TINJAUAN PUSTAKA
1
1.2. Definisi
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang disebabkan oleh adanya
antibody oleh sel – sel eritrosit atau akibat kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat
dari kemampuan sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit.
Penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari
normal, namun umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa
diikuti dengan anemia.
1.3 Epidemiologi
Insidensi AIHA di amerika serikat tidak terlalu serikat tidak terlalu tinggi,
terjadinya AIHA di amerika serikat yaitu 1 per 80.000 sampai 2,6 per 100.000
ribu tiap tahunnya, dengan rata-rata insidensi 3.400 orang terkena AIHA di
amerika serikat.
Dari lembaga transfusi darah PMI jakarta AIHA tipe warm antibodi pada
tahun 1981 dijumpai 82 kasus dan 31 kasus pada tahun 1983, sedangkan tipe cold
antibody terdapat 9 kasus pada tahun 1983 dan 31 kasus pada tahun 1984.
Studi epidemiologi tentang AIHA jarang dilakukan di Indonesia, hal ini
dapat dibuktikan dengan sulitnya mencari hasil-hasil studi epidemiologi tentang
AUHA di Indonesia. Mungkin karena jarang terjadi di Indonesia, AIHA menjadi
jarang diteliti di Indonesia
1.4. Etiologi
Penyebab penyakit Anemia hemolitik antara lain:
Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi
menjadi tiga macam yaitu:
1. Karena kekurangan bahan baku pembuat eritrosit
2. Karena kelainan eritrosit yang bersifat kongenital contohnya thalasemia &
sferosis kongenital
3. Abnormalitas dari enzim dalam eritrosit
2
Faktor Ekstrinsik :
Insidens dari AIHA tipe hangat sekitar satu dari total 75-80.000 populasi
di USA. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat dapat muncul pada usia
berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yang seringkali menyerang usia
pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH) yang
3
melibatkan usia kanak.2 Namun, di Indonesia tidak ada data yang khusus
membahas tentang prevalensi dan insiden kasus AIHA secara nasional.
Patofisiologi
4
Jalur aktivasi komplemen
5
Klasifikasi animia hemolitik autoimun
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada suhu 37°C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain. Eritrosit biasanya dilapisi oleh immunoglobulin (IgG) saja
atau dengan komplemen, dan karena itu, diambil oleh makrofag retikuloendotelial
yang mempunyai reseptor untuk fragmen Fc IgG. Bagian dari membran yang
terlapis hilang sehingga sel menjadi makin sferis secara progresif untuk
mempertahankan volume yang sama dan akhirnya dihancurkan secara prematur,
terutama di limpa. Jika sel dilapisi IgG dan komplemen (C3d, fragmen C3 yang
terdegradasi) atau komplemen saja, destruksi eritrosit menjadi lebih banyak dalam
sistem retikuloendotelial.
Gejala dan Tanda: penyakit ini dapat terjadi pada semua usia dan semua
jenis kelamin, timbul sebagai anemia hemolitik dengan keparahan yang bervariasi.
Limpa seringkali membesar. Penyakit ini cenderung mengalami remisi dan relaps;
dapat timbul sendiri atau disertai penyakit lain, atau muncul pada beberapa pasien
akibat terapi metildopa.
6
Hemoglobin sering dijumpai di bawah 7 g/dl. Pemeriksaan Coomb direk biasanya
positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat
dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan
bereaksi dengan semua sel eritrosit normal. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya
bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya antigen Rh.
7
kompleks ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi
autoantibodi yang bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta
oksidasi hemoglobin. Penyerapan/absorbsi protein non-imunologis terkait obat
akan menyebabkan tes coombs positif tanpa kerusakan eritrosit.
8
adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz
bodies, blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang
menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin,
phenazopyridin, aminosalicylic acid. Pasien yang mendapat terapi
sefalosporin biasanya tes coombs positif karena absorbsi non-imunologis,
immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma protein
lain pada membran eritrosit.
Gambaran klinis: Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul
hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi
sebagai hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan
maka hemolisis akan terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila
pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi
pada pemajanan dengan dosis tunggal.
Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang
disebabkan karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi PRC
golongan A pada pasien golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A
pada serum) yang akan memicu aktivasi komplemen dan terjadi hemolisis
intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan infark ginjal. Dalam beberapa
menit pasien akan sesak nafas, demam, nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah,
dan syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah transfusi, biasanya
disebabkan karena adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen minor
eritrosit. Setelah terpapar dengan sel-sel antigenik, antibodi tersebut meningkat
pesat kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskular.
9
2. ANEMIA HEMOLITIK NON AUTOIMUN
A. Herediter-Familier
1. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
a. Hereditary spherocytosis
Merupakan anemia hemolitik herediter diturunkan secara autosom
dominan, paling umum di Eropa Utara disebabkan cacat protein struktural
dari membran sel darah merah / defek membran. Sumsum tulang membuat sel
darah merah normal yang bikonkaf tetapi sel darah kehilangan membrannya
saat beredar melalui limpa dan sistem RES. Ratio permukaan sel terhadap
volume berkurang dan sel menjadi lebih sferis sehingga kurang elastic
melalui mikrosirkulasi dimana sferosit pecah lebih dini.
Tes Khusus:
Fragilitas osmotik meningkat.
Autohemolitik meningkat.
Coomb’s direct test negatif.
Cr51 destruksi oleh limpa terbanyak.
b. Hereditary elliptocytosis
10
c. Hereditary stomatocytosis
11
MUTASI GEN
Obat
Stress oksidatif hemolisis
(oksidan)
Eritrosit ↓
Bilirubin
direk ↑
Hematokrit ↓
lemas
Hb keluar
Bilirubin
ATP ↓ Katabolisme heme
indirek ↑↑
hemoglobinemia
Metabolisme Vasokonstriksi
O2 ↓ pucat
otot ↓ perifer
12
b. Nucleotide enzyme defect
13
Transplantasi sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita
yang menunjukkan anemia yang sangat berat.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Direct Antiglobulin Test (Coomb’s test direct)
2. Coomb test indirect
3. Gambaran peningkatan pemecahan :
Bilirubin serum meningkat, tidak terkonjugasi dan terikat pada
albumin.
Urobilinogen urin meningkat
Sterkobilinogen feses meningkat
Haptoglobin serum tidak ada (karena haptoglobin menjadi jenuh
oleh hemoglobin dan kompleks ini dikeluarkan oleh sel RE).
4. Gambaran peningkatan produksi eritrosit :
Retikulositosis
Hiperplasia eritroid sumsum tulang
5. Eritrosit yang rusak :
Morfologi : mikroferosit, eliptosit, fragmentosit.
Fragilitas osmotik, autohemolisis
Ketahanan eritrosit memendek (ditunjukkan dari pelabelan 51Cr
disertai pemeriksaan lokasi destruksi)
14
6. Gambaran hemolisis intravaskular :
Hemoglobinemia dan hemoglobinuria.
Hemosiderinuria
Methemalbuminemia
1.7 Diagnosis
5. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
15
- bilirubin serum meningkat
- urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
- strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
- retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
- hiperplasia eritropoesis sum-sum tulangGambaran rusaknya eritrosit:
morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
- fragilitas osmosis, otohemolisis
- umur eritrosit memendek. Pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit
1.9 Terapi
a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
16
namun bila dosis perhari melebihi 15 mg/hari untuk mempertahankan
kadar Ht, maka perlu segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain.
Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
tapering dosis selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi.
Splenektomi akan menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah
merah. Hemolisis masih bisa terus berlangsung setelah splenektomi,
namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat antibodi dalam jumlah
yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan eritrosit yang sama.
Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-75%, namun tidak bersifat
permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah
splenektomi.
Imunosupresi. Azatioprin 50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari.
Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-
sama steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan
dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Terapi
immunoglobulin (400 mg/kgBB per hari selama 5 hari) menunjukkan
perbaikan pada beberapa pasien, namun dilaporkan terapi ini juga tidak
efektif pada beberapa pasien lain. Jadi terapi ini diberikan bersama terapi
lain dan responnya hanya bersifat sementara. Terapi plasmafaresis masih
kontroversial.
Terapi transfusi. Terapi transfusi bukan merupakan kontraindikasi mutlak.
Pada kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3 g/dl) transfusi dapat
diberikan, sambil menunggu steroid dan immunoglobulin untuk berefek.
17
1.1.0 Komplikasi
1.1.2 PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi
sering kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
18
BAB II
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
Nama Lilisolihat
Umur 60 tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Status Perkawinan Menikah
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Suku Jawa
Agama Islam
Alamat Desa Jeraya
ANAMNESIS
√
Autoanamnesis Alloanamnesis
19
berulang, lalu Os dirujuk ke RSU DR. Pirngadi Medan. Demam juga dialami Os
dalam ±1 bulan ini. Demam hilang timbul, tidak terlalu tinggi,dan tidak disertai
dengan menggigil. Mual dijumpai muntah dan nyeri ulu hati tidak dijumpai.
Pasien mengeluhkan nyeri punggung ± sejak 1 bulan belakangan, myerinya hilang
timbul dan tidak menjalar. Riwayat adanya pembesaran limfa disangkal os..
Riwayat kelainan darah, kanker dan SLE disangkal os. Riwayat tekanan darah
rendah dijumpai ± 2 tahun dengan tekanan darah 90/70 mmHg. Riwaayat penyakit
gula, dan darah tinggi disangkal os. Riwayat BAK berwarna gelap disangkal os,
pada os BAK berwarna kuning bening dengan frekuensi dalam batas normal.
Riwayat BAB berwarna gelap tidak dijumpai, pada os berwarna kuning
kecoklatan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari. Riwayat sakit kuning
sebelumnya disangkal os. Riwayat pekerjaan os sebagai Petani dan sering
memasak dengan kayu bakar selama 17 tahun.
RPT : Tidak dijumpai
RPK : Tidak dijumpai
RPO : Tidak jelas
20
tulang gerak
21
RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN
1. Darah rutin
2. EKG
3. KGD ad random
4. RFT
5. LFT
6. Elektrolit
7. Coombs test
8. Viral marker
9. USG abdomen
22