Anda di halaman 1dari 16

BAB I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan hidup yang
berakibat kan adanya tuntutan kesulitan atau ancaman terhadap bahaya kehidupan yang semakin
sulit terpecahkan. Sehingga seringkali di dapati seorang mengalami ketegangan psikologis. Itu
semua merupakan masalah yang relatif, tergantung dari tinggi rendahnya kedewasaan
kepribadian dan bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.

Stress adalah penekanan pada peristiwa – peristiwa dan situasi negatif yang di alami
individu yang dapat menimbulkan efek yang tidak teratur pada perilakunya ( Lahey & Ciminero ,
1998 )

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir


dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di
bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.

Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-
ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi
antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan
yang lain. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu
keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.

Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda walaupun
menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya disifatkan sebagai keadaan dari
diri individu pada suatu saat, misalnya orang merasa terharu melihat banyaknya warga
masyarakat yang tertimpa musibah kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)

Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress. Penyesuaian yang
berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut
mekanisme pertahanan diri.

Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun
pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan
modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu
diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada
kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.

Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan
bagian dari kehidupan.
I.2. Rumusan Masalah

a. Apakah stress dan koping?


b. Apa sajakah stressor keluarga serta pengaruhnya?
c. Apa sajakah factor yang mempengaruhi koping stress keluarga?
d. Apakah teori stress keluarga?
e. Apakah strategi koping keluarga?

I.3. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga dan mengetahui gambaran tentang family
stress .

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian stress dan koping stress


b. Mengetahui stressor keluarga dan pengaruhnya
c. Mengetahui factor yang mempengaruhi koping stress keluarga
d. Mengetahui pengertian teori stress keluarga
e. Mengetahui strategi koping stress keluarga
BAB II. PEMBAHASAN

II.1. Konsep Stress

Stress adalah pengalaman subjektif yang dapat memiliki konsekuensi kesehatan negative.
Konsep modern stress meganggap bahwa manusia hidup di dunia yang memiliki ancaman (mis.
Terorisme) dan tantangan (mis, hidup di dunia) dan bahwa kebutuhan hidup sehari-hari yang
selalu berubahmemerlukan penyesuaian psikologis, perilaku, dan fisiologis yang konstan. Oleh
karena itu stress didefinisikan sebagai proses ketika stressor mengancam keselamatan dan
kesejahteraan organism. Mengalami stress adalah bagian dari kehidupan manusia. Stress dapat
menyebabkan atau disebabkan oleh penderitaan atau dapat menyertai kegembiraan.
(Corwin,2009).

Stres terjadi terjadi apabila individu dipaksa memberikan respon terhadap perubahan-
perubahan yang melemahkan individu sedemikian rupa sehingga dia harus memberikan respon
dengan lebih hebat lagi atau dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan kata lain, strees
adalah akibat samping penyesuaian diri untuk berubah. Perlu diketahui juga bahwa perubahan-
perubahan positif, seperti prestasi-prestasi pribadi yang hebat atau liburan juga membutuhkan
upaya penyesuaian diri yang hebat; dan dengan demikian stress (Holmes & Rage, 1967).Akan
tetapi, dalam kebanyakan kasus, stress itu disebabkan oleh perubahan-perubahan negative,
seperti kehilangan teman, dipecat dari pekerjaan, atau tidak lulus dalam ujian (IKAPI, 2006).

Sebelum respons terhadap stress dilakukan, terlebih dahulu individu harus menyadari
bahwa tidak lulus dalam ujian, atau saat seseorangsedang mengidap kanker, atau teman-teman
menghindar. Beberapa orang yang kelihatan menangani suatu masalah secara efektif dan tidak
memperlihatkan stress sedikitpun, mungkin tidak mengetahui bahwa ada suatu masalah
(IKAPI,2006). Kesehatan manusia berubah-ubah bergantung pada pemicu stress (stressor) yang
ada, kemampuan untuk mengatasi masalah (mekanisme koping).

Berbagai pendapat tentang manusia melahirkan konsep stress yang berbeda. Paham
mekanistik tentu saja melihat stress sekedar fenomena fisik belaka. Stress hanyalah gangguan
sistem saraf yang berakibat keluarnya keringat dingin, tangan menggenggam, wajah memerah,
dan lain-lain. Paham realistic memandang stress sebagai suatu fenomena jiwa yang terpisah
dengan jasmani atau tubuh manusia, atau hanya fenomena tubuh belaka tanpa ada hubungannya
dengan kejiwaan. Sedangkan paham idealis menganggap stress adalah murni fenomena jiwa
(Pedak, Mustamir).

Stress adalah ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungandan sumber koping individu.


Putra (2004) menjelaskan bahwa stress merupakan respon terhadap stressor (sumber stress) dan
istilah ini berkembang sesuaiperkembangan psikologi. Eric Linderman-Gerald Caplan memberi
batasan berupa pernyataan bahwa “ stress adalah keadaan psikologis yang melibatkan kognisi.
Sesorang fisiologis mendefinisikan stress sebagai respon nonspesifik dari tubuh manusia
terhadap tuntutan, sehingga konsep stresnya dikategorikan ke dalam konsep stress biologis.
Dengan demikian, konsep stress dikategorikan menjadi dua, yaitu konsep psikis dan konsep
biologis.

Pada perkembangan selanjutnya, muncul konsep stress dari Dhabhar-McEwen yang


menyebutkan bahwa stressor akan direspon oleh otak berupa presepsi stress (Stress-preception),
kemudian direspons oleh sistem lain termasuk sistem imun, sehingga muncul respon stress
(Stress Respon) berupa modulasi imunitas. Dengan konsep kedua stress. Pertama, presepsi
merupakan istilah lain untuk menyebut peristiwa-perisiwa mental internal (internal mental
events), yaitu proses pembelajaran atau persepsi. Kedua presepsi stres tersebut mengakomodasi
peristiwa mental internal. Stress merupakan proses biologis. Stress berfokus pada reaksi
seseorang terhadap stressor dan menggambarkan stressebagai suatu respon (Kurniawan,2007).

Selye (1983) menjelaskan respon stress dapat secara signifikan terkait dengan patologik
fisik. Hal ini terjadi ketika individu sering berinteraksi dengan stressor dalam jangka waktu yang
lama dan tingkat stress tinggi. Situasi paradoksal meningkat ketika respon stress lambat laun
berkembang secara adaptif dalam waktu yang pendekdalam jangka waktu yang lama keadaan ini
menimbulkan berbagai penyakit. Stressor menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum
melalui beberapa tahap berikut:

1. Tahap Peringatan (Alarm Stage)

Tahap ini merupakan tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor.Reaksi ini
mirip dengan fight or Flight reseptor (menghadapi atau lari dari stress).Tubuh tidak dapat
bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.

2. Tahap Adaptif atau Eustres (Adaptation Suger)


Tahap ini merupakan tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stress dan berusaha
mengatasi serta membatasi stressor. Ketidakmampuan beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi
lebih rentan terhadap penyakit (disebut penyakit adaptasi).

3. Tahap Kelelahan atau Distres (Exhaustion Stage)


Tahap ini merupakan tahap di mana adaptasi tidak bisa dipertahankan karena stress yang
berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh.

II.2. Konsep Koping

Koping merupakan suatu reaksi individu terhadap stressor. Suatu reaksi terhadap stressor
untuk menghapus, mengurangi, atau menggantikan status emosi yang diklasifikasikan sebagai
penuh stress (wong,2008). Lipowski membagi koping dalam 2 bentuk, yaitu coping style dan
coping strategy.Coping Style merupakan mekanisme adaptasi individu meliputi mekanisme
psikologis dan mekanisme kognitif dan presepsi, sifat dasar coping style adalah mengurangi
makna suatu konsep yang dianutnya.Misalnya penolakan atau pengingkaran yang bervariasi
yang tidak realistis atau berat (psikosis) hingga pada tingkatan yang sangat ringan saja terhadap
suatu keadaan.

Coping strategy merupakan koping yang digunakan individu secara sadar dan terarah
dalam mengatasi sakit atau stressor yang dihadapinya. Terbentuknya mekanisme koping bisa
diperoleh melalui proses belajar dalam pengertian yang luas dan relaksasi. Apabila individu
mempunyai mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi stressor, maka stressor tidak
akan menimbulkan stress yang berakibat kesakitan (distress), tetapi stressor justru menjadi
stimulant yang mendatangkan wellness dan prestasi.

Strategi Koping (Cara menyelesaikan Masalah)


Menurut Mooss (1984) yang dikutip brunner dan Suddarth (2002) mengurai koping yang
negative kategori keterampilan, yakni:
a. Koping Negatif
1. Penyangkalan (avoidance), penyangkalan meliputi penolakan untuk menerima atau
menghargai keseriusan penyakit. Pasien biasanya menyamarkan gejala yang merupakan
bukti suatu penyakit atau mengacuhkan beratnya diagnosis penyakit dan penyangkalan
ini merupakan mekanisme pertahanan ego yang melindungi terhadap kecemasan.
2. Menyalahkan diri sendiri (self-blame). Koping ini muncul sebagai reaksi terhadap suatu
keputusan. Pasien merasa bersalah dan semua terjadi akibat dari perbuatannya.
3. Pasrah (Wishfull thinking). Pasein merasa pasrah terhadap masalah yang menimpanya,
tanpa ada usaha dan motivasi untuk menghadapi.

b. Koping Positif
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (potensi diri)
Sumber Daya Psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stress yang disebabkan situasi dan lingkungan. Karakteristik
dibawah ini merupakan sumber daya psikologis yang penting.
a. Yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stress, sebagaimana teori dari Colley’s
looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
b. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal
control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan dan
nasib dari luar) sehingga seseorang akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining). Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat pasien
dengan melakukan tindakan untuk:
 Membantu pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh dia dapat
mengontrol diri.
 Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah
 Membantu meningkatkan rasa percaya diri, akan mendapatkan hasil yang lebih
baik
 Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terhadap
dirinya.
 Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan control diri: keyakinan, agama.

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan menginterpretasikan secara spesifik terdapat stress dalam mencari arti
dan makna stress, respon individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus
terang, mengabaikan, atau memeberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebutbukan
sesuatu yang penting untuk dipikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan
hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan dengan melakukan kegiatan
spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari
semua yang terjadi.

3. Teknik Perilaku

Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi
stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang stress
(Kurniawati, 2007).

Perilaku yang dapat mewujudkan koping positif:

a. Mencari Informasi

Keterampilan koping dalam mencari informasi mencakup:

 Mengumpulkan informasi yang berkaitan dapat menghilangkan kecemasan akibat salah


konsepsi dan ketidakpastian.
 Menggunakan sumber intelektual secara efektif. Pasien sering merasa terhibur oleh
informasi mengenai penyakit, pengobatan, dan perjalanan penyakit yang diperkirakan
terjadi.

b. Meminta dukungan emosional


Kemampuan untuk mendapat dukungan emosional dari keluarga, sahabat, dan pelayanan
sangat penting dalam membantu memelihara rasa kemampuan diri. Koping ini bermakna untuk
meraih bantuan dari orang lain sehingga akan memelihara harapan melalui dukungan.
c. Pembelajaran perawatan diri
Belajar merawat diri sendiri menunjukkan kemampuan dan efektivitas seseorang,
ketidakberdayaan seseorang akan berkurang karena rasa bangga dalam percepatan membantu
dan memelihara harga diri.

d. Menetapkan tujuan konkrit


Keseluruhan tugas beradaptasi terhadap penyakit serius tampak membingungkan pada
awalnya. Namun tugas tersebut dapat dikuasai dengan cara membagi-bagi tugas tersebut menjadi
tujuan yang lebih kecil dan dapat ditangani akhirnya mangarah pada keberhasilan. Hal ini dapat
dilaksanakan bila motivasi tetap dijaga dan perasaan tidak berdaya dikurangi.

e. Mengurangi hasil alternative


Selalu saja ada alternative lain dalam setiap situasi, dengan memahami pilihan tersebut akan
membantu merasa berkurang ketidakberdayaannya.

III.1.Faktor yang Mempengaruhi Koping

1. Perbedaan Gender dalam koping

Pria dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap
lebih bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan kesulitan mereka
dengan kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan emosi yang positif dan negatif
secara terbuka, dan menghabiskan waktu guna mengembangkan diri dan hobi. Disi lain pria
cenderung menggunakan strategi yang lebih menarik diri seperti menyimpan perasaannya,
mencoba menjaga orang lain mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan mengkonsumsi
alcohol lebih banyak.

2. Variasi Sosial Budaya Dalam Koping Keluarga

Variasi kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih kaya
dan berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih banyak strategi koping
keluarga dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat merasakan
kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya, dan dalam kasusu
ini dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif.
3. Dampak Gangguan Kesehatan

Seperti yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung
pada situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya; semua berjalan
dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping tertentu yang bertahan lama dapat
secara khas diterapkan, seperti memelihara jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi dengan
semakin banyaknya kemalangan (baik stressor kesehatan maupun tipe stressor lainnya seperti
ekonomi, lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan semakin luas
susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.

IV.1. Stressor dan Pengaruhnya

Stressor jangka pendek dan panjang

Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu
penyelesaian lebih kurang 6 bulan. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami
keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan.

Kemampuan keluarga berespons terhadap stressor menjelaskan bagaimana keluarga


berespons terhadap stressor yang ada. Strategi koping yang digunakan menjelaskan tentang
strategi koping ( mekanisme pembelaan ) terhadap stresor yang ada. Disfungsi strategi adaptasi
menjelaskan tentang perilaku keluarga yang tidak adaptif ketika mempunyai masalah.

Menurut teori stress keluarga bahwa keluarga selalu berhadapan dengan stressor atau
kejadian yang menyebabkan stress dalam kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang
dapat diduga. Stressor yang tidak dapat diduga, misalnya salah satu anggota keluarga sakit,
terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK ), dan kematian, sedangkan stresor yang dapat diduga
seperti stresor yang ditemui dalam menjalankan peran sebagai orang tua, misalnya orang tua
dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat menyebabkan stres. Ibu yang punya peran ganda,
sebagai wanita yang bekerja dan seorang ibu. Terlebih lagi apabila ada anggota keluarga yang
sakit, sementara pada saat bersamaan ia dituntut untuk menjalankan peran penting di tempat
kerjanya. Konflik sering muncul apakah harus menunggu anak di rumah sakit atau bersama anak
yang lain di rumah ? Stres semacam ini sebenarnya dapat diantisipasi karena latar belakangnya
terjadi dengan sengaja dan dijalankan oleh keluarga untuk mencapai tujuan tertentu.

Apapun bentuknya penyebab stres tersebut apabila terjadi terus menerus, menumpuk, dan
melibatkan berbagai komponen dalam keluarga, pada akhirnya akan membuat keluarga tidak
mampu menghadapinya dengan konstruktif dan menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko
untuk terjadi perpecahan dan/atau dihadapkan pada masalah kesehatan fisik ataupun psikologis.
V.1. Teori Stres Keluarga

Teori stres keluarga menjelaskan bagaimana keluarga berekasi terhadap kejadian yang
penuh stres dan menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan adaptasi keluarga terhadap
peristiwa tersebut. Keluarga menghadapi stresor (peristiwa yang menyebabkan stres dan
mempengaruhi perubahan dalam sistem sosial keluarga), termasuk hal-hal yang dapat
diperkirakan(mis, menjadi orang tua) dan hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya(mis,
sakit atau pengangguran). Stresor tersebut merupakan suatu kumpulan yang melibatkan berbagai
aspek dari pekerjaan , keluarga, dan lingkungan disekitar kita. Terlalu banyak peristiwa yang
menyebabkan stres dalam waktu yang singkat biasanya 1 tahun dapat menyebabkan kemampuan
keluarga utuk mengatasi stres menjadi menurun, sehingga sistem keluarga beresiko terganggu
atau anggota keluarga tersebut beresiko mengalami berbagai masalah baik fisik maupun
emosional. Pada saat keluarga mengalami terlalu banyak stresor yang harus diatasi secara
adekuat , maka terjadi krisis. Untuk dapat beradaptasi pada keadaan tersebut , dibutuhkan suatu
perubahan dalam struktur dan atau interaksi keluarga. Teori stres keluarga juga mencakup
kemampuan tertentu yang dapat digunakan keluarga untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan
oleh terlalu banyak stresor.

V.2. Model Teori Stress Keluarga

A. The Typology Model Of Adjustment and Adaptation

Merupakan suatu model stres keluarga komprehensif model ini juga membantu
menjelaskan mengapa respons keluarga terhadap stresor berbeda, misalnya membawa anak yang
memiliki kebutuhan khusus kefasilitas pengobatan untuk terapi dapat dianggap sebagai krisis
oleh suatu keluarga yang tidak memilki modal atau uang untuk transportasi umum, namun
mungkin hanya dianggap sebagai masalah ringan oleh keluarga lain dengan sumber daya yang
cukup dan mampu.

model ini terdiri dari empat komponen:

1. Atribut dasar keluarga –tipe keluarga- yang menjelaskan bagaimana keluarga


berperilaku dan bersikap secara khas.
2. Sumber daya anggota keluarga individual, unit keluarga, dan komunitas, termasuk
dukungan sosial dari keluargabesar, teman, tetangga, dan profesional kesehatan.
3. Persepsi tentang bagaimana keluarga mendefinisikan situasi, dampaknya, dan
kemampuan mereka untuk mengatasi.
4. Perilaku atau strategi koping yang dapat digunakan oleh anggota keluarga atau unit
keluarga untuk mempertahankan keluarga tetap berfungsi sebagai suatu unit; menurunkan
ketegangan , ansietas dan distres anggota keluarga ; dan meningkatkan pemahaman
tentang situasi atau masalah tertentu.
B. Resiliency Model of Family Stress, Adjustmant and Adaptation.

Model ini menekankan adaptasi keluarga dan disusun untuk mambantu profesional
mengembangkan strstegi untuk intervensi yang didasarkan pada diagnosis dan evaluasi
sistematik pada keluarga yang berada dalam stres (Mcubbin dan McCubbin , 1994)

Teori ini pada prinsipnya menjelaskan bagaimana seharusnya keluarga menghadapi stresor
yang ada dengan cara beradaptasi secara positif.

Kelebihan teori ini adalah mudah menjelaskan dan menginterpretasi perilaku keluarga dalam
hubungannya dengan stresor yang ada sehingga dapat mengembangkan intervensi keperawatan
yang tepat, berfokus pada kontribusi yang positif dari sumber stres, koping, dan dukungan sosial
untuk beradaptasi , sedangkan kelemahan teori ini adalah belum menggambarkan hubungan
antara berbagai komponen yang terkait secara adekuat(Wong, 2000, Supartini , 2004).

VI. Strategi koping keluarga

a. Pengertian Strategi koping keluarga

Strategi koping keluarga menurut Boss, 1987, adalah perilaku atau aktifitas yang dilakukan
oleh keluarga dan setiap anggota keluarga.Strategi koping keluarga bertujuan untuk
mempertahankan integritas dan moral dan harga diri anggota keluarga.

Strategi koping keluarga yang baik adalah strategi koping positif. Strategi koping positif
adalah strategi koping yang mengarah pada pemecahan masalah, bukan menggunkan strategi
koping negatif, marah, mengingkari, dan menyalahkan orang lain. Walupun untuk sementara hal
ini dapat terjadi untuk menghindari ancaman psikologis. Anggota keluarga harus belajar
menggunkan strategi koping yang positif sebgai strategikoping yang baik.

b. Tipe Respon Koping

Ada tiga pembagian tipe respon koping, yaitu:

1. Tipe yang mengubah situasi yang penuh dengan stres. Tipe ini merupakan cara yang
yang langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, tipe ini diarahkan untuk mengubah
dan mengeliminasistresor. Menurut Pearlin dan Schooler, kualitas percaya diri dapat
mempengaruhi tipe ini.
2. Taktik-taktik yang berfungsi untuk mengontrol masalah. Cara ini merupakan cara
koping yang dapat dikatakan ‘belajar dari hal sebelumnya” yang bersifat menetralkan
ancama. Beberapa contoh koping yang bersifat kognitif menetralkan ancaman yang
dialami dalam hidup : membuat perbandingan positif (menghitung bakat yang dimiliki),
mengabaikan secara selektif (meminimalkan elemen negatif dan memaksimalkan elemen
positif), dan substitusi penghargaan (membuat pengalaman – pengalaman yang
menghasilkan ketegangan menjadi bidang-bidang yang aling tidak berharga dalam hidup
seseorang).
3. Mekanisme-mekanisme yang secara esensial digunakan untuk membantu
mengakomodasi dan mengatur stres yang ada, bukan untuk menghadapi masalah
stresor itu sendiri. Dalam perkawinan, beberapa taktik koping yang bersifat penggalian
yang reflektif terhadap masalah akan efektif sdaripada pengungkapan perasaan secara
terbuka dan emosional. Dalam bidang orang tua, adanya keyakinan bahwa seseorang
memiliki kekuatan atau potensi untuk mempengaruhi perubahan dan menerqapkan
pengaruhnya terhadap anak-anak dari seseorang terbukti lebih bersifat membantu dalam
manajemen stres dari pada mengundurkan diri tanpa daya.

C. Tipe Strategi Koping keluarga

ada dua tipe strategi koping keluarga, antara lain yaitu tipe strategi koping keluarga
internal atau intrafamilial (dalam keluarga inti) dan eksternal atau ekstrafamilial (diluar
keluarga inti).

1. Strategi koping keluarga internal


Ada tujuh strategi yang akan dibahas dalam strategi koping internal, antara lain :
 Mengandalkan kelompok keluarga : dalam hal ini kelompok keluarga ditutnutu untuk
menjadi kuat dan mengemban tugas yyang banyak dan jauh lebih besar, sebuah
organisasi yaang lebih bisa menyatukan, serta rutinaitas yang kaku dan mantap.
Seiring dengan strukturisasi, anggota keluarga perlu menjadi “kuat” dan belajar
menyembunyikan perasaan dan menguasai ketegangan dalam diri mereka sendiri..
namun strategi ini dapat menjadi disfungsional jika dalam suasana tertentu diperlukan
bantuan orang luar, tapi tidak didapatkan. Juga jika pengandalan kelompok menjadi
suatu kebiasaan, menjadi mode adaptasi perfasif, maka kebutuhan fleksibilitas hilang.
 Penggunaan humor. Perasaan humor merupakan aspek penting keluarga yang dapat
memberikan sumbangan perbaikan bagi sikap keluarga terhadap masalahnya dan
perawatan kesehatan. Humor diakui dapat digunakan sebagai cara bagi individu dan
kelompok untuk menghilangkan rasa cemas dan tegang. Namun dapat bersifat
disfungsional jika humor digunakan untuk menutup ekspresi emosional dan menutupi
masalah
 Pengungkapan bersama lebih banyak (memelihara ikatan keluarga suatau cara untuk
membawa keluarga lebh dekat satu sama lain dan memelihara serta mengatasi tingkat
stres dan pikiran, ikut serta dalam pengamalan bersama keluarga dan aktifitas –
aktifitas keluarga. Dalam tipe koping keluarga sepert ini, maka Lisbenz
merekomendasikan untuk menentukan waktu bersama, saling mengenal, membahas
masalah masalah secara bersama-sama, jangan lupa ceritera pada saat hendak tidur,
melakukan pengungkapan tentang pekerjaan dan kehidupan di sekolah, jangan
biarkan ada jarak diantara keluarga. Tindakan pengungkapan yang paling penting
adalah hubungan antara suami dan istri. Keterbukaan antar pasangan penting bagi
kesehatan psikologis pada saat stres. Keterlbatan dalam keluarga dalam ritual-ritual
keluarga yang bermakna dan bernlai tinggi bagi keluarga, merupakan cara lain bagi
keluarga melakukan pengungkapan bersama. Kegiatan-kegiatan waktu luang keluarga
merupakan sumber-sumber koping keluarga secara khusus penting untuk memelihara
ikatan moral, kepuasan keluarga.
 Pengontrolan makna dari masalah dengan penilaian pasif dan merumuskan kembali
penilaan. Perumusan kembali kognitif dalam keluarga dalam literatur kesehatan
mental keluarga, merupakan cara yang paling membesarkan hati untuk mengontrol
sebuah stresor. “keyaknan optimis” dan “penilaian positif’ merupakan sinonim yang
sering digunakan(Folkman et al, 1986). Keluarga yang menggunakan strategi koping
ini cenderung melihat segi positif dari kejadian yang menghasilkan stres, seperti
ditunjukan dengan membuat perbandingan positif.
 Pemecahan masalah bersama. Pecahan masalah bersama dapat digambarkan sebagai
situasi dimana keluarga dapat mendiskusikan masalah yang ada bersama-sama.
Mengupayakan solusi atau jalan keluar atas dasar logika, mencapai suatu konsensus
tentang apa yang perlu dilakukan atas dasar petunjuk-petunjuk yang diupayakan
bersama-sama, presepsi-presepsi, dan ususlan-usulan dari anggota keluarga yang
berbeda.
 Fleksibilitas peran. Kemampuan subsistem suami istri untuk berperan serta dan
mengubah peran-peran ketika diperlukan merupakan hal yang paling penting.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat dimana peran-peran keluarga bisa fleksibel
atau kaku, membedakan tingkat-tingkat berfungsinya keluarga, khususnya pada
keluarga berduka dengan sampel mereka.
 Normalisasi, suatu strategi koping kleuarga yang lian adalah kecenderungan keluarga
menormalkan segala sesuatu sebanyak mungkin ketika mereka melakukan koping
terhadap stresor jangka panjang yang cenderung merusak kehidupan keluarga dan
kegiatan rumah tangga. Kategriini adalah ikut serta dalam kegatan-kegatan
menjadiorang tua, membatasi kontak dengan oranglain yang mengalami keadaan
serupa, membuat anak tampil normal, menghindari situasi-situasi yang secara
potensial dapat mendatangkan rasa malu, dan mengontrol informasi. Menjaga segala
sesuatu berjalan normal juga disebutkan dalam beberapa studi tentang koping sebagai
sebuah strategi koping dalam keluarga dengan anak-anak sakit kronsi
(Friedman,1985, Schuhman, 1986).
2. Strategi koping keluarga eksternal termasuk dalam hal ini adalah mencari informasi,
memelihara hubungan aktif dengan komunitas yang lebih luas, mengupayakan dukungan
sosial, dan mencari dukungan spiritual.
a. mencari informasi
Berfungsi untuk menambah rasa memilik kontrol terhadap situasi dan mengurangi
perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai
stressor (maknanya) secara lebih akurat. Disamping memperkuat cara-cara keluarga
mnecegah stresor yang menimpa keluarga.
b. memelihara hubungan katif dengan komunitas. Kategori ini brebeda dengan koping
yang menggunakan sisitem dukungan sosial dimana kategori ini merupakan suatu
koping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan
sebuah kategori yang dapat meningkatkan stresor spesifik tertentu. Alasan
pentingnya hubungan ini sebagai sebuah teknik koping terletak pada teori tentang
sistem-sistem, yang menyatakan bahawa sistem sosial apa saja memiliki suatu
gerakan informasi sosisal dan aktifitas yang meelwati batas-batasnyajika sistem sosial
itu menunjukkan fungsi-fungsinya. Akan tetapi jika batasan keluarga secara terus
menerus terbuka dan tidak cukup memberikan kesempatan untuk berintegrasi dan
mengontrol masukan, maka strategi ini akan menjadi disfungsional.
c. Mencari sistem pendukung sosial, hal ini dapat menjadi strategi koping klelaurga
eksternal yang utama, karena strategi ini melibatkan seluruh anggota keluarga,
birokrasi, teman-teman, keluarga, jaringan pelayanan profesional, dan kelompok-
kelompok yang menjadi mitra pengungkapan sebuah sebuah keluarga menyangkut
kepentingan bersama, tujuan, gaya hidup, dan identitas sosial.Tujuan dari sistem
dukungan sosial yaitu mendukung koping emosional dan bantuan langsung. Dalam
tipe hunungan seperti ini individu yang memelihara atau kelompok perawatan,
mendukung dan secara emosional memenuhi beberapa kebutuhan psikososial anggota
kelaurga. Sistem dukungan sosial juga berhubungan dengan moral dan kesejahteraan
anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem-sistem ini akan bekerja untuk
menjaga dan memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif. Disamping itu
jaringan kerja sosial informal memberikan kesempatan kepada kelaurga untuk
mendapatkan umpan balik tentang sistem itu sendiri dan pengabsahan terhadap
harapan-harapan dan presepsi-presepsi tentang individu dan kelom[ok, yang
sebaliknya dapat memperbaiki komunitas keluarga dengaan kelomok-kelompok
komunitas yang denagnnya kelaurga berinteraksi.Tujuan kedua yang utama adalah
bantuan yang berorientasi pada tugas yang lazim diberikan oleh keluarga luas, teman-
teman, dan teteangga. Sebuah elemen penting dari bantuan ini tidak hanya
mengatakan anggota keluarga bagaimana menemukan sumber –sumber bantuan
perawatana dan bantuan dalam komunitas.
Beberapa koping menggunakan jaringan kerja sosial memang akan adekuat, namun
ketika ada madsalah dan bukti bahwa banyak orang tidak mencari bantuan eksternal
yang dibutuhkan, maka hal ini akan menjadi tidak adekuat. Bila terjadi kegagagalan
keluarga, yaitu dimaana keluarga tidak berhasil semata-mata hanya dengan cara-
caranya sendiri maka pelayanan bagi kelaurga dengan penghasilan rendah dapat
menjadi salah satu solusinya.

d. mencari dukungan spiritual. Dukungan spiritual memebantu keluarga mentoleransi


ketegangan-keteganagn yang kronis dan lama serta membantu memelihara kebutuhan
keluarga.

D. Hal-hal yang dapat perawat lakukan :


1. Bantu pasien dalam mengembangkan strategi-strategi koping yang efektif dengan
membuat pengharapan spesifik untuk perilaku meningkatkan rasa percaya, membantu
pasen melakukan strategi koping dan memberikan umpan balik positif.
2. Buat daftar orang-orang yang tidak ingin terlibat untuk mengungkapkan perasaan –
perasaan tanpa rasa takut dan realitas.
3. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan: buat pengharapan
yang realistis untuk perawatan.
PENUTUP

. Kesimpulan

Keluarga selalu berhadapan dengan stressor atau kejadian yang menyebabkan stress dalam
kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang dapat diduga. Stress tersebut dapat terjadi
terus menerus, menumpuk, dan melibatkan berbagai komponen dalam keluarga, dan pada
akhirnya akan membuat keluarga tidak mampu menghadapinya dengan konstruktif dan
menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko untuk terjadi perpecahan dan/atau dihadapkan
pada masalah kesehatan fisik ataupun psikologis.

Untuk dapat beradaptasi pada keadaan tersebut , dibutuhkan suatu perubahan dalam struktur dan
interaksi dalam keluarga.Teori stres keluarga menjelaskan bagaimana keluarga berekasi terhadap
kejadian yang penuh stres dan menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan adaptasi keluarga
terhadap peristiwa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.

Lestari, Sri. Psikologi keluarga : penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga.
(google book_akses tanggal 28 april 2014, pukul: 21.00 WIB)

Wong, L. Donna dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed.6, Vol.1. jakarta : EGC

IKAPI. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta; Kanisius

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi :Buku Saku. Jakarta :EGC

Pedak, Mustamir. Metode Supernol Menaklukkan Stres. Jakarta: Hikmah

Kurniawati, Ninuk Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika.

Friedman, M, M. (2008). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Alih Bahasa ; Ina Debora
dan Yakim Asy. Jakarta ; EGC

Anda mungkin juga menyukai