Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

KONSEP WAKTU MENURUT PENGANUT BUDAYA


POLIKRONIK EDWARD T HALL

“Budaya Jam Karet Pejabat Publik dan Pelaku Bisnis di Indonesia”

Diajukan untuk memenuhi tugas UAS Komunikasi Lintas Budaya


Semester 4 pada Progam Studi Ilmu Komunikasi
Dosen: Dr. Kiki Zakiah, Dra., M.Si

Disusun Oleh :
Nama : Irma Yanuarti
NIM : 41815127
Kelas : IK-1/IV

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ujian akhir semester
mengenai konsep waktu menurut penganut budaya polikronik Edward T Hall ini
dengan tepat pada waktunya. Tugas ujian akhir semester ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya.
Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan tugas ujian akhir semester ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikannya tepat pada waktunya. Ucapan terimakasih ini penulis berikan
kepada :
1. Dr. Kiki Zakiah, Dra., M.Si selaku dosen pengampu.
2. Para penulis/penerbit buku maupun situs-situs internet yang memperkenankan
karyanya kepada penulis untuk dipelajari.
Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Komputer Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas ujian akhir semester ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Bandung, Juli 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................3
1.4 Kegunaan Penulisan ...........................................................................................3
1.4.1 Kegunaan Teoritis ....................................................................................3
1.4.1 Kegunaan Praktis .....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Konsep Waktu Edward T. Hall .........................................................................4
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................7
3.2 Pengertian Budaya Jam Karet ............................................................................7

3.2 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Orang Indonesia Menganut Budaya Jam
Karet ..................................................................................................................8
3.3 Dampak Negatif dari Budaya Jam Karet Pejabat Publik dan Pelaku Bisnis di
Indonesia ...........................................................................................................9
3.4 Cara Yang Dapat Dilakukan Untuk Meminimalisir Budaya Jam Karet Pejabat
Publik dan Pelaku Bisnis di Indonesia ...........................................................10
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................12
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................12
4.2 Saran .................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebanyakan budaya Timur terlebih Indonesia adalah penganut budaya
polikronik dimana penganut budaya polikronik memandang waktu sebagai suatu
perputaran yang kembali dan kembali lagi juga memandang waktu sebagai sesuatu
yang tidak terinterupsi, tanpa perubahan yang penting, jadi tidak terobsesi dengan
jadwal waktu dan tidak memilah-milahnya secara ketat.
Bagi penganut budaya polikronik keterlambatan dianggap sebagai hal yang
biasa, mereka cenderung suka mengulur waktu. Dalam istilah sehari-hari, ciri
budaya demikian disebut kebiasaan jam karet. Jam karet adalah suatu istilah yang
akrab di telinga orang Indonesia. Jam karet merupakan istilah yang merujuk kepada
konsep "elastisitas" waktu, di mana sebuah waktu yang telah ditentukan bukan
merupakan sesuatu yang pasti, melainkan sesuatu yang dapat dapat diundur
(dianalogikan dengan direnggangkan seperti karet) sehingga lebih bersifat sebagai
penanda suatu jangka masa yang berkisar pada waktu tersebut. Suatu kebiasaan jika
dilakukan terus menerus tentunya akan “membudaya” kepada diri seseorang atau
kelompok
Sudah menjadi rahasia umum kalau di Indonesia marak akan budaya jam
karet ini. Bisa dibilang hampir seluruh aspek di kehidupan kita ngaret mulai dari
lalu lintas, pendidikan, teknologi dan lain lain. Jam karet adalah suatu istilah yang
akrab di telinga orang Indonesia. Jam karet merupakan istilah yang merujuk kepada
konsep "elastisitas" waktu, di mana sebuah waktu yang telah ditentukan bukan
merupakan sesuatu yang pasti, melainkan sesuatu yang dapat dapat diundur
(dianalogikan dengan direnggangkan seperti karet) sehingga lebih bersifat sebagai
penanda suatu jangka masa yang berkisar pada waktu tersebut.jam karet seperti
sudah menjadi budaya di Indonesia. Janjian rapat, arisan, kerja kelompok, dan
pertemuan-pertemuan lainnya tidak lengkap rasanya jika tidak ada oknum-oknum
yang melakukan jam karet ini.
Telat bisa dikatakan terlambat, kata telat sendiri merujuk ke arah
ketidaksengajaan berbeda dengan ngaret yang lebih condong ke kesengajaan dalam
diri kita sehingga ngaret itu justru yang menyebabkan terlambat dan tidak

1
sebaliknya. Ngaret adalah istilah bagi ketidaktepatan waktu, atau dengan kata lain
terlambat karena mengulur-ulur waktu atau malas. Jam adalah penunjuk waktu,
sangat tegas dan nyata namun kalau waktu bisa difleksibelkan, molor sebagaimana
karet, itulah dinamakan jam karet atau ngaret.
Awalnya memang ‘ngaret” adalah masalah yang kecil dan dianggap biasa
karena banyak orang di Indonesia yang melakukannya, akan tetapi jika hal ini
dibiarkan terus terusan juga akan merugikan diri sendiri dan membuat citra buruk
bagi negara kita tentunya apagi jika budaya ngaret itu dilakukan oleh pejabat publik
dan pelaku bisnis, efek negatif itu meliputi mulai dari tidak efektifnya waktu yang
tersedia karena sudah terpotong akibat keterlambatan tadi, tidak jarang juga pihak
yang menunggu meningkat tingkat emosinya, dan alhasil bagi orang yang
terlambat tadi pun akan terkena marah atau bahkan surat peringatan bagi yang
sedang bekerja di suatu tempat. Semuanya akan dianggap wajar tentunya jika hanya
terjadi kadang kala, akan tetapi kebiasaan dari negara agraris ini adalah selalu
terlambat dalam hal apapun dan kapanpun. Bagaimana dengan kompak masyarakat
di Indonesia menganggap wajar kebiasaan “ngaret” yang jelas jelas akan merusak
mental dan sikap mereka menjadi pribadi yang malas dan tidak menghargai waktu

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka pokok masalah yang penulis
ajukan adalah : Bagaimana dampak negatif kebiasaan jam karet yang dilakukan
oleh pelaku bisnis dan pejabat publik ?
Adapun pertanyaan – pertanyaan untuk menunjang pokok masalah tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan budaya jam karet ?


2. Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan orang Indonesia menganut
budaya jam karet ?
3. Bagaimana dampak negatif dari budaya jam karet yang pejabat publik dan
pelaku bisnis di Indonesia ?
4. Cara apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir budaya jam pejabat
publik dan pelaku bisnis di Indonesia ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Kegunaan Penulisan

1.4.1.Kegunaan Teoritis
Kegunaan makalah ini secara teoritis adalah untuk mengembangkan kajian
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum, khususnya Komunikasi Lintas Budaya
mengenai konsep waktu monokronik dan polikronik menurut Edward T Hall yang
diterapkan kedalam fenomena budaya mengulur waktu (jam karet) yang dilakukan
oleh pejabat publik dan pelak bisnis di Indonesia.

1.4.2.Kegunaan Praktis
Adapun bagi kegunaan praktis, diharapkan makalah ini dapat menjadi:

a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis dalam bidang komunikasi, juga sebagai aplikasi Ilmu komunikasi secara
umum dan komunikasi lintas budaya secara khususnya.
b. Bagi Universitas
Penulisan makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer
Indonesia secara umum sebagai literatur dan perolehan informasi tentang/
konsep waktu monokronik dan polikronik menurut Edward T Hall untuk
penulisan dengan kajian yang sejenis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Konsep Waktu Menurut Edward T Hall

Edward T. Hall menjelaskan pengertian konsep waktu yang dimaksud oleh


Edward T. Hall dalam model Mandala sebagai berikut:
Waktu biologis (biological time), adalah waktu alami yang pada saat ini
ditunjukkan oleh weker atau jam, yang secara alami identik dengan irama alam seperti
usia alam semesta, peredaran planet, usia manusia, pergantian musim, dll. Dengan
demikian, waktu biologis merupakan waktu yang sejalan dengan siklus kehidupan.
1. Waktu pribadi (personal time), adalah waktu yang mengisyaratkan pengalaman
setiap or- ang yang bergantung pada situasi, konteks, aktivitas, serta keadaan
fisiologis dan emosi orang tersebut.
2. Waktu fisik (physical time), adalah konsep waktualami yang diramalkan atau
diukur untuk tujuan-tujuan pragmatis dan ilmiah, seperti meramalkan waktu
jatuhnya 1 Ramadhan sebagai awal puasa atau juga 1 Syawal yang menjadi hari
Raya Iedul Fitri. Waktu kapan terjadinya musim hujan atau musim kemarau, dll.
3. Waktu metafisik (metaphisical time), adalah sejenis waktu pribadi, akan tetapi
lebih subjektif lagi dan sulit dijelaskan secara konsep, karena lebih menuju pada
hal-hal yang ghaib seperti ketika seseorang yang katanya bertemu dengan jin,
berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal, dsb.
4. Waktu mikro (micro time), adalah waktu yang dipengaruhi atau terikat oleh
budaya primer, yang aturan-aturannya hampir seluruhnya di luar kesadaran.
Konsep waktu monokronik (M) dan konsep waktu polikronik (P) merupakan dua
pola waktu yang ada pada waktu mikro ini.
5. Waktu sinkron (sync time), adalah waktu mensinkronisasikan dengan berbagai
situasi dan kondisi, emosi, dan sebagainya. Contohnya adalah bagaimana
waktu atau jadwal kegiatan dan waktu tidur ibu yang baru melahirkan dengan bayi
yang dilahirkannya.
6. Waktu sakral (sacred time), adalah waktu atau saat yang bersifat imajiner dan
sakral, seperti malam lailatul qadar, Iedul Adha, dsb.
7. Waktu profan (profan time), adalah waktu yang secara ekplisit dibicarakan

4
dan dirumuskan. Waktu profan ditandai dengan jam, hari, minggu, bulan, tahun,
dekade, abad, dan milenimum. Pada sistem waktu profan dan sakral akan saling
melengkapi. Orang Islam akan segera menguburkan jenazah, dan tidak mungkin
menunda sampai berhari-hari seperti halnya orang Kristen.
8. Waktu meta (meta time), adalah definisi, konsep, model, atau teori tentang
waktu dan sifat-sifatnya seperti yang dikemukakan dan ditulis oleh filosof,
agamawan, ahli komunikasi, dll. Oleh karena itu, waktu meta bukan waktu yang
sebenarnya, melainan waktu yang diabstrasikan dari berbagai peristiwa waktu.
Selanjutnya Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua, yaitu:
pertama, waktu monokronik (M) yaitu mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus
dari masa silam ke masa depan dan memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan
bisa dipilah-pilah, dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau
bahkan dibunuh, sehingga waktu tidak pernah kembali. Konsep waktu M ini dianut
oleh budaya-budaya barat (Eropa Barat, Skandinavia, dan Amerika Utara).
Para penganut konsep waktu ini menekankan pada penjadwalan dan
kesegeraan waktu. Penganut waktu M cenderung lebih menghargai waktu, tepat
waktu, serta menepati jadwal waktu secara ketat. Lihatlah bagaimana orang Jepang
yang selalu berjalan dengan cepat. Kita dapat melihat bagaimana supir bus di
Australia yang akan tetap berangkat sesuai dengan jadwal keberangkatan
sekalipun penumpangnya hanya dua orang, satu orang, bahkan tidak ada
penumpang sekalipun.
Konsep “efisiensi waktu” menjadi ciri khas dari penganut konsep waktu M
ini. Bagi mereka, waktu adalah uang (time is money). Oleh karena itu, penganut
konsep waktu M ini akan berusaha untuk memperoleh penghasilan yang
sebanyak- banyaknya dengan menghabiskan waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kedua, waktu polikronik (P) yaitu memandang waktu sebagai suatu
putaran yang kembali dan kembali lagi. Menurut penganut waktu P, waktu dapat
didaur ulang. Konsep waktu P ini dianut oleh budaya-budaya Timur, budaya Arab,
dan budaya-budaya yang tradisional lainnya seperti Indian Amerika, dan
budaya Afrika. Bagi penganut waktu P, waktu tidak menjadi kaku seperti yang
dipersepsi oleh budaya waktu monokronik yang harus dipenggal-penggal.
Sebagai waktu yang dapat didaur ulang dan merupakan putaran, maka

5
penganut polikronik akan menganggap bahwa waktu itu akan kembali. Inilah yang
menjadikan penganut waktu polikronik tidak menghargai waktu. Bagi mereka,
ketika sesuatu kesempatan terlewatkan, maka mereka tenang-tenang saja “toh
kesempatan itu akan datang lagi di kemudian hari,” demikian falsafatnya orang
polikronik.
Di samping melalaikan waktu, maka salah satu ciri lainnya dari penganut waktu
polikronik adalah tidak adanya rencana kegiatan yang terjadwal secara ketat.
Penganut polikronik seringkali punya anggapan “bagaimana nanti” dan bukannya
“nanti bagaimana?” Ini memperlihatkan bahwa kegiatan yang dilakukan itu bak air
mengalir yang mengikuti aliran sungai, dan tidak memerlukan batasan yang ketat,
toh masih ada hari esok.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ciri dari konsep waktu monokronik dan
konsep waktu polikronik adalah sebagai berikut :
a). Waktu Monokronik
1. Menganggap waktu berjalan lurus (linier)
2. Waktu menjadi tidak bisa kembali
3. Menghargai waktu,dan menepati waktu
4. Lebih mementingkan pekerjaan/tugas (berorientasi tindakan).
5. Pengambilan keputusan yang cepat
b). Waktu Polikronik
1. Mengangap waktu berjalan berputar
2. Masih ada hari esok (waktu dapat kembali)
3. Tidak menghargai waktu, dan longgar dengan waktu.
4. Lebih mementingkan hubungan.
5. Pengambilan keputusan sangat lama (hrs melewati proses yang panjang).

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Budaya Jam Karet

Kebanyakan budaya Timur terlebih Indonesia adalah penganut budaya


polikronik dimana penganut budaya polikronik memandang waktu sebagai suatu
perputaran yang kembali dan kembali lagi juga memandang waktu sebagai sesuatu
yang tidak terinterupsi, tanpa perubahan yang penting, jadi tidak terobsesi dengan jadwal
waktu dan tidak memilah-milahnya secara ketat. Mereka cenderung mementingkan
kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri,
menekankan keterlibatan orang-orang dan penyelesaian transaksi ketimbang
menepati jadwal waktu. Oleh karena itu, penganut waktu P cenderung lebih santai,
dapat menjadwalkan waktu berdasarkan beberapa tujuan sekaligus.
Bagi penganut budaya polikronik keterlambatan dianggap sebagai hal yang
biasa, mereka cenderung suka mengulur waktu. Dalam istilah sehari-hari, ciri
budaya demikian disebut kebiasaan jam karet. Jam karet adalah suatu istilah yang
akrab di telinga orang Indonesia. Jam karet merupakan istilah yang merujuk kepada
konsep "elastisitas" waktu, di mana sebuah waktu yang telah ditentukan bukan
merupakan sesuatu yang pasti, melainkan sesuatu yang dapat dapat diundur
(dianalogikan dengan direnggangkan seperti karet) sehingga lebih bersifat sebagai
penanda suatu jangka masa yang berkisar pada waktu tersebut. Suatu kebiasaan
jika dilakukan terus menerus tentunya akan “membudaya” kepada diri seseorang
atau kelompok. Budaya jam karet memang bukanlah hal baru di Indonesia, seakan
sudah mengakar dan menjadi culture atau budaya yang sudah sangat dekat sekali
dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Pada kebanyakan kasus, jam karet
lebih banyak berkaitan dengan penguluran waktu beberapa saat lamanya di luar
waktu yang telah ditetapkan, bisa dikatakan banyak dari orang Indonesia adalah
‘pengguna’ jam karet termasuk juga para pejabat publik dan pelaku bsnis di
Indonesia.

7
3.2 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Orang Indonesia Menganut Budaya
Jam Karet
Entah darimana asalnya budaya jam karet menjadi salah satu budaya
Indonesia. Ada beberapa faktor yang mungkin menjadi pendukung terjadinya
budaya ini di Indonesia.
1. Pertama, mungkin karena keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis dengan
tanah yang subur dan kekayaan alam yang melimpah menjadikan bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang pemalas, yang dengan mudah mendapatkan apa
yang diinginkan (teringat lagu koes plus ” orang bilang tanah kita tanah
surga..tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”dan seterusnya). Sehingga sikap
santai, tenang, dan tentram menjadi tabiat bangsa ini yang kemudian melahirkan
kebiasaan jam karet.
2. Orang-orang suka menunda. Suka menunda adalah penyebab utama dari jam
karet ini. Tidak bias dipungkiri lagi banyak sekali orang yang sering menunda
dalam melakukan sesuatu
3. Orang-orang menganggap bahwa jam karet sudah menjadi budaya. Banyak
orang yang beranggapan bahwa “buat apa datang tepat waktu, toh akhirnya acara
juga pasti akan molor kok”. Kira-kira seperti itulah persepsi sebagian orang,
mereka malas untuk datang tepat waktu (datang cepat) karena mereka meyakini
bahwa biasanya acara akan jadi molor).
4. Kebiasaan memaklumi keadaan. Di Indonesia bukanlah hal yang tabuh untuk
memaklumi sesuatu, misalnya seseorang yang datang terlambat kekantor, atu
seseorang yang terlambat dalam melakukan janji. Akan selalu ada alasan untuk
kita bias memaklumi. Pemakluman yang terlalu sering akan mengakibatkan kita
kurang tegas dan kalau kita kurang tegas maka disiplin pun akan susah untuk
diterapkan.
5. Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti disiplin.
Dengan merembaknya budaya ngaret dan telat sudah menjadi cerminan
buruknya tingkat kedisiplinan menghargai waktu para warga di indonesiabahkan
bias dikatakan bahwa Indonesia merupakan Negara dengan budaya ngaret yang
sudah sangat mendarah daging karena menurut beberapa artikel di Negara lain
justru sangat menjunjung tinggi kedisiplinan dan ketepatan waktu. Kedisiplinan

8
memang harus dibudayakan bukan malah ngaret atau telat yang justru
dilestarikan.
6. Kurangnya kesadaran menghargai waktu. Sudah kita ketahui bahwa banyak
orang sukses di dunia dikarenakan mereka memanfaatkan waktu dengan baik.
Bagi sebagian orang, memanfaatkan waktu adalah hal yang sangat penting untuk
diterapkan, namun dalam kenyataan lebih banyak orang yang tidak bias
menghargai waktu dengan baik.
7. Mementingkan kepentingan diri sendiri. Jika ditinjau dari sudut etika, seseorang
yang melakukan jam karet adalah orang yang mementingkan kepentingan
sendiri. Ada benturan kepentingan yang terjadi antara kepentingan pribadinya
dan kepentingan umum. Orang yang berprilaku jam karet merasa harus
menyelesaikan urusannya dahulu sampai tuntas baru memikirkan urusan lainnya
yang bersifat umum.

3.3 Dampak Negatif dari Budaya Jam Karet Pejabat Publik dan Pelaku Bisnis
di Indonesia
Jam karet tidak bisa dipungkiri memiliki dampak yang signifikan dalam
kehidupan kita. Jadwal-jadwal acara yang menjadi molor pelaksanaanya
mempengaruhi jadwal pelaksanaan kegiatan-kegiatan berikutnya. Seseorang yang
terlambat bangun pagi akan berdampak pada terlambat mandi, sarapan, berangkat
sekolah dan seterusnya yang akan mengakibatkan hari itu menjadi suatu hari yang
kurang sukses bagi dirinya. Kebiasaan jam karet memberikan dampak negatif yang
lebih besar lagi jika dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan penting
dalam masyarakat atau top management dalam suatu perusahaan.
Meskipun pada dasarnya semua orang harus waspada terhadap perilaku jam
karet, pejabat publik dan pelaku bisnis merupakan orang-orang yang harus memiliki
kewaspadaan yang lebih terhadap perilaku ini. Sebagai orang yang memiliki suatu
tanggung jawab kepada publik atas pelayanan publik yang diberikan instansinya,
pejabat publik, aparat pemerintahan atau yang sejenisnya seharusnya benar-benar
menjaga tingkah lakunya dari kebiasaan jam karet. Apa jadinya jika polisi lalu lintas
terlambat datang ke suatu titik kemacetan untuk segera mengatur lalu lalang
kendaraan yang melewati titik tersebut? Apa jadinya pula jika pemadam kebakaran

9
datang terlambat sehingga rumah-rumah sudah duluan hangus terbakar? lalu apa
jadinya jika PNS sering terlambat mengikuti apel pagi ?
Begitu juga yang terjadi kepada para pelaku bisnis. Bussinessman kita yang
bermitra dengan pebisnis dari mancanegara terutama Jepang dan Eropa pasti sudah
paham mengenai arti pentingnya tepat waktu. Pebisnis yang berasal dari luar negeri
sering mengeluhkan budaya orang Indonesia yang jam karet baik itu di saat
meeting, maupun pada saat pengiriman order barang pesanan ke luar negeri.
Pengiriman pesanan baju musim dingin yang terlambat sehingga tiba di negara
tujuan ketika menjelang musim semi menjadi salah satu contoh jam karet yang
dilakukan pebisnis kita. Mereka yang merasa dirugikan akhirnya membatalkan
kontraknya yang mengakibatkan kerugian di pihak pebisnis dalam negeri.
Mungkin kita merasa tidak mengapa seorang pejabat publik atau pebisnis yang
sedang tidak dalam kondisi ekstrim melakukan jam karet. Tapi menurut saya,
tetaplah sikap tidak komitmen terhadap waktu merupakan sikap yang tidak
terpuji,dan merupakan pelanggaran etika yang pastinya akan menghasilkan dampak
walau sekecil apapun. Perilaku jam karet merupakan salah satu bentuk sikap sepele
yang mengajarkan untuk tidak jujur, tidak disiplin, dan korupsi waktu yang pada
gilirannya nanti akan menjelma menjadi budaya korupsi kelas kakap yang
membahayakan bangsa dan negara. Bahkan disinyalir budaya jam karet ini
merupakan salah satu budaya yang menghambat kemajuan bangsa dan negara.

3.4 Cara yang Harus Dilakukan Untuk Meminimalisir Budaya Jam Karet
Pejabat Publik dan Pelaku Bisnis
Jam karet sepertinya sudah menjadi kebiasaan buruk yang mengakar di
masyarakat Indonesia. Tetapi kita tidak boleh pesimis untuk melenyapkannya dari
watak bangsa ini.Melihat kebiasaan jam karet yang tidak indah seperti di atas,
tampaknya perlu dicarikan solusinya sehingga kebiasaan buruk ini dapat
diminimalisasi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan:
Pertama, adanya contoh dari pimpinan. Tak ada yang meragukan, pimpinan
yang datang tepat waktu akan banyak pengaruhnya terhadap penampilan
bawahannya. Teori pertama, peneladanan. Pimpinan yang baik, yang bekerja keras
dan simbol dari keberhasilan, kemungkinan akan memacu bawahannya untuk

10
meniru gaya bekerjanya. Anak buah dari pimpinan yang demikian akan sukarela
datang tepat waktu. Teori kedua, kerikuhan atau keseganan. Kalaupun bukan karena
meneladani, pimpinan yang datang tepat waktu akan membuat anak buah tidak enak
hati bila mereka berlambat-lambat. Sayangnya, sangat sedikit pimpinan yang mau
datang tepat waktu, terlebih bila datang sebelum karyawan/bawahannya datang.
Kedua, menekankan pentingnya pelayanan. Kepada para pegawai sebaiknya
ditekankan pentingnya pelayanan terhadap orang lain atau pengguna jasa. Mereka
harus meletakkan dan mematok ukuran keberhasilan pekerjaan dari sejauhmana
mereka mampu memberi pelayanan terhadap pengguna jasa. Salah satu syarat yang
patut dipenuhi untuk memberikan pelayanan terbaik adalah datang tepat waktu.
Dengan datang sesuai jadwal dan rencana, seorang pegawai akan siap ketika orang
membutuhkan servisnya.
Ketiga, memberikan imbalan yang cukup. Sudah sepatutnya bila pegawai
yang dipromosikan atau digaji lebih besar dikarenakan kualitas pekerjaannya yang
baik, di antaranya diukur dari disiplin waktu. Orang yang suka tepat waktu dan
kualitas pekerjaannya baik, tentu berhak mendapatkan gaji ataupun promosi yang
lebih tinggi.
Keempat, adanya kontrol dari lembaga maupun konsumen. Bisa jadi
seseorang merasa telah memberi pelayanan yang terbaik untuk para pengguna
jasanya. Tapi kalau benar-benar ingin memberikan pelayanan yang prima
(excellent), hendaknya ia membuka diri untuk mendapat umpan balik, kritik, saran
dan usulan dari orang-orang di lembaganya maupun konsumen atau pengguna
jasanya.
Demikian empat solusi terhadap perkara jam karet yang memang sering
menjengkelkan kita. Diharapkan hal itu bisa memberikan manfaat bagi kehidupan
kita dalam berbisnis, berkerja, bermasyarakat dan bernegara.Harapan pasti masih
ada. Walaupun mungkin kita tidak bisa mengubah secara revolusioner, tahapan-
tahapan ke arah perbaikan mesti dilaksanakan. Setidaknya generasi penerus kita
tidak lagi mengikuti teladan buruk pendahulunya berupa kebiasaan jam karet.

11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua, yaitu: pertama, waktu
monokronik (M) yaitu mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus dari masa silam ke
masa depan dan memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-
pilah, dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau bahkan dibunuh,
sehingga waktu tidak pernah kembali dan waktu polikronik yaitu memandang
waktu sebagai suatu putaran yang kembali dan kembali lagi. Menurut penganut waktu
P, waktu dapat didaur ulang..Indonesia termasuk kedalam negara yang menganut
waktu polikronik, jadi bagi orang indonesia keterlambatan dianggap sebagai hal
yang biasa, mereka cenderung suka mengulur waktu. Dalam istilah sehari-hari, ciri
budaya demikian disebut kebiasaan jam karet.
Pada kebanyakan kasus, jam karet lebih banyak berkaitan dengan penguluran
waktu beberapa saat lamanya di luar waktu yang telah ditetapkan, bisa dikatakan
banyak dari orang Indonesia adalah ‘pengguna’ jam karet termasuk juga para
pejabat publik dan pelaku bisnis di Indonesia. Budaya jam karet yang dianut oleh
pejabat publik dan pelaku bisnis di Indonesia ini memberikan dampak negatif
karena perilaku jam karet merupakan salah satu bentuk sikap yang mengajarkan
untuk tidak jujur, tidak disiplin, dan korupsi waktu yang pada gilirannya nanti akan
menjelma menjadi budaya korupsi kelas kakap yang membahayakan bangsa dan
negara. Bahkan disinyalir budaya jam karet ini merupakan salah satu budaya yang
menghambat kemajuan bangsa dan negara.

4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk itu, penulis membuka diri terhadap kritik maupun saran yang sifatnya
membangun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Deddy., Jalaluddin Rakhmat. 2003. Komunikasi Antar Budaya.


Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Djamaludin Ancok. (2010). “Jam Karet: Sekelumit visi Psikologi” diunduh dari
(http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/jam-karet-sekelumit-visi-psikologi/), pada
tanggal 19 Juli 2017

Anda mungkin juga menyukai