Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

ANALISIS

4.1 Analisis Data Nilai Tanah


Nilai tanah bersumber dari data Kantor Pertanahan Kota Bandung yang merupakan
data penawaran dan data transaksi. Sebaran data nilai tanah per kelurahan dapat
dilihat pada Tabel IV-1 dan sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar IV-1.

Tabel IV-1 Jumlah Sampel Tiap Kelurahan

Kelurahan Jumlah Sampel


Ancol 20
Balonggede 13
Ciateul 31
Cigereleng 25
Ciseureuh 14
Pasirluyu 23
Pungkur 17

69
Gambar IV-1Peta Sebaran Data Nilai Tanah Sampel

70
Berdasarkan Tabel IV-1 dan Gambar IV-1 diatas dapat diketahui bahwa persebaran
sampel sudah cukup merata meskipun di kelurahan Ciseureuh dan Balonggede
jumlah sampel yang diambil cenderung lebih sedikit dari pada jumlah sampel di
kelurahan lainnya (Data Nilai Tanah yang dijadikan sebagai sampel dapat dilihat
pada Lampiran A).

4.2 Analisis Model


4.2.1 Model Regresi Berganda
1. Hasil Reduksi variabel bebas
a. Analisis korelasi antara variabel bebas dan nilai tanah
Matriks korelasi r menunjukkan bahwa korelasi antara variabel bebas dengan
nilai tanah rata-rata tidak signifikan. Niali korelasi terendah ada pada King
Shopping Centre sebesar –0,441 dan korelasi tertinggi ada pada Puskesmas
Pasirluyu sebesar 0,464. Sebaliknya korelasi antar variabel bebas rata-rata
signifikan dan bahbervariasi, mulai korelaan sebagian menunjukkan korelasi
sebesar 0,9 yang mendekati nilai korelasi sempurna, hal ini menunjukkan
bahwa sebagian variabel bebas tertentu dipengaruhi dengan sangat kuat oleh
variabel bebas yang lain atau telah terjadi gejala multikolinieritas.
b. Regresi metode stepwise
Setelah memperhatikan tingkat korelasi antara variabel bebas dengan nilai
tanah maupun antar variabel bebas, perlu dilakukan reduksi variabel agar
dapat meningkatkan derajat kebebasan maupun mengurangi gejala
multikolinieritas antar variabel. Dengan menggunakan metode regresi
Stepwise didapatkan variabel-variabel yang dianggap signifikan
mempengaruhi nilai tanah, yang terlihat pada Tabel III-4.

2. Uji model regresi


Uji model dilakukan untuk mendapatkan model yang baik sesuai dengan kaidah-
kaidah dalam regresi
a. Uji a priori ekonomi
Pada Tabel III-6 dapat dilihat beberapa variabel menunjukkan tanda koefisien
yang tidak sesuai dengan hipotesis yang ditunjukkan dengan tanda (*), seperti
koefisien ITC Kebon Kelapa yang memiliki nilai sebesar 17,697 yang

71
diperoleh dari hasil regresi awal. Koefisien ITC Kebon Kelapa tersebut
seharusnya bernilai negatif karena berdasarkan hipotesis awal CBD memiliki
hubungan negatif dengan nilai tanah. Berdasarkan ketentuan pemodelan
analisis regresi, maka variabel yang tidak lolos dalam salah satu pengujian
harus dikeluarkan dari model tersebut.

b. Uji t
Uji t dilakukan pada selang kepercayaan 95% (α=0.05) dengan t tabel sebesar
1.997. Dari hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel III-7 terdapat
beberapa variabel yang tidak lolos uji yang ditunjukkan dengan tanda (*),
dimana variabel tersebut memiliki nilai t-hitung yang lebih kecil daripada t-
tabelnya. Variabel yang tidak lolos tersebut menunjukkan bahwa variabel
tersebut tidak signifikan mempengaruhi nilai tanah di Kecamatan Regol.

c. Uji-F
Dari hasil uji ini yang terlihat pada Tabel III-8 menunjukkan bahwa seluruh
model lolos pengujian karena nilai F-hitung seluruh model lebih besar dari
nilai F-tabelnya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas pada model
secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel terikatnya.

d. Uji Multikolinieritas
Dari hasil Uji Multikolinieritas yang ditunjukkan pada Tabel III-9dapat
disimpulkan bahwa semua variabel bebas dalam setiap model lolos uji karena
memiliki nilai VIF kurang dari 10.

e. Uji heterokedastisitas
Dari nilai signifikansi masing-masing variabel terhadap model yang
ditunjukkan dalam Tabel III-10 diatas terlihat bahwa model aditif dengan
jarak asli dengan variabel eksogen dan juga variabel eksogen dan endogen
tidak lolos uji heteroskedastisitas karena nilai signifikansi masing-masing
variabelnya kurang dari 0.05 yang ditunjukkan dengan tanda (*).

72
3. Pemilihan model regresi
Dari Tabel III-11terlihat bahwa model aditif dengan jarak resiprokal
menggunakan variabel eksogen nilai koefisien determinansi (R2) teritinggi yaitu
0.623. Model regresi tersebut dipilih sebagai model yang digunakan dalam
pemodelan nilai tanah.

4. Model empiris nilai tanah dengan metode regresi berganda


Setelah melalui berbagai tahap pengolahan data dengan metode regresi, maka
diperoleh model empiris seperti pada Tabel IV-2 berikut:

Tabel IV-2 Model Empiris Nilai Tanah Regresi


Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 221123.245 371648.799 .595 .553

SDS Bina 5.800E+08 2.083E+08 .158 2.784 .006


Talenta
JL BKR 3.943E+07 1.444E+07 .148 2.731 .007
SDS YAY Dewi 1.037E+09 1.768E+08 .455 5.868 3.199E-08
Sartika
SMP Negeri 43 5.121E+08 9.081E+07 .438 5.639 9.507E-08

Dari Tabel IV-2 diatas dapat dibentuk persamaan matematis sebagai berikut:

Dimana:
NTE= Nilai Tanah Estimasi dalam rupiah
SDBT= Jarak resiprokal dari bidang tanah ke SDS Bina Talenta
BKR= Jarak resiprokal dari bidang tanah ke Jl BKR
SDDS = Jarak resiprokal dari bidang tanah ke SDS YAY Dewi Sartika
SMP = Jarak resiprokal dari bidang tanah ke SMP Negeri 43
Dari model empiris yang terbentuk, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

73
a. Apabila semua variabel yang diamati tidak berubah atau sama dengan nol
(ceteris paribus), maka rata-rata nilai tanah adalah sebesar Rp 2.211.123
b. Variabel jarak resiprokal ke SDS Bina Talenta mempunyai pengaruh positif
terhadap nilai tanah dengan nilai , yang berarti bahwa semakin
jauh jarak dari bidang tanah ke SDS Bina Talenta maka akan menaikkan nilai
tanah sebesar dengan asumsi variabel yang lain tidak berubah
(ceteris pasribus).
c. Variabel jarak resiprokal ke Jl BKR mempunyai pengaruh positif terhadap
nilai tanah dengan nilai , yang berarti bahwa semakin jauh jarak
dari bidang tanah ke Jl BKR maka akan menaikkan nilai tanah sebesar
dengan asumsi variabel yang lain tidak berubah (ceteris
pasribus).
d. Variabel jarak resiprokal ke SDS YAY Dewi Sartika mempunyai pengaruh
positif terhadap nilai tanah dengan nilai , yang berarti bahwa
semakin jauh jarak dari bidang tanah ke SDS YAY Dewi Sartika maka akan
menaikkan nilai tanah sebesar dengan asumsi variabel yang
lain tidak berubah (ceteris pasribus).
e. Variabel jarak resiprokal ke SMP Negeri 43 mempunyai pengaruh positif
terhadap nilai tanah dengan nilai , yang berarti bahwa semakin
jauh jarak dari bidang tanah ke SMP Negeri 43 maka akan menaikkan nilai
tanah sebesar dengan asumsi variabel yang lain tidak berubah
(ceteris pasribus).

5. Validasi model regresi berganda


Validasi dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi, tingkat kewajaran hasil
estimasi dan tingkat keragaman penilaian dari model. Validasi dilakukan dengan
menerapkan model terhadap 28 data testing. Hasil validasi model dapat dilihat
pada Tabel III-12dengan pembahasan sebagai berikut:
a. Tingkat kewajaran nilai estimasi
Nilai PRD dari model terpilih adalah sebesar 1,41. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kewajaran estimasi nilai tanah dari model masih belum cukup
baik karena nilai PRD yang dihasilkan sudah berada diluar batas toleransi
yang diperkenankan yaitu antara 0,98 sampai dengan 1,03 (Eckert, 1990).

74
Hal ini berarti nilai estimasi dari nilai tanah telah terjadi progresivitas,
artinya nilai tanah yang tinggi dinilai lebih tinggi dan nilai tanah yang
rendah dinilai lebih rendah.
b. Tingkat keseragaman penilaian
Nilai koefisien disperse (COD) dari model terpilih adalah sebesar 36,6%.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman dari penilaian belum
cukup baik karena masih berada diluar batas toleransi yang diperkenankan
yaitu ≤ 20% untuk tanah kosong/vacant land (IAAO, 2003).

4.2.2 Model Jaringan Syaraf Tiruan


a. Seleksi Variabel
Pemilihan variabel input terbaik untuk digunakan dalam arsitektur jaringan
dilakukan dengan menggunakan salah satu metode dari algoritma Input Variabel
Selection (IVS), yaitu metode wrapper. Dari metode wrapper ini teknik yang
digunakan adalah denganpendekatan Single Variable Regression (SVR) yaitu
dengan cara mencoba memasukkan satu per satu variabel penentu nilai tanah
sebagai input jaringan syaraf tiruan dengan pola (1-10-5-1) dengan nilai tanah
sebagai output jaringan.

Hasil dari proses percobaan seleksi variabel yang ditunjukkan pada Tabel III-13
terlihat bahwa sebanyak 33 variabel mempuyai R2 diatas 50% ditandai dengan
(*). Meliputi variabel pusat perdagangan sebanyak 6 variabel, variabel fasilitas
kesehatan sebanyak 6 variabel, variabel sarana pendidikan sebanyak 13 variabel,
variabel jalan sebanyak 7 variabel dan variabel endogen luas bidang tanah.

b. Pembentukan Model Jaringan Syaraf Tiruan


Hasil pembentukan model menggunakan variabel yang terseleksi menghasilkan
model JST dengan akurasi seperti tertera pada Tabel III-19. Jika dilihat dari
koefisien determinansi model JST tersebut terlihat bahwa model yang dihasilkan
sudah cukup baik.

75
c. Model empiris nilai tanah JST
Model empiris nilai tanah dengan metode JST diperoleh dengan mengaplikasikan
Persamaan II-31 dan Persamaan II-32 pada model JST terpilih. Pada model JST
dengan variabel terpilih lapisan tersembunyi mendistribusikan 33input dari
lapisan masukan kepada 10 node, outputnode lapisan tersembunyi pertama dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
Z= output node lapisan tersembunyi
m= nilai bobot input lapisan masukan ke lapisan tersembunyi
X= nilai input lapisan masukan
bi = bias pada lapisan masukan

Keluaran dari10 node lapisan tersembunyi pertama merupakan input bagi 5 node
lapisan tersembunyi kedua. Nilai node lapisan tersembunyi kedua dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana:
V= output node lapisan keluaran yang berupa nilai tanah
n = nilai bobot input lapisan tersembunyi pertama ke lapisan tersembunyi kedua
Z= nilai input lapisan tersembunyi pertama
bj = bias pada lapisan tersembunyi pertama

Keluaran dari 5 node lapisan tersembunyi kedua merupakan input bagi lapisan
keluaran. Nilai lapisan keluaran dapat dihitung dengan mengunakan persamaan
berikut:

Dimana:
Y=output lapisan keluaran
o = nilai bobot input lapisan tersembunyi kedua ke lapisan keluaran
V = nilai input lapisan tersembunyi kedua
bk = bias pada lapisan tersembunyi kedua

76
d. Validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan
Validasi model ditujukan untuk mengetahui seberapa akurat model JST terpilih
untuk memprediksi nilai tanah di wilayah penelitian. Validasi dilakukan dengan
menerapkan model terhadap 28 data testing.
1. Tingkat kewajaran nilai estimasi
Nilai PRD dari model terpilih adalah sebesar 1,26. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kewajaran estimasi nilai tanah dari model JST masih belum
cukup baik karena nilai PRD yang dihasilkan sudah berada diluar batas
toleransi yang diperkenankan yaitu antara 0,98 sampai dengan 1,03 (Eckert,
1990). Hal ini berarti nilai estimasi dari nilai tanah telah terjadi progresivitas,
artinya nilai tanah yang tinggi dinilai lebih tinggi dan nilai tanah yang rendah
dinilai lebih rendah.
2. Tingkat keseragaman penilaian
Nilai koefisien disperse (COD) dari model terpilih adalah sebesar 35,2%. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman dari penilaian belum cukup baik
karena masih berada diluar batas toleransi yang diperkenankan yaitu ≤ 20%
untuk tanah kosong/vacant land (IAAO, 2003).

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisa Model Regresi dan Model JST
Dalam penelitian ini dihasilkan model regresi yang terpilih adalah model regresi
aditif (lin-lin) dengan menggunakan variabel eksogen yang berupa jarak, model ini
terpilih karena memiliki nilai koefisien determinansi yang paling tinggi dibandingkan
dengan model regresi lainnya. Model JST yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
model JST dengan menggunakan variabel jarak ditambah dengan variabel endogen
berupa luas bidang tanah.

Kedua model yang dihasilkan kemudian dibandingkan untuk mengetahui model


mana yang lebih baik dalam memprediksi nilai tanah di Kecamatan Regol, Kota
Bandung. Parameter dalam perbandingan kedua model ini adalah akurasi model,
hasil penerapan model, dan juga ketepatan model dalam merepresentasikan pengaruh
variabel nilai tanah dalam hasil penerapan model.

77
Perbandingan akurasi model dilakukan dengan menguji kedua model menggunakan
data testing untuk melihat akurasi hasil penerapan kedua model terhadap data yang
sebenarnya dilapangan, data testing yang digunakan adalah 5 data yang diambil
secara acak, hasil perbandingan dapat dilihat pata Tabel IV-3 berikut:

Tabel IV-3Perbandingan Hasil Penerapan Model Jst dan Model Regresi


Selisih Selisih
Hasil Hasil Standar Standar
Data Uji Regresi - JST -
Pemodelan Pemodelan Deviasi Deviasi
(Rp) Data Uji Data Uji
Regresi (Rp) JST (Rp) Regresi JST
(Rp) (Rp)
1230295 1917605 789706 687310 440589
1893740 3033205 2238502 1139465 344762
1944312 1272217 1671287 672095 273025 1153416 134429
3133523 5475580 2817206 2342057 316317
3167399 6461016 3091008 3293617 76390

Hasil pengujian pada Tabel IV-3 diatas memperlihatkan adanya perbedaan yang
cukup besar antara kedua model, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Selisih hasil pemodelan jst dengan data uji lebih kecil daripada selisih hasil
pemodelan regresi dengan data uji, hal ini menandakan bahwa kesalahan prediksi
model jst umumnya lebih kecil daripada kesalahan prediksi model regresi.
2. Nilai standar deviasi model jst lebih kecil daripada model regresi, hal ini
menunjukkan penyimpangan data hasil prediksi model jst lebih kecil daripada
model regresi.

Perbandingan akurasi kedua model selanjutnya dilakukan dengan membandingkan


kekuatan masing-masing model. Perbandingan ini dilakukan karena dalam proses
pembentukan model dan pengujian model, kedua model menggunakan set data yang
sama, sehingga perlu diperhitungkan kekuatan masing-masing model yang
dihasilkan. Perbandingan kekuatan model ini dapat dilihat pada Tabel IV-4 berikut:

Tabel IV-4 Perbandingan Kekuatan Model Regresi dan JST

Uraian Regresi JST


2
R Model 0.623 0.906
2
R Uji 0.299 0.401

78
Dari hasil perbandingan kekuatan model pada Tabel IV-4 terlihat ada perbedaan
yang cukup mencolok antara kekuatan kedua model, perbedaan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Koefisien determinansi pembentukan model jst lebih besar daripada koefisien
determinansi model regresi, hal ini berarti bahwa kekuatan model jst dalam
membentuk model nilai tanah lebih baik karena mampu menjelaskan 90% dari
data pembentukan model sedangkan model regresi hanya mampu menjelaskan
60% dari data pembentukan model.
2. Koefisien determinansi pengujian model jst lebih besar daripada koefisien
determinansi model regresi, hal ini berarti bahwa kekuatan model jst dalam
memprediksi nilai tanah lebih baik karena mampu menjelaskan 40% dari data uji
sedangkan model regresi hanya mampu menjelaskan 29% dari data uji

Dalam membandingkan akurasi kedua model juga dilakukan perbandingan hasil


validasi kedua model. Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
kelayakan kedua model dalam memprediksi nilai tanah. Hasil perbandingan validasi
model ini dapat dilihat pada Tabel IV-5 berikut:

Tabel IV-5 Perbandingan Hasil Validasi Model Regresi dan JST


No Uraian Regresi JST Batasan
1 PRD 1,41 1.26 0,98 < x < 1,03
2 COD 36,6 35.2 x ≤ 20%

Dari perbandingan validasi model yang ditunjukkan pada Tabel IV-5 di atas, model
JST dalam penelitian ini mempunyai akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan
model regresi. Jika dilihat dari batasan yang ditetapkan, tingkat akurasi kedua model
masih kurang memuaskan, hal ini ditunjukkan dari tingkat kewajaran penilaian dari
kedua model masih tidak ada yang masuk toleransi tingkat kewajaran penilaian yang
ditetapkan. Analisis juga dilakukan terhadapdiagram pencar hubungan antara nilai
tanah pengamatan dengan nilai tanah estimasi model pada Gambar IV-2dan Gambar
IV-3.

79
16000000

Nilai Tanah Pengamatan (Rp/m2)


14000000
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
0 10000000 20000000 30000000 40000000
Nilai Tanah Estimasi Regresi (Rp/m2)

Gambar IV-2 Diagram Pencar Nilai Tanah Hasil Estimasi Model Regresi
Terhadap Nilai Tanah Pengamatan

16000000
Nilai Tanah Pengujian (Rp/m2)

14000000
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
0 5000000 10000000 15000000 20000000
Nilai Tanah Estimasi JST (Rp/m2)

Gambar IV-3 Diagram Pencar Nilai Tanah Hasil Estimasi Model JST Terhadap
Nilai Tanah Pengamatan

Dari diagram pencar diatas terlihat bahwa nilai tanah hasil estimasi model JST lebih
akurat mendekati nilai tanah pengamatanjika dibandingkan dengan nilai tanah hasil
estimasi model regresi. Tingkat keakuratan tersebut ditunjukkan oleh sebaran titi-
titik yang berada dekat dengan garis linier yang dibentuk dari data nilai tanah
estimasi dan pengamatan. Pada diagram pencar model regresi terlihat bahwa sebaran
titik-titiknya sangat menyebar dari garis linier, dan tidak mengikuti alur garis. Pada
diagram pencar model JST terlihat bahwa sebaran titik-titiknya mendekati garis linier
dan alurnya mengikuti alur garis.

80
Kedua model kemudian diterapkan untuk membuat Peta Zona Nilai Tanah
Kecamatan Regol, Kota Bandung. Hasil dari penerapanmodel regresi berganda
dalam membuat Peta Zona Nilai Tanah dapat dilihat pada LampiranH, dan hasil dari
pemanfaatan model JST dalam membuat Peta Zona Nilai Tanah dapat dilihat pada
Lampiran I.

Dari hasil penerapan kedua model untuk membuat Peta Zona Nilai Tanah tersebut
dapat dilihat bahwa Peta Zona Nilai Tanah hasil penerapan metode JST
menunjukkan hasil yang lebih baik karena mampu menunjukkan variasi perubahan
nilai tanah pada masing-masing kelurahan dan juga mampu menunjukkan bahwa
bidang tanah yang berdekatan akan memiliki nilai tanah yang relatif sama.

Analisis perbandingan kedua model selanjutnya dilakukan dengan melihat


perbandingan ketepatan kedua model dalam merepresentasikan pengaruh variabel
nilai tanah dalam hasil penerapan model. Sebelum kedua model dibandingkan,
terlebih dahulu dilakukan overlay antara Peta Zona Nilai Tanah hasil penerapan
masing-masing model dengan variabel nilai tanah. Hasil dari overlay tersebut dapat
dilihat pada Gambar IV-4danGambar IV-5.

81
Gambar IV-4 Peta Overlay Zona Nilai Tanah Hasil Pemodelan Metode Regresi
Linier Berganda Dengan Variabel Nilai Tanah

82
Gambar IV-5 Peta Overlay Zona Nilai Tanah Hasil Pemodelan Metode Jarinagn
Syaraf Tiruan Dengan Variabel Nilai Tanah

83
Dari peta overlay antar Peta Zona Nilai Tanah hasil penerapan masing-masing model
dengan variabel nilai tanah pada Gambar IV-4 dan Gambar IV-5 terlihat beberapa
persamaan dan juga perbedaan antara kedua model dalam merepresentasikan
karakteristik pengaruh variabel nilai tanah. Perbandingan kedua model dalam
merepresentasikan pengaruh variabel jarak ke pusat perdagangan dapat dilihat pada
Gambar IV-6 berikut:

Gambar IV-6 Perbandingan Hasil Penerapan Kedua Model Dalam


Merepresentasikan Pengaruh Variabel Jarak ke Pusat Perdagangan

Dari Gambar IV-6 diatas dapat dilihat bahwa kedua model dapat merepresentasikan
pengaruh variabel jarak ke pusat perdagangan terhadap nilai tanah.Pada gambar hasil
penerapan kedua model tersebut dapat dilihat bahwa nilai tanah disekitar pusat
perdagangan (ditunjukkan dengan lingkaran merah) lebih tinggi daripada nilai tanah
yang jauh dari pusat perdagangan. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yaitu
semakin dekat bidang tanah ke pusat perdagangan maka nilai tanahnya akan semakin
tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar IV-6. Perbandingan kedua model dalam
merepresentasikan pengaruh variabel jarak ke sarana pendidikan dapat dilihat pada
Gambar IV-7.

84
Gambar IV-7 Perbandingan Hasil Penerapan Kedua Model Dalam
Merepresentasikan Pengaruh Variabel Jarak ke Sarana Pendidikan

Dari Gambar IV-7 diatas dapat dilihat bahwa model JST umumnya lebih bisa
menjelaskan pengaruh variabel jarak ke sekolah (ditunjukkan dengan lingkaran
merah) terhadap nilai tanah daripada model Regresi.Pada gambar hasil penerapan
model JST nilai tanah yang berada lebih dekat ke sekolah cenderung lebih tinggi
daripada nilai tanah yang jauh dari sekolah. Pada model regresi hal ini tidak begitu
terlihat, sehingga hipotesis awal yaitu semakin dekat jarak bidang tanah ke sarana
pendidikan nilai tanahnya akan semakin tinggi kurang bisa diperlihatkan oleh model
regresi. Perbandingan kedua model dalam merepresentasikan pengaruh variabel jarak
ke fasilitas pendidikan dapat dilihat pada Gambar IV-8.

85
Gambar IV-8 Perbandingan Hasil Penerapan Kedua Model Dalam
Merepresentasikan Pengaruh Variabel Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Dari Gambar IV-8 dapat dilihat bahwa umumnya kedua model dapat menjelaskan
pengaruh variabel jarak ke fasilitas kesehatan terhadap nilai tanah.Pada gambar
tersebut dapat dilihat nilai tanah yang berada lebih dekat ke fasilitas kesehatan
cenderung lebih tinggi daripada nilai tanah yang jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini
sesuai dengan hipotesis awal yaitu semakin dekat jarak suatu bidang tanah ke
fasilitas kesehatan maka nilai tanahnya akan semakin tinggi, dimana kedua model
dapat memperlihatkan hal tersebut. Selanjutnya perbandingan kedua model dalam
merepresentasikan pengaruh variabel jarak ke jaringan jalan dapat dilihat pada
Gambar IV-9.

86
Gambar IV-9 Perbandingan Hasil Penerapan Kedua Model Dalam
Merepresentasikan Pengaruh Variabel Jarak ke Jaringan Jalan

Dari Gambar IV-9 dapat dilihat bahwa model JST lebih bisa menjelaskan pengaruh
variabel jarak ke jaringan jalan terhadap nilai tanah daripada model regresi.Pada
gambarhasil penerapan model JST dapat dilihat bahwa nilai tanah yang berada lebih
dekat ke jaringan jalan cenderung lebih tinggi daripada nilai tanah yang jauh dari
jaringan jalan, dimana pada gambar hasil penerapan model regresi hal ini tidak dapat
diperlihatkan.

Dari perbandingan hasil penerapan kedua model dalam merepresentasikan


karakteristik pengaruh variabel nilai tanah pada Gambar IV-6 sampai dengan
Gambar IV-9 diatas menunjukkan bahwa hasil penerapan model JST lebih dapat
mendeskripsikan karakteristik pengaruh variabel nilai tanah, yaitu dimana
seharusnya nilai tanah yang tinggi berada dan juga sebaliknya. Pada hasil penerapan
model JST terlihat bahwa nilai tanah yang tinggi berada disekitar variabel nilai tanah
yang ditetapkan, dimana pada model regresi hal tersebut kurang bisa diperlihatkan.

87

Anda mungkin juga menyukai