Anda di halaman 1dari 15

Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Ginjal

Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari


ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus menerus
menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk
membawa urine keluar tubuh. ( Wilson,2006)
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi
iga kesebelas. Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor (Wilson,2006).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :
a. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid
renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
b. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis.
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adipose atau peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi
ginjal memanjang melalui hilus renalis.
Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1.3
juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, Nefron terdiri
dari bagian :
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
dalam kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen
dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen.Filtrasi
glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke
kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang
interstisium, kemudian ke dalam kapsula bowman. Pada ginjal yang
sehat, sel darah merahatau protein plasma hamper tidak ada yang
mengalami filtrasi.Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan
yang terjadi pada proses filtrasi diseluruh kapiler lain. Hal yang
berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat
permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil (
Muttaqin & Sari, 2011).
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15mm dan diameter 55um. Bentuknya berkelok-kelok
menjalar dari korteks ke bagian medula dan kembali ke kortkes sekitar
2/3 dari natrium yang terfiltrasi diabsorpsi secara isotonis bersama
klorida.
c. Gelung henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke
segmen tebal penjangnya 12mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens
mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjagnya 55mm. tubulus distal
dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang
oanjangnya 20mm.
e. Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak aktif.
Pengaturan secara halus dari eksresi natrium urine terjadi disini
dengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi natrium
(Syaifuddin,2002).
2. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit,
dan konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan
elektrolit dalam jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit
dan cairan tubuh total dan untuk mempertahankan konsentrasi normalnya
dalam cairan ekstraselular (ECF). (Wilson&Price,2006)
Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi Eksresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah eksresi
air.
2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah
eksresi Na+
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu
dalam rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembal HCO2.
b. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah
oleh sumsum tulang belakang.
3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja
secara local.
A. Definisi
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Gagal ginjal kronik atau Cronic Kidney Disease (CKD) penyakit ginjal tahap
akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan
irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2011).
GGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih 3 bulan dengan
LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2011).

B. Etiologi
1. Glomerulonefritis
2. Kencing manis
3. Penyakit pembuluh darah, ( adanya gelembung berisi cairan pada ginjal )
4. Penyakit jairngan ikat
5. Hipertensi
6. Hipoplasia atau displasia ginjal
7. Penggunaan obat jangka panjang anti inflamasi
8. Hiper protein

C. Klasifikasi
menurut Corwin, 2009, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu
1. Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))
( 72 x creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
Menentukan keseimbangan cairan tubuh
Rumus : Intake - Output
Intake : air minum, air dalam makanan, air metabolisme,
cairan intravena/injeksi
Output : urine, IWL, feses dan muntah
Rumus Insesible Water Loss (IWL) : 15/Kg BB/Hari
Jika ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu badan sekarang - 36,8)
Air metabolisme dewasa : 5 ml/Kg BB/Hari.

D. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus ) diduga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa nefron utuh ). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron –nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa
direabsorpsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long) Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein ( yang normalnya dieksresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik
adalah :
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
a. Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksik.
b. Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang
diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau ammonia.
2. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
a. Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
b. Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.
c. Gatal-gatal akibat toksin uremik.
d. Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
e. Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
3. Sistem Syaraf dan otak.
a. Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
b. Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Nyeri dada, sesak nafas
c. Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
d. Edema
5. Sistem endokrin
a. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,
pada wanita muncul gangguan menstruasi.
b. Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
6. Gangguan pada sistem lain.
a. Tulang : osteodistrofi renal.
b. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
F. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial gagal ginjal kronik
yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup:
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih
2. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin, angiotensin,
aldosterone
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
peradangan gastro intestinal
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan
protein dan immunoglobulin)
 Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomenss.
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1. Dialisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan
membantu penyenbuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi
yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-
zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi
kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu
untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi.
Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi
oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah
selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi
koroner.
4. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas Pasien
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur (lebih banyak terjadi pada usia
30-60 tahun), Agama, Jenis Kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita),
Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim,
Cara masuk RS, dan Diagnosa medis dan nama Identitas Penanggung
Jawab meliputi : Nama, Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien sebelum
masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas bau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tak berdaya dan perubahan pemenuhan
nutrisi(Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu gagal ginjal kronik, maupun
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi factor
pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
3. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN
Persepsi terhadap penyakit :
Biasanya persepsi klien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan
yang tinggi.
Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol dan obat-obatan
dalam kesehari-hariannya.

4. POLA NUTRISI/METABOLISME
a. Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b. Pola Minum
Biasanya klien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia).
5. POLA ELIMINASI
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi.
b. BAK

Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine <400ml/hari sampai anuria,


warna urine keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
6. POLA AKTIVITAS /LATIHAN
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu dan
biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain.
Biasanya klien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu bekerja
dan mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
7. POLA ISTIRAHAT TIDUR
Biasanya klien mengalami gangguan tidur , gelisah karena adanya nyeri
panggul, sakit kepala dan kram otot/kaki ( memburuk pada malam hari).
8. POLA KOGNITIF –PERSEPSI
biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini pada
tingkat asietas sedang sampai berat.
9. POLA PERAN HUBUNGAN
Biasanya klien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari-hari karena
perawatan yang lama.
10. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Biasanya terdapat masalah Seksual berhubungan dengan penyakit yang di
derita.
11. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI
a. Body image/gambaran diri
Biasanya mengalami perubahan ukuran fisik, fungsi alat tubuh terganggu,
keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi, kegagalan fungsi tubuh,
prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
b. Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang diderita
c. Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang, tidak
mampu menerima perubahan, merasa kurang memiliki potensi
d. Self esteem/harga diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik
e. Self ideal/ideal diri
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib, merasa
tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan, merasa tidak berdaya
12. POLA KOPING-TOLERANSI STRES
Biasanya klien mengalami factor stress contoh financial, hubungan dan
sebabnya, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut,marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian
dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
13. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum dan TTV
1) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
2) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.
3) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi.
b. Kepala
1) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering sakit
kepala, kuku rapuh dan tipis.
2) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
3) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
4) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien
bernafas pendek dan kusmaul
5) Bibir : Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi, dan napas berbau
6) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
7) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
8) Leher : Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid
atau kelenjar getah bening
c. Dada / Thorak
1) Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan
kussmaul (cepat/dalam)
2) Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
3) Perkusi : Biasanya Sonor
4) Auskultasi : Biasanya vesicular
d. Jantung
1) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2 linea
deksta sinistra
3) Perkusi : Biasanya ada nyeri
4) Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
e. Perut / Abdomen
1) Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan, klien tampak mual dan muntah
2) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
3) Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
4) Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
f. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning
pekat, merah, coklat dan berawan.
g. Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya nyeri panggul, odema pada ektremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki,keterbatasan gerak sendi.
h. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya
area ekimosis pada kulit.
i. System Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, disfungsi serebral,seperti perubahan proses fikir dan
disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer
14. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d edema pulmonal, kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang
menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama
sakit, fatigue
5. Kerusakan integritas kulit
6. Resiko infeksi
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

M.Clevo Rendi dan Margareth TH. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah
dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman praktik keperawatan. Jakarta: EGC.

Nurarif & Kususma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa dan NANDA NIC NOC. Jilid 2. MedAction

Smeltzer,s.c dan Bare,b.g. 2011. Buku ajar keperawatan medical bedah.


Brunner & Suddarth. Edisi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai