Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ahmad Fiqih Ahsani Zaim

NIM : D31210103

Urgensi Pancasila dalam Era


Moderenisasi
Bumi Pancasila itulah sebutan bagi negara Indonesia. Bisa kita
katakan sebagai bumi Pancasila disebabakan tidak ada satu pun jalan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang sah di Bumi Pertiwi Indonesia
kecuali sesuai dan sejalan dengan Pancasila.
Dijadikannya Pancasila sebagai landasan ideal bagi bangsa Indonesia
dan ditempatkannya teks Pancasila dalam pembukaan UUD 1945,
menimbulkan dampak besar dalam seluruh segi kehidupan bangsa
Indonesia. Tidak hanya berdampak yuridis, tapi juga filosofis dan sosiologis
bagi seluruh elemen bangsa Indonesia
Secara yuridis Pancasila menjiwai UUD 1945 yang merupakan
landasan konstusional bangsa Indonesia. Sebagai landasan konstutisional,
UUD 1945 haruslah semua bentuk peraturan hukum di bawahnya sejalan
dan seirama dengan apa yang diinginkan untuk dicapai oleh UUD 1945.
Dari sudut pandang yuridis hal ini bisa kita wujudkan dengan
sinkronisasi segala bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUD
agar maksud dan tujuan Pancasila dapat tercapai melalui bentuk penjabaran
norma-norma hukum.
Namun, sinkronisasi jiwa Pancasila yang dijabarkan dalam norma-
norma hukum itu masih menyimpan banyak persoalan tentang eksistensi
Pancasila dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia. Sebagai suatu norma
kita akui Pancasila haruslah menjadi pedoman bagi segala bentuk
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Bumi Pertiwi ini.
Tapi sebagai pandangan hidup adakah Pancasila masih menjadi satu
kesatuan jiwa dan cara berpikir bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu
membawa karakter individualistik dan liberal. Kita sebagai bangsa tidak lagi
mampu menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk menahan arus
globalisasi yang membawa dampak kehidupan yang sejatinya bertentangan
dengan Pancasila.
Persoalan-persoalan bangsa yang tak pernah kunjung selesai adalah
bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia. Karena semua
persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu
solusi saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa
Indonesia.Sebuah karakater yang mampu menghantarkan bangsa ini ke
depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu bernama pancasila.
Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai
ekspor kita meningkat, cadangan devisa bertambah, eksploitasi sumber daya
alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan.
Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan
Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh sebagai
pemegang tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais.
Perhatian kita tersita oleh persoalan-persoalan teknis yang sejatinya
bisa diselesaikan secara mudah asal kita sebagai bangsa punya pendirian.
Pancasila kini hanya dijadikan sebagai bacaan wajib dalam setiap upacara,
bacaan dan hapalan wajib dalam setiap jenjang pendidikan, tapi kita tidak
pernah mewajibkan menerapkan nilai-nilainya.
Masihkan kita belum menyadari mengapa dulu para founding father
kita menciptakan Pancasila. Sesungguhnya para founding father kita sadar
bahwa bangsa ini tidak akan pernah tenggelam dan terkucilkan dari bangsa
lain selama kita punya karakter sebagai identitas sebagai bangsa. Meski kita
hidup sebagai bangsa yang serbakekurangan. Sebab segala bentuk persoalan
teknis pasti dapat diselesaikan dengan bijak selagi kita berpegang teguh pada
nilai-nilai Pancasila.
Kini generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi Pancasila, kita
lebih tertarik dengan kehidupan gaya barat yang hedonis dan individualistik.
Kita tidak lagi memikirkan jiwa keadilan sosial dan kesejahteraan sosial
yang menjadi salah satu nilai Pancasila. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kini
telah menjadi kebiasaan jika kita tidak mau berkata itu telah menjadi
budaya. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu hal yang
biasa, karena kita tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan nilai-
nilai Pancasila.
Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup yang bernilai filosofis
dan sosiologis kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian generasi bangsa.
Penumbuhan kembali Pancasila sebagai pandangan hidup yang tersemayam
dalam jiwa manusia Indonesia adalah hal yang mendesak dan persoalan
utama kita sebagai bangsa Indonesia. Jika kita tidak ingin ia hanya bernilai
semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara. Yang
pada akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan pelopor
di tengah globalisasi yang terus mewarnai dunia.
Peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun yang jatuh
pada tanggal 17 Agustus 2010,yang bertepatan dengan pelaksanaan ibadah
puasa bagi umat muslim, terasa sekali hambarnya.Apakah hal ini hanya
kebetulan karena bertepatan dengan ibadah puasa yang sedang dilakukan
sehingga sebagian umat muslim membatasi kegiatannya termasuk dalam
rangka perayaan hari kemerdekaan ini atau karena hal lain yang lebih
mengkhawatirkan yaitu rasa nasionalisme yang mulai tergerus.
Untuk kedua asumsi diatas,biarlah hati kita masing masing yang
menjawabnya, namun di era informasi saat ini makna dari kemerdekaan itu
sendiri tidak hanya sebatas ceremonia atau uforia semata namun lebih dari
pada itu tepat lagi kalau arti dari kemerdekaan itu sendiri di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dimana masing masing diri
kita harus memiliki rasa kemerdekaan yang memerdekakan , baik
memerdekakan hati kita dari belenggu individualisme yang saat ini
menjangkiti hati masyarakat kebanyakan atau kemerdekaan yang kita isi
dengan cara memerdekakan orang lain di sekeliling kita yang secara sosial
dan tingkat kehidupan jauh dari pada merdeka.
Kadang kala kita sering menafikan atau melupakan bahwa kita ini
adalah makhluk sosial yang memiliki lingkungan dan komunitas sosial,
sehingga seharusnya setiap kegiatan atau laku hidup yang kita jalani di muka
bumi ini tidak terlepas dari interaksi positif baik dalam proses menerima
maupun proses memberi.
Kemerdekaan ini akan lebih bermakna saat kita bisa membuat
masyarakat miskin ikut merasakan kemerdekaan,merdeka dari rasa lapar,
merdeka dari rasa takut, merdeka dari kebodohan, merdeka dari
diskriminatif, merdeka dari pembodohan dan yang terpenting merdeka dari
penindasan oknum pejabat yang menggerogoti negri ini sehingga
menimbulkan dampak kemiskinan dan kesulitan ekonomi, yang berimbas
langsung kepada masyarakat bawah.

Anda mungkin juga menyukai