Anda di halaman 1dari 2

Ciinta bangsa lewat karya

Nasionalisme, paham bikinan Renan(,,,,) ini memang bikin pusing. Tapi lewat paham inilah

suatu bangsa dapat dipersatukan, seperti di Indonesia khususnya. Bangsa yang multi kultur, multi

etnis dan multi religi ini telah bersatu leawat nasionalisme ini dalam satu nama bangsa,

Indonesia. Para pejuang sadar akan hal itu setelah mereka tahu bahwa bangsa ini telah dijajah,

politik etis dahulu telah member kesempatan para pelajar kita untuk mengenal dirinya. Dan

untuk pertama kalinya, Indonesia mengalami babak baru dalam perjuangan, yang dulunya mesti

melulu pake senjata, lalu digantikan dengan otak.

Selama perjuangan itu berjalan, banyak para pahlawan kita telah menjadi korban. Mereka rela

menyumbangkan nyamanya demi sebuah kemerdekaan. Suatu bentuk kebebasan untuk mengatur

dirinya. Tanpa campur tangan orang luar. Nah, akhirnya ketika punya kesempatan untuk merdeka

saat jepang kalah oleh sekutu, maka para pemuda Indonesia secara tegas memaksa agar seorang

bung karno segera memplokamirkan kemerdekaan yang hasilnya telah kita nikmati sampai saat

ini.

Sekarang kita selaku generasi muda, apa akan melupakan jasa mereka demi kebebasan ini?

Giliran kita yang menjadi pahlawan. bukan melawan penjajah, tapi melawan diri kita sendiri

yang malas dan tak punya semangat.

Kita ini calon pemimpin lho

Di dunia kampus, khususnya di kampus yang telah saya huni saat ini, semangat kebersamaan

(integration) telah memudar bersma semangat ingin senang sendiri. Mereka tak peduli dengan

apa yang terjdi di luar dirinya, yang ada hanya kedok-kedok putih untuk menutupi mukanya

yang gelap. Padahal mereka itu tak hidup sendiri. Kita ini calon pemimpin lho!. Apa jadinya
bangsa ini, jika yang jadi wakil rakyat adalah mereka yang hanya mementingkan dirinya sendiri?

Bias ancur nih Negara.

Kehidupan kampus kini telah berubah menjadi pabrik tanpa nyawa. Hanya memproduksi tenaga

kerja, tak lebihnya denagn memproduksi robot untuk dipakai hingga rusak. Padahal dulu ketika

masa pergerakan nasional sampai era 90-an kampus justru menjadi basis intelektual. Tempat

mereka yang mampu berfikir keluar, mengasah daya kritis dan tempat ekspresi kretivitas para

penghuninya. Hasilnya pun beragam, masa pergerakan yang mampu memberikan kemerdekaan.

Tahun 1965, ketika soekarno telah menjadi raja kekal, mahasiswa secara serentak erteriak lewat

daya kritisnya, “ini demokrasi ngawur, demokrasi terpimpin bukanlah demokrasi, tapi dictator

terselubung”, ukh takut juga ya. Lalu tahun 1974, ketika ….. akhirnya 1998, mahasiswa mampu

menggulingkan rezim represif.

Memang sedikit romantisme, tapi kita ini tak boleh lupa bahwa kita ini punya peran untuk

menjadi Indonesia. Menjadikan Indonesia lebih baik seperti harapan pahlawan yang telah

berkorban itu.

Bagi saya inilah nasionalisme, keinginan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik lagi. Hal

itu dapat dicapai jika kita tahu seluk beluk tentang kepemimpinan. Dan hal itu secara teori dan

praktik bias didapat lewat organisasi. Tahun ini, di organisasi yang saya ikuti –unit pers

mahasiswa-, justru mengisinya dengan berkarya, Membuat media suara mahasiswa. Karena

mereka sering kali hanya dijadikan sebagai objek belaka seolah tak punya otak dan tak punya

lisan untuk bicara.

Anda mungkin juga menyukai