2. Klasifikasi
Rumus :
(140 – umur) x BB
72 x Kreatinin plasma (mg/dl)
1|Page
3. Etiologi
2|Page
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Price & Wilson (2006) pemeriksaan penunjang untuk gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
a. Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen : menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena : menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.
d. USG : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram : menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung : mencari adanya kardiomegali, efusi
perikarditis.
g. Pemeriksaan Radiologi Tulang : mencari osteodistrofi (terutama pada falangks
/jari) kalsifikasi metatastik.
h. Pemeriksaan Radiologi Paru : mencari uremik lung yang disebabkan karena
bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde : dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi
yang reversible.
j. EKG : untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi Ginjal : dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
3|Page
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal :
1) Laju endap darah
2) Urinaria
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
b) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkanoleh pus /
nanah,bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat,sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanyadarah,miglobin, dan porfirin.
c) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkankerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
a) Ureum:
b) Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
m. Urine
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak
keluar (anuria)
2) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,
lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan
menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
3) Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan
kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1
5) Klirens keratin : Mungkin agak menurun
6) Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
7) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
n. Darah
1) BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar
kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
4|Page
2) Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya
kurang ari 78 g/dL
3) SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada
azotemia.
4) GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia
atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
5) Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas
normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir,
perubahan
7) EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
8) Magnesium/Fosfat : Meningkat
9) Kalsium : Menurun
10) Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino
esensial.
11) Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urine.
6. Penatalaksaan
5|Page
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari
6|Page
mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi
tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
> 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
7|Page
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
7. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2010) &Udjianti
(2010) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
8|Page
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
9|Page
3) Antropometri : penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karenakekurangannutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
4) Kepala : rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau
ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok : peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid
pada leher.
6) Dada : dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung.
7) Abdomen : terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital : kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas : kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit : turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
10 | P a g e
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
3. Rencana Keperawatan
11 | P a g e
dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan
pasien untuk menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet, keterbatasan
cairan dan obat-obatan untuk
mengatur cairan dan elektrolit
pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi Nutritional Status Nutritional Management
kurang dari Nafsu makan 1. Monitor adanya mual dan muntah
kebutuhan tubuh meningkat 2. Monitor adanya kehilangan berat
b.d anoreksia Tidak terjadi badan dan perubahan status nutrisi.
mual muntah. penurunan BB 3. Monitor albumin, total protein,
Masukan nutrisi hemoglobin, dan hematocrit level
adekuat yang menindikasikan status nutrisi dan
makan selanjutnya.
12 | P a g e
mengeluarkan suara tambahan
sputum, mampu Oxygen Therapy
bernafas dengan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
mudah, tidak ada crakles
pursed lips) 2. Ajarkan pasien nafas dalam
Tanda tanda vital 3. Atur posisi senyaman mungkin
dalam rentang 4. Batasi untuk beraktivitas
normal 5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi Circulation Status Circulatory Care
jaringan Membran mukosa 1. Lakukan penilaian secara
berhubungan merah muda komprehensif fungsi sirkulasi periper.
dengan Conjunctiva tidak (cek nadi priper,oedema, kapiler refil,
penurunan suplai anemis temperatur ekstremitas).
O2 dan nutrisi ke Akral hangat 2. Kaji nyeri
jaringan TTV dalam batas 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota
sekunder. normal. badan
13 | P a g e
Sirkulasi status mengidentifikasi kekurangan dalam
baik. beraktivitas.
5. Bantu klien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan.
6. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam merencakan
program terapi yang tepat.
6 Resiko Circulation Status Nursing intervensi classification (NIC)
Kerusakan Temperatur Skin surveilance :
intregritas kulit jaringan dalam 1. Monitor adanya tanda – tanda
berhubungan rentang normal. kerusakan integritas kulit.
dengan efek Elastisitas dan 2. Monitor warna kulit.
uremia dan kelembaban dalam 3. Monitor temperatur
neuropati perifer. rentang rentang 4. Catat adanya perubahan kulit dan
normaal. membran mukosa.
Pigmentasi dalam 5. Ganti posisi dengan sering.
rentang normal. 6. Anjurkan intake dengan kalori dan
protein yang adekuat
14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, et al. (2016). Nursing Interventions Classification. Alih Bahasa Intansari
& Roxsana Devi Tumanggor. Singapore : Elsevier.
Herman,T.H. (2015). “Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi”. Jakarta:EGC
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management . USA : Oxford University Press.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
15 | P a g e