Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua dapat mempengaruhi segala macam aspek kehidupan, baik sosial,
ekonomi, maupun kesehatan lanjut usia itu sendiri. Dengan peningkatan usia tersebut maka
lanjut usia mengalami perubahan organ tubuh, baik penurunan fisiologis, psikososial dan
spiritual. Perubahan Psikososial oleh lanjut usia salah satunya yaitu gangguan kognitif seperti
memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Gangguan atau kerusakan
fungsi kognitif yang umum terjadi pada lanjut usia dikenal dengan demensia (Stanley &
Beare, 2002). Data survei dari WHO didapatkan bahwa jumlah penderita demensia di seluruh
dunia diperkirakan akan naik dua kali lipat menjadi 65,7 miliar pada tahun 2030 dan tahun
2050 kemungkinan akan meningkat hingga 70 % di atas jumlah penderita saat ini yakni 35,6
milliar (Destriyana, 2012).

Demensia merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gejala penurunan fungsi


intelektual, umumnya ditandai dengan penurunan bahasa, memori, visuospasial, dan
emosional (Mace, Nancy L., Rabinds, Peter V, 2006). Di Indonesia, prevalensi demensia
pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5 persen dari populasi lansia. Prevalensi ini
akan meningkat menjadi 20 persen pada lansia berumur 85 tahun ke atas. Penduduk yang
berumur 65 tahun ke atas pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah tersebut diperkirakan
akan meningkat menjadi 29 juta jiwa pada 2010 atau 10 persen dari populasi penduduk
(Amirullah, 2011). Gangguan atau kerusakan kognitif dapat menimbulkan dampak pada
kehidupan lanjut usia, diantaranya yaitu aktivitas dan komunikasi.

Gangguan kognitif berupa dimensia dapat berakibat pada kehidupan lansia dari
berbagai aspek, diantaranya yaitu berhubungan dengan lingkungan, dalam menerima
informasi dan dalam mengingat sesuatu (Stanley & Beare, 2002). Penurunan fungsi kognitif
ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori jangka panjang dan memori jangka
pendek. Nugroho (2008) menyebutkan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit,
jenis kelamin, penggunaan obat, aktivitas fisik, kurangnya dukungan keluarga serta
pendidikan. Stres dan depresi juga salah satu faktor resiko yang mempengaruhi memori
individu sehingga individu tersebut mengalami gangguan kognitif (Wade & Travris, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan gerontik pada pasien lasia dengan
dimensia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari dimensia
2. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan pada pasien dimensia
3. Untuk mengetahui pengkajian apa yang dilakukan pada pasien dimensia
4. Untuk menentukan masalah keperawatan yang munucl pada pasien dengan dimensia
sesui dengan case study yang ada
5. Untuk memberikan intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang telah di
tetapkan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. Demensia merupakan sindrom yang ditandai
oleh berbagai gangguan fungsikognitif antara lain intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa,
pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan
kemampuan bersosialisasi (Corwin, 2009).

2.2 Etiologi

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan


besar yaitu :

1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu: terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada system enzim,
atau pada metabolism
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino – serebelar
2) Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan bogaert
3) Khorea Hungtington
3. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantranya :
1) Penyakit cerrebro kardiovaskuler
2) penyakit
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi demensia antara lain :
1 Demensia karena kerusakan struktur otak Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif.
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

3
5) Kehilangan inisiatif.
2 Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga
depresi dapat diduga sebagai demensia vascular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
3 Demensia menurut umur:
1) Demensia senilis ( usia > 65 tahun)
2) Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
4 Demensia menurut perjalanan penyakit :
1) Reversibel (mengalami perbaikan)
2) reversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin
5 Dimensia menurut sifat klinis:
1) Demensia proprius
2) Pseudo-demensia
2.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang
dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.Penyakit degeneratif pada otak, gangguan
vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara
langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui
mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron
menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu,

4
kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang.
Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan
belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood.
Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari
hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik dari dEmensia
Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan gejala demensia adalah :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada.
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali.
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
1. Farmakologi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine

2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,


Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.

5
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke

4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi


seperti Sertraline dan Citalopram.

5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa


menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)

2. Dukungan atau Peran Keluarga

Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap


memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-
angka yang

3. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :

1) Diet

2) Latihan fisik yang sesuai

3) Terapi rekreasional dan aktifitas

4. Penanganan terhadap masalah-masalah


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak, seperti:

1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.

2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan


setiap hari.

3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif : Kegiatan
rohani & memperdalam ilmu agama.

4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki


persamaan minat atau hobi

6
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia
antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
2. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Pemeriksaan EEG
4. Pemeriksaan cairan otak
5. Pemeriksaan genetika
6. Pemeriksaan neuropsikologis
2.8 komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia adalah:
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
1) Ulkus diabetikus
2) Infeksi saluran kencing
3) Pneumonia
2. Thromboemboli, infarkmiokardium

3. Kejang

4. Kontraktur sendi

5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan peralatan.

7
BAB III
KASUS & ASKEP
Case Study
Ny. C usia 84 tahun, di dalam panti klien senang mondar mandir di depan kamarnya,
kemudian terlihat suka mencari barang pribadinya. Petugas panti menanyakan kepada klien
apakah klien sudah mandi dan makan, klien menjawab bahwa dia belum makan dan mandi,
padahal hal tersebut sudah dilakukan klien. Dan petugas panti mengalami kesulitan dalam
penanganan kasus dengan diagnose dimensia, karena hamper 40% penghuni panti adalah
pasien dimensia.
3.1 Pengkajian
Nama : Ny.C
Usia : 84 tahun
Jenis kelamin: perempuan
3.2 Analisa data
DS: klien mengatakan belum mandi dan makan
DO : klien tampak mondar mandir di depan kamarnya
Saat ditanya oleh petugas panti klien tidak dapat mengingat apa yang baru saja di lakukan
3.3 Diangnosa keperawatan
1. Kerusakan Memori (00131)
2. Resiko Jatuh (00155)
3. Defisit Perawatan Diri
4. Hambatan Komunikasi Verbal ( 00051)
3.4 Intervensi Keperawatan

8
PATHWAY “DEMENSIA”

Faktor predisposisi : virus lambat, proses


autoimun, keracunan alumunium dan genetic

Penurunan metabolism dan alran darah


di korteks parietalis superior

Degenerasi neuron kolinergik

Kesulitan neurofibrilar Hilangnya serat saraf


yang difus kolinergik di korteks
serebrum

Terjadi plak senilis Kelainan Penurunan sel neuron


neurotransmiter kolinergik yang
berproyeksi ke
hipokampus dan amigdala

Asetilkolin menurun pada otak

DEMENSIA

Perubahan kemampuan Kehilangan kemampuan Tingkah laku aneh dan


merawat diri sendiri menyelesaikan masalah kacau dan cenderung
mengembara

9
MK : Defisit perawatan Perubahan mengawasi keadaan
diri kompleks dan berfikir abstrak

Emosi, labil, pelupa,


apatis

Loos deep memory

Perubahan proses
fikir

10
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3.Jakarta : EGC

11

Anda mungkin juga menyukai