahun terakhir, tata cara pengenaan denda dibidang cukai dikenal ada
5 (lima), yaitu :
a. Denda ditetapkan dalam nilai rupiah tertentu.
b. Denda ditetapkan dalam kelipatan tertentu dari nilai cukai
c. Denda ditetapkan dalam persentase tertentu dari nilai cukai
d. Denda ditetapkan minimum sampai dengan maksimum dalam nilai cukai.
e. Denda ditetapkan minimum sampai maksimum dalam rupiah.

Cara pengenaan denda adalah sebagai berikut:


a. Denda yang dikenakan dalam nilai rupiah tertentu, kelipatan tertentu dari nilai
cukai dan persentase tertentu dari nilai cukai adalah mudahmenghitungnya,

43
karena telah disebutkan dalam undang-undang, mengenai kelipatan tertentu
dari nilai cukai, jadi harus dihitung terlebih dahulu nilai cukainya, sedangkan
persentase tertentu dari nilai cukai juga dihitung terlebih dahulu nilai cukainya
dan kemudian dikali dengan besarnya persentase yang ditetapkan dalam
undang-undang.
b. Terhadap denda yang ditetapkan minimum sampai maksimum dalam rupiah,
dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir melakukan
pelanggaran
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
1) X Melanggar, denda = 1 X denda Minimum.
2) X Melanggar, denda = 3 X denda Minimum.
3) X Melanggar, denda = 5 X denda Minimum.
4) X Melanggar, denda = 7 X denda Minimum.
5) ≥ 5 X Melanggar, denda = 1 X denda Maximum.
c. Terhadap denda yang ditetapkan minimum sampai dengan maksimum dalam
rupiah khusus pada pasal 25 (4A), dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima)
tahun terakhir melakukan pelanggaran.
Cara menghitungnya sebagai berikut :
1). 1 X Melanggar, denda = 1 X denda minimum
2). 2 X Melanggar, denda = 2 X denda minimum
3). 3 X Melanggar, denda = 3 X denda minimum
4). 4 X Melanggar, denda = 4 X denda minimum
5). ≥5 X Melanggar, denda =1 X denda maksimum

d. Denda yang dikenakan dalam minimum sampai dengan maksimum dalam


nilaicukai, contoh denda minimum denda 2 X nilai cukai, maksimum 10 X nilai
cukai, dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir melakukan
pelanggaran;
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
1) 1 X Melanggar denda = 2 X nilai cukai.
2) 2 X Melanggar denda = 4 X nilai cukai.
3) 3 X Melanggar denda = 6 X nilai cukai.
4) 4 X Melanggar denda = 8 X nilai cukai.
5) ≥5 X Melanggar denda = 10 X nilai cukai.

44
Sanksi administrasi berupa denda atas pengangkutan barang-barang tertentu

Atas pengangkutan barang-barang tertentu dalam daerah pabean, yakni


barang-barang tertentu tersebut jenisnya harus terlebih dahulu disepakati antara
Menteri yang membidangi Perdagangan dan Menteri Keuangan, besarnya sanksi
administrasi berupa denda ditetapkan dalam pasal 8.C ayat (3), (4),Undang-Undang
Kepabeanan.
Tatacara penghitungan Bea Keluar

Pada dasarnya tujuan pengenaan Bea Keluar tidak semata-mata untuk


kepentingan penerimaan negara namun dikaitklan dengan kepentingan :
 Menjamin terpenuhinya kebutuhan barang dalam negeri;
 Melindungi kelestarian sumber daya alam;
 Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu
dipasaran Internasional; atau
 Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu didalam negeri.

Bebarapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam penghitungan bea keluar
adalah sebagai berikut:
 Bea keluar secara umum ditetapkan dengan sistem tarif advalorum yang
besarnya berbeda-beda untuk setiap jenis barang yang dikenakan bea keluar.
Acuan tarif advalorum bea keluar diatur dalam PMK nomor 75/PMK.011/2008
tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea
Keluar.
 Harga sebagai acuan penghitungan bea keluar ditetapkan oleh Menteri
Keuangan atas usulan Menteri Perdagangan setiap bulan sekali, yang disebut
sebagai Harga Ekspor.
 Rumus pengitungan Bea keluar secara sederhana adalah sebagai berikut :

Bea Keluar = JUMLAH BARANG x TARIF BEA KELUAR (%)


x HARGA EKSPOR x NDPBM
 Contoh Perhitungan
Eksportir Y mengekspor CPO (Crude Palm Oil) Pos Tarif 1511.10.00.00
sebanyak 100,- Metric Ton. Nilai barang ekspor yang bersangkutan
diberitahukan sebesar USD 900/MT. Harga referensi CPO tersebut termasuk

45
dalam Kolom 5 PMK 75/2012 (TarifBea Keluar sebesar 12 %), Harga Ekspor
pada bulan dimana PEB diajukan sebesar USD. 781,-/MT, Kurs Pajak
Rp.10.000,-/USD.
Maka besarnya Bea Keluar :
Bea Keluar : 100 MT x 12 % x USD 781. x Rp. 10.000,- = Rp.93.720.000,-

46
RANGKUMAN
1) Objek pungutan bea masuk adalah semua barang yang dimasukkan ke dalam
daerah pabean Indonesia untuk dipakai, dimiliki atau dikuasai oleh orang yang
berdomisili di Indonesia. Objek bea keluar adalah barang-barang tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, saat ini meliputi: kayu, kelapa sawit, CPO
dan produk turunannya; jangat dan jangat kulit pickled; biji kakao; dan bijih
mineral. Kemudian objek pungutan cukai mencakup: EA, MMEA dan Hasil
tembakau
2) Subjek pungutan kepabeanan: importir, pengangkut, Pengusaha Tempat
Penimbunan Sementara, Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, PPJK dan
perorangan. Subjek pungutan Bea Keluar: eksportir, pengangkut, pengusaha
TPS, PPJK dan Perorangan. Subjek pungutan Cukai: Pengusaha Pabrik BKC,
Pengusaha TPE, Importir BKC, Penyalur MMEA, Pengusaha TPE EA dan
MMEA, perorangan.
3) Tahapan siklus pungutan kepabeanan dan cukai : saat terutang, saat pelunasan,
fasilitas, penagihan, pengembalian dan kadaluwarsa
4) Jenis-jenis pungutan kepabeanan: Bea Masuk dan bea masuk tambahan, yaitu:
Bea masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindak
Pengamanan (BMTP), Bea Masuk Pembalasan, Bea Masuk Ditanggung Negara
(BMDTP/BM SPM nihil), Sanksi administrasi berupa denda., Pendapatan
pabean lainnya: bunga atas BM, bunga atas denda administrasi pabean dan
biaya surat paksa, Pungutan cukai atas BKC yang diimpor dan penerimaan
cukai lainnya; biaya pengganti label pengawas dan pita cukai serta bunga dan
biaya surat paksa, PPN Impor, PPn BM,PPh pasal 22, Bunga Penagihan atas
pajak dalam rangka impor .
Jenis-jenis pungutan di bidnag ekspor: bea keluar, sanksi administrasi,
pendapatan ekspor
Jenis-jenis pungutan atas BKC: cukai HT, cukai MMEA, cukai EA, sanksi
administrasi, dan pendapatan cukai lainnya

5) Dokumen dasar pembayaran impor: PIB, PIBT, CD, BPBLB, PPKP, BC2.4,
BC2.5, SPTNP, SPKTNP, SPP, SPSA, ST dan SP
Dokumen dasar pembayaran ekspor: PEB, SPPBK, SPKPBK, SPSA, ST dan SP
Dokumen dasar pembayaran cukai: CK-1, CK-1A, CK-5 dan STCK-1

47
LATIHAN
1) Jelaskan konsep tax circle yang berlaku atas pungutan bea masuk !
2) Jelaskan jenis-jenis penerimaan cukai !
3) Jelaskan jenis-jenis dokumen dasar pembayaran di bidang ekspor !
4) Jelakan perbedaan cara menghitung pungutan cukai etil alkohol dengan cukai
MMEA !
5) Jelaskan rumusan perhitungan BM, BK dan cukai !

48
BAB

PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PUNGUTAN


KEPABEANAN DAN CUKAI 3
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan:
menjelaskan:
Dokumen
Dokumen pembayaran
pembayaran dan
dan Lokasi
Lokasi pembayaran
pembayaran

Tata
Tata Kerja
Kerja Pembayaran
Pembayaran Pungutan
Pungutan Impor
Impor Melalui
Melalui Bank
Bank Devisa
Devisa atau
atau Pos
Pos Persepsi
Persepsi

Tata
Tata Kerja
Kerja Pembayaran
Pembayaran Pungutan
Pungutan Impor
Impor Melalui
Melalui Kantor
Kantor Bea
Bea dan
dan Cukai
Cukai

Tata
Tata Kerja
Kerja Pembayaran
Pembayaran Pungutan
Pungutan Impor
Impor Melalui
Melalui Kantor
Kantor Pos
Pos

Tata
Tata Kerja
Kerja Pembayaran
Pembayaran Pungutan
Pungutan Ekspor
Ekspor

Tata
Tata Kerja
Kerja Pembayaran
Pembayaran Pungutan
Pungutan atas
atas Barang
Barang Kena
Kena cukai
cukai

Tata
Tata kerja
kerja Pembayaran
Pembayaran atas
atas Denda
Denda Administrasi
Administrasi Barang
Barang tertentu
tertentu

Tata Dalam
Tata Kerja
Kerja kegiatan
Penyetoran
Penyetoran belajar Bab
Penerimaan
Penerimaan 3 ini diuraikan tentang tata cara pembayaran dan
Negara
Negara
penyetoran pungutan kepabeanan dan cukai. Untuk lebih memudahkan pemahaman
maka penjabaran dalam Bab 3 ini kami bagi berdasarkan kategori pungutan masing-
masing, yaitu: kategori pungutan impor, ekspor, cukai, dan denda administrasi atas
barang tertentu.

Pembayaran adalah kegiatan pelunasan penerimaan negara dalam rangka


impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang
kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda
administrasi atas pengangkutan barang tertentu oleh wajib bayar ke Kas Negara
melalui Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea dan Cukai,
atau Kantor Pos dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai.
Berdasarkan definisi ini, setidaknya kita bisa memahami bahwa proses pembayaran
pungutan negara terutama dilakukan langsung melalui bank atau kantor pos. Kantor
Bea dan Cukai hanya dapat menerima pembayaran dalam hal pembayaran yang
tidak memungkinkan dilakukan melalui Bank. Jadi sifatnya hanya sekunder bukan
sebagai lokasi utama pembayaran.

49
Penyetoran adalah kegiatan menyerahkan seluruh pembayaran penerimaan
negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan
negara atas barang kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari
pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu yang diterima dari
wajib bayar ke Kas Negara oleh Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos
Persepsi, Kantor Bea dan Cukai, atau Kantor Pos.

A. Dokumen Pembayaran dan Lokasi Pembayaran

1. Dokumen Pembayaran

Untuk melakukan pembayaran atas pungutan Kepabeanan dan cukai, wajib


bayar menggunakan dokumen dasar berupa dokumen kepabeanan atau cukai
(contoh; PIB, BC 2.4, BC2.5, PEB, CK-1, CK-5 dan sebagainya). Namun sebagai
bukti pembayaran maka proses pembayaran menggunakan formulir Surat Setoran
pabean, cukai dan pajak (SSPCP). SSPCP ini berfungsi utama sebagai bukti
pembayaran yang sah setelah mendapatkan pengesahan dari pihak Bank atau
Kantor Pos persepsi.

Bentuk dan Jumlah Lembar SSPCP

Ketentuan mengenai SSPCP mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan


Nomor PMK 213/PMK.04/2008 dan aturan pelaksanaannya sesuai Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor P-39/BC/2008. Adapun bentuk dan susunan
SSPCP yang terkini adalah sebagaimana dalam gambar 3.1.

SSPCP sebagaimana dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan


sebagai berikut:
 Lembar ke-1 untuk Wajib Bayar;
 Lembar ke-2 untuk KPPN dan diteruskan ke Kantor Bea dan Cukai;
 Lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai; dan
 Lembar ke-4 untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi.

50
Gambar 3.1
SSPCP

51
NTB, NTP dan NTPN

Dalam mekanisme pembayaran menggunakan SSPCP, poin yang sangat


penting untuk diatensi oleh pihak-pihak yang terkait dengan pembayaran adalah
nomor referensi yang dikeluarkan oleh penerima pembayaran maupun dari sistem
modul penerimaan Negara (MPN). Nomor referensi tersebut menjadi salah satu
indicator pengecekan untuk membuktikan bahwa pembayaran telah benar-benar
diterima oleh kas Negara. Adapun nomor-nomor referensi tersebut adalah:
 Nomor Transaksi Bank (NTB) sebagai referensi yang membuktikan bahwa
pembayaran yang dilakukan oleh wajib bayar telah diterima oleh system Bank.
NTB ini diberikan oleh system computer Bank dan akan terlihat pada catatan
register yang diprint-out oleh kasir penerima pembayaran.
 Nomor Tarnsaksi Pos (NTP), apabila pembayaran pungutan Negara dibayar
melalui Pos Persepsi maka nomor referensi akan dikeluarkan oleh system
penerimaan Pos Persepsi
 Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor referensi yang
dikeluarkan oleh sistem MPN, setelah transaksi pembayaran diinput datanya
dalam sistem MPN. Nomor ini menjadi referensi sah yang membuktikan bahwa
pembayaran telah diterima rekening kas Negara.

2. Lokasi Pembayaran

Pembayaran pungutan kepabeanan dan cukai pada dasarnya tidak lagi


dilakukan langsung kepada bendahara Bea dan Cukai namun harus dilakukan
melalui Bank atau Kantor Pos. Pembayaran langsung kepada Bendahara Bea dan
Cukai hanya bisa dilakukan untuk transaksi pembayaran yang tidak memungkinkan
dilakukan melalui Bank atau kantor Pos, seperti barang impor penumpang, awak
sarana pengangkut dan pelintas batas.

Berdasarkan ketentuan P-39/BC/2008, lokasi-lokasi pembayaran yang dapat


dipilih oleh wajib bayar dan kriteria pembayaran apa saja yang bisa dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Bank Devisa Persepsi, yaitu Bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor.
Jenis-jenis penerimaan yang dapat diterima adalah;

52
- Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor
- Pembayaran penerimaan Negara dalam rangka ekspor
- Pembayaran penerimaan negara atas BKC yang dibayar bersamaan dengan
pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor.
- Pembayaran penerimaan negara impor dan ekspor yang dapat dilakukan di
Kantor Bea dan Cukai.
b. Bank Persepsi merupakan Bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima setoran penerimaan negara dalam negeri. Jenis penerimaan
yang dapat diterima adalah:
- Pembayaran penerimaan negara atas BKC
- Pembayaran penerimaan negara denda administrasi atas pengangkutan
barang tertentu
c. Pos Persepsi, yaitu Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor, impor dan juga
penerimaan dalam negeri. Jenis-jenis penerimaan yang dapat diterima adalah:
- Penerimaan negara dalam rangka impor.
- Penerimaan negara dalam rangka ekspor.
- Pembayaran penerimaan Negara atas BKC.
- Pembayaran penerimaan negara impor dan ekspor yang dapat dilakukan di
Kantor Bea dan Cukai.
d. Kantor Pos atau yang lebih familiar disebut sebagai Kantor Pos Lalu Bea, yaitu
Kantor-Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan Menteri bersama-
sama dengan Menteri terkait sebagai tempat pembayaran penerimaan negara
dalam rangka impor atau ekspor khusus untuk barang-barang kiriman pos.

B. Tata kerja Pembayaran Penerimaan Negara dalam Rangka


Impor melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi

Alur proses tatakerja pembayaran penerimaan Negara dalam rangka impor


melalui bank devisa persepsi atau Pos Persepsi secara iustrasi dapat kami
gambarkan dalam flowchart berikut.

53
Gambar 3.2

Kegiatan Wajib Bayar;


1. Mengisi formulir SSPCP secara dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan
dan benar sesuai dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum
dalam dokumen dasar pembayaran.
2. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di Bank Devisa
Persepsi atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
3. Wajib bayar menerima kembali:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima; dan
b. SSPCP lembar ke- 1 dan ke-3 yang telah divalidasi.
4. Menyerahkan dokumen dasar pembayaran dan SSPCP lembar ke-3 ke Kantor
Bea dan Cukai.

54
Kegiatan Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi:
1. Menerima dari wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
2. Meneliti:
a. Kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP dengan
dokumen dasar pembayaran;
b. Pembayaran PNBP, dalam hal terhadap jasa pelayanan impor dikenakan
PNBP.
3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan/atau telah sesuai dengan
ketentuan peraturan:
a. Menerima berkas sebagaimana dimaksud pada angka 1;
b. Mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP;
c. Membubuhkan cap, tanggal pelunasan SSPCP, tanda tangan, dan nama jelas
petugas pada dokumen dasar pembayaran; dan menerakan NTB/NTPN
4. Menyerahkan kepada wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima;
b. SSPCP lembar ke-1 untuk wajib bayar;
c. SSPCP lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai.
5. Mengirimkan credit advice, (data atas SSPCP yang telah dilunasi oleh wajib
bayar) ke Kantor Bea dan Cukai telah terhubung dengan sistem PDE.
6. Menerima respon dari Kantor Bea dan Cukai atas penermintaan data
sebagaimana dimaksud pada angka 6.
7. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul Bank yang terhubung dengan Modul Penerimaan Negara (MPN).
8. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 ke yang telah diterakan NTB/ NTPN/NTP
ke KPPN.
9. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran dan/atau
penyetoran jika diminta oleh Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai.

55
Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):
1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi
yang telah mendapatkan NTB/NTP dan NTPN.
2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan data pada MPN.
3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2.
4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 yang telah divalidasi ke Kantor Pelayanan dan
Pengawasan Bea dan Cukai
5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran dan/atau
penyetoran dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah terhubung melalui sistem PDE:
a. Menerima data SSPCP berupa credit advice dari Bank Devisa Persepsi atau
Pos Persepsi;
b. Memberikan respon ke Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi atas credit
advice yang diterima; dan
c. Melakukan pencocokkan data penerimaan negara dalam rangka impor yang
tercantum dalam dokumen dasar pembayaran dengan credit advice yang
dikirim dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
2. Menerima dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima dan
SSPCP lembar ke-3 dari wajib bayar.
3. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokkan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari wajib bayar.
4. Dalam hal hasil pencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Bank Devisa Persepsi,
Pos Persepsi, dan/atau KPPN.
5. Dalam hal hasil rekonsiliasi/pencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan
lembar ke-3 sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menatausahakan SSPCP.

C. Tata kerja pembayaran penerimaan negara dalam rangka


impor melalui Kantor Bea dan Cukai;

56
Alur proses tatakerja pembayaran penerimaan Negara dalam rangka impor
melalui Kantor Bea dan Cukai dapat kami gambarkan dalam flowchart berikut.

Gambar 3.3

Pembayaran atas impor barang yang dilakukan oleh penumpang, awak


sarana pengangkut dan pelintas batas

Kegiatan Wajib Bayar:

1. Menyerahkan Customs Declaration (CD) yang telah diisi dengan lengkap,


dokumen pelengkap pabean, dan/atau barang impor kepada petugas
Kantor Bea dan Cukai.

57
2. Menerima CD yang telah diberi nomor dan tanggal oleh petugas Kantor
Bea dan Cukai atau Buku Pas Barang Lintas Batas (BPBLB), yang
didalamnya telah tercantum besarnya penerimaan negara dalam rangka
impor yang harus dibayar.
3. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di
Kantor Bea dan Cukai dengan menyerahkan:
a. CD atau BPBLB.;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
4. Menerima bukti pembayaran berupa SSPCP lembar ke-1 yang telah
diberi nomor SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda
tangan petugas penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor Bea dan
Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:

1. Menerima CD yang telah diisi dengan lengkap, dokumen pelengkap


pabean, dan/atau barang impor dari wajib bayar.
2. Menetapkan nilai pungutan negara dalam rangka impor yang harus
dibayar dan mencantumkannya pada CD atau BPBLB.
3. Memberi nomor dan tanggal pada CD atau mengisikan nama pemegang
dan nomor Kartu Identitas Lintas Batas (KILB) serta tanggal pemasukan
barang pada BPBLB.
4. Menyerahkan CD atau BPBLB kepada wajib bayar.
5. Menerima uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam CD
atau BPBLB dari wajib bayar.
6. Membubuhkan nomor SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama
dan tanda tangan petugas penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor
Bea dan Cukai.
7. Menyerahkan SSPCP lembar ke-1 kepada wajib bayar.

Pembayaran atas impor barang yang dilakukan oleh penumpang, awak


sarana pengangkut dan pelintas batas

58
Kegiatan Wajib Bayar:
1. Menyerahkan Customs Declaration (CD) yang telah diisi dengan lengkap,
dokumen pelengkap pabean, dan/atau barang impor kepada petugas Kantor Bea
dan Cukai.
2. Menerima CD yang telah diberi nomor dan tanggal oleh petugas Kantor Bea dan
Cukai atau Buku Pas Barang Lintas Batas (BPBLB), yang di dalamnya telah
tercantum besarnya penerimaan negara dalam rangka impor yang harus dibayar.
3. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di Kantor Bea
dan Cukai dengan menyerahkan:
a. CD atau BPBLB.;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
4. Menerima bukti pembayaran berupa SSPCP lembar ke-1 yang telah diberi nomor
SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas
penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Menerima CD yang telah diisi dengan lengkap, dokumen pelengkap pabean,
dan/atau barang impor dari wajib bayar.
2. Menetapkan nilai pungutan negara dalam rangka impor yang harus dibayar dan
mencantumkannya pada CD atau BPBLB.
3. Memberi nomor dan tanggal pada CD atau mengisikan nama pemegang dan
nomor Kartu Identitas Lintas batas (KILB) serta tanggal pemasukan barang pada
BPBLB.
4. Menyerahkan CD atau BPBLB kepada wajib bayar.
5. Menerima uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam CD atau
BPBLB dari wajib bayar.
6. Membubuhkan nomor SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda
tangan petugas penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor Bea dan Cukai.
7. Menyerahkan SSPCP lembar ke-1 kepada wajib bayar.

59
D. Tata kerja pembayaran penerimaan negara dalam rangka
impor atas kiriman Pos melalui Kantor Pos

Alur proses tatakerja pembayaran penerimaan Negara dalam rangka impor


melalui Kantor pos lalu bea dapat kami gambarkan dalam flowchart berikut.

Gambar 3.4

Kegiatan Wajib Bayar:


1. Menerima dokumen Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) dari
petugas kantor pos.
2. Mengisi formulir SSPCP rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan sesuai dengan
dokumen PPKP.
3. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di Kantor Pos
dengan menyerahkan:
a. PPKP;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

60
4. Dalam hal SSPCP belum diisi dengan lengkap dan/atau belum sesuai dengan
ketentuan peraturan, wajib bayar;
a. Menerima kembali berkas sebagaimana dimaksud pada angka 3 untuk
dilengkapi dan diperbaiki; dan,
b. Mengajukan kembali berkas sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut
ke Kantor Pos.
5. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan serta uang pembayaran telah diserahkan, menerima dari petugas
kantor pos:
a. Barang kiriman pos;
b. SSPCP lembar - ke-1 yang telah dibubuhi nomor SSPCP, tanggal dan waktu
pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima pembayaran dan cap
dinas Kantor Pos; dan
c. PPKP lembar ke-3.

Kegiatan Kantor Pos:


1. Menerima PPKP dalam rangkap 3 (tiga) yang didalamnya tercantum besarnya
penerimaan negara yang harus dibayar dari Pejabat Bea dan Cukai dan
menyerahkannya kepada wajib bayar.
2. Menerima dari wajib bayar:
a. PPKP;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
3. Meneliti kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP
dengan PPKP.
4. Dalam hal SSPCP belum diisi dengan lengkap dan/atau belum sesuai dengan
ketentuan peraturan, menyerahkan kembali berkas sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 untuk dilengkapi dan diperbaiki.
5. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan, menerima uang pembayaran yang jumlahnya sama dengan yang
tercantum dalam SSPCP yang bersangkutan, dan menyerahkan kepada wajib
bayar:
a. Barang kiriman pos;

61
b. SSPCP lembar ke-1 yang telah dibubuhi nomor SSPCP, tanggal dan waktu
pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima pembayaran, dan
cap dinas kantor Pos; dan
c. PPKP lembar 1-c-3.
6. Menyerahkan PPKP lembar ke-1 yang telah dibubuhi tanda tangan dan cap dinas
dari petugas kantor pos dan SSPCP lembar ke-3 ke Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Menerima barang kiriman pos dari petugas kantor pos.
2. Membuat dokumen PPKP dalam rangkap 4 (empat) yang mencantumkan
besarnya penerimaan negara yang harus dibayar.
3. Menyerahkan PPKP lembar ke-1, ke-2, dan ke-3 serta barang kiriman pos
kepada petugas kantor pos.
4. Menerima PPKP lembar ke-1 yang telah dibubuhi tanda tangan dan cap dinas
petugas kantor pos dan SSPCP lembar ke-3 dari Kantor Pos.
5. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari Kantor Pos.
6. Dalam hal hasil pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Kantor Pos dan/atau
KPPN.
7. Dalam hal hasil pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menatausahakan SSPCP.

E. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka


Ekspor

Tata kerja pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor melalui


Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi

Alur proses tatakerja pembayaran penerimaan Negara dalam rangka ekspor


melalui Bank devisa persepsi atau pos persepsi dapat kami gambarkan dalam
flowchart berikut.

62
Gambar 3.5

Kegiatan Wajib Bayar:


1. Mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan sesuai
dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum dalam dokumen
dasar pembayaran.
2. Melakukan pembayaran penerimaan. negara dalam rangka ekspor di Bank
Devisa Persepsi atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

63
3. Dalam hal SSPCP belum diisi dengan lengkap dan/atau belum sesuai dengan
ketentuan peraturan, wajib bayar:
a. Menerima kembali berkas sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk
dilengkapi dan diperbaiki; dan
b. Mengajukan kembali berkas sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut ke
Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
4. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan serta uang pembayaran telah diserahkan, menerima kembali:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima;
b. SSPCP lembar ke-1 dan ke-3 yang telah divalidasi;
c. Menyerahkan dokumen dasar pembayaran dan SSPCP lembar ke-3 ke
Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi;


1. Menerima dari wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercanturn dalam SSPCP.
2. Meneliti:
a. kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP dengan
dokumen dasar pembayaran;
b. ada atau tidaknya pengenaan bunga sebesar 2 % setiap bulannya; dan
c. pengenaan PNBP, dalam hal terhadap jasa pelayanan ekspor dikenakan
PNBP.
3. Dalam hal SSPCP belum diisi dengan lengkap dan/atau belum sesuai dengan
ketentuan peraturan, mengembalikan berkas sebagaimana dimaksud pada angka
1 kepada wajib bayar.
4. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan:
a. menerima berkas sebagaimana dimaksud pada angka 1;
b. mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP;

64
c. membubuhkan cap, tanggal pelunasan SSPCP, tanda tangan, dan nama jelas
pelugas pada dokumen dasar pembayaran; dan
d. menerakan NTB/NTP dan/atau NTPN.
5. Menyerahkan kepada wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran. yang telah dibububi tanda terima,
b. SSPCP lembar ke-1 untuk wajib bayar; dan
c. SSPCP lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai.
6. Mengirimkan credit advice (data atas SSPCP yang telah dilunasi oleh wajib
bayar), ke Kantor Bea dan Cukai yang telah terhubung dengan sistem PDE.
7. Menerima respon dari Kantor Bea dan Cukai atas penerimaan data sebagaimana
dimaksud pada angka.
8. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul Bank yang terhubung dengan MPN.
9. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 yang telah diterakan NTB/NTP dan NTPN
ke KPPN.
10. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran dan/atau
penyetoran. Jika diminta oleh Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan
Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari Bank Devisa Persepsi atau Pos persepsi
yang telah mendapatkan NTB/NTP dan NTPN.
2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan data pada MPN.
3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2.
4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 yang telah divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.
5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran dan/atau
penyetoran dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah terhubung melalui sistem PDE:
a. menerima data SSPCP berupa credit advice dari Bank Devisa Persepsi atau
Pos Persepsi;
b. memberikan respons ke Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi atau credit
advice yang diterima; dan

65
c. melakukan. pencocokan data penerimaan negara dalarn rangka ekspor yang
tercantum dalam dokumen dasar pembayaran dengan credit advice yang
dikirim dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
2. Menerima dokumen dasar pernbayaran yang telah dibubuhi tanda terima dan
SSPCP lembar ke-3 dari wajib bayar.
3. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari wajib bayar.
4. Dalam hal hasil pencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Bank Devisa Persepsi,
Pos Persepsi, dan/atau KPPN.
5. Dalam hal hasil rekonsiliasi/pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar
ke-3 sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menatausahakan SSPCP.

Tata kerja pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor melalui


Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai;

Untuk ekspor barang yang dilakukan oleh penumpang, awak sarana pengangkut dan
pelintas batas;

Kegiatan Wajib Bayar:


1. Menyerahkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan dan
Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang Bawaan dan Kiriman yang telah diisi,
dokumen pelengkap pabean, dan/atau barang ekspor kepada petugas Kantor
Bea dan Cukai.
2. Menerima kembali Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang
Bawaan dan Kiriman yang didalamnya telah tercantum besarnya penerimaan
negara dalam rangka ekspor yang harus dibayar.
3. Mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan sesuai
dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum dalam dokumen
dasar pembayaran.
4. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor di Kantor Bea
dan Cukai dengan menyerahkan:

66
a. PEB atau Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang
Bawaan dan Kiriman;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
d. Menerima bukti pembayaran berupa SSPCP lembar ke-1 yang telah diberi
nomor SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan
petugas penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang Bawaan dan Kiriman
yang telah diisi, dokumen pelengkap pabean, dan/atau barang ekspor dari wajib
bayar.
2. Menetapkan nilai pungutan negara dalam rangka ekspor yang harus dibayar
pada Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang Bawaan dan
Kiriman.
3. Memberi nomor dan tanggal, narna dan tanda tarigan, dan cap dinas Kantor Bea
dan Cukai pada Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang
Bawaan dan Kiriman.
4. Menyerahkan Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang
Bawaan dan Kiriman yang didalamnya telah tercantum besarnya penerimaan
negara dalam rangka ekspor yang harus dibayar kepada wajib bayar.
5. Menerima dari wajib bayar:
a. PEB atau Pemberitahuan dan Perhitungan Bea Keluar Ekspor Barang
Bawaan dan Kiriman;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
6. Membubuhkan nomor SSPCP, tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda
tangan petugas penerima pembayaran, dan cap dinas Kantor Bea dan Cukai.
7. Menyerahkan SSPCP lembar ke- 1 kepada wajib bayar.

F. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Atas Barang Kena


Cukai

67
Pembayaran melalui Bank Persepsi atau Pos Persepsi

Alur proses tatakerja pembayaran penerimaan Negara dalam rangka ekspor


melalui Bank devisa persepsi atau pos persepsi dapat kami gambarkan dalam
flowchart berikut :

Gambar 3.6

Kegiatan Wajib Bayar:


1. Mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan benar
sesuai dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum dalam
dokumen dasar pembayaran.
2. Melakukan pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai di Bank
Persepsi atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:
a. Dokumen dasar pembayaran;

68
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan. serta uang pembayaran telah diserahkan, menerima kembali:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima; dan
b. SSPCP lembar ke-I dan ke-3 yang telah divalidasi.
4. Menyerahkan dokumen dasar pembayaran dan SSPCP lembar ke-3 ke Kantor
Bea dan Cukai.
5. Menerima kembali dokumen dasar pembayaran yang telah diisi dan ditanda
tangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Bank Persepsi atau Pos Persepsi:


1. Menerima dari wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
2. Meneliti
a. Kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP dengan
dokumen dasar pembayaran;
b. Ada atau tidaknya pengenaan bunga sebesar 2% setiap bulannya; dan
c. Pengenaan PNBP, dalam hal terhadap jasa pelayanan cukai yang
dikenakan PNBP.
3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan :
a. menerima berkas sebagaimana dimaksud pada angka 1;
b. mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP;
c. membubuhkan cap, tanggal pelunasan SSPCP, tanda tangan, dan nama jelas
petugas pada dokumen dasar pembayaran; dan
d. menerakan NTB/NTP dan/atau NTPN.
4. Menyerahkan kepada wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima; dan
b. SSPCP lembar ke-1 dan ke-3 yang telah divalidasi.

69
5. Mengirimkan credit advice (data atas SSPCP yang telah dilunasi oleh wajib
bayar) ke kantor Bea dan Cukai yang telah terhubung dengan sistem PDE.
6. Menerima respons dari Kantor Bea dan Cukai atas penerimaan data
sebagaimana dimaksud pada angka 6.
7. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul Bank yang terhubung dengan Modul Penerimaan Negara (MPN).
8. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 yang telah diterakan NTB/NTP dan NTPN
ke KPPN.
9. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran
dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari Bank Persepai atau Pos Persepsi yang telah
mendapatkan NTB/NTP dan NTPN.
2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan data pada MPN.
3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2.
4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 yang telah divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.
5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran
dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah terhubung melalui sistem PDE:
a. menerima data SSPCP berupa credit advice dari Bank Devisa Persepsi atau
Pos Persepsi;
b. memberikan respons ke Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi atas credit
advice yang diterima; dan
c. melakukan pencocokan data penerimaan negara dalam rangka. impor yang
tercanturn dalam dokumen dasar pembayaran dengan credit advice yang
dikirim dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
2. Menerima dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima dan
SSPCP lembar ke-3 dari wajib bayar.
3. Menyerahkan kembali dokumen dasar pembayaran yang telah diisi dan
ditandatangani kepada wajib bayar.

70
4. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari wajib bayar.
5. Dalam hal hasil rekonsiliasi/pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar
ke-3 tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Bank
Persepsi, Pos Persepsi, dan/atau
6. Dalam hal hasil rekonsiliasi/pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar
ke-3 sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menatausahakan SSPCP.

Penerimaan negara atas barang kena cukai asal impor yang


pembayarannya bersamaan dengan pembayaran penerimaan negara
dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi;

Kegatan wajib Bayar:


1. Mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan benar
sesuai dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum dalam
dokumen dasar pembayaran.
2. Melakukan pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai asal impor di
Bank Devisa Persepsi dengan menyerahkan:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlahyang tercantum dalam SSPCP.
3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan sesuai dengan ketentuan
peraturan serta uang pembayaran telah diserahkan, menerima kembali:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima; dan
b. SSPCP lembar ke-I dan ke-3 yang telah divalidasi.
4. Menyerahkan dokumen dasar pembayaran dan SSPCP lembar ke-3 ke Kantor
Bea dan Cukai.

Kegiatan Bank Devisa Persepsi:


1. Menerima dari wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

71
2. Meneliti
a. kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP dengan
dokumen dasar pembayaran;
b. ada atau tidaknya pengenaan bunga sebesar 2% setiap bulannya; dan
c. pengenaan PNBP, dalam hal terhadap jasa pelayanan cukai dikenakan PNBP.
3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan/atau telah sesuai dengan
ketentuan peraturan:
a. menerima berkas sebagaimana dimaksud pada angka 1;
b. mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP
c. membubuhkan cap, tanggal pelunasan SSPCP, tanda tangan, dan nama jelas
petugas pada dokumen dasar pembayaran; dan
d. menerakan NTB/NTP dan/atau NTPN.
4. Menyerahkan kepada wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima;
b. SSPCP lembar ke-l untuk wajib bayar; dan
c. SSPCP lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai.
5. Mengirimkan credit advice (data atas SSPCP yang telah dilunasi oleh wajib
bayar) ke Kantor Bea dan Cukai yang telah terhubung dengan sistem PDE.
6. Menerima respons dari Kantor Bea dan Cukai atas penerimaan data
sebagaimana dimaksud pada angka 5.
7. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul Bank yang terhubung dengan Modul Penerimaan Negara (MPN).
8. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 yang telah diterakan NTB/NTP dan NTPN
ke KPPN.
9. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran
dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari Bank Persepsi atau Pos Persepsi yang telah
mendapatkan NTB/NTP dan NTPN.
2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan data pada MPN.

72
3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2.
4. Menerima SSPCP lembar ke-2 yang telah divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.
5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran
dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah terhubung melalui sistern PDE:
a. Menerima data SSPCP berupa credit advice dari Bank Devisa Persepsi atau
Pos Persepsi;
b. Memberikan respom ke Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi atas credit yang
diterima; dan
c. Melakukan pencocokan data penerimaan negara dalam rangka impor yang
tercantum dalam dokumen dasar pernbayaran dengan credit advice yang
dikirim dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
2. Menerima dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima dan
SSPCP lembar ke-3 dari wajib bayar.
3. Menyerahkan kembali kepada wajib bayar CK-14 yang telah diisi dan
ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai.
4. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokkan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari wajib bayar.
5. Dalam hal hasil pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Bank Persepsi, Pos
Persepsi dan/atau KPPN.
6. Dalam hal hasil rekonsiliasi/pencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan
lembar ke-3 sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menatausahakan SSPCP.

G. Tata Kerja Pembayaran Penerimaan Negara Berasal Dari


Denda Administrasi Atas Pengangkutan Barang Tertentu

Kegiatan Wajib Bayar:


1. Mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat) dengan lengkap dan benar
sesuai dengan jumlah dan jenis penerimaan negara yang tercantum dalam
dokumen dasar pembayaran.

73
2. Melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di Bank
Persepsi atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan serta uang pembayaran telah diserahkan, menerima kembali:
a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima; dan
b. SSPCP lembar ke-1 dan ke-3 yang telah divalidasi.

4. Menyerahkan SSPCP lembar ke-3 ke Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Bank Persepsi atau Pos Persepsi:


1. Menerima dari wajib bayar:
a. Dokumen dasar pembayaran;
b. SSPCP dalam rangkap 4 (empat); dan
c. Uang pembayaran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

2. Meneliti :
a. Kelengkapan pengisian SSPCP dan kesesuaian pengisian SSPCP dengan
dokumen dasar pembayaran; dan
b. Ada atau tidaknya pengenaan bunga sebesar 2% setiap bulannya.

3. Dalam hal SSPCP telah diisi dengan lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan:
a. Menerima berkas sebagaimana dimaksud pada angka 1;
b. Mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP;
c. Membubuhkan cap, tanggal pelunasan SSPCP, tanda tangan, dan nama jelas
petugas pada dokumen dasar pembayaran;
d. Menerakan NTB/NTP dan/atau NTPN.

4. Menyerahkan kepada wajib bayar:


a. Dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima;

74
b. SSPCP lembar ke-l untuk wajib bayar dan
c. SSPCP lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai.

5. Mengirimkan credit advice (data atas SSPCP yang telah dilunasi oleh wajib
bayar), ke kantor Bea dan Cukai yang telah terhubung dengan sistem PDE.

6. Menerima respon dari Kantor Bea dan Cukai atas penerimaan data sebagaimana
dimaksud pada angka 6.

7. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul Bank yang terhubung dengan Modul Penerimaan Negara (MPN).

8. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 yang telah diterakan NTB/NTP dan NT ke


KPPN.

9. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran


dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari Bank Persepsi atau Pos Persepsi yang telah
mendapatkan NTB/NTP dan NTPN.

2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 dengan data pada MPN.

3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2.

4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 yang telah divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:


1. Dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah terhubung melalui sistem PDE:
a. Menerima data SSPCP berupa credit advice dari Bank Persepsi atau Pos
Persepsi;
b. Memberikan respon ke Bank Persepsi dan Pos Persepsi atas credit advice
yang diterima, dan
c. Melakukan pencocokkan data penerimaan negara dalarn rangka impor yang
tercantum dalam dokumen dasar pembayaran dengan credit advice yang
dikirim dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.

75
2. Menerima dokumen dasar pembayaran yang telah dibubuhi tanda terima dan
SSPCP lembar ke-3 dari wajib bayar.

3. Menerima SSPCP lembar ke-2 dari KPPN untuk dilakukan pencocokan dengan
SSPCP lembar ke-3 yang diterima dari wajib bayar.

4. Dalam hal hasil pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi ke Bank Persepsi, Pos
Persepsi, dan/atau KPPN.

5. Dalam hal hasil pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menata usahakan SSPCP.

H. Tata Kerja Penyetoran Penerimaan Negara

Tata kerja penyetoran penerimaan negara oleh Kantor Bea dan Cukai

Alur proses tatakerja penyetoran penerimaan Negara oleh Kantor Bea dan
Cukai dapat kami gambarkan dalam flowchart berikut.

Gambar 3.7

76
Kegiatan Kantor Bea dan Cukai:
1. Menyiapkan penyetoran penerimaan negara yang telah diterima dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. Seluruh penerimaan negara yang diterima wajib disetor ke kas negara
selambatnya pada hari kerja berikutnya.
b. Penyetoran atas penerimaan negara dimaksud dilakukan melalui Bank
Devisa. Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi sesuai ketentuan
mengenai tempat pembayaran penerimaan negara.
c. Dalam hal penyetoran terhadap lebih dari 5 (lima) lembar SSPCP untuk tiap-
tiap jenis dasar pembayaran, bendahara penerima dapat membuat
rekapitulasi penyetoran dalam rangkap 3 (tiga) berdasarkan masing-masing
jenis dokumen dasar pembayaran pada SSPCP.

2. Melakukan penyetoran penerimaan negara di Bank Devisa Persepsi, Bank


Persepsi, atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:

77
a. SSPCP lembar ke-2 s.d ke-4; dan
b. uang penyetoran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP.

3. Dalam hal jumlah uang penyetoran telah sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam SSPCP dan/atau rekapitulasi penyetoran dan uang telah diserahkan;
a. Menerima SSPCP lembar ke-3 yang telah disahkan dan telah dicantumkan
NTB/NTP dan/atau NTPN, dalam hal yang yang ditanda sahkan adalah
SSPCP; atau
b. Menerima lembar ke 3 rekapitulasi penyetoran yang telah ditandasahkan dan
telah dicantumkan NTB/NTP dan/atau NTPN serta SSPCP lembar ke-3,
dalam hal yang ditandasahkan adalah rekapitulasi penyetoran.

4. Menerima SSPCP dari KPPN;


a. SSPCP lembar ke-2 dalam hal yang divalidasi adalah SSPCP; atau
b. Lembar ke-2 rekapitulasi penyetoran dan SSPCP lembar ke-2 dalam hal yang
divalidasi adalah rekapitulasi penyetoran.

5. Melakukan pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dan lembar ke-3 atau lembar ke
2 rekapitulasi penyetoran dengan lembar ke 3 rekapitulasi penyetoran

6. Dalam hal hasil pencocokan data angka 5 tidak sesuai, bendahara penerima
melakukan konfirmasi ke Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi
dan/atau KPPN.

7. Dalam hal hasil pencocokkan data angka 5 sesuai, bendahara penerimaan


menatausahakan SSPCP dan/atau rekapitulasi penyetoran.

Kegiatan Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi:


1. Menerima dari Kantor Bea dan Cukai:
a. SSPCP lember ke-2 s.d. ke-4;
b. Rekapitulasi penyetoran dan/atau
c. Uang penyetoran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP atau
rekapitulasi penyetoran.

2. Mencocokkan jumlah uang yang diserahkan dengan jumlah yang tercantum


dalam SSPCP atau rekapitulasi penyetoran.

78
3. Dalam hal jumlah uang yang diserahkan sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam SSPCP atau rekapitulasi penyetoran:
a. Mengisi nama dan kode Bank atau Pos, nomor SSPCP, unit kode KPPN,
tanggal dan waktu penyetoran, nama dan tanda tangan petugas penerima
penyetoran, nama dan tanda tangan petugas penerima penyetoran, dan cap
bank pada SSPCP, dalam hal yang ditanda sahkan SSPCP atau
b. Mengisi nama dan kode bank atau pos, unit dan kode KPPN, tanggal dan
waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima penyetoran,
dalam hal yang ditandasahkan adalah rekapitulasi penyetoran
4. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul bank yang tergabung dengan modul penerimaan negara (MPN). Dalam hal
perekaman data rekapitulasi penyetoran;
a. NPWP yang digunakan adalah NPWP bendahara penerimaan
b. Nomor dan tanggal dokumen dasar penyetoran adalah nomor dan tanggal
rekapitulasi penyetoran; dan
c. Jenis dokumen dasar sesuai dengan jenis dokumen dasar yang tertera pada
rekapitulasi penyetoran.

5. Menerakan NTB/NTP dan/atau NTPN pada SSPCP atau rekapitulasi penyetoran.

6. Menyerahkan kepada pejabat Bea dan Cukai SSPCP lembar ke 3 dan/atau


lembar ke 3 rekapitulasi penyetoran.

7. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 dan/atau lembar ke 2 rekapitulasi


penyetoran yang diterima NTB/NTP dan NTPN ke KPPN.

8. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu penyetoran dari Kantor Bea


dan Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima SSPCP lembar ke-2 dan/atau lembar ke 2 rekapitulasi penyetoran dari
Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi yang telah
mendapatkan NTB/NTP den NTPN.

2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 atau lembar ke 2 rekapitulasi penyetoran


dengan data pada MPN.

79
3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2 atau lembar ke 2 rekapitulasi
penyetoran.

4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 dan/atau lembar ke 2 rekapitulasi yang telah


divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.

5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu penyetoran dari Kantor Bea


dan Cukai.

Tata kerja penyetoran penerimaan negara oleh Kantor Pos

Alur proses tatakerja penyetoran penerimaan Negara oleh Kantor Bea dan
Cukai dapat kami gambarkan dalam flowchart berikut.

Gambar 3.8

Kegiatan Kantor Pos.


1. Menyiapkan penyetoran penerimaan negara yang telah diterima dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

80
a. Seluruh penerimaan negara yang diterima wajib disetor ke kas negara.
selambat lambatnya pada hari kerja berikutnya.
b. Penyetoran atas penerimaan negara dimaksud dilakukan melalui Bank Devisa
Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi, sesuai dengan ketentuan
mengenai tempat pembayaran penerimaan negara.
c. Dalam hal penyetoran terhadap lebih dari 5 (lima) lembar SSPCP untuk tiap-
tiap jenis dokumen dasar pembayaran, petugas kantor Pos dapat menbuat
rekapitulasi penyetoran dalam rangkap 3 (tiga) berdasarkan masing-masing
jenis dokumen dasar pembayaran pada SSPCP.

2. Melakukan penyetoran penerimaan negara di Bank Devisa Persepsi, Bank


Persepsi, atau Pos Persepsi dengan menyerahkan:
a. SSPCP lembar ke-2 s.d. ke-4;
b. Rekapitulasi penyetoran, dan/atau
c. Uang penyetoran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP atau
rekapitulasi penyetoran.

3. Dalam hal jumlah uang penyetoran telah sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam SSPCP dan rekapitulasi penyetoran serta uang telah diserahkan;
a. Menerima SSPCP lembar ke-3 yang telah ditanda sahkan dan telah
dicantumkan NTB/NTP dan/atau NTPN serta SSPCP; atau
b. Menerima lembar ke-3 rekapitulasi penyetoran yang telah ditanda sahkan dan
telah dicantumkan NTB/NTP dan/atau NTPN serta SSPCP lembar ke 3,
dalam hal yang ditanda sahkan adalah rekapitulasi penyetoran.

4. Menyerahkan SSPCP lembar ke-3 dan/atau rekapitulasi penyetoran ke Kantor


Bea dan Cukai.

Kegiatan Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi:


1. Menerima dari Kantor Pos:
a. SSPCP lembar ke-2 s.d. ke-4; dan
b. Rekapitulasi penyetoran; dan/atau
c. Uang penyetoran sebesar jumlah yang tercantum dalam SSPCP atau
rekapitulasi penyetoran.

81
2. Mencocokkan jumlah uang yang diserahkan dengan jumlah yang tercantum
dalam SSPCP atau rekapitulasi penyetoran.

3. Dalam hal jumlah uang yang diserahkan sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam SSPCP atau rekapitulasi penyetoran:
a. Mengisi nama dan kode bank atau pos, nomor SSPCP, unit dan kode KPPN,
tanggal dan waktu pembayaran, nama dan tanda tangan petugas penerima
pembayaran, dan cap bank pada SSPCP dalam hal yang ditandasahkan
adalah SSPCP; atau
b. Mengisi nama dan kode bank atau pos, unit dan kode KPPN, tanggal dan
waktu penyetoran, dan cap bank pada rekapitulasi penyetoran, jika yang
ditandasahkan adalah rekapitulasi penyetoran.

4. Merekam data penerimaan pada sistem komputer untuk setiap kode akun dalam
modul bank yang terhubung dengan Modul Penerimaan Negara (MPN). Dalam
hal perekaman data rekapitulasi penyetoran;
a. NPWP yang digunakan adalah NPWP bendahara penerimaan;
b. Nomor dan tanggal dokumen dasar penyetoran adalah nomor dan tanggal
rekapitulasi penyetoran;
c. Jenis dokumen dasar sesuai dengan jenis dokumen dasar sesuai yang tertera
pada rekapitulasi penyetoran.

5. Menerakan NTB/NTP dan NTPN pada SSPCP atau rekapitulasi penyetoran.

6. Menyerahkan kepada petugas kantor pos SSPCP lembar ke-3 dan lembar ke-3
rekapitulasi penyetoran.

7. Mendistribusikan SSPCP lembar ke-2 dan/atau lembar ke-2 rekapitulasi


penyetoran yang telah diterakan NTB/NTP dan NTPN ke KPPN.

8. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran


dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN):


1. Menerima dan/atau lembar ke-2 SSPCP dan/atau lembar ke-2 rekapitulasi
penyetoran dari Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi yang
telah mendapatkan NTB/ NTP dan NTPN.

82
2. Mencocokkan data SSPCP lembar ke-2 atau lembar ke 2 rekapitulasi penyetoran
dengan data pada MPN.

3. Melakukan validasi terhadap SSPCP lembar ke-2 atau lembar ke-2 rekapitulasi
penyetoran.

4. Mengirimkan SSPCP lembar ke-2 dan lembar ke-2 rekapitulasi penyetoran yang
telah divalidasi ke Kantor Bea dan Cukai.

5. Menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran


dari Kantor Bea dan Cukai.

Kegiatan Kantor Bea dan Cukai;


1. Menerima SSPCP lembar ke-3 dan/atau lembar ke-3 rekapitulasi penyetoran dari
Kantor Pos.

2. Menerima dari KPPN:


a. SSPCP lembar ke-2 dalam hal yang divalidasi adalah SSPCP; atau
b. Lembar ke-2 rekapitulasi penyetoran dan SSPCP lembar ke-2, dalam hal
yang divalidasi adalah rekapitulasi penyetoran;
c. Melakukan pencocokan data SSPCP lembar ke-2 dengan lembar ke-3 atau
lembar ke-2 rekapitulasi dengan lembar ke-3 rekapitulasi penyetoran.

3. Dalam hal hasil pencocokan data pada angka 2 sesuai, bendahara penerimaan
menata usahakan SSPCP dan/atau rekapitulasi penyetoran.

83
RANGKUMAN
1) Pembayaran adalah kegiatan pelunasan penerimaan negara dalam rangka
impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas
barang kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari pengenaan
denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu oleh wajib bayar ke
KPPN melalui Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea
dan Cukai
2) Untuk melakukan pembayaran atas pungutan kepabeanan dan cukai maka
wajib bayar wajib menggunakan SSPCP. SSPCP dibuat dalam rangkap 4
dengan peruntukan: lembar-1 untuk wajib bayar, lembar-2 untuk KPPN
diteruskan ke Bea dan Cukai, lembar-3 untuk Kantor Bea dan Cukai dan
lembar ke-4 untuk Bank atau Kantor Pos
3) Dokumen dasar pembayaran dan SSPCP lembar ke-2 dan ke-3 dipakai
sebagai sumber data oleh bendahara untuk penyajian laporan penerimaan dan
selanjutnya SSPCP di file secara khusus sesuai ketentuan pengarsipan atas
dokumen-dokumen yang menyangkut keuangan negara
4) Sebagai referensi pembayaran maka setelah SSPCP dan uang pungutan
kepabeanan dan cukai diterima oleh Bank/Kantor Pos maka pihak Bank akan
memberikan NTB/NTP
5) Lokasi pembayaran atas pungutan kepabeanan dan cukai dapat dilakukan di:
Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi dan Kantor Pos
6) Tata kerja pembayaran dan penyetoran pungutan negara dalam rangka
kepabeanan dan cukai dilakukan dengan melibatkan pihak DJBC, Bank, Kantor
Pos dan KPPN. Sebagai bentuk kontrol atas mekanisme tersebut dilakukan
proses rekonsiliasi

84
LATIHAN
1) Jelaskan perbedaan antara Bank persepsi dengan Bank Devisa Persepsi !
2) Jelaskan tentang struktur dan fungsi SSPCP !
3) Jelaskan fungsi dari NTB dan NTPN !
4) Jelaskan mekanisme pembayaran dan penyetoran penerimaan bea masuk oleh
penumpang dan awak sarana pengangkut !
5) Jelaskan mekanisme pembayaran pungutan bea masuk atas barang kiriman
pos !

85
BAB

JAMINAN DAN PEMBUKUAN KEPABEANAN DAN


CUKAI
4
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan:
menjelaskan:
Jaminan
Jaminan kepabenan
kepabenan dan
dan cukai
cukai

Administrasi
Administrasi penerimaan
penerimaan oleh
oleh Bendahara
Bendahara

Rekonsiliasi
Rekonsiliasi Penerimaan
Penerimaan

A. Jaminan Kepabeanan dan Cukai

Yang dimaksud dengan jaminan dalam hubungannya dengan kepabeanan


adalah garansi pembayaran pungutan negara dalam rangka kegiatan kepabeanan
dan/atau pemenuhan kewajiban yang disyaratkan dalam peraturan kepabeanan
yang diserahkan ke kantor pabean. Jaminan wajib dipertaruhkan untuk menjamin
hak-hak Negara. Di bidang cukai, jaminan dipersyaratkan dalam rangka pembayaran
secara berkala atau penundaan.

1. Sifat Penggunaan

Menurut sifat penggunaannya, jaminan kepabeanan dibagi 2 (dua) yaitu:


a. Terus Menerus yaitu jaminan yang diserahkan sekali dan bersifat terus
menerus atau berkali-kali;
b. Sekali yaitu jaminan yang hanya dapat digunakan sekali saja.

Jaminan yang dapat digunakan terus-menerus adalah Jaminan yang diserahkan


dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat digunakan dengan cara:

 Jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada pelunasan bea masuk
sampai Jaminan tersebut habis; atau

86
 Jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap
pelunasan bea masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi Jaminan yang
diserahkan.

2. Tujuan Penggunaan

Tujuan Jaminan Kepabeanan


Secara umum tujuan penggunaan jaminan dalam kegiatan kepabeanan dan cukai
adalah:
a. menjamin pungutan negara dalam rangka kegiatan kepabeanan:
 atas impor yang diberikan penundaan pembayaran;
 atas pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menyerahkan Jaminan;
 atas impor sementara;
 atas pengajuan keberatan;
 yang berdasarkan peraturan kepabeanan dipersyaratkan adanya Jaminan;
b. memenuhi kewajiban penyerahan Jaminan yang dipersyaratkan dalam
peraturan kepabeanan.

Tujuan Jaminan Cukai

Secara umum tujuan penggunaan jaminan dalam kegiatan cukai adalah:


a. untuk menjamin pembayaran berkala yang diterima oleh Pengusaha BKC yang
pelunasannya dengan cara pembayaran
b. untuk menjamin penundaan cukai oleh Pengusaha BKC yang pelunasannya
dengan cara pelekatan pita cukai

3. Besarnya Jaminan

Besarnya jaminan Kepabeanan

Jumlah jaminan yang wajib diserahkan oleh wajib bayar sebesar:

 pungutan negara dalam rangka kegiatan kepabeanan yang terutang; atau


 jumlah tertentu yang diatur dalam peraturan kepabeanan yang mensyaratkan
penyerahan Jaminan.
 Izin Operasional PPJK:

1) Anggota Gafeksi dijamin oleh pengurus Gafeksi


2) Bukan anggota Gafeksi;
 KPPBC Tipe A1 Rp250.000.000,-
 KPPBC Tipe A2 Rp150.000.000,-
 KPPBC Tipe A3 Rp100.000.000,-

87
 KPPBC Tipe A4 Rp50.000.000,-
 KKPBC Tipe lainnya Rp25.000.000,-
 Sanksi Administrasi sebesar yang tertera pada Surat Penetapan Ssanksi
Administrasi;

Besarnya jaminan di bidang Cukai

 MMEA buatan dalam negeri sebesar rata-rata perbulan kewajiban cukai dan
pungutan lain atas pengeluaran MMEA dalan negeri dalam 2 (dua) tahun
terakhir;
 Jaminan dalam rangka pembayaran berkala dibidang cukai adalah sebesar 1,5
kali rata-rata setiap bulan dari jumlah nilai cukai atas pengeluaran BKC dalam 12
bulan terakhir sejak pengajuan permohonan secara berkala;
 Jaminan dalam rangka penundaan adalah sebesar:
1) nilai cukai berdasarkan pemesanan Pita Cukai (PC) yang berlaku sendiri;
1) nilai cukai dari beberapa dokumen pemesanan PC yang diajukan secara
bersamaan untuk jaminan yang berlaku atas beberapa dokumen pemesanan
PC;
2) nilai maksimum penundaan untuk jaminan yang berlaku atas keseluruhan
pemesanan PC dalam satu periode keputusan pemberian penundaan.

4. Jangka waktu jaminan


a. Selama jangka waktu Izin penundaan pembayaran dibidang kepabeanan;
b. Selama jangka waktu Izin pengeluaran barang impor untuk dipakai dibidang
kepabeanan;
c. Selama jangka waktu pembebasan ditambah jangka waktu paling lama
penelitian realisasi ekspor barang dengan pembebasan impor tujuan ekspor;
d. Selama jangka waktu Izin impor sementara sampai jangka waktu paling lama
saat realisasi ekspor;
e. Maksimum sampai dengan diputuskan keberatan;
f. Untuk pengusaha yang mendapatkan fasilitas Nomor Induk Perusahaan
(NIPER) adalah selama periode pembebasan ditambah 3 bulan;
g. Jangka waktu lainnya, sesuai yang diatur dalam peraturan kepabeanan;

88
5. Bentuk Jaminan

Jaminan Tunai
Merupakan Jaminan berupa uang tunai yang diserahkan oleh terjamin pada Kantor
Pabean. Administrasi jaminan tunai oleh Bendahara harus disimpan pada rekening
khusus Jaminan Kantor Pabean. Dalam hal Jaminan tunai diserahkan untuk
menjamin kegiatan kepabeanan oleh penumpang atau pelintas batas, Jaminan tunai
dapat disimpan di Kantor Pabean. Penyerahan Jaminan tunai dapat dilakukan
dengan cara:
 menyerahkan uang tunai kepada bendahara penerimaan di Kantor Pabean;
dan/atau
 menyerahkan bukti pengkreditan rekening khusus Jaminan Kantor Pabean
kepada bendahara penerimaan di Kantor Pabean

Jaminan bank
Jaminan bank merupakan Jaminan berupa warkat yang diterbitkan oleh bank
sebagai Penjamin pada Kantor Pabean yang mengakibatkan kewajiban bank untuk
melakukan pembayaran apabila Terjamin cidera janji (wanprestasi). Jaminan bank
yang dapat diterima Bendahara hanya jaminan Bank yang diterbitkan oleh Bank
Devisa Persepsi. Dan format warkatnya harus sesuai dengan contoh format yang
diatur Meneteri Keuangan.

Jaminan Perusahaan Asuransi (Customs Bond)

Dalam mekanisme jaminan asuransi, ada tiga pihak yang berkepentingan,


yaitu: pihak surety (perusahaan asuransi), pihak principal (terjamin) dan pihak oblige
(pihak penerima jaminan, dalam hal ini DJBC). Jaminan dari perusahaan asuransi
yang dapat diterima sebagai Jaminan dalam rangka kepabeanan merupakan
Jaminan dalam bentuk Customs Bond. Jaminan dalam bentuk Customs Bond
tersebut harus diterbitkan oleh surety yang termasuk dalam daftar perusahaan
asuransi umum yang dapat memasarkan produk Customs Bond berdasarkan
keputusan Menteri.

Jaminan lainnya, yang terdiri atas :

89
 Jaminan Indonesia Exim Bank; adalah jaminan berupa sertifikat yang lembaga
pembayaran ekspor Indonesia yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;
 Jaminan perusahaan penjamin;
 Jaminan Perusahaan (corporate guarantee); adalah juaminan berupa sertifikat
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (sekali pakai atau terus menerus);
 Jaminan tertulis, dipakai oleh Instansi Pemerintah, Perusahaan Penerbangan
(impor sementara), Perusahaan Pelayaran (impor sementara), wisatawan asing,
penumpang Warga Negara Asing (WNA) yang memasukkan barang impor
sementara.

Yang dapat mengajukan permohonan jaminan tertulis kepada Menteri


Keuangan adalah dari Instansi Pemerintah dengan ketentuan sebagai berikut:
- Eselon I atau setingkat di tingkat Pusat;
- Eselon II atau setingkat didaerah;
- Pimpinan Tertinggi TNI dan POLRI atau ditunjuk dengan pangkat tertinggi.
Selain Menteri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat memberikan izin
menggunakan jaminan tertulis diberikan dalam hal;
- Keadaan darurat;
- Kepentingan memaksa;
- Kegiatan bersifat kenegaraan.

6. Penyerahan jaminan

a. Jaminan dari pelintas batas dan dari penumpang:


Jaminan diserahkan untuk disimpan di bendahara dengan mendapatkan surat
tanda terima jaminan (STTJ), selanjutnya bendahara penerima menyetorkan
ke Bank Devisa Persepsi dalam waktu paling lama pada hari kerja berikutnya,
jasa giro dari bank menjadi hak negara dan merupakan penerimaan PNBP.
b. Selain dari pelintas batas dan dari penumpang:
1. Diserahkan langsung ke Bendahara Penerima; atau
2. Menyerahkan bukti pengkreditan rekening khusus jaminan ke Bendahara.

7. Pencairan dan klaim jaminan;


 Pencairan jaminan tunai dilakukan oleh Direktur Jenderal atau pejabat DJBC
yang ditunjuk apabila terdapat pungutan negara dalam rangka kepabeanan

90
yang wajib dilunasi karena tidak dipenuhinya kewajiban pabean. Hal ini wajib
diberitahukan kepada terjamin.
 Klaim jaminan atas jaminan bank, perusahaan asuransi dan jaminan lainnya
dilakukan dalam hal terdapat tagihan pungutan dalam rangka kegiatan
kepabeanan yang wajib dilunasi karena tidak dipenuhinya kewajiban pabean;
 Jatuh tempo klaim jaminan adalah 30 (tiga puluh hari) sejak berakhirnya jangka
waktu jaminan dengan surat pencairan jaminan. Surety atau penjamin dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya surat pencairan
jaminan harus mencairkan jaminan .
 Untuk klaim jaminan tertulis:
1) Instansi Pemerintah diberikan surat permintaan pembayaran dan apabila
belum melunasi utangnya KKPBC melaporkan ke Direktur Jenderal Bea
dan Cukai untuk dilaporkan ke Menteri Keuangan.
2) Importir; 30 hari sejak berakhirnya jangka waktu jaminan tertulis berakhir
KKPBC menyampaikan surat permintaan pembayaran, apabila setelah 30
hari ditambah 7 hari belum dilunasi utangnya, maka diterbitkan surat
teguran dan proses selanjutnya sesuai ketentuan penagihan dengan surat
paksa.
8. Pengembalian jaminan:
a. Diserahkan setelah dipenuhi seluruh kewajiban pabean; atau
b. Telah gugur kewajiban penyerahan jaminan.

9. Penjamin yang cidera janji ( wanprestasi):


a. Kegiatan penjaminannya tidak dilayani lagi;
b. Selanjutnya dilakukan penagihan dengan surat paksa.

10. Jaminan atas penundaan dan pembayaran berkala dibidang cukai

Dibidang cukai jaminan dipersyaratkan dalam rangka kemudahan


pembayaran berupa pembayaran berkala dan penundaan cukai.

Jaminan untuk pembayaran cukai secara berkala:


a. Jaminan bank; atau
b. Excise bond.

Jaminan dalam rangka penundaan cukai:

91
c. Jaminan Bank;
d. Excise bond; atau
e. Corporate guarantee (jaminan perusahaan).

Terhadap penjaminan atas fasilitas penagguhan cukai secara berkala atau


penundaan tidak dikenakan bunga.

Bentuk jaminan:
a. Jaminan Bank adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh
Bank yang wajib membayar jika apabila pihak yang dijamin cidera janji
(wanprestasi);
b. Excise bond adalah sertifikat jaminan yang diterbitkan oleh surety yang
memberikan jaminan pembayaran cukai apabila terjamin gagal melakukan
pembayaran;
c. Corporate guarantee adalah surat pernyataan tertulis dari pengusaha yang
berisi kesanggupan untuk membayar seluruh utang cukai sehubungan
dengan penundaan yang telah jatuh tempo yang telah diberikan.

Jangka waktu jaminan:


a. Terhadap yang memperoleh fasilitas pembayaran cukai berkala, jangka
waktunya adalah selama jangka waktu pembayaran secara berkala;

b. Terhadap yang memperoleh fasilitas penundaan pembayaran cukai, jangka


waktunya adalah:
1) selama jangka waktu penundaan, untuk jaminan yang berdasarkan
dokumen pemesanan pita cukai;
2) sampai dengan berakhir masa penundaan, untuk keseluruhan dokumen
pemesanan pita cukai dalam satu periode keputusan penundaan.

c. Dalam hal Bank penjamin tidak diizinkan lagi menerbitkan jaminan Bank,
terhadap jaminan Bank yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai dengan
jatuh tempo jaminan Bank dan tetap menjadi tanggung jawab dari Bank
penjamin yang menerbitkan jaminan.

92
d. Dalam hal surety tidak lagi dizinkan menerbitkan Excise bond, maka
terhadap excise bond yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai dengan
jatuh tempo dan tetap menjadi tanggung jawab surety yang menerbitkan
excise bond.

B. Administrasi Penerimaan oleh Bendahara DJBC

Penerimaan pabean, cukai, denda administrasi, bunga, dan pajak-pajak yang


diterima melalui Bendahara Penerima DJBC, pada hari kerja berikutnya disetorkan
oleh bendahara penerima DJBC ke KPPN melalui Bank Operasional yang ditunjuk
oleh KPPN. Sebelum menyetorkan penerimaan tersebut oleh bendahara penerima
DJBC membukukan kedalam buku-buku tersebut dibawah ini:
1) Buku Catatan Penerimaan; dan
2) Buku Penerimaan Harian.

1. Buku Catatan Penerimaan

Buku ini digunakan untuk mencatat penerimaan dibidang pabean dan cukai
selama 1 (satu) hari/harian. Buku ini ditutup pada setiap akhir jam kantor setelah
penutupan kas, seluruh penerimaan yang ada didalam buku catatan penerimaan
harian dipindahkan ke buku Penerimaan Harian.
Cara pencatatan;
 Satu jalur untuk mencatat satu jenis dokumen pembayaran.
 Tiap jenis penerimaan dicatat pada kolom yang sesuai dengan jenis penerimaan
yang bersangkutan.
 Apabila terjadi kesalahan pencatatan, segera dilakukan pembetulan dengan
cara mencoret angka yang salah dengan garis tinta merah, namun angka yang
salah masih terlihat/terbaca, kemudian diparaf dan selanjutnya ditulis dengan
angka yang benar.
 Setelah kas ditutup, buku catatan penerimaan juga segera ditutup dengan cara
membuat “dua garis lurus” dibawah penerimaan pada hari tersebut.
 Menjumlah angka penerimaan pada hari itu dibawah garis penutup sesuai jenis
penerimaan pada masing-masing lajur.

93
 Menutup seluruh hasil penerimaan pada hari tersebut dengan menyebutkan
jumlah penerimaan yang terbagi dalam 2 (dua) jenis penerimaan yaitu;
- pungutan pabean dan/atau cukai dan;
- pungutan pajak.
 Dalam hal halaman tidak cukup untuk mencatat penerimaan dalam satu hari,
maka dapat dilanjutkan dihalaman berikutnya dengan cara menjumlah terlebih
dahulu seluruh penerimaan pada masing-masing lajur jenis penerimaan dan
ditulis di depannya kata ”dipindahkan”, pada halaman berikutnya/lanjutan,
angka-angka penjumlahan yang telah dicatat diulang dicatat kembali sesuai
lajurnya masing-masing dan di depannya ditulis “pindahan”.
 Dalam hal frekuensi penerimaan kecil/jarang, maka lembar/halaman yang
tersisa dapat digunakan untuk mencatat penerimaan hari/ tanggal berikutnya.
 Penanda sah Buku Catatan Penerimaan dengan penanda tanganan oleh
Penanggung jawab/kasir dengan diketahui oleh Bendahara.

2. Buku Penerimaan Harian

Kegunaan buku ini adalah untuk membukukan jumlah penerimaan dibidang


pabean dan cukai yang sumber data untuk pencatatannya diambil dari buku catatan
penerimaan.

Penutupan Buku Penerimaan Harian ;


1) Setiap akhir bulan;
2) Setiap akhir tahun anggaran;
3) Setiap saat apabila ada pemeriksaan kas; dan
4) Setiap ada serah terima jabatan Bendahara.
Tata cara pencatatan pada buku Penerimaan Harian;
1. Setiap hari sesudah penutupan Buku Catatan Penerimaan, jumlah-
jumlah penerimaan pada hari itu dipindahkan ke Buku Penerimaan
Harian, sesuai kolom penerimaan masing-masing.
2. Jumlah penerimaan yang sudah dicatat tersebut kemudian ditambahkan
dengan jumlah penerimaan hari-hari yang lalu pada bulan yang sedang
berjalan. Hasil penjumlahan ini merupakan jumlah keseluruhan

94
penerimaan sampai dengan hari/tanggal tersebut pada bulan yang
sedang berjalan.
3. Pada akhir bulan setelah tahap-tahap pencatatan diatas dilakukan,
kemudian buku penerimaan harian ditutup.

Penutupan pada akhir bulan

Pada penutupan Buku Penerimaan Haarian Bendahara menuliskan :


Penerimaan hari ini : Rp …………………………
Penerimaan hari-hari yang lalu : Rp …………………………
-------------------------------- +
Penerimaan bulan…………….. : Rp ……………………..…
Penerimaan bulan-bulan yang lalu : Rp ………………………..
--------------------------------- +
Penerimaan sampai dengan bulan…… : Rp ………………………..
…………tanggal……………
Kepala Seksi Perbendaharaan
Kantor……………………….

……………………………….
NIP …………………....

Penutupan pada akhir tahun anggaran;

Bendahara Penerima DJBC menulis kata-kata:


Penerimaan hari ini : Rp …………………..…..
Penerimaan hari-hari yang lalu : Rp …………………...…. +
---------------------------------
Penerimaan bulan …………………… : Rp …………………….….
Penerimaan bulan-bulan yang lalu : Rp ………………………..
----------------------------------
Penerimaan tahun…………….……… : Rp …..……………….…..

95
……… tanggal …………...
Kepala Seksi Perbendaharaan
Kantor……………….......………

.................................................
NIP ………………….....…..

Penutupan dalam hal ada pemeriksaan kas dan penggantian Bendahara :


Bendahara DJBC menulis kalimat sebagai berikut;
Pada hari ini …………. tanggal …………. tahun ………telah dilakukan
pemeriksaan kas dengan hasil penutupan kas sebagai berikut:
Penerimaan sejak tanggal …. s.d. tanggal..... : Rp ……………….
Penerimaan pada hari ini tanggal………….... : Rp ……………….
------------------------ +
Penerimaan sampai dengan hari ini : Rp …………….…
Penerimaan yang telah disetor ke Kas Negara : Rp ……………....
----------------------- -
Saldo : Rp ..…………..….

………….tanggal………
Mengetahui Kepala Seksi Perbendaharaan
Kepala Kantor……… Pemeriksa Kas Kantor………

C. Rekonsiliasi Penerimaan DJBC

Penerimaan yang dikelola secara administrasi dengan dana yang masuk ke


KPPN idealnya harus sama. Untuk melakukan cross check atas catatan masing-
masing pengelola keuangan Negara tersebut maka perlu dilakukan rekonsiliasi.
Dalam implementasi aturan teknis rekonsiliasi yang lama, mekanisme rekonsiliasi
penerimaan Negara dilakukan dengan cara mencocokan lembar dokumen

96
kepabeanan dan cukai. Namun hal ini menimbulkan kesulitan yang sangat tinggi di
lapangan. Alasan utamanya adalah proses rekonsiliasi dilakukan secara manual
padahal jumlah dokumen yang harus direkonsiliasi sangatlah banyak.

Berdasarkan Peraturan Dirjend Bea dan Cukai nomor PER-23/BC/20111


tentang Tacara Rekonsiliasi Penerimaan DJBC, mekanisme rekonsiliasi tidak lagi
dilakukan dengan cara-cara manual. Dalam definisi aturan tersebut, rekonsiliasi
didefinisikan sebagai proses pencocockan data transaksi keuangan yang diproses
dengan beberapa sistem/sub sistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber
yang sama. Pelaksanaan rekonsiliasi dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat
kantor, tingkat wilayah dan tingkat pusat.

Adapun ruang lingkup penerimaan yang direkonsiliasi mencakup:


 Bea masuk, bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan
pengamanan, dan bea masuk pembalasan
 Bea keluar
 Cukai
 Denda administrasi
 Bunga atas bea keluar
 Pendapatan pabean lainnya
 Pendapatan cukai lainnya
 PNBP yang dipungut dan diterima melalui DJBC

Waktu pelaksanaan Rekonsiliasi


1. Tingkat Kantor yaitu rekonsiliasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan yang
waktu pelaksanaannya adalah paling lambat 5 hari kerja pada bulan berikutnya;
2. Tingkat Kantor Wilayah dilaksanakan paling lambat dalam 10 hari kerja pada
bulan setelah periode triwulan berakhir;
3. Tingkat Pusat dilaksanakan paling lambat dalam 15 hari kerja pada bulan
setelah periode semester berakhir.
4. Pelaksanaan rekonsiliasi tingkat kantor, wilayah dan pusat dalam periode yang
sama dapat dilakukan secara bersamaan.

Penanggung jawab rekonsiliasi adalah;


1. Kepala Bidang Pebendaharaan dan Keberatan pada KPU;
2. Kepala Seksi Perbendaharaan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe
Madya; A.1, A.2, dan A.3.;

97
3. Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan pada KPPBC tipe B;
4. Kepala Subbag umum pada pangkalan operasi Bea dan Cukai dan Balai
Penelitian dan Identifikasi Barang.
Dapat diberikan asistensi oleh KWBC atau KPBC.

Tata Cara rekonsiliasi;


1. Ditingkat Kantor adalah antara data yang dikelola oleh pejabat Bea dan Cukai
yang bertanggung jawab dengan data penerimaan yang bersumber dari DJPB,
Kanwil DJPB dan KPPN;
2. Ditingkat Kantor Wilayah adalah data antara yang dikelola oleh Kepala Bidang
Kepabeanan dan Cukai dengan data dari DJPB dan Kanwil DJPB;
3. Ditingkat Kantor Pusat adalah data penerimaan yang dikelola oleh Direktut
PPKC dengan hasil rekonsiliasi dari tingkat KWBC dan tingkat Kantor;
4. Elemen data yang direkonsiliasi adalah data-data yang disajikan per transaksi
pembayaran dan jenis akun pembayaran, elemen-elemen tersebut sekurang-
kurangnya;
a. kode kantor;
b. jenis dokumen dasar dan tanggal pembayaran;
c. jenis dokumen dan tanggal bukti pembayaran;
d. nomor dan tanggal NTPN, NTB, dan/atau NTP;
e. kode akun; dan
f. nilai penerimaan.
5. Dokumen bukti pembayaran adalah;
a. SSPCP;
b. SSBP;
c. BPN (Bukti Penerimaan Negara); atau

Metode Rekonsiliasi
Proses rekonsiliasi dilakukan dengan secara berurutan, disesuaikan dengan
data yang tersedia pada dokumen-dokumen dasar pembayaran yang tersedia pada
DJBC dengan data pembanding yang bersumber dari DJPB, Kanwil DJPB, dan
DJPB. Proses rekonsiliasi dapat dilakukan secara manual atau elektronik dan hasil

98
rekonsiliasi dituangkan dalam kertas kerja dan dibuatkan Berita Acara Rekonsiliasi
(BAR).

Pelaporan Hasil Rekonsiliasi

Pelaporan hasil rekonsiliasi disusun sesuai dengan hirarki kantor dalam


periode bulanan, semester dan pada akhirnya ditingkat Pusat pada Direktur PPKC
dan dipakai sebagai laporan Keuangan Kantor Pusat DJBC dan juga digunakan
sebagai bahan koreksi oleh Sekretaris DJBC atas laporan Kepala KWBC.

99
RANGKUMAN
1) Jaminan pada dasarnya berfungsi sebagai tindakan preventif oleh pihak DJBC
untuk mengamankan hak-hak negara.

2) Jaminan yang dipakai atas kegiatan-kegiatan impor/ekspor dan kegiatan dibidang


cukai pada dasarnya sama, yaitu dalam bentuk: jaminan tunai, jaminan bank,
customs/excise bond, dan jaminan lainnya.

3) Atas penerimaan yang dibayar pada bendahara DJBC, oleh bendahara penerima
DJBC wajib dibukukan terlebih dahulu dalam buku catatan penerimaan dan
kemudian dipindahkan ke buku penerimaan harian. Jumlah-jumlah yang diterima
pada hari itu wajib disetorkan ke Kas negara pada akhir hari kerja dan paling
lambat pada hari kerja berikutnya. Semua dokumen yang menjadi dasar
pembayaran serta SSPCP dan dokumen pelengkapnya yang diwajibkan menjadi
dasar oleh bendahara penerima sebagai bahan untuk penyajian laporan dan
akhirnya dokumen-dokumen tersebut diarsipkan sesuai ketentuan pengarsipan
dokumen yang mengandung keuangan negara.

4) Apabila terjadi kecurigaan bendahara, maka segera meminta konfirmasi ke pihak


KPPN dan/atau Bank yang bersangkutan.

5) Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses


dengan beberapa sistem/sub sistem yang berbeda berdasarkan dokumen
sumber yang sama. Pelaksanaan rekonsiliasi dilakukan dalam tiga tingkatan,
yaitu: tingkat kantor, tingkat wilayah dan tingkat pusat.

6) Rekonsiliasi atas penerimaan yang dikelola oleh DJBC dilaksanakan secara


berjenjang berdasarkan tingkat kantor, yaitu tingkat Kantor pelayanan, Tingkat
wilayah dan tingkat pusat

7) Data penerimaan yang direkonsiliasi harus berasal dari sumber yang sama
namun berbeda sistem atau sub sistemnya,

LATIHAN

100
1) Jelaskan bentuk-bentuk jaminan yang dapat digunakan dalam bidang
kepabeanan
2) Jelaskan proses pencairan jaminan dalam hal wajib wanprestasi !
3) Jelaskan tatacara penutupan buku harian penerimaan !
4) Jelaskan konsep rekonsiliasi dan mekanismenya !
5) Jelaskan ruang lingkup penerimaan yang direkonsiliasi !

101
BAB

PENAGIHAN
5
KEPABEANAN DAN CUKAI

Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan:
menjelaskan:
Penagihan
Penagihan Pungutan
Pungutan Kepabeanan
Kepabeanan

Penagihan
Penagihan Pungutan
Pungutan Cukai
Cukai

Penyelesaian
Penyelesaian Barang
Barang Tidak
Tidak Dikuasai,
Dikuasai, Dikuasai
Dikuasai Negara
Negara dan
dan Milik
Milik Negara
Negara

Mekanisme penagihan pungutan pajak adalah upaya pemulihan hak-hak


negara yang wajib dilakukan oleh fiskus. Pada dasarnya mekanisme penagihan
pungutan kepabeanan dan cukai dilakukan secara administratif dan secara aktif

Gambar 5.1
Mekanisme Penagihan Kepabeanan dan Cukai

102
A. Penagihan Pungutan Kepabeanan

1. Penagihan Administratif Kepabeanan

Penagihan administratif adalah tindakan yang diambil oleh Kepala Kantor Bea
dan Cukai atau Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Surat Penetapan atau
Keputusan dalam rangka memulihkan hutang pajak/kekurangan tagihan pajak/denda
administrasi/bunga yang timbul berdasarkan ketentuan Kepabeanan yang berlaku.

Penagihan administratif adalah langkah awal untuk memulihkan hak-hak


Negara. Penagihan administratif timbul karena adanya tagihan bea masuk, denda
maupun bunga yang tidak atau kurang dibayar. Munculnya utang kepada Negara
tersebut terjadi karena fisik barang impor maupun adanya penetapan pejabat Bea
dan Cukai baik yang bersifat tarif dan nilai pabean maupun hal-hal yang buka
bersifat tarif dan nilai pabean.

Bentuk Surat Penetapan Tagihan

Penagihan administratif dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan
menerbitkan Surat Penetapan. Dalam mekanisme penetapan kepabeanan, ada
beberapa jenis surat penetapan tagihan, yatu:

Di bidang Impor :
 Surat Penetapan Tarif Dan Nilai Pabean (SPTNP)
 Surat Penetapan Sanksi Adminitrasi
 Surat Penetapan Pabean
 Surat Penetapan Kembali Tarif Dan Nilai Pabean (SPKTNP)

Di bidang Ekspor :
 Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK)

 Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA)

Tagihan Atas Kekurangan Fisik Barang

Untuk kepentingan penetapan tarif dan nilai pabean, pejabat Bea dan Cukai
dapat melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor setelah pemberitahuan
pabean impor disampaikan. Hal ini juga berlaku bagi barang ekspor yang terkena
kewajiban bea keluar. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik terdapat perbedaan jenis
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik terdapat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang

103
dengan pemberitahuan pabean impor, pejabat bea dan cukai melakukan penetapan
tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.

Dalam hal kekurangan fisik barang tersebut berakibat pada kekurangan


pembayaran bea masuk (dalam hal ekspor, bea keluar) maka importir/eksportir
wajib melunasi kekurangan pembayaran tersebut serta dikenakan sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak
1000% (seribu persen) dari bea masuk/bea keluar yang kurang dibayar. Tagihan
kekurangan pembayaran bea masuk dan sanksi administrasi tersebut akan
ditetapkan dalam bentuk SPTNP.

Tagihan Atas Penetapan Tarif Dan Nilai Pabean

Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif dan nilai pabean atas barang
impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor. Penetapan tersebut
harus dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran
pemberitahuan pabean impor. Apabila dalam jangka waktu tersebut penetapan tidak
dilakukan maka tarif dan nilai pabean yang diajukan importir dianggap diterima.

Konsekuansi adanya penetapan tarif bea masuk yang mengakibatkan


kekurangan pembayaran maka akan diterbitkan surat penetapan tagihan dalam
bentuk SPTNP. Dalam kasus penetapan tarif ini tidak berakibat denda administrasi,
karena sifat penetapan tarif bea masuk berlaku prinsip official aseesment . Untuk
kasus kekurangan bea masuk karena penetapan nilai pabean maka disamping
penetapan tagihan kekurangan bea masuk, terhadap importir juga akan dikenakan
denda administrasi.

Tagihan Atas Penetapan Selain Tarif Dan Nilai Pabean

Dalam kasus-kasus pelanggaran administrasi atas Undang-undang


Kepabeanan yang mengakibatkan kewajiban pembayaran bea masuk dan/atau
sanksi administrasi maka pejabat Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat
Penetapan Pabean. Beberapa kasus pelanggaran yang mengakibatkan kewajiban
pembayaran bea masuk dalam Undang-undang Kepabeanan diatur dalam:

 Pasal 8A ayat (2) dan 10A ayat (3) : membongkar barang impor kurang dari
yang diberitahukan.

104
 Pasal 43 ayat (3): Pengusaha Tempat penimbunan yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang ditimbunnya.
 Pasal 45 ayat (4): Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang ditimbunnya.

Dalam hal kasus-kasus pelanggaran administrasi atas Undang-undang


Kepabeanan tidak mengakibatkan kewajiban pembayaran bea masuk namun hanya
dikenakan denda administrasi saja, maka surat penetapan tagihan dikeluarkan
dalam bentuk SPSA.

Fungsi Surat Penetapan Tagihan

Surat penetapan tagihan yang dikeluarkan oleh pejabat bea dan cukai dalam
bentuk SPTNP, SPP dan SPSA, berfungsi sekaligus sebagai:
 Surat penetapan pejabat bea dan cukai;
 Pemberitahuan; dan,

 Pengaihan kepada importir (dalam hal SPTNP) dan penagihan kepada orang
(dalam hal SPP atau SPSA).

Jangka Waktu Penagihan dan Pengenaan Bunga

Jatuh tempo tagihan piutang kepabeanan oleh wajib bayar kepada negara
adalah 60 (enam puluh) hari sejak tnggal penetapan. Dalam hal penghitungan
tagihan, maka jumlah tagihan dibulatkan dalam ribuan rupiah.

Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang kepabeanan


yang tidak atau kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo
sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.

Kedaluarsa Penagihan Utang

Hak menagih utang kedaluarsa setelah 10 (sepuluh) tahun sejak timbulnya


kewajiban membayar. Masa kedaluarsa tidak dapat diperhitungkan dalam hal;
 Yang berutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 Yang berutang memperoleh penundaan;
 Yang berutang melakukan pelanggaran undang-undang pajak dan;
 Dalam hal ada pengakuan utang.

105
2. Penagihan Aktif Kepabeanan

Penagihan aktif adalah upaya pemulihan hak-hak negara secara aktif oleh
pihak fiskus kepada pihak terteagih. Pengertian aktif disini diwujudkan dengan
upaya-upaya teguran, pemaksaan dan bahkan hingga ke langkah penyitaan. Dasar
hukum pelaksanaan penagihan aktif ini menggunakan aturan Undang-undang nomor
19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Surat Teguran

Pada saat jatuh tempo penagihan administratif telah berakhir (60 hari setelah
tanggal penetapan), tidak serta merta fiskus melakukan upaya penagihan aktif.
Dalam hal ini, tertagih masih diberi kesempatan untuk melunasi tagihannya dalam
jangka waktu 7 hari setelah berakhirnya batas waktu penagihan administratif. Dalam
periode ini sudah muncul tambahan bunga atas tagihan tersebut. Tindakan awal
yang dilakukan pihak Kantor Bea dan Cukai adalah melakukan pemblokiran terhadap
seluruh akses kegiatan pabean pihak tertagih.

Penagihan aktif mulai dilakukan saat diterbitkannya surat teguran (ST) kepada
pihak tertagih. Adapun saat penerbitan surat teguran ini paling cepat setelah
berakhirnya jatuh tempo penagihan administratif (60 hari) ditambah dengan 7 (tujuh)
hari waktu ekstra. Surat teguran merupakan upaya peringatan awal dan sekaligus
terkhir sebagai himbauan persuasif agar tertagih segera melunasi tagihannya.

Surat teguran diterbitkan oleh Kepala Kantor bea dan Cukai dan segera dikirim
ke alamat tertagih. Pihak tertagih diwajibkan menyelesaikan kewajibannya dalam
waktu 21 hari sejak dikeluarkannya ST tertsebut.

Surat Paksa

Apabila Surat Teguran telah jatuh tempo dan belum juga dilunasi oleh pihak
tertagih, maka Kepala Kantor Bea dan Cukai segera melakukan tindakan:
a. Menerbitkan Surat Paksa (SP) untuk penagihan BM, Cukai, Sanksi administrasi
dan Bunga. Surat Paksa ini merupakan perintah untuk membayar utang BM dan
pungutan lainnya .
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan utang pajak dalam rangka impor SPDRI
(PPN, PPn. BM dan PPh Pasal 22) serta PPN HT dalam negeri kepada Kepala

106
Kantor Pelayanan Pajak tempat yang berutang berdomisili untuk diselesaikan
sesuai ketentuan pajak yang berlaku.
c. Apabila ditemukan PPh Pasal 22 yang tidak atau kurang dibayar lewat tahun
takwim, Kepala KPU/Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai
menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib Pajak
berdomisili.

Penagihan Seketika dan Sekaligus

Dalam hal tertentu Kepala KPPBC dapat melakukan Penagihan Seketika dan
Sekaligus, yaitu suatu tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita
Bea dan Cukai terhadap tertagih tanpa menunggu jatuh tempo. Hal-hal tertentu
tersebut antara lain:
a. Tertagih diperkirakan akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
b. Tertagih menghentikan secara nyata, mengecilkan usahanya atau memindah
tangankan barang yang dimiliki atau dikuasai.
c. Tertagih berniat atau ada tanda-tanda akan membubarkan usahanya.
d. Badan usahanya akan dibubarkan oleh Negara, atau
e. Terjadi penyitaan atas barang tertagih oleh pihak ketiga.

Surat Perintah Penyitaan

Dalam waktu 2 X 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan tertagih masih diberi
kesempatan untuk melunasi utangnya. Apabila dalam waktu tersebut dilampaui,
Kepala KPPBC segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP). Dalam hal ini, tugas penyitaan tersebut dlaksanakan oleh Juru Sita Bea dan
Cukai. Juru Sita adalah pegawai DJBC yang telah dididik secara khusus dan
diangkat oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.

Adapun besarnya aset yang disita berupa barang bergerak ataupun tidak
bergerak adalah sebesar utang yang wajib dilunasi. Apabila tindakan penyitaan
pertama belum mencukupi besaran utang tertagih maka dapat dibuatkan surat
penyitaan tambahan.
Pelaksanaan penyitaan

107
Pelaksanaan Penyitaan dilakukan oleh Juru sita Bea dan Cukai dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang dewasa penduduk Indonesia yang dikenal dan
dipercaya oleh Juru Sita. Dalam setiap melaksanakan penyitaan, Juru Sita wajib
membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditanda tangani oleh Juru Sita dan
saksi-saksi. Berita Acara ini tetap mengikat walaupun saksi-saksi menolak menanda
tanganinya. Pengajuan Keberatan dan Banding tidak mengakibatkan penundaan
pelaksaan penyitaan.

Pencabutan sita dapat dilaksanakan apabila tertagih telah melunasi utangnya


atau berdasarkan putusan Pengadilan Pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan. Pencegahan/pencekalan dapat dilakukan terhadap seseorang
penangung pajak yang jumlahnya minimal Rp.100.000.000,- dan diragukan itikad
baiknya. Bahkan dalam hal-hal tertentu, juru sita Bea dan cukai dimungkinkan untuk
melakukan upaya penyanderaan. Penyanderaan adalah pengekangan sementara
waktu atas kebebasan tertagih yang mempunyai utang pajak minimum
Rp.100.000.000,- karena diragukan itikad baiknya dalam melaksanakan
kewajibannya. Penyanderaan dilakukan berdasarkan izin Menteri Keuangan atau
Gubernur Kepala Daerah TK. I dan dilakukan secara selektif, hati-hati dan
merupakan upaya terakhir.

B. Penagihan utang cukai

Mekanisme penagihan pungutan cukai adalah upaya pemulihan hak-hak


negara yang wajib dilakukan oleh fiskus. Sesuai dengan skala tingkatannnya upaya
penagihan pungutan cukai juga harus diawali dengan tindakan yang bersifat
administratif. Apabila tindakan pengahian administratif tersebut tidak diindahkan
dengan alasan apapun maka fiskus berkewajiban meningkatkan status penagihan
tersebut menjadi penagihan aktif.

1. Penagihan Administratif Cukai

108
Penagihan administratif adalah langkah awal untuk memulihkan hak-hak
Negara. Penagihan dibidang cukai dilakukan terhadap utang cukai yang tidak
dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda,
dan/atau bunga. Penagihan cukai dilaksanakan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Perbedaan mendasar antara penagihan administratif kepabeanan dengan


penagihan administratif cukai adalah pada jangka waktu penagihan . Dalam
mekanisme penagihan cukai, penanggung Cukai wajib membayar utang cukai yang
tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi
berupa denda paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterima STCK-1.

Bentuk Surat Tagihan Cukai

Dalam mekanisme kegiatan di bidang cukai, penagihan administratif dilakukan


oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menerbitkan Surat Tagihan Cukai (STCK-
1). STCK-1 diterbitkan oleh kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuknya dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, dalam jangka waktu satu
hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penundaan atau pembayaran
berkala;
b. untuk kekurangan cukai, dalam jangka waktu satu hari kerja setelah
ditemukannya kekurangan cukai; dan/atau

c. untuk sanksi administrasi berupa denda, dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja
setelah ditemukannya pelanggaran yang dikenai sanksi administrasi berupa
denda.

Jangka Waktu Penagihan dan Pengenaan Bunga

Jatuh tempo tagihan piutang cukai oleh wajib bayar kepada negara adalah 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan. Hal ini memiliki perbedaan
yang cukup prinsip dengan tagihan kepabeanan. Utang atau tagihan kepada negara
berdasarkan undang-undang cukai yang tidak atau kurang dibayar dikenai bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan
dihitung 1 (satu) bulan.

109
Kadaluarsa penagihan utang cukai

Hak menagih utang kedaluarsa setelah 10 (sepuluh) tahun sejak timbulnya


kewajiban membayar. Masa kedaluarsa tidak dapat diperhitungkan dalam hal;
 Yang berutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 Yang berutang memperoleh penundaan;
 Yang berutang melakukan pelanggaran undang-undang pajak dan;
 Dalam hal ada pengakuan utang.

2. Penagihan Aktif di bidang Cukai

Penagihan aktif adalah upaya pemulihan hak-hak negara secara aktif oleh
pihak fiskus kepada pihak tertagih. Pengertian aktif disini diwujudkan dengan upaya-
upaya teguran, pemaksaan dan bahkan hingga ke langkah penyitaan. Dasar hukum
pelaksanaan penagihan aktif ini menggunakan aturan Undang-undang nomor 19
tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan demikian secara
prinsip, penagihan aktif di bidang cukai dengan penagihan aktif kepabeanan
menggunakan mekanisme yang sama. Yang sedikit berbeda adalah penggunaan
dokumen adminsitrasinya.

Surat Teguran di bidang Cukai (STCK-2)

Dalam hal Penanggung Cukai tidak memenuhi kewajiban pelunasan atas


STCK-1 yang telah disampaikan, maka kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuknya
segera menerbitkan surat teguran, sesuai format STCK-2. Penerbitan STCK-2 ini
paling cepat pada hari ke-8 setelah berakhirnya jangka waktu penagihan
administratif. Waktu ekstra 7 hari setelah tanggal jatuh tempo adalah upaya
persuasif yang terakhir dari DJBC dalam melakukan upaya penagihan administratif.
Jangka waktu yang diberikan atas penerbitan STCK-2 adalah 21 hari sejak
dokumen STCK-2 tersebut diterima oleh pihak tertagih.

Surat Paksa dan Penyerahan Penagihan Pajak ke KPP setempat

110
Apabila utang cukai tidak dilunasi oleh Penanggung Cukai setelah lewat waktu
21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal dikirimkan STCK-2, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. kepala Kantor segera menerbitkan Surat Paksa untuk penagihan utang cukai
yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi
administrasi berupa denda
b. kepala Kantor segera menyerahkan penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
yang dikaitkan dengan pelunasan cukai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat dengan menggunakan Surat Penyerahan Penagihan PPN (STCK-3).

Penagihan Seketika dan sekaligus

Sama halnya dengan mekanisme penagihan kepabeanan, dalam hal tertentu


Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus
atau tagihan cukai yang belum dilunasi. Beberapa alasan yang dapatmenjadi dasar
penagihan seketika dan sekaligus di bidang cukai adalah:
a. Penanggung Cukai akan meninggalkan Indonesia untuk selamanya atau berniat
untuk itu;
b. Penanggung Cukai memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai
dalam rangka menghentikan, atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau
pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Cukai akan membubarkan badan
usahanya, menggabungkan usahanya, memekarkan usahanya,
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau

e. terjadi penyitaan atas barang milik Penanggung Cukai oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.

Penagihan seketika dan sekaligus di bidang cukai merupakan tindakan


penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Bea dan Cukai kepada Penanggung
Cukai tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran STCK-1. Jurusita Bea
dan Cukai dalam melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus harus dilengkapi
dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus dari kepala Kantor atau
pejabat yang ditunjuknya

111
C. Penyelesaian Barang Tidak Dikuasai, Dikuasai Negara, dan
Milik Negara

1. Bidang Kepabeanan

Di bidang pabean penetapan terhadap barang tidak dikuasai (BTD), dikuasai


negara(BDN) dan barang milik negara (BMN) dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan
Cukai mengacu kepada jangka waktu penimbunannya.

Barang Tidak Dikuasai

Suatu barang impor meskipun pemiliknya diketahui dengan jelas namun


berpotensi menjadi barang tidak dikuasai dalam hal-hal sebagai berikut:
a. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada
di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
penimbunannya;
b. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada
di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak
penimbunannya;
c. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah
dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin;
d. barang yang dikirim melalui Pos:
 yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim
kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;
 dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau
tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh
pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
pemberitahuan dari Kantor Pos.

Penetapan status barang impor menjadi BTD dilakukan oleh Kepala Kantor
Bea dan Cukai dengan cara mencantumkannya ke dalam daftar BTD. Selanjutnya
barang yang telah ditetapkan sebagai BTD dibukukan dalam Buku Catatan Pabean
mengenai BTD. BTD yang telah dibukukan, disimpan di Tempat Penimbunan
Pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP dan dipungut sewa
gudang. Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemilik
barang untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean yang terkait dengan BTD,

112
dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain
yang berfungsi sebagai TPP.

Alternatif penyelesaian terhadap BTD yang disimpan di dalam TPP adalah


sebagai berikut:
a. Untuk barang yang busuk, segera dimusnahkan;
b. Untuk barang karena sifatnya:
 tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk, misalnya buah segar
dan sayur segar;
 merusak, antara lain asam sulfat dan belerang;
 berbahaya; atau
 pengurusannya memerlukan biaya tinggi,
segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya,
sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk
diimpor atau diekspor.
c. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor,
dinyatakan sebagai BMN, kecuali terhadap barang tersebut penyelesaiannya
ditetapkan lain;
d. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor,
diberikan kesempatan untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi
sebagai TPP.
e. BTD yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya setelah jangka waktu 60
(enam puluh) hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi
sebagai TPP, ditetapkan untuk dilelang oleh Kepala Kantor Pabean. Dalam hal
ini BTD yang siap dilelang masih dimungkinkan untuk diurus penyelesaian
formalitas pabeannya, baik dilunasi maupun direekspor oleh pemilik aslinya
paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sebelum dilakukan pelelangan
pertama,

Barang Dikuasai Negara

Untuk status barang impor yang dapt menjadi barang dikuasai Negara, apabila
dalam proses importasinya dinyatakan sebagai:

113
a. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak
diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan
Pabean;
b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai;
atau,
c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh
pemilik yang tidak dikenal.

Penetapan BDN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang
ditunjuk dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BDN. Proses
penyelesaian terhadap BDN pada dasarnya hamper sama dengan BTD.

Barang Milik Negara

Kemudian status barang impor yang dapat dapat menjadi Barang Milik Negara
apabila memenuhi kriteria:
a. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali
terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
b. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang
tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang
berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;
c. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai
yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
d. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh
pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Penetapan BMN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean dengan menerbitkan


keputusan mengenai penetapan BMN. BMN disimpan di TPP atau tempat lain yang
berfungsi sebagai TPP, dan dibukukan ke dalam Buku Catatan Pabean mengenai
BMN. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada Menteri
daftar mengenai BMN beserta usulan penyelesaian BMN untuk dilelang, dihibahkan,
dimusnahkan, dihapuskan, dan/atau ditetapkan status peruntukannya.

114
2. Bidang Cukai

Dibidang cukai atas BKC dan barang lain dari pelanggar yang tidak dikenal
dikuasai negara dibawah pengawasan DJBC, terhadap barang ini dibagi kedalam;
a. Barang dikuasai negara dari pelanggar yang tidak dikenal ;
b. Barang dikuasai negara yang berasal dari pemiliknya tidak diketahui.

Penyelesaian BDN

Penyelesaian atas BKC dan barang lain dari pelanggar tidak dikenal adalah sebagai
berikut;
a. Barang dinyatakan dikuasai negara ditempatkan di Tempat Penimbunan Pabean
atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala KPPBC;
b. Apabila dalam jangka waktu 14 hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap
tidak diketahui, dinyatakan menjadi milik negara;

Penyelesaian selanjutnya adalah;


a. BKC dan barang lain yang mudah busuk/rusak dimusnahkan ;
b. Barang lain selain tersebut pada a. peruntukkannya lebih lanjut ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
c. Atas pemusnahan dibuatkan Berita Acara Pemusnahan ( BAP).

Penyelesaian atas BKC dan barang lain yang dikuasai negara yang berasal dari
pemilik yang tidak diketahui adalah sebagai berikut ;
a. Barang dinyatakan dikuasai Negara ditempatkan di Tempat Penimbunan Pabean
atau tempat lain yang ditunjuk Kepala KPU atau Kepala KPPBC ;
b. Diumumkan secara resmi melalui media massa yang ditujukan kepada
pemiliknya, apabila 30 hari sejak dikuasai negara pemiliknya tidak
menyelesaikan kewajibannya, barang tersebut dinyatakan menjadi milik negara;
c. Penyelesaian lebih lanjut; Barang BKC dan barang lain yang mudah busuk/rusak
dimusnahkan;

Barang yang dirampas untuk Negara

115
 BKC dan barang lainnya yang tersangkut tindak pidana berdasarkan undang-
undang cukai, dan yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dinyatakan dirampas untuk negara dan dibawah
pengawasan Menteri Keuangan Selaku pengelola kekayaan negara.

 Kepala KPU/KPPBC menerima dari pengadilan atas barang tersebut diatas

 Kepala KPU/KPPBC mengadministrasikan barang tersebut dengan baik dan


benar serta ditimbun di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang
ditunjuk.

 Penyelesaian lebih lanjut;


a. Terhadap BKC dimusnahkan ;
b. Barang lain, peruntukkannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 Atas pemusnahan dibuatkan Berita Acara Pemusnahan.

Pelelangan

 Dalam pelelangan barang yang tidak dikuasai atau yang dikuasai negara harus
ditetapkan harga lelang yang meliputi jumlah pungutan;
a. Bea Masuk, Cukai, PPN impor, PPn BM dan PPh Psl.22;
b. Sewa gudang di Tempat Penimbunan Sementara untuk selama-lamanya 2
(dua) bulan;
c. Sewa gudang di Tempat Penimbunan Pabean; dan
d. Biaya pencacahan dan penimbunan di Tempat Penimbunan Pabean.

 Untuk menghitung BM dan PDRI Kepala KPU atau Kantor Pelayanan dan
Pengawasan Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean dari barang yang akan
dilelang berdasarkan data yang tersedia pada Kantor Pabean tersebut.

 Hasil pelelangan setelah dikurangi dengan BM, Cukai, PPN, PPnBM, PPh Psl.
22, sewa gudang serta biaya-biaya lain jika masih ada sisa disediakan untuk
diterimakan kepada pemiliknya.

 Sisa uang yang yang disediakan untuk diterima kepada pemiliknya oleh Kepala
Kantor wajib disampaikan secara tertulis dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal pelelangan dan apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah

116
tanggal pemberitahuan oleh pemiliknya belum juga diambil, maka uang tersebut
dipertanggung jawabkan oleh bendahara penerima menjadi milik negara.

 Semua pungutan-pungutan dan uang sisa yang tidak diambil disetorkan oleh
Bendahara Penerima ke Rekening Umum Kas Umum Negara sesuai MAP (Mata
Angaran Penerimaan) masing-masing.

 Apabila harga pada pelelangan pertama tidak mencapai harga terendah, maka
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari dilakukan
pelelangan kedua dan apabila pada pelelangan kedua harga belum juga
mencapai harga terendah, maka Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean dan
cukai mengusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan
Cukai untuk mendapatkan persetujuan pemusnahan barang atau ditentukan
peruntukan lainnya.

 Atas BKC impor tidak dilakukan pelelangan, melainkan segera dimusnahkan dan
dibuatkan Berita Acara Pemusnahan, termasuk barang yang mudah busuk/rusak,
berbahaya dan yang penyimpanannya memerlukan biaya tinggi dilelang terlebih
dahulu dan atas pelelangan ini Kepala Kantor wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya.

117
RANGKUMAN
1) Penagihan dibidang kepabeanan dan cukai dilakukan jika wajib bayar atau
kuasanya terlambat atau tidak melaksanakan kewajibannya dalam melunasi
pungutan impor, ekspor dan cukai serta denda dan pungutan-pungutan lain yang
terkait yang wajib dipungut oleh DJBC.

2) Penagihan yang dilakukan pihak fiskus dapat bersifat penagihan administratif dan
penagihan aktif. Mekanisme penagihan administratif dilakukan berdasarkan
ketentuan Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai. Penagihan
aktif dilakukan dengan berlandasakan pada Undang-undang Nomor 19 tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3) Juru sita melakukan penyitaan terhadap barang-barang bergerak atau tidak


bergerak milik yang bertutang untuk kemudian dilakukan pelelangan guna
pelunasan utang-utang kepada negara.

4) Wajib bayar yang memiliki utang > Rp. 100 juta dapat dicekal oleh Kepala
KPU/Kepala KPPBC dengan tujuan untuk segera melunasi utangnya, apabila
tidak dilunasi dan atas seizin Menteri Keuangan dapat mengurung/mengekang
kebebasan dari wajib pajak dimaksud.

5) Terdapat 2(dua) cara dalam penyelesaian barang yang tidak dikuasai negara
karena melampaui batas waktu penimbunan tanpa diselesaikan fasilitas
kepabeanannya dan akan beralih ke barang dikuasai negara apabila melampaui
waktu yang ditetapkan dan sekanjutnya barang menjadi barang milik negara.

6) Terhadap peralihan hak tersebut berarti bahwa negara dapat memperlakukan


barang tersebut sesuai dengan ketentuan yaitu dengan pelelangan. Plafon harga
lelang yang ditetapkan minimal harus sama dengan pungutan-pungutan BM dan
PDRI serta sewa gudang dan sewa TPP dan biaya-biaya pelelangan.

7) Terhadap barang kena cukai yang telah menjadi milik negara penyelesaiannya
tidak dapat dilelang akan tetapi dimusnahkan dan dibuatkan Berita Acara
Pemusnahan.

LATIHAN

118
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan penagihan administratif dan penagihan
aktif !
2) Jelaskan langkah-langkah penagihan pajak dengan upaya penyitaan !
3) Jelaskan perbedaan mendasar antara mekanisme penagihan kepabeanan
dengan penagihan di bidang cukai !
4) Jelaskan fungsi dari dokumen-dokumen berikut: SPTNP, SPP, SPSA, ST, SP !
5) Jelaskan pengertian barang tidak dikuasai, barang dikuasai negara dan barang
milik negara !

119
BAB

PENGEMBALIAN
KEPABEANAN DAN CUKAI 6
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional Khusus:
Khusus:
Setelah
Setelah mengikuti
mengikuti pembelajaran
pembelajaran ini
ini mahasiswa
mahasiswa diharapkan
diharapkan mampu
mampu menjelaskan:
menjelaskan:
Jaminan
Jaminan kepabenan
kepabenan dan
dan cukai
cukai

Besarnya
Besarnya Jaminan
Jaminan

Objek
Objek dan
dan subjek
subjek Pungutan
Pungutan kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai
cukai

Siklus
Siklus pungutan
pungutan kepabeanan
kepabeanan dan
dan cukai
cukai
Pengembalian
Jenis
Jenis pungutan
pungutan dan
beaPenghitungan
dan Cara
masuk, bea
Cara Penghitungan
keluar,
Pungutan cukai, dan
Pungutan kepabeanan
dan
kepabeanan dan
pungutan lainnya pada
cukai
cukai
dasarnya merupakan penerapan azas keadilan dalam pungutan pajak. Pengertian
pengembalian adalah pengembalian berupa uang yang telah dibayarkan kepada
Negara melalui DJBC karena adanya kelebihan pembayaran yang diakibatkan
berbagai hal yang jelas disebutkan dalam masing-masing Undang-Undang
Kepabeanan maupun Undang-undang Cukai.
Untuk mempermudah mempelajari tentang pengembalian yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kami membagi penjabaran materi ini menjadi tiga
bagian, yaitu:
a. Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga;
b. Pengembalian Bea Keluar;
c. Pengembalian Cukai

A. Pengembalian Bea Masuk

Alasan dasar pengembalian bea masuk diatur dalam pasal 27 Undang-undang


Kepabeanan. Adapun beberapa kriteria pengembalian bea masuk dapat diberikan
terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :

120
a. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarip Bea Masuk dan/atau
nilai pabean oleh pejabat Bea dan Cukai;
b. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali tarip bea masuk
dan/atau nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
c. Karena kesalahan tata usaha;
d. Impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk;
e. Impor barang yang harus direekspor atau dimusnahkan dibawah pengawasan
pejabat Bea dan Cukai;
f. Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai
kedapatan jumlah lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat,
bukan barang yang dipesan, atau berkualitas rendah;
g. Impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa
pemeriksaan fisik, kedapatan jumlah fisik barang kurang sehingga menimbulkan
kelebihan pembayaran Bea Masuk dalam hal ini harus ada rekomendasi hasil
audit;
h. Akibat putusan Banding di Pengadilan Pajak.

Selain pengembalian bea masuk, Pengembalian kepada pihak yang berhak


dapat juga diberikan terhadap seluruh atau sebagian denda administrasi dan/atau
bunga yang dibayar sebagai akibat pelanggaran tehadap undang-undang
kepabeanan dalam hal;
a. Berkaitan langsung dengan BM yang dikembalikan diatas; atau
b. Kelebihan denda administrasi sebagai akibat putusan banding di pengadilan
pajak.

Secara umum mekanisme pengembalian bea masuk, denda administrasi dan bunga
dibagi menjadi dua tahap.
 Tahap I adalah tahapan pembentukan dasar pengembalian. Artinya, tahap
penetapan apakah suatu kriteria pengembalian memang layak dan secara sah
memenuhi kriteria pengembalian. Sebagai contoh: apabila importir kelebihan
membayar pungutan bea masuk. Maka tahap penetapan ini akan berhenti
sampai dengan diterbitkannya Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP)
yang isinya menyatakan kelebihan bayar tersebut.
 Tahap II adalah tahapan pengajuan Keputusan Pengembalian hingga
pencairan dana pengembalian. Setelah memperoleh SPTNP yang
menyatakan adanya kelebihan pembayaran, ini bukan berarti secara otomatis

121
importir akan menerima dana pengembalian. Namun untuk mendapatkan
pengembalian, importir wajib mengajukan permohonan pengembalian untuk
mendapatkan Surat Keputusan Pengembalian Bea Masuk (SKPBM) hingga
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh Kantor Kas Negara .

Gambar 6.1
Tahap Pengembalian Bea Masuk

Syarat-syarat pengembalian

Importir mengajukan permohonan Kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai


tempat pembongkaran atau tempat penyelesaian barang impor dengan
menyebutkan alasan-alasan pengembalian dengan melampirkan:
a. Asli bukti pembayaran BM, denda administrasi dan/atau bunga yang diminta
pengembalian oleh pihak yang berhak telah diterima dan dibukukan di
Rekening Kas Umum Negara.

b. Permohonan pengembalian diproses untuk disetujui atau ditolak dalam


jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar, tidak termasuk waktu yang dipergunakan untuk
pelaksanaan audit.

122
Gambar 6.2
Alur Pengembalian Bea Masuk

Kepala Kantor KPU/Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai /Bendahara


meneliti;
1) Kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.
2) Kebenaran nama yang berhak atas pengembalian/restitusi.
3) Kebenaran dasar pemberian restitusi.
4) Meminta konfirmasi ke KPPN mengenai pembayaran tersebut dalam
SSPCP.
5) Meneliti apakah pemohon masih memiliki tunggakan utang.
- PIB yang akan direstitusi adalah PIB yang telah diverifikasi/diaudit.
- Hasil penelitian dan jumlah perhitungan Bea Masuk dan/atau denda
administrasi dan/atau Bunga yang dikembalikan dituangkan dalam
“Lembar penelitian Restitusi”.
- Lembar penelitan restitusi setelah dibuat oleh Bendahara diajukan ke
Kepala Kantor KPU/Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai untuk
mendapatkan persetujuan.
- Setoran yang diminta pengembalian telah diterima KPPN setelah
dikonfirmasi.

123
- Apabila ada keragu-raguan tanda tangan, maka KPPN dapat meminta
konfirmasi ke Kepala KPU/KPPBC.
- Importir yang berhak mendapatkan pengembalian/restitusi tidak
mempunyai tunggakan/utang pada KPU/KPPBC penerbit SPMKBM.

Penerbitan SKPBM dan SPMKBM

a. Apabila Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai telah
memberikan persetujuan pengembalian/restitusi, kemudian menanda tangani
SKPBM yang ditanda tangani atas nama Menteri Keuangan dalam rangkap 4
(empat);
 Lembar ke-1 untuk Importir/yang berhak mendapatkan pengembalian;
 Lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
 Lembar ke-3 untuk Kepala KPPN mitra kerja KPU/KPPBC; dan
 Lembar ke-4 untuk KPU/KPPBC.

b. Berdasarkan SKPBM diatas kemudian dibuatkan Surat Perintah Membayar


kembali Bea Masuk (SPMKBM) yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea
dan Cukai atas nama Menteri Keuangan. SPMKBM ini adalah salah
persyaratan yang diatur dalam mekanisme Anggaran, khususnya dalam rangka
pembebanan mata anggaran pengeluaran.

c. SPMKBM dibuat dalam rangkap 4 yang diperuntukkan;

 Lembar ke-1 untuk importir Yang bersangkutan untuk ditunaikan di Bank yang
Ditunjuk;
 Lembar ke-1 dan 2 untuk KPPN;
 Lembar ke-3 untuk pihak yang berhak; dan
 Lembar ke-4 untuk KPPBC.
d. SPMKBM dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan setoran
BM tahun anggaran berjalan yaitu pada mata anggaran yang sama atau sejenis
dengan mata anggaran penerimaan setoran BM dan disampaikan ke KPPN
paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu
pengembalian BM, denda administrasi dan/ atau bunga.

e. SPMKBM disampaikan secara langsung oleh petugas yang ditunjuk.

f. KPPN mengembalikan lembar SPMKBM disertai SP2D (Surat Perintah


Pencairan Dana) kepada penerbit SPMKBM setelah diberi cap “Telah diterbitkan
SP2D tgl………..no………....”

124
Pemberian Imbalan Bunga
Pemberian imbalan bunga diberikan dalam hal;
 Keterlambatan pengembalian uang (restitusi) dalam bentuk penerbitan SKPBM,
SKPBK,SKPC atau SKPFP BM-C yang melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari dihitung sejak tanggal diterbitkannya dokumen-dokumen tersebut diatas.
 Pengembalian jaminan berupa uang tunai dibidang pabean dan cukai yang
melebihi waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diputuskannya keberatan diterima, atau
dianggap diterima oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
 Pengembalian uang (restitusi) Bea Masuk atau Cukai sebagai akibat Putusan
banding oleh Pengadilan Pajak yang menetapkan pemberian bunga.
 Besarnya bunga ditetapkan 2% setiap bulan untuk selama-lamanya 24 bulan,
bagian dari bulan dianggap satu bulan penuh.

Syarat-syarat dan cara pemberian imbalan bunga

 Yang bersangkutan mengajukan surat permintaan pegembalian kepada Direktur


Jenderal Bea dan Cukai.
 Kepala Kantor meneneliti kebenaran imbalan bunga, apabila telah sesuai, maka
diterbitkan NPPIB ( Nota Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga, berdasarkan
NPPIB kemudian diterbitkan SKPIB ( Surat Keputusan Pemberian Imbalan
Bunga).
 Berdasarkan SKPIB oleh Kepala Kantor menerbitkan SPMIB (surat Perintah
Membayar Imbalan Bunga) yang ditanda tangani atas nama Menteri Keuangan
 KPPN selaku kuasa BUN menerbitkan SP2D ke Bank Operasional I untuk
dilakukan pembayaran dengan cara pemindah bukuan ke rekening yang ditunjuk
 KPPN mengembalikan satu lembar SPMIB dan SP2D kepada Kepala Kantor BC
yang mnerbitkan SPIMB.
 SPMIB hanya berlaku untuk satu tahun anggaran, apabila SPMIB belum
diterbitkan SP2D melebihi satu tahun anggaran harus dibatalkan dengan BA
selanjutnya diterbitkan SPMIB pengganti.

B. Pengembalian Bea Keluar

Alasan dasar pengembalian pengembalian bea keluar diatur dalam pasal 17


Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008. Adapun beberapa kriteria

125
pengembalian bea keluar dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea
masuk yang telah dibayar atas :
a. barang yang dibatalkan ekspornya atau tidak jadi diekspor;
b. kesalahan tata usaha;
c. kelebihan pembayaran Bea Keluar oleh karena adanya penetapan perhitungan
Bea Keluar (SPPBK) oleh Kepala kantor Bea dan Cukai
d. kelebihan pembayaran Bea Keluar oleh karena adanya penetapan perhitungan
Kembali Bea Keluar (SPPKBK) oleh Direktur Jenderal
e. kelebihan pembayaran Bea Keluar akibat keputusan keberatan; atau
f. kelebihan pembayaran Bea Keluar akibat putusan Pengadilan Pajak.

Hampir sama dengan mekanisme pengembalian bea masuk, secara umum


mekanisme pengembalian bea keluar dibagi menjadi dua tahap.
 Tahap I adalah tahapan pembentukan dasar pengembalian. Artinya, tahap
penetapan apakah suatu kriteria pengembalian bea keluar memang layak dan
secara sah memenuhi kriteria pengembalian. Beberapa dokumen dasar yang
menjadi dasar pengembalian bea keluar adalah:
 Tahap II, adalah tahapan pengajuan Keputusan Pengembalian bea keluar
hingga pencairan dana pengembalian..

Gambar 6.3
Tahap Pengembalian Bea Keluar

Gambar 6.4

126
Flowchart Mekanisme Pengembalian Bea Keluar

Apabila dokumen dasar pengembalian (SPPBK/SPKPBK) sudah diterbitkan


oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Direktur Jenderal, eksportir dapat
mengajukan permohonan pengembalian bea keluar kepada kepala kantor Bea dan
Cukai tempat PEB didaftarkan. Persyarataan permohonan pengembalian pada
prinsipnya sama saja dengan berkas pengembalian bea masuk.

Permohonan pengembalian diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka


waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan
benar, tidak termasuk waktu yang dipergunakan untuk pelaksanaan audit. Apabila
disetujui maka Kepala Kantor akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Bea
Keluar (SKPBK) yang nantinya diikuti dengan penerbitan SPMKBK.
Dalam jangka waktu paling lambat 2 hari sebleum jatuh temponya SPMKBK,
KPPN harus menerbitkan SP2D untuk pencairan dana. Pencairan dana dilakukan
dengan cara pemindahbukuan ke rekening eksportir.

C. Pengembalian Cukai

127
Berbeda dengan mekanisme pengembalian bea masuk dan bea keluar,
dalam mekanisme pengembalian di bidang cukai dimungkinkan adanya kompensasi.
Artinya, hak pengembalian cukai yang telah mendapatkan penetapan dari Kepala
Kantor Bea dan Cukai dapat dikompensasi dengan kewajiban pembayaran cukai
berikutnya.
Adapun alasan dasar pengembalian Cukai dan/atau denda administrasi
diberikan dalam hal;
a. Kelebihan karena salah hitung;
b. BKC yang telah dibayar cukainya kemudian diekspor;
c. BKC yang telah berada diperedaran bebas dimasukkan kembali untuk
diolah/dimusnahkan;
d. BKC telah dibayar cukainya kemudian mendapat pembebasan;
e. BKC yang telah dilekati pita cukai tetapi tidak jadi di impor;
f. Pita cukai yang diterima rusak/tidak dipakai;
g. Putusan Pengadilan Pajak.

Dokumen dasar pengembalian cukai


a. Surat Penetapan Kelebihan pembayaran Cukai (SPKPC), dikeluarkan karena
alasan-alasan anatara lain: salah hitung, pembebasan cukai dan denda
administrasi.
b. Dokumen Tanda Bukti perusakan Pita Cukai (CK-2), dikeluarkan oleh Kepala
kantor karena alasan perusakan pita cukai dari proses penarikan kembali
BKC, pemusnahan BKC dan BKC yang diekspor.
c. Dokumen Tanda Bukti Pengembalian Cukai (CK-3), dikeluarkan oleh Kepala
Kantor karena adanya pengembalian pita cukai yang tidak terpakai.

Syarat-syarat pengembalian cukai;


a. Pengusaha atau orang yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dengan melampirkan bukti-
bukti asli pembayaran cukai dan/atau denda administrasi;
b. Diberikan hanya untuk pelekatan pita cukai atau pembayaran cukai pada
tahun anggaran berjalan dan/atau setahun sebelumnya;

128
c. Pengembalian cukai hanya diberikan kepada pengusaha pabrik/pengusaha
tempat penyimpanan yang tidak memiliki utang cukai;
d. Cukainya telah dibukukan dalam rekening Kas Umum Negara.

Cara pengembalian ;
a. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai meneliti permohonan yang
bersangkutan dan apabila telah sesuai, selanjutnya menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Cukai (SKPCK) yang ditanda taganinya atas nama
Menteri Keuangan dalam rangkap 5;
1). Lembar ke-1 untuk yang mendapatkan pengembalian;
2). Lembar ke-2 untuk Direktur Jendral Bea dan Cukai;
3). Lembar ke-3 untuk Kepala KPPN;
4). Lembar ke-4 untuk Bank Penunai;
5). Lembar ke-5 untuk arsip KPPBC.
b. Berdasarkan SPMKC yang telah diterbitkan tersebut Kepala Kantor Pelayanan
Bea dan Cukai menerbitkan SPMKCK yang ditanda tanganinya atas nama
Menteri Keuangan dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut ;
1). Lembar ke-1 untuk ditunaikan di Bank yang ditunjuk;
2). Lembar ke-2 untuk KPPN;
3). Lembar ke-3 untuk Bank penunai sebagai penguji lembar ke 1;
4). Lembar ke-4 untuk yang mendapatkan pengembalian;
5). Lembar ke-5 untuk Direktur Jendral Bea dan Cukai;
6). Lembar ke-6 untuk KPPBC penerbit SPMKC.
c. Terhadap pengusaha BKC yang dapat penundaan, maka pengembalian
dikompensasikan dengan utang cukai yang paling tua setelah dikurangi biaya
pengganti pita cukai dan bagi yang tidak mepunyai utang cukai dapat
digunakan pada pengajuan CK-1 berikutnya atau dikembalikan secara tunai
bagi pengusaha yang akan menghentikan usahanya.
d. Biaya pengganti Pita Cukai saat ini adalah;
1). Seri . I. Rp. 25,- per keping.
2). Seri II. Rp. 40,- per keping.
3). Seri. III. Rp. 25,- per keping.
4). Biaya pengganti pita cukai MMEA adalah Rp.300,- per keping.

129
130
RANGKUMAN
1) Dalam kegiatan belajar 3 ini diuraikan tentang pengembalian BM, Bea Keluar,
Cukai, Denda, bunga dan PNBP.

2) Pengembalian adalah azas keadilan bagi orang yang telah melaksanakan


kewajibannya membayar pajak-pajak dalam rangka impor, ekspor, cukai, dan
pungutan PDRI serta pungutan yang terkait.

3) Hal-hal yang mengakibatkan pengembalian ditetapkan dalam undang-undang


dan peraturan pelaksanannya.

4) Pengembalian dilakukan dengan melibatkan KPPN dan Bank Operasional yang


ditunjuknya, saat ini pengembalian dilakukan dengan cara dikompensasi atau
dikembalikan secara tunai.

5) Wewenang pengembalian BM, BK, Cukai dan pungutan lainnya yang terkait
adalah ditangan Menteri Keuangan sebagai BUN yang kemudian
menguasakannya kepada Kepala KPU/Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea
dan Cukai, sehingga Kepala KPU/KPPBC menanda tangani surat perintah
membayar kembali BM, BK dan cukai atas nama Menteri Keuangan yang
didahului dengan surat keputusan pengembalian.

6) Kepala KPU/KPPBC dalam melaksanakan pengembalian harus berhati-hati


karena menyangkut Keuangan Negara yang telah berada dalam Kas Negara,
pengembalian yang dilakukan harus berdasarkan ketentuan dalam undang-
undang dan keputusannya harus atas nama Menteri Keuangan.

7) Pemberian imbalan bunga diberikan kepada pengusaha yang bergerak dibidang


pabean dan cukai yang disebabkan pemerintah melakukan wan prestasi (cedera
janji) dengan sistem penerbitan SKPIB dan SPMIB yang diterbitkan Kepala
Kantor atas nama Menteri Keuangan, selanjutnya diterbitkan SP2D untuk
ditunaikan dengan cara pemindah bukuan kepada yang berhak melalui Bank
Operasional I.

131
LATIHAN
1) Jelaskan perbedaan antara mekanisme pengembalian bea masuk dengan
pengembalian cukai !
2) Jelaskan tentang tata cara pengembalian bea keluar !
3) Jelaskan tentang tata cara pengembalian denda, PNBP dan pembayaran Bunga!
4) Jelaskan pengertian dari dokumen ini: SPPBK, SKPBK, SPMKBK !
5) Jelaskan alur proses permohonan pengembalian bea masuk !

132
PENUTUP

Bila kita merefleksikan kembali tugas pokok yang harus diemban DJBC
berkaitan dengan penerimaan bea masuk dan cukai, maka hendaknya kita
menyadari bahwa kedua penerimaan tersebut memiliki arti yang strategis terhadap
penerimaan pajak secara keseluruhan. Untuk menjaga amanah tersebut, calon-calon
SDM DJBC termasuk Anda sebagai salah satunya, dituntut harus memiliki
kompetensi yang cukup berkaitan dengan kepabeanan dan cukai.

Tanpa usaha yang sungguh-sungguh dan tekad yang kuat, saya yakin anda
akan sulit memahami dan memiliki pengetahuan teknis perbendaharaan penerimaan
ini dengan baik. Kata kunci yang dapat saya berikan sebagai tips untuk memahami
pelajaran teknis cukai secara efektif adalah “belajar secara menyeluruh”. Jangan
anda belajar hanya untuk keperluan praktis saja, tapi pelajari secara menyeluruh
konsep-konsep yang ada. Dengan mempelajarai Bahan Ajar ini diharapkan pembaca
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai konsep-konsep dasar teknis
perbendaharaan penerimaan.

Akhirnya semoga Bahan Ajar ini bermanfaat khususnya bagi Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara dan umumnya bagi siapapun yang mempelajari Bahan Ajar ini.
Ingatlah bahwa keberhasilan orang-orang hebat di bidang apapun bukan semata-
mata merupakan anugerah dari yang Maka Kuasa saja, namun sukses dan
kompetensi dibangun dari kemauan untuk belajar sepanjang masa, Longlife
Learning.

133
GLOSSARIUM
CFO : Chief Financial Officer, yaitu peran Menteri Keuangan sebagai Pejabat
Pengelola Keuangan Negara secara Portofolio
COO : Chief Operational Officer, yaitu peran Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai
Kepala Operasional pengelolaan Keuangan Negara dalam lingkup
kementerian.lembaga negara masing-masing
Budgetair : segala hal yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
Fiskal : aspek yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran negara yang tertuang
dalam bentuk APBN
Tax Circle : Siklus atau lingkaran pajak yang meliputi saat timbulnya hutang pajak
hingga kadaluwarsanya pungutan pajak
SPTNP : Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
SPKTNP : Surat Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean
SPP : Surat Penetapan Pabean
SPSA : Surat Penetapan Sanksi Administrasi
ST : Surat Teguran
SP : Surat Paksa
CK-1 : Dokumen pemesanan pita cukai
CK-5 : Dokumen mutasi barang kena cukai
SSPCP : Surat Setoran Pabean, Cukai dan Penerimaan klainnya,

134
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Kadir, Achmad. (2013). Modul Teknis Perbendaharaan Penerimaan. Jakarta:
Pusdiklat Bea dan cukai
Soemitro, Rochmat.(1990). Asas dan Dasar Perpaajakan. Bandung: Eresco

Peraturan:
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007
Undang-undang nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 42 Tahun 2009
Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.


Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.


Peraturan Pemerintah No. 28. Tahun 2008 Tentang Penetapan Sanksi Administrasi
berupa denda dibidang Kepabeanan.
Peraturan Pemerintah. No. 26 Tahun 2009 Tentang Penetapan Sanksi Administrasi
berupa denda Dibidang Cukai.
Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2008 Pengenaan Bea Keluar tehadap Barang
Ekspor
Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara pengembalian
Bea masuk, Denda Administrasi dan/atau Bunga

Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.04/2006 tentang Tata Cara pengembalian


Cukai dan/atau Denda Administrasi

Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.04/2008 tentang tata pembayaran dan


penyetoran PDRI,PDRE, BKC, dan denda administrasi yang berasal dari
denda atas pengangkutan barang tertentu

Peraturan Menteri Keuangan No. 113/PMK.04/2008 tentang Pengembalian Cukai


dan/atau denda administrasi.

135
Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar

Peraturan Menteri Keuangan No. 160/PMK.04/2008 tentang Pemberian Imbalan


Bunga di bidang kepabdeanan dan/atau Cukai.

Peraturan Menteri Keuangan No.; 74/PMK.01/2009 tentang organisasi dan tata kerja
Instansi Vertikal DJBC, sebagaimana telah diubah dengan PMK
No.134/PMK.01/2010 dan PMK No.131/PMK.01/2011.
Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.04/2009 tentang Jenis Dan Besaran
Jaminan Dalam Rangka Pembayaran Cukai Secara

Peraturan Menteri Keuangan No. 259/PMK.04/2010 tentang jaminan dibidang


pabean.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.04/2011 tentang tata cara penagihan
cukai.

136
BIODATA PENULIS
Nama : Surono
Alamat korespondensi : Jl. Kampung Pluis No.52, RT.04/05, Grogol Utara,
Kebayoran lama, Jakarta Selatan
Unit Instansi : Pusdiklat Bea dan Cukai
Telp./Faks : 021-47862387
HP : 081212173686
E-mail : mr.surono@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tahun
Perguruan Tinggi Bidang Spesialisasi
Lulus
1994 STAN - Program Diploma III Bea dan Cukai
2000 STIA - LAN Manajemen perekonomian Negara
2007 Pasca Sarjana, Universitas Ilmu Manajemen
Sumatera Utara

Nama mata kuliah yang diasuh

No Nama Mata Kuliah


1. Pengantar Cukai
2. Teknis Cukai
3. Teknis Perbendaharaan Penerimaan
4. Teknis Perdagangan Internasional

Pengalaman publikasi di berkala ilmiah 5 tahun terakhir

Volume
Tahun Nama Status
Nama Judul artikel dan
terbit berkala akreditasi
halaman
Majalah 2011 Potensi Kerjasama Diklat Edukasi Edisi -
BPPK : Mewujudkan Mimpi Keuangan 6/2011
Menjadi Center of Excellence
Majalah 2011 Kementerian Keuangan: 65 Edukasi Edisi -
tahun Menapak Sejarah Keuangan 8/2011
Keuangan Bangsa", pada
Majalah Edukasi Keuangan
Majalah 2011 Sertifikasi Widyaiswara: Edukasi Edisi -
Suatu Upaya untuk Keuangan 9/2011
Menjamin Kualitas
Penyelenggaraan Diklat
Majalah 2012 Memaknai Suatu Perubahan Edukasi Edisi -
Keuangan 10/2012

Majalah 2012 Penerapan Free Trade Edukasi Edisi -

137
Agreement : Keuangan 11/2012
Antara Harapan Dan
Kenyataan

Website 10 Mei Mengenal Lebih Mendalam Artikel Edisi Mei -


Pusdiklat 2011 Pungutan Cukai Web 2011
BC
Website 10 Mei Fasilitas Kepabeanan: Suatu Artikel Edisi Mei -
Pusdiklat 2011 Upaya Pemberian Web 2011
BC Kemudahan dan Insentif
Fiskal Bagi Industri dan
Perdagangan
Website 26 Mei Roadmap Industri Hasil Easylib - -
BPPK 2011 Tembakau:
Menyeimbangkan Fungsi
Budgetair dan Regulatory
Website 05 Perbedaan Perlakuan Artikel Edisi -
Pusdiklat Agustus Fasilitas Kepabeanan Antara Web Agustus
BC 2011 Skema PP Nomor 8 Tahun 2011
1957 dengan Skema PP
Nomor 19 Tahun 1955
Website 16 Mei Mungkinkah Pengenaan Artikel Edisi Mei -
Pusdiklat 2012 Cukai Terhadap Barang Tak Web 2012
BC Berwujud dan Jasa
Website 16 Mei Fasilitas Fiskal atas Impor Artikel Edisi Mei -
Pusdiklat 2012 Mesin, Barang dan Bahan Web 2012
BC Dalam Rangka Penanaman
Modal

Pengalaman penerbitan buku 10 tahun terakhir

Judul Buku Tahun Penerbit ISBN


Modul Sistem Pengawasan 2009 Pusdiklat BC -
Pelaksanaan Tugas dan Evaluasi
Kinerja untuk DTSS KI
Modul Pemeriksaan kepatuhan 2009 Pusdiklat BC -
Internmal untuk DTSS KI
Modul Tatalaksana Organisasi KPU 2009 Pusdiklat BC -
dan KPPBC Madya untuk DTSS KI
Modul Transaksi Perdagangan 2009 Pusdiklat BC -
Internasional untuk Diklat PFPD
Modul Teknik Perdagangan 2009 Pusdiklat BC -
Internasional untuk DTSS PCA
Modul Konsep Intelijen untuk DTSS 2010 Pusdiklat BC -
Intelijen
Modul Kegiatan Intelijen untuk 2010 Pusdiklat BC -
DTSS Intelijen
Modul Pemetaan dan pelaporan 2010 Pusdiklat BC -

138
Intelijen Taktis

Model Sasaran Operasi Intelijen 2010 Pusdiklat BC -


untuk DTSS Intelijen Taktis
Modul Tatakerja Pemeriksaan Fisik 2010 Pusdiklat BC -
Barang Dengan Alat Pemindai dan
Analisis Temuan Pelanggaran untuk
DTSS Ketrampilan Penggunaan
HICO Scan
Bahan Ajar Teknis Cukai I untuk 2010 STAN -
Program Diploma III
Modul Prinsip Dasar Cukai untuk 2011 Pusdiklat BC -
DTSS Cukai Lanjutan
Modul Perizinan Cukai untuk DTSS 2011 Pusdiklat BC -
Cukai Lanjutan
Modul Penetapan Tarif dan Harga 2011 Pusdiklat BC -
Dasar BKC untuk DTSS Cukai
Lanjutan
Modul Pelunasan Cukai untuk DTSS 2011 Pusdiklat BC -
Cukai Lanjutan
Modul Fasilitas Cukai untuk DTSS 2011 Pusdiklat BC -
Cukai Lanjutan
Modul Teknis Cukai II untuk 2011 STAN -
Program Diploma III

Tangerang Selatan, Agustus 2013


Surono

139
BIODATA PENULIS
Nama : Rita Dwi Lindawati
Alamat korespondensi : Komplek Bea dan Cukai Pemancar, Jl. Bujana Tirta X
Blok C No. 8 Rawamangun Jakarta Timur.
Unit Instansi : Pusdiklat Bea dan Cukai
Telp./Faks : 021-47862387
HP : 087880029714
E-mail : lindawati.rita72@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan
Tahun
Perguruan Tinggi Bidang Spesialisasi
Lulus
1993 STAN - Program Diploma III Bea dan Cukai
1998 STEI Jakarta Akuntansi
2013 Tugas Akhir pada Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta

Nama mata kuliah yang diampu

No Nama Mata Kuliah


1. Pengantar Kepabeanan
2. Teknis Kepabeanan
3. Adminstrasi Perbendaharaan Penerimaan
4. Teknik Perdagangan Internasional
5. Pengantar Nilai Pabean

Pengalaman publikasi di berkala ilmiah 5 tahun terakhir

Tahun Nama Volume dan Status


Nama Judul artikel
terbit berkala halaman akreditasi
Easylib 2011 Selayang Pandang Easylib -
BPPK Penyusunan Proposal BPPK
Penelitian
Website 2011 Masih Berlakukah Status Situs www.bppk.depkeu -
Pusdiklat Impor Jalur Prioritas Pusdiklat
Bea dn Seiring Dengan Bea dan
Cukai Penetapannya Sebagai Cukai
Importir Mitra Utama
Majalah 2011 Memotret Lebih Dekat Majalah
Client Coordinator Pada Warta Bea
KPU Bea dan Cukai dan Cukai
Majalah 2013 Perhatian Peserta Didik Majalah Edisi 13/2012 -
Sebagai Pemicu Edukasi
Keberhasilan Keuangan
Pembelajaran
Website 2013 Efektifitas Komunikasi Artikel Edisi Mei 2013 -

140
Pusdiklat Antar Pribadi Web
BC
Website 2013 Penyelesaian Impor Artikel Edisi Agustus 2013 -
Pusdiklat barang Kiriman Pos Web
BC

Pengalaman penerbitan buku 10 tahun terakhir

Judul Buku Tahun Penerbit ISBN


Modul DTSS Teknik Pemeriksaan 2011 Pusdiklat BC -
Teknik Pemeriksaan Barang Besi
dan Logam Tidak Mulia Lainnya

Modul DTSS Client Coordinator 2011 Pusdiklat BC -


Penyegaran Teknik Kepabeanan
dan Cukai
Modul DTSS Client Coordinator 2011 Pusdiklat BC -
Pengembangan Karakter
Modul Front Liner Indonesian 2012 Pusdiklat BC -
Airport

Tangerang Selatan, Agustus 2013


Rita Dwi Lindawati

141

Anda mungkin juga menyukai