1. Anatomi Ginjal
B. Etiologi
1. Glomerulonefritis
2. Kencing manis
3. Penyakit pembuluh darah, ( adanya gelembung berisi cairan pada ginjal )
4. Penyakit jairngan ikat
5. Hipertensi
6. Hipoplasia atau displasia ginjal
7. Penggunaan obat jangka panjang anti inflamasi
8. Hiper protein
C. Klasifikasi
menurut Corwin, 2009, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu
1. Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))
( 72 x creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
Menentukan keseimbangan cairan tubuh
Rumus : Intake - Output
Intake : air minum, air dalam makanan, air metabolisme,
cairan intravena/injeksi
Output : urine, IWL, feses dan muntah
Rumus Insesible Water Loss (IWL) : 15/Kg BB/Hari
Jika ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu badan sekarang - 36,8)
Air metabolisme dewasa : 5 ml/Kg BB/Hari.
D. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus ) diduga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa nefron utuh ). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron –nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa
direabsorpsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long) Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein ( yang normalnya dieksresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik
adalah :
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
a. Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.
b. Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang
diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau ammonia.
2. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
a. Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
b. Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.
c. Gatal-gatal akibat toksin uremik.
d. Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
e. Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
3. Sistem Syaraf dan otak.
a. Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
b. Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Nyeri dada, sesak nafas
c. Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
d. Edema
5. Sistem endokrin
a. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,
pada wanita muncul gangguan menstruasi.
b. Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
6. Gangguan pada sistem lain.
a. Tulang : osteodistrofi renal.
b. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
F. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial gagal ginjal kronik
yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup:
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih
2. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin, angiotensin,
aldosterone
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
peradangan gastro intestinal
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan
protein dan immunoglobulin)
Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomenss.
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1. Dialisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan
membantu penyenbuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi
yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-
zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi
kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu
untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi.
Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi
oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah
selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi
koroner.
4. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas Pasien
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur (lebih banyak terjadi pada usia
30-60 tahun), Agama, Jenis Kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita),
Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim,
Cara masuk RS, dan Diagnosa medis dan nama Identitas Penanggung
Jawab meliputi : Nama, Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien sebelum
masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas bau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tak berdaya dan perubahan pemenuhan
nutrisi(Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu gagal ginjal kronik, maupun
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi factor
pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
3. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN
Persepsi terhadap penyakit :
Biasanya persepsi klien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan
yang tinggi.
Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol dan obat-obatan
dalam kesehari-hariannya.
4. POLA NUTRISI/METABOLISME
a. Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b. Pola Minum
Biasanya klien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia).
5. POLA ELIMINASI
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi.
b. BAK
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
M.Clevo Rendi dan Margareth TH. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah
dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.