Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan). Berdasarkan WHO (2005) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Individu dikatakan sehat jika berada pada suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau perasaan tertekan yang memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas. Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).
B. Pengertian Community Mental Health Nursing (CMHN)
Community Mental Health Nursing adalah upaya untuk mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik. CMHN adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan. CMHN merupakan salah satu strategi berupa program peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka upaya membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan jiwa akibat dampak tsunami, gempa maupun bencana lainnya. Program CMHN yaitu membentuk desa siaga sehat jiwa: 1. Pendidikan kesehatn jiwa untuk masyarakat sehat 2. Pendidikan kesehatan jiwa untuk resiko masalah psikososial 3. Resiko jiwa untuk mengalami gangguan jiwa 4. Terapi aktivitas bagi pasien gangguan jiwa mandiri 5. Rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri 6. Askep bagi keluarga pasien gangguan jiwa
C. Kegiatan asuhan keperawatan Jiwa
Asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga, yang terdiri dari : 1. Pendidikan kesehatan bagi kelompok masyarakat yang sehat, kelompok yang berisiko masalah psikososial dan kelompok keluarga pasien gangguan jiwa. 2. Asuhan keperawatan masalah psikososial 3. Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial 4. Asuhan keperawatan gangguan jiwa 5. Kegiatan terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi untuk kelompok pasien yang mengalami gangguan jiwa.
D. Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan untuk pengkoordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab (Keliat et.al, 2006). Pengorganisasian kegiatan dan tenaga dalam pelayanan kesehatan jiwa komunitas menggunakan pendekatan lintas sektoral dan lintas program. Setiap perawat CMHN di puskesmas bertanggung jawab terhadap sejumlah desa yang menjadi area binaan. Desa siaga sehat jiwa dipimpin oleh perawat CMHN puskesmas yang bertanggung jawab terhadap dua desa atau lebih. Tokoh masyarakat didesa berperan sebagai penasehat atau pelindung kader kesehatan jiwa. Beberapa kader kesehatan jiwa bertanggung jawab terhadap masing-masing dusun yang melakukan kegiatan desa siaga sehat jiwa. Mekanisme pelaksanaan pengorganisasian desa siaga sehat jiwa adalah : 1. Wilayah kerja puskesmas dibagi dua untuk 2 orang perawat CMHN. Misalnya ada 20 desa maka masing-masing perawat bertanggung jawab pada 10 desa. 2. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat menetapkan satu desa untuk dikembangkan menjadi desa siaga sehat jiwa. 3. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat pada tingkat desa menetapkan calon kader kesehatan jiwa pada tingkat dusun. Tiap dusun minimal 2 kader kesehatan jiwa.
Pengelompokkan keluarga pada desa siaga sehat jiwa berdasarkan
asuhan keperawatan yang diberikan yaitu asuhan keperawatan diberikan kepada keluarga yang sehat, risiko dan gangguan. Keluarga yang sehat dikelompokkan dalam usia:
1. Keluarga dengan bayi 0-18 bulan
2. Keluarga dengan kanak-kanak 18-36 bulan 3. Keluarga dengan pra sekolah 3-6 tahun 4. Keluarga dengan anak sekolah 6-12 tahun 5. Keluarga dengan remaja 12-18 tahun 6. Keluarga dengan dewasa muda 18-25 tahun 7. Keluarga dengan dewasa 25-65 tahun 8. Keluarga dengan lansia > 65 tahun E. Deteksi Dini Secara fitrah setiap manusia atau individu memiliki mental yang sehat, akan tetapi karena suatu sebab ada beberapa individu yang mengalami atau memiliki mental yang tidak sehat. Biasanya mental yang tidak sehat, diakibatkan dari goncangan-goncangan atau konflik batin yang ada dalam diri (jiwa), dan pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. Dengan kondisi semacam itu biasanya kondisi psikologis (mental) menjadi kacau yakni, tidak selaras lagi antara yang dipikirkan dengan perilakunya. Orang yang menderita sakit mental (jiwa), secara sosial kurang bisa diterima ditengah-tengah dimana dia tinggal, bahkan secara umum dalam masyarakat kurang bisa diterima. Untuk menghindari terjadinya sakit mental tersebut, maka perlu upaya sedini mungkin untuk mengenal kondisi mental, maka dari itu harap diketahui faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan gejala-gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis. Deteksi yang biasa dilakukan ialah mengenali gejala-gejala abnormalitas (ketidakwajaran) pada mental atau pada jiwa. Pendekatan diagnosis ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekalutan mental yang lebih parah yang dapat merusak kepribadian. Hal tersebut dapat membantu individu dalam mengembangkan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku yang baik dan benar, sehingga eksistensi seseorang bisa diterima dan diakui dalam lingkungan sosialnya sebagai sosok insan yang sehat secara sempurna. Tujuan deteksi dini ialah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman serta perhatian terhadap kondisi psikologis, yakni kondisi mental dan jiwa spiritual yang ada dalam diri individu untuk menghindari dan menanggulangi akan terjadinya gangguan-gangguan jiwa (mental). Deteksi dini juga sebagai bentuk preventif sejak awal terhadap indikasi- indikasi akan terjadinya gangguan mental dan kejiwaan. Individu yang terganggu mentalnya disebut dengan psikotik yaitu seseorang yang kepribadiannya benar-benar terganggu sehingga sama sekali tidak realistik. Gangguan ini bisa diamati melalui gejala-gejala yang sering muncul dalam diri individu diantaranya: 1. Penderita menjadi sangat tidak bertanggung jawab terhadap dirinya 2. Reaksi terhadap stimulus internal dan eksternal selalu keliru dan merugikan 3. Penderita pada umumnya dihinggapi gangguan afektif yang serius 4. Berusaha menutup diri secara total dari realitas hidup dan tidak mampu menilai realitas dunia sekitar. 5. Fungsi-fungsi kejiwaan berupa inteligensi, kemauan dan perasaannya menjadi kalut atau kacau. 6. Penderita sering sekali menderita ketakutan hebat 7. Penderita sering dihinggapi depresi, delusi, halusinasi dan ilusi optis. 8. Penderita tidak memiliki insight sama sekali, mengalami regresi psikis, dan menderita stupor (tidak bisa merasakan sesuatupun, keadaannya seperti terbius) 9. Perilakunya cenderung agresif yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain, seperti sering marah-marah, menyerang, mengamuk, mengalami penurunan daya ingat, daya pikir yang parah dan serta kegiatan hariannya seperti; mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar/ kecil dan lain sebagainya tidak lagi diperhatikan. 10. Kehilangan kontrol diri (moral/etika) yakni sering melakukan tingkah laku moral, dan sering melakukan upaya-upaya bunuh diri.