PENDAHULUAN
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan hidup yang
berakibat kan adanya tuntutan kesulitan atau ancaman terhadap bahaya kehidupan yang semakin
sulit terpecahkan. Sehingga seringkali di dapati seorang mengalami ketegangan psikologis. Itu
semua merupakan masalah yang relatif, tergantung dari tinggi rendahnya kedewasaan
kepribadian dan bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.
Stress adalah penekanan pada peristiwa – peristiwa dan situasi negatif yang di alami
individu yang dapat menimbulkan efek yang tidak teratur pada perilakunya ( Lahey & Ciminero ,
1998 )
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-
ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi
antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan
yang lain. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu
keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.
Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda walaupun
menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya disifatkan sebagai keadaan dari
diri individu pada suatu saat, misalnya orang merasa terharu melihat banyaknya warga
masyarakat yang tertimpa musibah kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)
Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress. Penyesuaian yang
berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut
mekanisme pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun
pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan
modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu
diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada
kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan
bagian dari kehidupan.
I.2. Rumusan Masalah
I.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga dan mengetahui gambaran tentang family
stress .
2. Tujuan Khusus
Stress adalah pengalaman subjektif yang dapat memiliki konsekuensi kesehatan negative.
Konsep modern stress meganggap bahwa manusia hidup di dunia yang memiliki ancaman (mis.
Terorisme) dan tantangan (mis, hidup di dunia) dan bahwa kebutuhan hidup sehari-hari yang
selalu berubahmemerlukan penyesuaian psikologis, perilaku, dan fisiologis yang konstan. Oleh
karena itu stress didefinisikan sebagai proses ketika stressor mengancam keselamatan dan
kesejahteraan organism. Mengalami stress adalah bagian dari kehidupan manusia. Stress dapat
menyebabkan atau disebabkan oleh penderitaan atau dapat menyertai kegembiraan.
(Corwin,2009).
Stres terjadi terjadi apabila individu dipaksa memberikan respon terhadap perubahan-
perubahan yang melemahkan individu sedemikian rupa sehingga dia harus memberikan respon
dengan lebih hebat lagi atau dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan kata lain, strees
adalah akibat samping penyesuaian diri untuk berubah. Perlu diketahui juga bahwa perubahan-
perubahan positif, seperti prestasi-prestasi pribadi yang hebat atau liburan juga membutuhkan
upaya penyesuaian diri yang hebat; dan dengan demikian stress (Holmes & Rage, 1967).Akan
tetapi, dalam kebanyakan kasus, stress itu disebabkan oleh perubahan-perubahan negative,
seperti kehilangan teman, dipecat dari pekerjaan, atau tidak lulus dalam ujian (IKAPI, 2006).
Sebelum respons terhadap stress dilakukan, terlebih dahulu individu harus menyadari
bahwa tidak lulus dalam ujian, atau saat seseorangsedang mengidap kanker, atau teman-teman
menghindar. Beberapa orang yang kelihatan menangani suatu masalah secara efektif dan tidak
memperlihatkan stress sedikitpun, mungkin tidak mengetahui bahwa ada suatu masalah
(IKAPI,2006). Kesehatan manusia berubah-ubah bergantung pada pemicu stress (stressor) yang
ada, kemampuan untuk mengatasi masalah (mekanisme koping).
Berbagai pendapat tentang manusia melahirkan konsep stress yang berbeda. Paham
mekanistik tentu saja melihat stress sekedar fenomena fisik belaka. Stress hanyalah gangguan
sistem saraf yang berakibat keluarnya keringat dingin, tangan menggenggam, wajah memerah,
dan lain-lain. Paham realistic memandang stress sebagai suatu fenomena jiwa yang terpisah
dengan jasmani atau tubuh manusia, atau hanya fenomena tubuh belaka tanpa ada hubungannya
dengan kejiwaan. Sedangkan paham idealis menganggap stress adalah murni fenomena jiwa
(Pedak, Mustamir).
Selye (1983) menjelaskan respon stress dapat secara signifikan terkait dengan patologik
fisik. Hal ini terjadi ketika individu sering berinteraksi dengan stressor dalam jangka waktu yang
lama dan tingkat stress tinggi. Situasi paradoksal meningkat ketika respon stress lambat laun
berkembang secara adaptif dalam waktu yang pendekdalam jangka waktu yang lama keadaan ini
menimbulkan berbagai penyakit. Stressor menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum
melalui beberapa tahap berikut:
Tahap ini merupakan tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor.Reaksi ini
mirip dengan fight or Flight reseptor (menghadapi atau lari dari stress).Tubuh tidak dapat
bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.
Koping merupakan suatu reaksi individu terhadap stressor. Suatu reaksi terhadap stressor
untuk menghapus, mengurangi, atau menggantikan status emosi yang diklasifikasikan sebagai
penuh stress (wong,2008). Lipowski membagi koping dalam 2 bentuk, yaitu coping style dan
coping strategy.Coping Style merupakan mekanisme adaptasi individu meliputi mekanisme
psikologis dan mekanisme kognitif dan presepsi, sifat dasar coping style adalah mengurangi
makna suatu konsep yang dianutnya.Misalnya penolakan atau pengingkaran yang bervariasi
yang tidak realistis atau berat (psikosis) hingga pada tingkatan yang sangat ringan saja terhadap
suatu keadaan.
Coping strategy merupakan koping yang digunakan individu secara sadar dan terarah
dalam mengatasi sakit atau stressor yang dihadapinya. Terbentuknya mekanisme koping bisa
diperoleh melalui proses belajar dalam pengertian yang luas dan relaksasi. Apabila individu
mempunyai mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi stressor, maka stressor tidak
akan menimbulkan stress yang berakibat kesakitan (distress), tetapi stressor justru menjadi
stimulant yang mendatangkan wellness dan prestasi.
b. Koping Positif
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (potensi diri)
Sumber Daya Psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stress yang disebabkan situasi dan lingkungan. Karakteristik
dibawah ini merupakan sumber daya psikologis yang penting.
a. Yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stress, sebagaimana teori dari Colley’s
looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
b. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal
control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan dan
nasib dari luar) sehingga seseorang akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining). Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat pasien
dengan melakukan tindakan untuk:
Membantu pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh dia dapat
mengontrol diri.
Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah
Membantu meningkatkan rasa percaya diri, akan mendapatkan hasil yang lebih
baik
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terhadap
dirinya.
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan control diri: keyakinan, agama.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi
stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang stress
(Kurniawati, 2007).
a. Mencari Informasi
Pria dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap
lebih bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan kesulitan mereka
dengan kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan emosi yang positif dan negatif
secara terbuka, dan menghabiskan waktu guna mengembangkan diri dan hobi. Disi lain pria
cenderung menggunakan strategi yang lebih menarik diri seperti menyimpan perasaannya,
mencoba menjaga orang lain mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan mengkonsumsi
alcohol lebih banyak.
Variasi kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih kaya
dan berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih banyak strategi koping
keluarga dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat merasakan
kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya, dan dalam kasusu
ini dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif.
3. Dampak Gangguan Kesehatan
Seperti yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung
pada situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya; semua berjalan
dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping tertentu yang bertahan lama dapat
secara khas diterapkan, seperti memelihara jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi dengan
semakin banyaknya kemalangan (baik stressor kesehatan maupun tipe stressor lainnya seperti
ekonomi, lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan semakin luas
susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.
Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu
penyelesaian lebih kurang 6 bulan. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami
keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan.
Menurut teori stress keluarga bahwa keluarga selalu berhadapan dengan stressor atau
kejadian yang menyebabkan stress dalam kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang
dapat diduga. Stressor yang tidak dapat diduga, misalnya salah satu anggota keluarga sakit,
terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK ), dan kematian, sedangkan stresor yang dapat diduga
seperti stresor yang ditemui dalam menjalankan peran sebagai orang tua, misalnya orang tua
dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat menyebabkan stres. Ibu yang punya peran ganda,
sebagai wanita yang bekerja dan seorang ibu. Terlebih lagi apabila ada anggota keluarga yang
sakit, sementara pada saat bersamaan ia dituntut untuk menjalankan peran penting di tempat
kerjanya. Konflik sering muncul apakah harus menunggu anak di rumah sakit atau bersama anak
yang lain di rumah ? Stres semacam ini sebenarnya dapat diantisipasi karena latar belakangnya
terjadi dengan sengaja dan dijalankan oleh keluarga untuk mencapai tujuan tertentu.
Apapun bentuknya penyebab stres tersebut apabila terjadi terus menerus, menumpuk, dan
melibatkan berbagai komponen dalam keluarga, pada akhirnya akan membuat keluarga tidak
mampu menghadapinya dengan konstruktif dan menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko
untuk terjadi perpecahan dan/atau dihadapkan pada masalah kesehatan fisik ataupun psikologis.
V.1. Teori Stres Keluarga
Teori stres keluarga menjelaskan bagaimana keluarga berekasi terhadap kejadian yang
penuh stres dan menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan adaptasi keluarga terhadap
peristiwa tersebut. Keluarga menghadapi stresor (peristiwa yang menyebabkan stres dan
mempengaruhi perubahan dalam sistem sosial keluarga), termasuk hal-hal yang dapat
diperkirakan(mis, menjadi orang tua) dan hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya(mis,
sakit atau pengangguran). Stresor tersebut merupakan suatu kumpulan yang melibatkan berbagai
aspek dari pekerjaan , keluarga, dan lingkungan disekitar kita. Terlalu banyak peristiwa yang
menyebabkan stres dalam waktu yang singkat biasanya 1 tahun dapat menyebabkan kemampuan
keluarga utuk mengatasi stres menjadi menurun, sehingga sistem keluarga beresiko terganggu
atau anggota keluarga tersebut beresiko mengalami berbagai masalah baik fisik maupun
emosional. Pada saat keluarga mengalami terlalu banyak stresor yang harus diatasi secara
adekuat , maka terjadi krisis. Untuk dapat beradaptasi pada keadaan tersebut , dibutuhkan suatu
perubahan dalam struktur dan atau interaksi keluarga. Teori stres keluarga juga mencakup
kemampuan tertentu yang dapat digunakan keluarga untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan
oleh terlalu banyak stresor.
Merupakan suatu model stres keluarga komprehensif model ini juga membantu
menjelaskan mengapa respons keluarga terhadap stresor berbeda, misalnya membawa anak yang
memiliki kebutuhan khusus kefasilitas pengobatan untuk terapi dapat dianggap sebagai krisis
oleh suatu keluarga yang tidak memilki modal atau uang untuk transportasi umum, namun
mungkin hanya dianggap sebagai masalah ringan oleh keluarga lain dengan sumber daya yang
cukup dan mampu.
Model ini menekankan adaptasi keluarga dan disusun untuk mambantu profesional
mengembangkan strstegi untuk intervensi yang didasarkan pada diagnosis dan evaluasi
sistematik pada keluarga yang berada dalam stres (Mcubbin dan McCubbin , 1994)
Teori ini pada prinsipnya menjelaskan bagaimana seharusnya keluarga menghadapi stresor
yang ada dengan cara beradaptasi secara positif.
Kelebihan teori ini adalah mudah menjelaskan dan menginterpretasi perilaku keluarga dalam
hubungannya dengan stresor yang ada sehingga dapat mengembangkan intervensi keperawatan
yang tepat, berfokus pada kontribusi yang positif dari sumber stres, koping, dan dukungan sosial
untuk beradaptasi , sedangkan kelemahan teori ini adalah belum menggambarkan hubungan
antara berbagai komponen yang terkait secara adekuat(Wong, 2000, Supartini , 2004).
Strategi koping keluarga menurut Boss, 1987, adalah perilaku atau aktifitas yang dilakukan
oleh keluarga dan setiap anggota keluarga.Strategi koping keluarga bertujuan untuk
mempertahankan integritas dan moral dan harga diri anggota keluarga.
Strategi koping keluarga yang baik adalah strategi koping positif. Strategi koping positif
adalah strategi koping yang mengarah pada pemecahan masalah, bukan menggunkan strategi
koping negatif, marah, mengingkari, dan menyalahkan orang lain. Walupun untuk sementara hal
ini dapat terjadi untuk menghindari ancaman psikologis. Anggota keluarga harus belajar
menggunkan strategi koping yang positif sebgai strategikoping yang baik.
1. Tipe yang mengubah situasi yang penuh dengan stres. Tipe ini merupakan cara yang
yang langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, tipe ini diarahkan untuk mengubah
dan mengeliminasistresor. Menurut Pearlin dan Schooler, kualitas percaya diri dapat
mempengaruhi tipe ini.
2. Taktik-taktik yang berfungsi untuk mengontrol masalah. Cara ini merupakan cara
koping yang dapat dikatakan ‘belajar dari hal sebelumnya” yang bersifat menetralkan
ancama. Beberapa contoh koping yang bersifat kognitif menetralkan ancaman yang
dialami dalam hidup : membuat perbandingan positif (menghitung bakat yang dimiliki),
mengabaikan secara selektif (meminimalkan elemen negatif dan memaksimalkan elemen
positif), dan substitusi penghargaan (membuat pengalaman – pengalaman yang
menghasilkan ketegangan menjadi bidang-bidang yang aling tidak berharga dalam hidup
seseorang).
3. Mekanisme-mekanisme yang secara esensial digunakan untuk membantu
mengakomodasi dan mengatur stres yang ada, bukan untuk menghadapi masalah
stresor itu sendiri. Dalam perkawinan, beberapa taktik koping yang bersifat penggalian
yang reflektif terhadap masalah akan efektif sdaripada pengungkapan perasaan secara
terbuka dan emosional. Dalam bidang orang tua, adanya keyakinan bahwa seseorang
memiliki kekuatan atau potensi untuk mempengaruhi perubahan dan menerqapkan
pengaruhnya terhadap anak-anak dari seseorang terbukti lebih bersifat membantu dalam
manajemen stres dari pada mengundurkan diri tanpa daya.
ada dua tipe strategi koping keluarga, antara lain yaitu tipe strategi koping keluarga
internal atau intrafamilial (dalam keluarga inti) dan eksternal atau ekstrafamilial (diluar
keluarga inti).
. Kesimpulan
Keluarga selalu berhadapan dengan stressor atau kejadian yang menyebabkan stress dalam
kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang dapat diduga. Stress tersebut dapat terjadi
terus menerus, menumpuk, dan melibatkan berbagai komponen dalam keluarga, dan pada
akhirnya akan membuat keluarga tidak mampu menghadapinya dengan konstruktif dan
menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko untuk terjadi perpecahan dan/atau dihadapkan
pada masalah kesehatan fisik ataupun psikologis.
Untuk dapat beradaptasi pada keadaan tersebut , dibutuhkan suatu perubahan dalam struktur dan
interaksi dalam keluarga.Teori stres keluarga menjelaskan bagaimana keluarga berekasi terhadap
kejadian yang penuh stres dan menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan adaptasi keluarga
terhadap peristiwa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.
Lestari, Sri. Psikologi keluarga : penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga.
(google book_akses tanggal 28 april 2014, pukul: 21.00 WIB)
Wong, L. Donna dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed.6, Vol.1. jakarta : EGC
Kurniawati, Ninuk Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika.
Friedman, M, M. (2008). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Alih Bahasa ; Ina Debora
dan Yakim Asy. Jakarta ; EGC