Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN “POST SECTIO CAESARIA” DI RUANG ICU

RSUD SOEWONDO KENDAL

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD DARONI ALI
G3A017080

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CAESARIA

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1. Post Partum
Post partum atau masa nifas (puerpurium) adalah masa setelah placenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat organ reproduksi kembali seperti keadaan
sebelum hamil (Saleha,2009).
Post Partum adalah masa 6 minggu sejak janin lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil ( Bobak, 2005).
Post Partum ( puerpurium) adalah masa yang dimulai setetelah partus
selesai dan berakhir kira-kira setelah enam minggu, tetapi seluruh organ genitalia
baru pulih kembali seperti sebelum hamil dalam waktu tiga bulan (
Winkjosastro,2006).
Post Partum (masa nifas) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil ( Doengoes,2009).
2. Sectio Caesaria
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluakan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro,2005).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah alternative dari kelahiran vagina bila keamanan ibu
dan janin terganggu ( Doengoes, 2009)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio
caesarea adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan
cara insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai
organ-organ reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.
B. JENIS - JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
 Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
 Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen
bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)

C. ETIOLOGI
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus Lama
e. Partus Tak Maju
f. Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi janin
a. Kelainan Letak
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin Mati
b. Syok, anemia berat sebelum diatasi
c. Kelainan congenital Berat
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2009), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

E. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -
saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

F. PATHWAY

G. KOMPLIKASI
1) Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2) Perdarahan, disebabkan karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria keefektifannaya masih
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2. Kateterisasi
3. Pengaturan Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan secara bertahap
dari minum air putih sedikit tapi sering. Makanan yanf diberikan berupa bubur
saring, selanjutnya bubur, nasi tim dan makanan biasa.
4. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
d. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
e. tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
f. sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
g. Pembalutan luka ( Wound Dressing / wound care)
h. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri),
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.

f. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)


1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
g. Pemeriksaan Fisik (Persistem)
1) Sisrem Reproduksi
 Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
 Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
 Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/ tidak
 Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
 Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam pemberian ASI /
menyusui, kemampuan bayi menghisap
2) System Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC
3) System Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
4) System Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau
5) System Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi dini,
kaji Howman sign.
6) Sietem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan
7) System Panca Indra
Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.
8) Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD).
9) Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir
Penilaiian APGAR SCORE

h. Pemeriksaan Penujang
1) Pemeriksaan darah lengkap
2) Urinalisis : menetukan kadar albumin dan glukosa
3) Kultur urine : mengidentifikasi adanya virus Herpes
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi dan adanya insisi pembedahan dan
nyeri

K. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)

1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara


berhubungan keperawatan selama 3 x komprehensif tentang nyeri
dengan pelepasan 24 jam diharapkan nyeri meliputi lokasi, karakteristik,
mediator nyeri klien berkurang / durasi, frekuensi, kualitas,
(histamin, terkontrol dengan kriteria intensitas nyeri dan faktor
prostaglandin) hasil : presipitasi.
akibat trauma  Klien melaporkan 2. Observasi respon nonverbal dari
jaringan dalam nyeri berkurang / ketidaknyamanan (misalnya wajah
pembedahan terkontrol meringis) terutama
(section caesarea)  Wajah tidak tampak ketidakmampuan untuk
meringis berkomunikasi secara efektif.
 Klien tampak rileks, 3. Kaji efek pengalaman nyeri
dapat berisitirahat, terhadap kualitas hidup (ex:
dan beraktivitas beraktivitas, tidur, istirahat, rileks,
sesuai kemampuan kognisi, perasaan, dan hubungan
sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik
nonanalgetik (relaksasi progresif,
latihan napas dalam, imajinasi,
sentuhan terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan
yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan
kontrol analgetik, jika perlu.
2 Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor
terhadap infeksi keperawatan selama 3 x risiko yang ada sebelumnya. Catat
berhubungan 24 jam diharapkan klien waktu pecah ketuban.
dengan trauma tidak mengalami infeksi 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor,
jaringan / luka dengan kriteria hasil : rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
bekas operasi (SC)  Tidak terjadi tanda - 3. Lakukan perawatan luka dengan
tanda infeksi (kalor, teknik aseptik
rubor, dolor, tumor, 4. Inspeksi balutan abdominal
fungsio laesea) terhadap eksudat / rembesan.
 Suhu dan nadi Lepaskan balutan sesuai indikasi
dalam batas normal 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk
( suhu = 36,5 -37,50 mencuci tangan sebelum / sesudah
C, frekuensi nadi = menyentuh luka
60 - 100x/ menit) 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan
 WBC dalam batas pemeriksaan laboratorium jumlah
normal (4,10-10,9 WBC / sel darah putih
10^3 / uL) 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb
dan Ht. Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik
sesuai indikasi
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap
berhubungan keperawatan selama 1 x kejadian dan ketersediaan sistem
dengan kurangnya 6 jam diharapkan pendukung
informasi tentang ansietas klien berkurang 2. Tetap bersama klien, bersikap
prosedur dengan kriteria hasil : tenang dan menunjukkan rasa
pembedahan,  Klien terlihat lebih empati
penyembuhan, dan tenang dan tidak 3. Observasi respon nonverbal klien
perawatan post gelisah (misalnya: gelisah) berkaitan
operasi  Klien dengan ansietas yang dirasakan
mengungkapkan 4. Dukung dan arahkan kembali
bahwa ansietasnya mekanisme koping
berkurang 5. Berikan informasi yang benar
mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post
operasi
6. Diskusikan pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang
dialami klien secara verbal
4. Intoleransi Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon pasien terhadap
aktivitas b/d keperawatan selama 3 x aktivitas.
tindakan anestesi 24 jam diharapkan 2. Catat tipe anestesi yang di berikan
dan adanya insisi intoleransi aktifitas klien pada saat intra partus pada waktu
pembedahan dan berkurang dengan klien sadar
nyeri kriteria hasil : 3. Anjurkan klien untuk istirahat
 Berpartisipasi dalam 4. Bantu dalam pemenuhan aktivitas
aktivitas fisik tanpa sesuai kebutuhan
disertai peningkatan 5. Tingkatkan aktivitas secara
tekanan darah, nadi bertahap
dan RR
 Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri
 Keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2004. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC

Manuaba, I.B. 2004. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 8. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai