Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS BESAR

LAKI-LAKI 29 TAHUN DENGAN MALARIA TERTIANA DAN ANEMIA


NORMOKROMIK NORMOSITIK DERAJAT SEDANG
DENGAN HIPONATREMI RINGAN

Oleh:
Anindita Putri Hapsari G99141012
Siska Dewi Agustina. G99141013
Chandra Aji Setiawan G99141014

Pembimbing

dr. Eva Niamuzisilawati, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U RAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:


LAKI-LAKI 29 TAHUN DENGAN MALARIA TERTIANA DAN ANEMIA
NORMOKROMIK NORMOSITIK DERAJAT SEDANG
DENGAN HIPONATREMI RINGAN

Oleh:
Anindhita Putri Hapsari G99141012
Siska Dewi Agustina. G99141013
Chandra Aji Setiawan G99141014

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

dr. Eva Niamuzisilawati, Sp.PD

BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. G
No. RM : 01274358
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Alamat : Podang RT 02/09 Genengan Jumantono Karanganyar
Jawa Tengah
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Agama : Islam
Status : Menikah
Masuk RS : 10 Oktober 2014
Dikasuskan : 11 Oktober 2014

B. Data dasar
Auto anamnesis dan allo anamnesis dilakukan pada hari pertama
perawatan di Bangsal Penyakit Dalam Melati 1 kamar 5E RS Dr.
Moewardi.

Keluhan utama:
Demam

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan demam menggigil pertama kali
dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul.
Demam kembali meningkat dalam lima hari terakhir. Demam muncul saat
pasien merasa kecapekan atau saat pagi hari dan membaik bila pasien
beristirahat dan saat sudah agak siang hari saat pasien berkeringat dan
melakukan aktivitas. Namun di sore hari pasien merasakan demam
menggigil. Keluhan dirasakan kambuh kurang lebih lima kali dalam
seminggu. Keluhan berkurang di siang hari. Sebelumnya pasien bekerja di
Papua di pertambangan dan mulai mengeluhkan demam sejak di Papua,
dua bulan lalu pasien berobat ke Puskesmas di Papua, tanpa dilakukan tes
laboratorium pasien didiagnosis menderita malaria. Kemudian pasien
diberikan obat jalan, beberapa hari kemudian pasien merasa tubuhnya
berangsur membaik, tapi seminggu kemudian pasien mengeluhkan demam
muncul lagi, lalu pasien memutuskan untuk pulang ke Solo.
Selain itu demam disertai dengan lemas, mual, muntah, dan pusing.
Lemas dirasakan pasien kurang lebih dua bulan SMRS. Lemas dirasakan
di seluruh tubuh dan membuat aktivitas sehari-hari pasien terganggu.
Lemas yang dialami pasien terus menerus dan semakin memberat dalam
satu bulan SMRS. Tidak berkurang dengan istirahat, dan semakin
memberat saat pasien demam.
Mual muntah muncul saat pasien demam. Mual pertama kali dirasakan
sejak dua bulan SMRS dan hilang timbul. Mual membuat pasien
mengalami penurunan nafsu makan. Muntah pertama kali terjadi satu
bulan SMRS. Muntah berupa makanan dan lendir. Muntah dapat terjadi
sehari dua kali dengan sekali muntah sebanyak kurang lebih 100 cc.
Muntah sudah terjadi sebanyak tiga kali dalam seminggu SMRS.
Pasien juga mengelukan pusing. Pusing dirasakan kurang lebih dua
bulan SMRS saat demam pertama muncul. Pusing yang dirasakan disertai
nggilyer. Pusing dirasakan hamir setiap hari memberat di saat pasien
berdiri terlalu lama dan berkurang dengan istirahat. Pasien tidak
mengeluhkan batuk.
BAK pasien seperti air teh kurang lebih sebanyak 600 cc per hari
terutama saat pasien demam, dan pasien tidak mengeluhkan nyeri di saat
kencing, darah (-), pasir (-), anyang – anyangan (-).Pasien BAB 1x sehari
sebanyak ½ - 1 gelas belimbing, berwarna coklat kehitaman, darah (-),
lendir (-).
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Malaria : (+), Bulan Agustus 2014 didiagnosis
malaria di Puskesmas Papua
Riwayat demam berdarah : disangkal
Riwayat demam typhoid : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit liver : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat mondok : disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwaan

Riwayat kebiasaan
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Jajan sembarangan Disangkal
Minum jamu Disangkal
Obat bebas Disangkal

Riwayat gizi
Makan pasien 3 kali sehari dengan porsi untuk sekali makan + 15-
18 sendok makan dengan dengan lauk tahu, tempe, dan sayur.
Riwayat sosial ekonomi
Pasien memiliki riwayat bekerja sebagai karyawan perusahaan
pertambangan di Papua. Pasien tinggal di Papua sendirian dan anak
istrinya tinggal di Solo. Pasien tinggal dengan istrinya yang seorang ibu
rumah tangga. Memiliki seorang anak yang berusia 4 tahun.

Anamnesis sistem
1. Keluhan utama : Demam
2. Kulit : Kering (-), pucat (+), menebal (-), gatal
(-), bercak-bercak kuning (-), kuning (-)
3. Kepala : Pusing (+), nggliyer (+), kepala terasa
berat (-), perasaan berputar-putar (-), nyeri
kepala (-), rambut mudah rontok (-)
4. Mata : Mata berkunang-kunang (+/+),
pandangan kabur (-/-), gatal (-/-), mata
kuning (+/+), mata merah (-/-)
5. Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar
lendir atau air berlebihan (-), gatal (-)
6. Telinga : Telinga berdenging (-/-), pendengaran
berkurang (-/-), keluar cairan atau darah
(-/-)
7. Mulut : Bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-),
sariawan (-), gigi mudah goyah (-)
8. Tenggorokan : Rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk
menelan (-), sakit tenggorokan (-), suara
serak (-)
9. Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak jernih
encer (-), darah (-), nyeri dada (-), mengi
(-)
10. Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan
(-), sering pingsan (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), ulu hati terasa panas
(-), denyut jantung meningkat (-), bangun
malam karena sesak nafas (-)
11. Sistem gastrointestinal : Diare (-), perut mrongkol (-), perut
membesar (-), mual (+), muntah darah (-),
nafsu makan berkurang (+), nyeri ulu
hati (-), BAB hitam seperti petis (-), BAB
bercampur air (-), BAB bercampur darah
(-), BAB bercampur lendir (-), rasa penuh
di perut (-), cepat kenyang (-), sulit BAB
(-), perut nyeri setelah makan (-), berat
badan menurun progresif (-)
12. Sistem muskuloskeletal: Lemas di seluruh tubuh (+), leher kaku
(-), seluruh badan terasa keju-kemeng (-),
kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak
sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-),
kejang (-)
13. Sistem genitouterinal : Nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-),
sering buang air kecil (-), air kencing
warna seperti teh (+), BAK darah (-),
nanah (-), anyang-anyangan (-), sering
menahan kencing (-), rasa pegal di
pinggang (-), rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin
(-).
14. Ekstremitas :
a. Atas : Bengkak (-/-), lemah (-/-), luka (-/-),
kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam
kulit (-/-)
b. Bawah : Bengkak (-/-), lemah (-/-), luka (-/-),
kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam
kulit (-/-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 11 Oktober 2014 dengan hasil
sebagai berikut:
1. Keadaan umum : Tampak lemah, compos mentis, kesan gizi
cukup
2. Tanda vital
 Tensi : 130/70 mmHg
 Nadi : 106 kali /menit
 Frekuensi nafas : 24 kali /menit
 Suhu : 390C
3. Status gizi

Berat Badan : 80 kg

Tinggi Badan : 180 cm

IMT : 24,7 kg/m2

Kesan : Overweight
4. Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-), rumple leed (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),
luka (-), atrofi m. temporalis (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema
palpebra (-/-), strabismus (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-), merot
(-)
10. Leher : JVP R + 2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher
(-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan abdominothorakal,
sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening axilla
(-/-)
12. Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tampak
 Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat
 Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V linea medioklavicularis
sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-).
13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri,
sela iga tidak melebar, retraksi intercostal
(-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar
pada SIC VI linea medioclavicularis
dextra, pekak pada batas absolut paru
hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC
V linea medioclavicularis sinistra
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
b. Belakang
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri,
sela iga tidak melebar, retraksi intercostal
(-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor.
- Kiri : Sonor.
- Peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
13. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut lebih rendah dari pada dinding thorax,
ascites (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput
medusae (-), ikterik (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
 Perkusi : timpani (+), a. traube pekak (-), pekak alih (-),
undulasi (-)
 Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak
teraba, lien teraba (+) di garis schufner 2, hemoroid
(-)
14. Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem
_ _

Superior Ka/Ki Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail
(-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan
nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-), kulit ikterik (+)
Inferior Ka/Ki Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail
(-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan (-/-),
deformitas (-/-), kulit ikterik (+)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah
Tanggal: 10 Oktober 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Golongan Darah O
Hb 7,7 g/dl 13,5 – 17,5
Hct 24 % 33 – 45
AL 4,8 103 /  L 4,5 – 11,0
AT 84 103 /  L 150 – 450
AE 2,68 103/  L 4,50 – 5,90
KIMIA KLINIK
Gula darah
146 mg/dl 60 – 140
sewaktu
SGOT 35 u/l 0 – 35
SGPT 32 u/l 0 – 45
Creatinine 1,2 mg/dl 0,8 – 1,3
Ureum 27 mg/dl < 50
Bilirubbin Total 2,40 mg/dl 0,00-1,00
ELEKTROLIT
Natrium darah 134 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 3,9 mmol/L 3,3 – 5,1
Chlorida darah 104 mmol/L 98 – 106
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive

Tanggal: 11 Oktober 2014


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 7,9 g/dl 13,5 – 17,5
Hct 24 % 33 – 45
AL 3,6 103 /  L 4,5 – 11,0
AT 69 103 /  L 150 – 450
AE 2,75 103/  L 4,50 – 5,90
KIMIA KLINIK
SGOT 23 u/l 0 – 35
SGPT 26 u/l 0 – 45
Creatinine 0,8 mg/dl 0,8 – 1,3
Ureum 21 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium darah 140 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 3,9 mmol/L 3,3 – 5,1
Kalsium ion 1,09 mmol/L 1,17 – 1,29
LAIN-LAIN
IgM Salmonella Negatif Negatif
Typhii

Tanggal: 15 Oktober 2014


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 8,9 g/dl 13,5 – 17,5
Hct 27 % 33 – 45
AL 4,7 103 /  L 4,5 – 11,0
AT 145 103 /  L 150 – 450
AE 3,07 103/  L 4,50 – 5,90

B. Gambaran Darah Tepi


Tanggal: 11 Oktober 2014
Eritrosit : Normokrom, normosit, polikromasi, basofili stipling, ditemukan
plasmodium vivax stadium ring dan trophozoid, eritroblast (+)
Leukosit : Jumlah dalam batas normal, limfosit atipik, sel blast (-)
Trombosit : Jumlah menurun, trombosit besar, penyebaran merata
Kesimpulan : Anemia normokromik normositik dengan trombositopeni
menyokong adanya infeksi plasmodium vivax
Hapusan : Hapusan darah tebal

IV. RESUME

1. Keluhan Utama : Demam


Anamnesis:
Pasien datang dengan keluhan demam menggigil pertama kali
dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul.
Demam kembali meningkat dalam lima hari terakhir. Demam muncul
saat pasien merasa kecapekan atau saat pagi hari dan membaik bila
pasien beristirahat dan saat sudah agak siang hari saat pasien berkeringat
dan melakukan aktivitas. Namun di sore hari pasien merasakan demam
menggigil.
Pasien juga merasakan lemas, mual, muntah, dan pusing. Lemas
dirasakan pasien kurang lebih dua bulan SMRS. Lemas dirasakan di
seluruh tubuh. Lemas yang dialami pasien terus menerus dan semakin
memberat dalam satu bulan SMRS. Tidak berkurang dengan istirahat,
dan semakin memberat saat pasien demam.
Mual muntah muncul saat pasien demam. Mual pertama kali
dirasakan sejak dua bulan SMRS dan hilang timbul. Mual membuat
pasien mengalami penurunan nafsu makan. Muntah pertama kali terjadi
satu bulan SMRS. Muntah berupa makanan dan lendir, terjadi sehari dua
kali dengan volume 100 cc/muntah. Pasien juga mengelukan pusing.
Pusing dirasakan kurang lebih dua bulan SMRS setiap hari dan memberat
saat berubah posisi . Pusing yang dirasakan disertai nggilyer.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pasien tampak lemah, compos mentis, gizi kesan cukup. Tekanan
darah pasien: 130/70 mmHg, nadi: 106x/menit, frekuensi pernafasan:
24x/menit, suhu: 390C. Konjungtiva pasien anemis, sklera ikterik, lien teraba
membesar di garis schuffner 2, kulit ikterik (+).
3. Pemeriksaan tambahan :
Laboratorium : Hemoglobin 7,7 g/dl, Hematocrit 24%, Trombosit 84
ribu/µl, Eritrosit 2,68 juta/µl, Bilirubin total 2,40 mg/dl, Glukosa darah
sewaktu 146 mg.dl, SGOT 35 u/l, natrium darah 134 mmol/L.

V. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM


1. Febris hari ke-5 dengan tombositopeni e.c. dd malaria, leptospirosis, typhoid
2. Anemia normokromik normositik derajat sedang e.c malaria, leptospirosis,
splenomegali, AIHA
3. Hiponatremi e.c. vomitus
Rencana Awal

Pengkajian Rencana Awal Rencana Rencana Prognosis


No Diagnosis Rencana Terapi
(Assesment) diagnosis Edukasi Monitoring
1. Febris hari ke-5  Demam yang Gambaran Darah  Bed rest total Penjelasan Darah rutin, Ad vitam:
dengan dirasakan sejak dua Tepi apusan darah  O2 3 lpm kepada pasien KUVS dubia ad
tombositopeni bulan SMRS yang tebal dan tipis  Diet TKTP 1700 kkal tentang kondisi bonam
e.c. dd malaria, dirasakan hilang untuk melihat ada  Infus NaCl 0,9 % 20 dan
leptospirosis, timbul, timbul tidaknya tpm komplikasinya Ad
typhoid terutama di siang plasmodium,  Paracetamol 500 mg sanationam:
dan sore hari Darah Rutin, IgM 3x1 dubia ad
meningkat di malam typhoid, Mac bonam
 Vitamin B Complex
hari. Cabe Score atau
3x1
 Riwayat tinggal di Apache – II Score Ad
Papua dengan fungsionam:
demam dan pernah dubia ad
didiagnosis malaria bonam
saat di Papua.
2. Anemia  Badan lemas yang Retikulosit, darah  Bed rest total Penjelasan KUVS Ad vitam:
normokromik dirasakan sejak 2 rutin, gambaran kepada pasien dubia ad
normositik bulan SMRS darah tepi apusan  O2 3 lpm tentang kondisi bonam
derajat sedang  Konjungtiva anemis tipis, Coomb’s  Diet TKTP 1700 kkal dan
e.c. dd malaria,  Hemoglobin 7,7 test  Infus NaCl 0,9 % 20 komplikasinya Ad
splenomegaly, g/dl, Hematocrit tpm sanationam:
AIHA 24%,  Transfusi PRC dubia ad
bonam

Ad
fungsionam:
dubia ad
bonam
3. Hiponatremi  Badan lemas yang Pemeriksaan lab  Bed rest total Penjelasan KUVS Ad vitam:
ringan e.c. dirasakan sejak 2 darah elektrolit  O2 3 lpm kepada pasien dubia ad
vomitus bulan SMRS  Diet TKTP 1700 kkal tentang kondisi bonam

 Infus NaCl 0,9 % 20 dan

tpm komplikasinya Ad
sanationam:
dubia ad
bonam
Ad
fungsionam:
dubia ad
bonam
Tanggal 10 Oktober 2014 11 Oktober 2014
Subyektif Demam mengigil, lemas Demam mengigil, lemas
Obyektif KU : Demam mengigil, tampak KU : Demam, tampak lemah,
lemah, compos mentis compos mentis
Tensi : 130/70 mmHg Tensi : 150/90 mmHg
Respirasi : 24 kali /menit Respirasi : 20 kali /menit
Nadi : 106 kali /menit Nadi : 80 kali /menit
Suhu : 39° C Suhu : 38,2° C
Hb : 7,7 Hb : 7,9
Mata : CP (+/+), SI (+/+) GDT : Pada eritrosit ditemukan
Hidung : Nafas cuping hidung (-) plasmodium vivax stadium ring
Mulut : Papil lidah atrofi (-) dan trophozoid
Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak Rumple leed: negatif
membesar IgM salmonela : negatif
Cor Mata : CP (+/+), SI (+/+)
I : IC tidak tampak Hidung : Nafas cuping hidung (-)
P :IC tidak kuat angkat Mulut : Papil lidah atrofi (-)
P : Batas jantung kesan tidak melebar Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, membesar
bising (-), gallop (-) Cor
Pulmo I : IC tidak tampak
I : Pengembangan dada kanan = kiri P :IC tidak kuat angkat
P : Fremitus raba kanan = kiri P : Batas jantung kesan tidak melebar
P : Sonor/sonor A : BJ I-II intensitas normal, reguler,
A : Suara dasar vesikuler, suara bising (-), gallop (-)
tambahan (-/-)
Pulmo
I : Pengembangan dada kanan = kiri
Abdomen P : Fremitus raba kanan = kiri
I : DP = DD P : Sonor/sonor
A : Bising usus (+) normal A : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
P : Timpani, pekak alih (-), area troube (-/-)
timpani Abdomen
P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak I : DP = DD
teraba, lien membesar schuffner 2 A : Bising usus (+) normal
P : Timpani, pekak alih (-), area troube
- -
- - timpani
Akral Dingin P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
Oedem - -
- - teraba, lien membesar schuffner 2

+ + - -
Palmar kuning - -
Akral Dingin
Oedem - -
- -

Palmar kuning + +

Px. Terlampir Terlampir


Penunjang
Assesment 1. Febris hari ke 5 dengan 1. Febris hari ke 5 dengan trombositopeni ec
trombositopeni ec dd malaria, malaria
leptospirosis, typhoid
2. Anemia normokromik normositik ec
2. Anemia normokromik normositik malaria
derajat sedang ec dd malaria,
splenomegaly, leptospirosis, AIHA
3. Hiponatremi ringan ec vomitus
Terapi 1. Bed rest total 1. Bed rest total
2. O2 2 lpm 2. O2 2 lpm
3. Diet TKTP 3. Diet TKTP
4. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm 4. Infus NaCl 0,9 % 20 tp
5. Injeksi Ranitidin 20 mg/12 jam 5. Injeksi Ranitidin 20 mg
6. Injeksi metoclopramid 6. Injeksi metoclopramid
7. Antacid 3 x IC 7. Antacid 3 x IC
8. Paracetamol 500 mg 3x1 8. Paracetamol 500 mg 3x
9. Vitamin B complex 3x1 9. Vitamin B complex 3x

Tanggal 12 Oktober 2014 13 Oktober 2014


Subyektif Demam, lemas Lemas
Obyektif KU : Demam mengigil, tampak KU : Demam, tampak lemah,
lemah, compos mentis compos mentis
Tensi : 120/70 mmHg Tensi : 110/70 mmHg
Respirasi : 20 kali /menit Respirasi : 20 kali /menit
Nadi : 84 kali /menit Nadi : 80 kali /menit
Suhu : 37,6° C Suhu : 37,5° C
Mata : CP (+/+), SI (-/-) Hb : 7,9
Hidung : Nafas cuping hidung (-) Mata : CP (+/+), SI (-/-)
Mulut : Papil lidah atrofi (-) Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak Mulut : Papil lidah atrofi (-)
membesar Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak
Cor membesar
I : IC tidak tampak Cor
P :IC tidak kuat angkat I : IC tidak tampak
P : Batas jantung kesan tidak melebar P :IC tidak kuat angkat
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, P : Batas jantung kesan tidak melebar
bising (-), gallop (-) A : BJ I-II intensitas normal, reguler,
Pulmo bising (-), gallop (-)
I : Pengembangan dada kanan = kiri Pulmo
P : Fremitus raba kanan = kiri I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Sonor/sonor P : Fremitus raba kanan = kiri
A : Suara dasar vesikuler, suara P : Sonor/sonor
tambahan (-/-) A : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
(-/-)

Abdomen
I : DP = DD Abdomen
A : Bising usus (+) normal I : DP = DD
P : Timpani, pekak alih (-), area troube A : Bising usus (+) normal
timpani P : Timpani, pekak alih (-), area troube
P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak timpani
teraba, lien membesar schuffner 2 P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien membesar schuffner 2
- -
- -
- -
Akral Dingin
Oedem - -
- -
Akral Dingin
- - Oedem - -
- -
- -
Palmar Pucat
- -
Palmar Pucat

Px. Terlampir Terlampir


Penunjang
Assesment 1. Febris dengan trombositopeni ec 1. Febris dengan trombositopeni ec malaria
malaria
2. Anemia normokromik normositik ec
2. Anemia normokromik malaria
normositik ec malaria

Terapi 1. Bed rest total 1. Bed rest total


2. O2 2 lpm 2. O2 2 lpm
3. Diet TKTP 3. Diet TKTP
4. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm 4. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
5. Injeksi Ranitidin 20 mg/12 jam 5. Injeksi Ranitidin 20 mg/12 jam
6. Injeksi metoclopramid 6. Injeksi metoclopramid
7. Antacid 3 x IC 7. Antacid 3 x IC
8. Paracetamol 500 mg 3x1 8. Paracetamol 500 mg 3x1
9. Vitamin B complex 3x1 9. Vitamin B complex 3x1
10. Darplex 1x4 10. Darplex 1x4
11. Primaquin 1x1 selama 14 hari 11. Primaquin 1x1 selama 14 hari
Tanggal 14 Oktober 2014 15 Oktober 2014
Subyektif - -
Obyektif KU : compos mentis KU : compos mentis
Tensi : 120/80 mmHg Tensi : 130/70 mmHg
Respirasi : 18 kali /menit Respirasi : 20 kali /menit
Nadi : 90 kali /menit Nadi : 88 kali /menit
Suhu : 37,2° C Suhu : 37,0° C
Mata : CP (+/+), SI (-/-) Hb : 8,9
Hidung : Nafas cuping hidung (-) Mata : CP (+/+), SI (-/-)
Mulut : Papil lidah atrofi (-) Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak Mulut : Papil lidah atrofi (-)
membesar Leher : JVP R+2 cm, KGB tidak
Cor membesar
I : IC tidak tampak Cor
P :IC tidak kuat angkat I : IC tidak tampak
P : Batas jantung kesan tidak melebar P :IC tidak kuat angkat
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, P : Batas jantung kesan tidak melebar
bising (-), gallop (-) A : BJ I-II intensitas normal, reguler,
Pulmo bising (-), gallop (-)
I : Pengembangan dada kanan = kiri Pulmo
P : Fremitus raba kanan = kiri I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Sonor/sonor P : Fremitus raba kanan = kiri
A : Suara dasar vesikuler, suara P : Sonor/sonor
tambahan (-/-) A : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
(-/-)
Abdomen Abdomen
I : DP = DD I : DP = DD
A : Bising usus (+) normal A : Bising usus (+) normal
P : Timpani, pekak alih (-), area troube P : Timpani, pekak alih (-), area troube
timpani timpani
P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien membesar schuffner 2 teraba, lien membesar schuffner 2

- - - -
- - - -
Akral Dingin Akral Dingin
Oedem - - Oedem - -
- - - -

- - - -
Palmar Pucat - -
Palmar Pucat

Px. Terlampir Terlampir


Penunjang
Assesment 1. Malaria tertiana dengan 1. Malaria dengan trombositopeni
trombositopenia
2. Anemia normokromik normositik ec
2. Anemia normokromik normositik ec malaria
malaria

Terapi 1. Bed rest total 1. Bed rest total


2. O2 2 lpm 2. O2 2 lpm
3. Diet TKTP 3. Diet TKTP
4. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm 4. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
Tanggal 16 Oktober 2014
Subyektif -
Obyektif KU : compos mentis
Tensi : 120/80 mmHg
Respirasi : 18 kali /menit
Nadi 5. : 98
Injeksi Ranitidin 20 mg/12 jam
kali /menit 5. Injeksi Ranitidin 20 mg/12 jam

Suhu 6. : 37,0°
Antacid
C 3 x IC 6. Antacid 3 x IC

Mata 7. : CP
Paracetamol 500 mg 3x1
(+/+), SI (-/-) 7. Paracetamol 500 mg 3x1

Hidung 8.: Nafas


Vitamin B complex
cuping 3x1
hidung (-) 8. Vitamin B complex 3x1

Mulut 9. : Papil
Darplex
lidah1x4
atrofi (-) 9. Darplex 1x4

Leher 10.: JVP


Primaquin 1x1 selama
R+2 cm, 14 hari
KGB tidak 10. Primaquin 1x1 selama 14 hari

membesar
Cor
I : IC tidak tampak
P :IC tidak kuat angkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-)
Pulmo
I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor/sonor
A : Suara dasar vesikuler, suara
tambahan (-/-)
Abdomen
I : DP = DD
A : Bising usus (+) normal
P : Timpani, pekak alih (-), area troube
timpani
P : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien membesar schuffner 2

- -
- -
Akral Dingin
Oedem - -
- -

- -
- -
Palmar Pucat
Px. Terlampir
ALUR KETERKAITAN MASALAH
Tinggal di daerah
endemis malaria
Tergigit nyamuk anopheles
betina yang membawa
plasmodium vivax
Demam selama lebih
dari 7 hari

Malaria

Schizont dalam
eritrosit pecah

Eritrosit lisis

Ikterik Anemia

BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
A. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan)
nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
endemisitas tinggi.
Malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu
plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, plasmodium malariae
menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Menurut Arsin A (2012) di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium,
yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah
beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau
setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi plasmodium vivax antara
12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau
splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria tropika,
secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral
dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri
kepala, pegal, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal
ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale
adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan
sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan
gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah
gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa gejala,
dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami
kekambuhan (Arsin A, 2012).
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia
plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium
vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies
plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat
menimbulkan kematian (Arsin A, 2012).
a. Siklus Hidup Plasmodium Parasit malaria (plasmodium) mempunyai
dua siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk
Anopheles betina

1. Siklus didalam tubuh manusia


Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk kedalam
aliran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan
menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian berkembang menjadi skizon
hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositik yang berlangsung selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum
dan plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung lebih cepat sedangkan
plasmodium vivax dan plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang
lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan
tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk
hipnozoit dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai
bertahun-tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami penurunan imunitas
tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga menimbulkan kekambuhan.

2. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina


Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung
gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan
meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan mengalami
eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya ookinet,
parasit menembus dinding sel midgut, dimana parasit berkembang menjadi ookista.
Setelah ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan pindah menuju
kelenjar ludah. Dengan kemampuan bergeraknya, sporozoit infektif segera
menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam tubuh
sampai timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies plasmodium.
Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
b. Tahapan Siklus Plasmodium
Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan
sebagai berikut:
1. Siklus preeritrositik: periode mulai dari masuknya parasit ke dalam darah sampai
merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi eritrosit.
2. Periode prepaten: waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya parasit
didalam darah perifer.
3. Masa inkubasi: waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya gejala
penyakit.
4. Siklus eksoeritrositik: siklus yang terjadi sesudah merozoit terbetuk di skizoit
hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya kembali
skizogoni.
5. Siklus eritrositik: waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit kedalam
eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan pecahnya eritrosit
yang melepaskan lebih banyak merozoit.
6. Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria akibat
pecahnya skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran darah.
7. Rekuren : Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala.

Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria
yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui
limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadihyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit
ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting Sitoadherensi merupakan
peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksiPlasmodium Falciparum pada
reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat
melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
nonparasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.(Mandal, 2009)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit
tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga
menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada
hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black
White Fever ) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri
dapat melepaskan faktor nekrosistumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka.
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung disirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium danmembentuk
gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
Anoksida dan edema jaringan.

Tabel 1. Tahapan-Tahapan Siklus Spesies plasmodium


Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium
Vivax Ovale Malariae Falcifarum
Siklus 8 hari 9 hari 13 hari 5,5-6 hari
Preeritrositik
Periode 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari 9-10 hari
Prepaten
Masa Inkubasi 12-17 hari/ 16-18 hari 18-40 hari 9-14 hari
sampai 12 atau lebih atau lebih
bulan lama lama
Siklus Ada Ada Ada pada Tidak ada
Eksoeritrositik beberapa
Sekunder strain
Jml mezoit per Lebih dari 10 15 ribu 2 ribu 40 ribu
Skizoit ribu
Jaringan
Siklus 48 jam 49-50 jam 72 jam 48 jam
Eritrositik
Parasitemia 20 ribu-50 9 ribu-30 ribu 6 ribu-20 ribu 20 ribu-2 juta
per ml ribu
Beratnya Ringan sampai Ringan Ringan Berat pada
Serangan berat penderita non
Primer imun
Demam Tiap 8-12 jam Tiap 8-12 jam Tiap 8-10 jam Tiap 16-36
Berulang jam
Kekambuhan ++ ++ +++ Tidak terjadi
Masa Rekuren Panjang Panjang Sangat Pendek
panjang
Lama Infeksi 1,5-3 tahun 1,5-3 tahun 3-50 tahun 1-2 tahun

Gejala Malaria
Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari sampai
dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala awal adalah
demam, sakit kepala, menggigil dan muntah-muntah (Arsin A, 2012).
Menurut Arsin A, (2012) gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga
stadium (trias malaria) yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh
tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan peningkatan temperatur.
2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini
lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti
dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria ringan, akan tetapi
disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:
- Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).
- Kejang.
- Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.
- Mata kuning dan tubuh kuning.
- Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.
- Jumlah kencing kurang (oliguri).
- Warna air kencing (urine) seperti air teh.
- Kelemahan umum.
- Nafas pendek.

Diagnosis Malaria
Arsin (2012) mengatakan diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan
wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan
tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah
menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid
Diagnostic Test= RDT).
a. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang penderita malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan
berkeringat yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot,
pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta
riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti malaria satu bulan
terakhir, maupun riwayat pernah mendapat tranfusi darah.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami
demam dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang
dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa
(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali).
c. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah
(SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada
tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat Rapid Diagnostic
Test (RDT) adalah pemeriksaan yang dilakukan bedasarkan antigen parasit
malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini
digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk
memeriksa malaria pada daerah terpencil yang tidak ada tersedia sarana
laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan
yaitu hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic Test
(RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan specificity lebih dari
95% (Arsin A, 2012).
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum
penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
leukosit, eritrosit dan trombosit (Arsin A, 2012).

Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria
dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya
memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis penderita
dan kepakaan obat terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria yang dapat
digunakan untuk memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum adalah
artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksin-
pirimetamin, dan proguanil. Sedangkan untuk mengobati malaria vivax dan malaria
ovale, menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai
terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin, tidak
terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis obat klorokuin tetap
digunakan.
Dalam pengobatan malaria vivax, menurut depkes 2012, Lini pertama:
Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP), diberikan peroral satu kali per hari
selama 3 hari,primakuin= 0,25mg/kgBB/hari (selama 14 hari). Pengobatan malaria
vivax yang tidak respon terhadap pengobatan DHP.
Lini kedua: Kina + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7
hari), Primakuin = 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).
Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh):
- Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan
menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
- Dugaan relaps pada malaria vivax adalah apabila pemberian Primakiun dosis
0,25 mg/kgBB/hr sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit
kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan
setelah pengobatan.

B. Anemia
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel
darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah.
Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria
dan di bawah 12 g% pada wanita.1 Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ criteria
National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria
dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia
selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi
penderita anemia (Schrier, 2011). Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena
1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2.Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya
anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia
yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik
untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
Gejala anemia disebabkan oleh dua faktor:
1. Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
2. Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )
Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme
kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada
kadar
Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%,
pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme
kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya.
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat,
fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar,
dan roaring in the ears).
Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang
mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard). Anemia
yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya
volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah,
lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural
dizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok,
dan kematian.
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
1. Pendekatan kinetic
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya
Hb.
2. Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran
eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.

1. Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari tiga mekanisme independen:
a Berkurangnya produksi sel darah merah
b Meningkatnya destruksi sel darah merah
c Kehilangan darah.
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah
dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
a Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan
diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi
siensi Fe)
b Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,
mielodisplasia, infiltrasi tumor)
c Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
d Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasiproduksi sel darah merah
(eritro-poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan
androgen [hipogonadisme])
e Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi,yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya
absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari
makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit
berkurangnya masa hidup erirosit.
Peningkatan destruksi sel darah merah. Anemia hemolitik merupakan anemia
yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100
hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari.2 Anemia hemolitik
terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih
dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah
kira-kira 20 hari (Tefferi, 2003).

2. Pendekatan morfologi
Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah
pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal
mempunyai volume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-
8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih
besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah
yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell
counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah
merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka
dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume
sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara
11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.

Berikut ini merupakan bagan klasifikasi anemia normositik dengan


peningkatan hitung retikulosit:
(Tefferi, 2003).
Flowchart Anemia (Perkins, 2014)
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan demam menggigil dirasakan sejak dua bulan
yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul. Demam muncul saat pasien merasa
kecapekan atau saat pagi hari dan membaik bila pasien beristirahat dan saat sudah
agak siang hari saat pasien berkeringat dan melakukan aktivitas. Namun di sore hari
pasien merasakan demam menggigil. Keluhan dirasakan kambuh kurang lebih lima
kali dalam seminggu. Keluhan memberat di siang hari saat pasien merasa kecapekan.
Sebelumnya pasien bekerja di Papua di pertambangan dan mulai mengeluhkan
demam sejak di Papua, dua bulan lalu pasien berobat ke Puskesmas di Papua, tanpa
dilakukan tes laboratorium pasien didiagnosis menderita malaria. Kemudian pasien
diberikan obat jalan, beberapa hari kemudian pasien merasa tubuhnya berangsur
membaik, tapi seminggu kemudian pasien mengeluhkan demam muncul lagi, lalu
pasien memutuskan untuk pulang ke Solo.
Keluhan utama dari pasien adalah demam menggigil yang terjadi lebih dari 10
hari. Diagnosis banding dari demam lebih dari sepuluh hari adalah malaria, demam
typhoid, dan demam denggue.
Dari pemeriksaan fisik didapati bahwa suhu pasien saat pertama kali masuk ke
RSDM adalah 39 derajat Celcius. Peningkatan suhu tidak disertai dengan adanya
petechie, lidah kotor, bradikardi relatif, dan pemeriksaan rumple leed negatif. Dari
hasil pemeriksaan fisik abdomen didapati adanya pembesaran lien yang mencapai
garis schuffner 2. Pembesaran ini dapat diakibtkan oleh adanya peningkatan
perombakan eritrosit dan trombosit dalam tubuh yang dapat terjadi pada pasien
malaria dan typhoid.
Karena pasien pernah tinggal di Papua dalam kurun waktu enam bulan
terakhir, dan Papua merupakan daerah endemis malaria maka dari hasil anamnesis da
didiagnosis demam malaria, maka untuk menegakkan diagnosis dari malaria
dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi apakah terdapat adanya plasmodium di
sel darah merah pasien.
Karena pasien memiliki riwayat tinggal di Papua dalam enam bulan terakhir,
dan Papua sendiri merupakan daerah endemis malaria, maka diagnosis banding
terdekat adalah demam yang diakibatkan karena penyakit malaria.
Dari hasil pemeriksaan darah yang telah dilakukan di hari pertama pasien di
rawat inap di RSDM didapatkan hasil gambaran darah tepi paseien terdapat infeksi
plasmodium vivax. Sedangkan hasil IgM Salmonela pada darah pasien sendiri
negatif, sehingga menyingkirkan diagnosis demam typhoid. Pemeriksaan ini
menunjang hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ke arah demam yang
diakibatkan oleh plasmodium (malaria).
Demam yang muncul meupakan fase dimana schizont keluar dari sel darah
merah. Pola demam yang dialami pasien adalah pola demam per 8-12 jam, dimana di
malam hari pasien mengalami demam menggigil dan di siang hari suhu pasien
menurun. Namun demam muncul kembali di hari selanjutnya selama kurang lebih
dua bulan.
Selain itu demam disertai dengan lemas, mual, muntah, dan pusing. Lemas
dirasakan pasien kurang lebih dua bulan SMRS. Lemas dirasakan di seluruh tubuh
dan membuat aktivitas sehari-hari pasien terganggu. Lemas yang dialami pasien terus
menerus dan semakin memberat dalam satu bulan SMRS. Tidak berkurang dengan
istirahat, dan semakin memberat saat pasien demam.
Lemas yang dirasakan pasien dapat terjadi karena pasien mengalami anemia,
hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan yang menunjukkan kedua konjungtiva
pasien pucat, palmar di ekstrimitas atas yang pucat, dan hasil pemeriksaan darah rutin
menunjukkan hasil hemoglobin 7,7 g/dl, hematocrit 24%, eritrosit 2,68 juta/µl. Baik
hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pasien mengalami penurunan. Anemia yang
terjadi pada pasien diakibatkan oleh pecahnya sel darah merah saat schizont
plasmodium vivax keluar, sehingga menurunkan jumlah sel darah merah dan
hemoglobin. Menurunnya sel darah merah dengan jumlah plasma yang tetap
mengakibatkan nilai hematokrit pasien juga menurun.
Pembesaran pada lien pasien mencapai garis schuffner 2 merupakan akibat
dari pemecehan sel-sel darah merah yang meningkat pada tubuh. Peningkatan
pemecahan eritrosit ini juga mengaibatkan perombakan hemoglobin meningkat
sehingga muncul tanda-tanda ikterik pada pasien, yaitu sklera berwarna kuning muda.
DAFTAR PUSTAKA

Arsin, Andi A. 2012. Malaria. Makassar: Masagena Press

Dinas Kesehatan RI. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Dinkes

Mandal,B.K.,dkk.2008. Infeksi Tropis dan Zoonosis Non Helimintik, Lecture Notes


Penyakit Infeks. Jakarta: Erlangga. diakses pada tanggal 9 November
2012.Malang

Perkins S. Diagnosis of anemia. Sneek Peek Prac Diag of Hem Disorders, March:
2014 p : 3-16.

Schrier SL. Approach to the adult patient with anemia. January 2011. [cited 2011,
June 9 ]. Available from: www.uptodate.com

Tefferi A. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc.


2003;78:1274-80.

Anda mungkin juga menyukai