Anda di halaman 1dari 8

Umumnya diagnosis penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) dilakukan melalui tes

urin dan darah. Dulu, gangguan ginjal sering baru teridentifikasi saat sudah mencapai stadium
akhir. Ini dikarenakan orang yang tidak berisiko tinggi biasanya tidak menjalani pemeriksaan
secara teratur. Namun kini diagnosis umumnya bisa dilakukan oleh dokter umum sehingga
pengobatan secara efektif dapat dilakukan lebih awal.

Tes-tes untuk Mendeteksi Kadar Kerusakan Ginjal


Ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk menentukan kadar kerusakan pada ginjal Anda.
Tes-tes tersebut meliputi:

Tes urin
Salah satu gejala penyakit ginjal adalah terdapat protein atau darah dalam urin Anda. Maka tes
ini digunakan untuk mengecek kemungkinan kandungan tersebut. Beberapa hasil tes urin perlu
dikirim ke laboratorium untuk dikonfirmasi. Sementara hasil beberapa tes lain dapat segera
diperoleh.

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)


Laju filtrasi glomerulus/LFG (glomerular filtration rate/GFR) adalah pengukuran yang digunakan
untuk menilai seberapa baik ginjal Anda bekerja. Penghitungan GFR melibatkan pengambilan
sampel darah dan dihitung berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelompok etnis Anda. Hasil
GFR serupa dengan persentase kapasitas fungsi ginjal normal.
Pemindaian
Dalam kasus gangguan ginjal stadium lanjut, ginjal menjadi mengerut dan berbentuk tidak utuh.
Sebelum perubahan bentuk ginjal tersebut terjadi, pemindaian digunakan untuk mengetahui
apakah terjadi penyumbatan tidak normal dalam aliran urin Anda. Proses ini dilakukan dengan
alat-alat seperti USG, computerised tomography (CT) scan, atau pemindaian magnetic
resonance imaging (MRI).
Biopsi ginjal
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal. Deteksi kerusakan ginjal
kemudian dilakukan dengan memeriksa sel-sel ini dengan mikroskop.

Menentukan Stadium Gagal Ginjal


Perkembangan penyakit ginjal diklasifikasi dengan sistem pemeringkatan (stadium). Terdapat
lima stadium untuk mendefinisikan tingkat keparahan kanker hati:
eGFR bernilai di atas 90 atau normal: stadium 1.
Walau nilai eGFR normal, terjadi kerusakan ginjal yang terdeteksi oleh tes lain.

eGFR bernilai 60-89: stadium 2.


Selain menurunnya eGFR ,tes lain mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal.
Agar perkembangan kondisi ginjal dapat terus dipantau, pengidap CKD stadium satu atau stadium dua
direkomendasikan untuk menjalani tes eGFR tahunan.

eGFR bernilai 30-59: stadium 3.


Pada stadium ini, perlu diadakan pemeriksaan lanjutan setiap enam bulan sekali.

eGFR bernilai 15-29: stadium 4.


Pada stadium ini, pengidap kemungkinan telah merasakan gejala-gejala CKD dan perlu mengikuti
pemeriksaan tiap tiga bulan.

eGFR bernilai di bawah 15: stadium 5.


Disebut sebagai kondisi gagal ginjal, yaitu ginjal telah kehilangan hampir seluruh fungsinya. Setiap enam
minggu, pasien gagal ginjal ini perlu menjalani pemeriksaan.

Hasil eGFR dari waktu ke waktu dapat naik atau turun. Diagnosis CKD biasanya baru bisa dipastikan jika
tes-tes eGFR yang dilakukan beberapa kali menunjukkan hasil konsisten di bawah normal.

Kelompok Paling Berisiko


Pemeriksaan rutin untuk mendeteksi CKD disarankan jika Anda termasuk kelompok orang berisiko
tinggi, yaitu:

 Pengidap diabetes, hipertensi, lupus, stroke, penyakit jantung, dan skleroderma.


 Orang yang secara teratur mengonsumsi obat pereda sakit dalam jangka panjang seperti ibuprofen.
 Orang dengan riwayat keluarga yang pernah mengidap CKD stadium lima atau mewarisi penyakit ginjal
serta penyakit saluran ginjal struktural, seperti batu ginjal danpembesaran prostat.
 Pengidap hematuria (dalam urinnya terdapat darah) atau proteinuria (terdapat protein dalam urin) yang
penyebabnya belum diketahui.
 Orang yang mengonsumsi rutin obat-obatan yang membahayakan ginjal, seperti litium dan kalsineurin.

 Orang dengan riwayat kesehatan keluarga berpenyakit ginjal.

Jika tes urin atau darah mengindikasikan kemungkinan bahwa ginjal tidak berfungsi dengan baik,
umumnya dokter akan menetapkan diagnosis adanya penyakit ginjal.

1. 3. C. MANIFESTASI KLINIS 1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369) : a. Gejala dini :
lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik
waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin
juga sangat parah. 2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : Hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). 3. Manifestasi klinik menurut Suyono
(2001) adalah sebagai berikut: a. Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema
pulmoner, perikarditis pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital friction rub pericardial,
pembesaran vena leher b. Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar c. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat,
nafas dangkal, pernafasan kussmaul d. Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna e.
Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku f. Muskuloskeletal : Kram
otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai Fraktur tulang, Foot drop g. Reproduktif : Amenore,
Atrofi testekuler D. PATOFISIOLOGI Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
2. 4. kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long,
1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi
menjadi 5 stadium : 1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan
lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan
mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari
penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin
kapiler. 2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. 3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus
sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang
menetap, dan terjadi hipertensi. 4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR.
Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui. 5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan
peningkatan BUN dan kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat. E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi
maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain : 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin) b. Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT2. 2. Pemeriksaan EKG 3. Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri,
tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia) 4. Pemeriksaan USG 5.
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
3. 5. 6. Pemeriksaan Radiologi 7. Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan
rontgen tulang, foto polos abdomen F. PENCEGAHAN Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan
penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan
dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian
terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan
urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi
sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan
sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan).
(Barbara C Long, 2001). G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan keperawatan pada pasien
dengan CKD dibagi tiga yaitu : 1. Konservatif a. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin b.
Observasi balance cairan c. Observasi adanya odema d. Batasi cairan yang masuk 2. Dialysis a.
peritoneal diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. b. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis) c. Hemodialisis d. Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan : e. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri f. Double lumen :
langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) 3. Operasi a. Pengambilan batu b.
transplantasi ginjal
4. 6. H. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktifitas dan Istirahat Kelelahan, kelemahan,
malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM b. Sirkulasi Riwayat hipertensi
lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c. Integritas Ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut,
marah, irritable d. Eliminasi Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung e. Makanan/Cairan Peningkatan
BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut,
asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan f. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur,
kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma g.
Nyeri/Kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif
dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal i. Keamanan Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus,
demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit,
ROM terbatas j. Seksualitas Penurunan libido, amenore, infertilitas k. Interaksi Sosial Tidak mampu
bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah: a. Penurunan curah jantung b. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit c. Perubahan nutrisi
5. 7. d. Perubahan pola nafas e. Gangguan perfusi jaringan f. Intoleransi aktivitas g. Kurang
pengetahuan tentang tindakan medis h. Resiko tinggi terjadinya infeksi 3. Intervensi a. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat Tujuan: Penurunan curah jantung
tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi: 1) Auskultasi bunyi jantung dan paru R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur 2)
Kaji adanya hipertensi R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal) 3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,
beratnya (skala 0-10) R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri 4) Kaji tingkat aktivitas, respon
terhadap aktivitas R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia b. Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output Intervensi: 1) Kaji status cairan
dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital 2)
Batasi masukan cairan R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi 3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan R: Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan 4) Anjurkan pasien / ajari
pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran R: Untuk mengetahui
keseimbangan input dan output
6. 8. c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi: 1) Awasi konsumsi makanan / cairan R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi 2) Perhatikan
adanya mual dan muntah R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi 3) Beikan makanan sedikit tapi sering R:
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan 4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat
selama makan R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial 5) Berikan perawatan mulut
sering R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi: 1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles R: Menyatakan adanya pengumpulan
sekret 2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam R: Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran O2 3) Atur posisi senyaman mungkin R: Mencegah terjadinya sesak nafas 4)
Batasi untuk beraktivitas R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia e.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan
kriteria hasil : 1) Mempertahankan kulit utuh 2) Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah
kerusakan kulit Intervensi:
7. 9. 1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan R:
Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus /
infeksi. 2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa R: Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan 3) Inspeksi area
tergantung terhadap udem R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek 4) Ubah posisi sesering
mungkin R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan
iskemia 5) Berikan perawatan kulit R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit 6) Pertahankan linen
kering R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit 7) Anjurkan pasien menggunakan
kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis R: Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera 8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar R:
Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit f. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan Tujuan: Pasien dapat
meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi Intervensi: 1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan 3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat 4)
Pertahankan status nutrisi yang adekuat g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi. 1) Kaji ulang penyakit/prognosis dan
kemungkinan yang akan dialami. 2) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda
dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ). 3) Libatkan keluarga dalam
memberikan tindakan. 4) Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi
(kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
(Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik
progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran
kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369) :
• Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
• Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada
kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial
oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi)
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
• Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis pitting edema (kaki,
tangan, sacrum), edema periorbital friction rub pericardial, pembesaran vena leher
• Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar
• Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kussmaul
• Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi
dan diare, perdarahan saluran cerna
• Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
• Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai Fraktur tulang, Foot drop
• Reproduktif : Amenore, Atrofi testekuler
Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronis, sebagai berikut :
Kardiovaskuler :
• Hipertensi
• Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
• Edema periorbital
• Friction rub perikardial
• Pembesaran vena leher Gastrointestinal :
• Napas berbau amonia
• Ulserasi dan perdarahan pada mulut
• Anoreksia, mual dan muntah
• Konstipasi dan diare
• Perdarahan pada saluran GI
Integumen :
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Kulit kering, bersisik
• Pruritus
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan rapuh Neurologi :
• Kelemahan dan keletihan
• Konfusi
• Disorientasi
• Kejang
• Kelemahan pada tungkai
• Rasa panas pada telapak kaki
• Perubahan perilaku
Pulmoner :
• Krekels
• Sputum kental dan liat
• Napas dangkal
• Pernapasan kussmaul Muskuloskeletal :
• Kram otot
• Kekuatan otot hilang
• Fraktur tulang
• Foot drop
Reproduktif :
• Amenore
• Atrofi testikuler
• Penurunan libido
• Impotensi
• Infertilitas Tulang dan sendi :
• Hiperparatiroidisme
• Defisiensi vitamin D
• Gout
• Pseudogout
• Kalsiifikasi ekstra tulang.

Penjelasan gejala-gejala klinik yang lain dari gagal ginjal kronis :


• Hipertensi. Hipertensi sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh meningkatnya produksi renin dan
angiotensin, atau akibat kelebihan volume yang disebabkan olleh retensi garam dan air. Keadaan ini dapat
mencetuskan gagal jantung dan mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.
• Kelainan kardiopulmoner. Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan kelebihan
volume. Aritma jantung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin terjadi pada penderita
uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang sudah mendapat dialisis.
• Kelainan hematologi. Selainn anemia, pasien dengan gagal ginjal memiliki waktu perdarahan yang lebih lama
dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan hitung
trombosit normal. Mukosa gastrointestinal adalah tempat yang paling lazim untuk perdarahan uremia.
• Efek gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan muntah-muntah terjadi pada uremia. Perdarahan gastrointestinal
sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh bgastritis erosif dan angiodisplasia. Kadar amilase serum dapat
meningkat sampai tiga kali kadar normal karena menurunnya bersihan ginjal.
• Osteodistrofi ginjal. Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola radiologik yang
klasik berupa resorpsi tulang subperiostial (yang paling mudah dilihat pada falangs distal dan falangs pertengahan
jari kedua dan ketiga), osteomalasia, dan kadang-kadang osteoporosis.
• Efek neuromuskular. Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dapat menyebabkan gejala
“restless leg”, mati rasa, kejang, dan foot drop bila berat. Penurunan status jiwa, hiperrefleksia, klonus,
asteriksis, koma, dan kejang mungkin terjadi pada uremia yang telah parah.
• Efek imunologis. Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial yang berat karena
menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat beredarnya toksin uremia yang tidak dikenal.
• Efek dermatologis. Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
• Obat. Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus dihindari (NSAID, aminoglikosida).
Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur pada pasien dengan gagal ginjal.
Uremia berkepanjangan merupakan hasil akhir semua penyakit ginjal. Adapun manifestasi sisemik utama pada
gagal ginjal kronik dan uremia sebagai berikut :
Cairan dan Elektrolit :
• Dehidrasi
• Edema
• Hiperkalemia
• Asidosis metabolik Kalsium Fosfat dan Tulang :
• Hiperfosfatemia
• Hipokalsemi
• Hiperparatiroidisme sekunder
• Osteodistrofi renal
Kardiopulmonal :
• Hipertensi
• Gagal Jantung kongestiv
• Edema Paru
• Perikarditis uremik Gastrointestinal :
• Nausea dan vomitus
• Perdarahan
• Esofagitis, gastritis, kolitis
Neuromuskuler :
• Miopati
• Neuropati perifer
• Ensefalopati Dermatologik :
• Warna pucat
• Pruritis
• Dermatitis
• Hematologik :
• Anemia
• Diatesis perdarahan

Komplikasi
1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis efusi
pericardial dan temponade jantung.
2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system renin angioaldosteron.
3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan pendarahan
gastrointestinal akibat iritasi.
4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D,
abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau
cairan di paru-paru (edema paru)
Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau
transplantasi ginjal untuk bertahan hidup

Anda mungkin juga menyukai