Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Post partum atau masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Orang tua terutama ibu perlu memiliki
pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Breast care
merupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai persiapan untuk
menyusui nantinya, hal ini dikarenakan payudara merupakan organ esensial penghasil
ASI yaitu makanan pokok bayi baru lahir sehingga perawatannya harus dilakukan sedini
mungkin. Dalam meningkatkan pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip
yaitu bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat
payudara pada saat menyusui bayinya. Pada saat melahirkan sehingga menambah
keyakinan bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi
dan manfaat breast care pada saat menyusui (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,
2007) diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak
menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka
cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3%. Di Provinsi Jawa Timur dalam indikator kinerja
upaya perbaikan gizi masyarakat tahun.
Dengan menyelenggarakan program cakupan pemberian ASI secara eksklusif
diharapkan target ini berhasil. Dan dari hasil wawancara dengan jumlah responden 10 ibu
postpartum, didapatkan 50% ibu memiliki pengetahuan kurang dan 50% ibu memiliki
pengetahuan baik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009
menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet,
kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan selama masa nifas
(Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan penelitian di Surabaya pada tahun 2004 menunjukkan 46% ibu yang
memberikan ASI eksklusif pada anaknya dan yang melakukan perawatan payudara
sekitar 34% dan yang sisanya tidak melakukan perawatan payudara dikarenakan

1
pengetahuannya kurang mengenai fungsi dan manfaat breast care (Varney, H., Kriebs, J
& Gegor, Cdalam Nur,2012).
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah memberikan pengarahan
tentang breast care kepada ibu menyusui sedini mungkin, melakukan Health Education
melalui penyuluhan-penyuluhan pada ibu hamil yang disertai demonstrasi cara breast
caresebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta peragaan tentang breast carepada
saat kontrol kehamilan dan kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu
ibu mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan
informasi keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam breast care secara baik dan
benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui sehingga proses menyusui
dapat berjalan dengan lancar dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan bayi. (Saryono dan Pramitasari, 2009).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah Bagaimanakah pendidikan kesehatan pada ibu post partum

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pendidikan kesehatan dan asuhan
keperawatan pada klien dengan post partum.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui postpartrum
b. Mahasiswa mampu mengetahui tahapan postpartum
c. Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan dasar perawatan postpartum
d. Mahasiswa mampu mengetahui perubahan fisiologis masa postpartum
e. Mahasiswa mampu mengetahui fisiologi pada masa postpartum
f. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja tanda-tanda bahaya dan komplikasi pada
masa postpartum
g. Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana penatalaksanaan postpartum
2
h Mahasiswa mampu mengetahui kunjungan pada ibu postpartum
i Mahasiswa mampu mengetahui perawatan pada ibu postpartum

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Post Partum


Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009). Pada masa
postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik,
masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran
buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi
juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau
penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan
kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat
penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009).
2. Tahapan Masa Postpartum
Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :
a. Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-
kira 6-8 minggu.
c. Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni,
2009).
3. Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum
Nutrisi dan cairan pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian
yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan
sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi
tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui
harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap
hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin

4
yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Ambulasi dini (early
ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu post
partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk
berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya
selama 7-14 hari setelah melahirkan.
Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum. Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika
dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi 100
cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak
perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah
hari kedua postpartum. Bila lebih dari tiga hari belum BAB bias diberikan obat laksantia.
Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan
yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.
Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu
sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan
sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Ibu postpartum sangat membutuhkan
istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga
disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup
sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti (Jannah, 2011).
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa
nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual
sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tersebut
tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011). Senam nifas dilakukan
sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan
gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas
membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah
melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar
pasca melahirkan (Suherni, 2009).
4. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum
5
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi
keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis
dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi
sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada
ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina
mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi
robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi)
lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
b. Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya
karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita
dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan.
Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada
masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan
kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan
juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
c. Perubahan Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
a) keadaan/status sebelum persalinan
b) lamanya partus kala II dilalui
c) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.
Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak
menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi
sering terjadi exstravasasi yaitu keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di
dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
d. Perubahan dalam Sistem Endokrin

6
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol
ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal
meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal,
usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
e. Perubahan Tanda- tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai
akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum),
infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering
ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit)
dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang
sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan
proses persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan
7
darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30
mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan
gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu
dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum
hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
5. Psikologi dan Fisiologi Postpartum
a. Adaptasi Psikologi Postpartum
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa
nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan
antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin
mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat
gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa
kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti
popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang
sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani adaptasi setelah
melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
a) Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
b) Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-
hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini
merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.
c) Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi
8
butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu
akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.
b. Adaptasi Fisiologi Postpartum
a) Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,uterus berada di garis tengah, kira-kira
2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11
kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan
masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak eratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera
9
setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada
payudara merangsang pelepasan oksitosin.
6. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan
bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang
harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini
adalah :
a. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.
b. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam
setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.
c. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri
ulu hati.
d. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
e. Komplikasi yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum
adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat
genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Sementara itu yang dimaksud dengan
Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum
terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi
infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24
jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi,
hematoma.
b) Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor
resiko : sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.
7. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum
10
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan
menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidakrata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir.Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.
Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
d) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus,kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

11
f) Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum, Menurut Mochtar (1998) persalinan
yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut
Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan
penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu,
dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan
pada perineum. Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum
spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1) Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress,
atau dehidrasi.
2) Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3) Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4) Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).
8. Kunjungan postpartum
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu.
Apabila ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi
kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia. Jadwal kunjungan
rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
a. Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)

12
Kunjungan pertama dilakukan setelah 6-8 jam setelah persalinan, jika memang
ibu melahirkan dirumahnya. Kunjungan dilakukan karena untuk jam-jam pertama
pasca salin keadaan ibu masih rawan dan perlu mendapatkan perawatan serta
perhatian ekstra dari bidan, karena 60% ibu meninggal pada saat masa nifas dan
50% meninggal pada saat 24 jam pasca salin.
Adapun tujuan dari dilakukan kunjungan tersebut ialah :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
3) Pemberi ASI awal : bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara
ekslusif, cara menyusui yag baik, mencegah nyeri puting dan perawatan
puting (Meilani, 2009: 54)
4) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
5) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.
6) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan
bayi dalam keadaan stabil .
7) Perdarahan : bidan mengkaji warna dan banyaknya/ jumlah yang semestinya,
adakah tanda-tanda perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu
naik, uterus tidak keras dan TFU menaik.
8) Involusi uterus : bidan mengkaji involusi uterus dan beri penjelasan ke pasien
mengenai involusi uterus.
9) Pembahasan tentang kelahiran, kaji perasaan ibu.
10) Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi
(keluarga), pentingnya sentuhan fisik, komunikasi dan rangsangan.
11) Bidan memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya baik bagi ibu
maupun bayi dan rencana menghadai kegawat daruratan (Meilani, 2009: 54)
b. Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)

13
Kunjungan kedua dilakukan setelah enam hari pasca salin dimana ibu sudah bisa
melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti sedia kala.
Tujuan dari dilakukannya kunjungan yang kedua yaitu :
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbikalis, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
3) Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
4) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
5) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
(Ambarwati, 2010)
6) Diet : makanan seimbang, banyak mengandung protein, serat dan air
sebanyak 8-10 gelas per hari untuk mencegah konstipasi kebutuhan kalori
untuk laktasi, zat besi, vitamin A.
7) Kebersihan/ perawatan diri sendiri, terutama putting susu dan perineum.
8) Senam kegel serta senam perut yang ringan tergantung pada kondisi ibu.
9) Kebutuhan akan istirahat : cukup tidur.
10) Bidan mengkaji adanya tanda-tanda post partum blues.
11) Keluarga berencana melanjutkan hubungan seksual setelah selesai masa
nifas.
12) Tanda-tanda bahaya : kapan dan bagaimana menghubungi bidan jika ada
tanda-tanda bahaya,
13) Perjanjian untuk pertemuan berikutnya (Meilani, 2009: 54).
c. Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)
Kunjungan ke tiga dilakukan setelah 2 minggu pasca dimana untuk teknis
pemeriksaannya sama persis dengan pemeriksaan pada kunjungan yang kedua.
Untuk lebih jelasnya tujuan daripada kunjungan yang ketiga yaitu :
1) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
(Ambarwati, 2010).
2) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
14
3) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
4) Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
5) Gizi : zat besi/ folat, makanan yang bergizi
6) Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB
7) Senam : rencana senam lebih kuat dan menyeluruh setelah otot abdomen
kembali normal
8) Keterampilan membesarkan dan membina anak
9) Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu
10) Rencana untuk chek-up bayi serta imunisasi (Meilani, 2009: 54-55)
d. Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)
Untuk kunjungan yang ke empat lebih difokuskan pada penyulit dan juga keadaan
laktasinya. Lebih jelasnya tujuan dari kunjungan ke empat yaitu :
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau ibu hadapi
2) Tali pusat harus tetap kencang
3) Perhatikan kondisi umum bayi (Ambarwati, 2009: 88).
4) Memberikan konseling mengenai imunisasi, senam nifas serta KB secara
dini.
9. Perawatan Postpartum
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai
bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-
8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan.

Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada
perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka
dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1
jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post
partum.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan masa nifas :
15
1. Mobilisasi
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan
berlangsung lama, karena si ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur
terlentang selama 8 jama post partum untuk memcegah perdarahan post partum.
Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk, hari ketiga telah
dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak
mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan
sembuhnya luka.
2. Diet / Makanan
Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung
cukup protein, banyak cairan, serta banyak buah-buahan dan sayuran karena si ibu
ini mengalami hemokosentrasi.
3. Buang Air Kecil
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita sulit
kencing karena pada persalinan m.sphicter vesica et urethare mengalami tekanan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musc. sphincter ani. Juga oleh karena
adanya oedem kandungan kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung
kemih penuh dengan wanita sulit kencing sebaiknya lakukan kateterisasi, sebab hal
ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Bila infeksi telah terjadi (urethritis,
cystitis, pyelitis), maka pemberian antibiotika sudah pada tempatnya.
4. Buang Air Besar
Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum. Bila ada obstipasi dan
timbul berak yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar (laxantia)
peroral atau parenterala, atau dilakukan klisma bila masih belum berakhir. Karena
jika tidak, feses dapat tertimbun di rektum, dan menimbulkan demam.
5. Demam
Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5 C dari keadaan normal, tapi tidak
melebihi 38 C. Dan sesudah 12 jam pertama suhu badan akan kembali normal. Bila
suhu lebih dari 38 C/ mungkin telah ada infeksi.
6. Mules-mules
16
Hal ini timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa sedang menyusui.
Hal ini dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Perasaan sakit ini juga timbul bila
masih ada sisa selaput ketuban, plasenta atau gumpalan dari di cavum uteri. Bila si
ibu sangat mengeluh, dapat diberikan analgetik atau sedativa supaya ia dapat
beristirahat tidur.
7. Laktasi
Jam sesudah persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui bayinya untuk
merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya,
misalnya: menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis,DM
berat, psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae Atau kelainan pada bayinya
sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato palatoschizis) sehingga ia tidak
dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan
melalui sonde.
Pemeriksaan Pasca Persalinan
Pada wanita yang bersalin secara normal, sebaiknya dianjurkan untuk kembali 6 minggu
sesudah melahirkan. Namun bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali
untuk kontrol seminggu kemudian.
Pemeriksaan pasca persalinan meliputi :
a. Pemeriksaan keadaan umum: tensi, nadi, suhu badan, selera makan, keluhan, dll
b. Keadaan payudara dan puting susu.
c. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektrum.
d. Sekret yang keluar (lochia, flour albus).
e. Keadaan alat-alat kandungan (cervix, uterus, adnexa).
Pemeriksaan sesudah 40 hari ini tidak merupakan pemeriksaan terakhir, lebih-lebih bila
ditemukan kelainan meskipun sifatnya ringan. Alangkah baiknya bila cara ini dipakai
sebagai kebiasaan untuk mengetahui apakah wanita sesudah bersalin menderika kelainan
biarpun ringan. Hal ini banyak manfaatnya agar wanita jangan sampai menderita penyakit
yang makin lama makin berat hingga tidak dapat atau susah diobati. Nasihat untuk ibu
post natal:
1. Fisioterapi pastnatal adalah baik diberikan
2. Susukanlah bayi anda
17
3. Kerjakan senam hamil
4. Ber-KB untuk menjarangkan anak dan untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarganya.
5. Bawalah bayi untuk imunisasi

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009). Adapun
tahapan-tahapan masa postpartum yaitu postpartum dini, intermedial dan puerperium.
Sedangkan perubahan pada postpartum terjadi pada reproduksinya, dll. Prinsip yang
harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah apabila seorang ibu bersalin
mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal
dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
Diagnosa Keperawatan dalam postpartum yaitu Nyeri berhubungan dengan
involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001), Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges, 2001), Resiko menyusui
tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui. (Bobak, 2004), Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya
konstipasi. (Bobak, 2004) , Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001), Gangguan
pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses
melelahkan. (Doenges, 2001)

B. SARAN
Belajar asuhan keperawatan tentang postpartum sangatlah penting bagi dunia
keperawatan. Selain asuhan keperawatannya yang harus kita pahami, kita sebagai
perawat juga harus tahu bahwa suatu saat kita pasti akan berkolaborasi dengan seorang
bidan baik itu di dunia praktek ataupun di lapangan nyata. Oleh karena itu belajar asuhan
keperawatan tentang postpartum ini sangatlah membantu kita suatu hari ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Dr Lyndon, 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Fisiologis dan Patologis.
Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher,
Upload By : mila purnamasari 5/7/18, 08.08 http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8251
Retno Setyo, Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Sujiyatini, Nurjanah, Kurniati Ana. 2010. Asuhan Ibu Nifas Askeb III. Yogyakarta : Cyrillus
Publisher
Handayani Sri. 2011. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Mochtar,R : Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi I, ed-2 Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1991. hal : 129-132
Prawirohardjo,S : Ilmu Kebidanan, Fisiologi Nifas dan Penanganannya, ed-I. Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1976. hal : 187-194

20

Anda mungkin juga menyukai