MODUL 3
DIFUSIVITAS INTEGRAL
A. Latar Belakang
B. Tujuan Percobaan
C. Dasar Teori
Gambaran langsung tentang gerak acak diperlihatkan oleh difusi (diffusion), yakni
campuran antara molekul zat dengan molekul zat yang lainnya yang terjadi sedikit demi
sedikit berdasarkan sifat kinetiknya. Difusi selalu berlangsung dari konsentrasi lebih tinggi
ke konsentrasi yang lebih rendah.
Difusi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk transfer massa yang
disebabkan oleh adanya gaya dorong (driving force) yang timbul karena gerakan-gerakan
molekul atau elemen fluida. Difusivitas cairan tergantung pada sifat – sifat komponen,
temperatur serta konsentrasi cairan tersebut. Namun, dalam pelaksanaan percobaan ini
faktor temperatur diabaikan. Hal ini karena perbedaan temperatur yang kecil menyebabkan
perbedaan densitas yang kecil, sehingga massa tidak berubah secara signifikan. Walaupun
penyebab difusi umumnya adalah gradien konsentrasi, difusi dapat juga terjadi akibat
gradien tekanan, gradien suhu, ataupun medan gaya yang diterapkan dari luar (seperti pada
pemisah sentrifugal). Difusi molekuler yang terjadi karena gradien tekanan (bukan tekanan
parsial) disebut difusi tekanan (pressure diffusion). Adapun yang disebabkan oleh gradien
suhu disebut difusi termal (thermal diffusion), sedangkan yang disebabkan oleh medan
gaya dari luar disebut difusi paksa (forced diffusion).
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu :
1. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel tersebut
bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.
4. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
difusi.
5. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak lebih
cepat.
Difusi adalah perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke rendah. Oleh karena
itu, perpindahan komponen atau molekul terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi
(Singh and Heldman, 2001). Proses difusi terbagi ke dalam 3 jenis yaitu:
1. Difusi cair
Dikatakan difusi cair jika terjadi perpindahan molekul cairan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Contoh: ketika perendaman kedelai dalam air saat
pembuatan tempe. Selama perendaman terjadi difusi air dari lingkungan luar (kadar air
tinggi) ke dalam kedelai (kadar air rendah).
2. Difusi padat
Dikatakan difusi padat jika terjadi perpindahan molekul padatan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Contoh: pada proses perendaman buah dengan larutan gula
dalam pembuatan manisan buah. Selama perendaman, selain terjadi difusi air dari
lingkungan luar ke dalam buah juga terjadi difusi molekul gula (molekul padatan) ke
dalam buah. Ini berarti difusi padatan juga terjadi dalam pembuatan manisan buah ini.
Selama ini batasan antara kapan terjadinya difusi air dengan difusi padatan masih belum
jelas karena prosesnya sering terjadi bersamaan dan susah untuk dibedakan.
3. Difusi gas
Dikatakan difusi gas jika terjadi perpindahan molekul gas dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah. Contoh: difusi O pada pengemas plastik. Ketika pengemas
plastic digunakan untuk membungkus suatu bahan, maka selama penyimpanan akan
terjadi difusi oksigen dan uap air dari lingkungan luar ke dalam plastik pengemas.
Jumlah oksigen dan uap air yang masuk ke dalam plastik pengemas bervariasi
tergantung pada permeabilitas plastik pengemas tersebut. Semakin banyak jumlah
oksigen dan uap air yang dapat masuk ke dalam plastik pengemas menunjukkan kualitas
plastik pengemas yang buruk. Dalam hal ini, difusi oksigen merupakan difusi gas dan
difusi uap air merupakan difusi cair.
Transfer massa berlangsung secara difusi antara dua fase atau lebih. Pada operasi
pemisahan konstituen dari campuran kebanyakan terdapat dua fase yang saling
bersinggungan yang dinamakan sebagai kontak fase.
Dinamika sistem sangat berpengaruh terhadap kecepatan transfer massa. Sehingga
dalam transfer massa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Difusi olakan adalah transfer massa yang terjadi apabila ada suatu fluida
yang mengalir melalui sebuah permukaan dengan aliran turbulen, atau transfer massa
yang dibantu oleh dinamika aliran. (Hardjono, 1989)
Dalam aliran fluida turbulen (aliran fluida yang terjadi olakan atau gumpalan
ataupun gelombang saat mengalir), mekanisme proses alir yang meliputi gerakan olakan
di inti turbulen belum diketahui secara detail. Sebaliknya mekanisme difusi molekuler,
terutama untuk gas, sudah diketahui dengan baik. Jika ditinjau, sebuah gas yang
mengalir secara turbulen melalui sebuah permukaan dalam keadaan tetap, pada saat
yang sama dalam aliran tersebut terjadi difusi equimolar arus berlawanan.
Komponen A berdifusi dari permukaan dinding ke badan utama gas, sedangkan
komponen B berdifusi dari badan utama gas ke permukaan dinding. (Hardjono,
1989)
Dalam mengamati aliran dalam percobaan, prinsip yang harus diketahui
adalah bahwa pada aliran laminer, partikel fluida mengalir secara teratur dan sejajar
dengan sumbu media alir (pipa, tabung, dll). Sedangkan pada aliran turbulen,
partikel–partikel tidak lagi mengalir secara teratur. Perbedaan kedua rezim aliran
dapat dilihat dari besarnya bilangan Reynold (Re) pada aliran fluida tersebut. Untuk
aliran turbulen, nilai Re>2000 (Brown, 1950).
Pada proses difusi terdapat dua kondisi yang sering terjadi, yaitu:
Pada peristiwa difusi dalam keadaan tunak yang terjadi pada satu lapis
material, materi yang berdifusi menyebar dari konsentrasi tinggi ke arah
konsentrasi yang lebih rendah. Konsentrasi materi yang berdifusi bervariasi
secara linier sebesar Co di xo menjadi Cx di x. Secara termodinamika, faktor
pendorong untuk terjadinya difusi adalah penyebaran materi dan adanya
perbedaan konsentrasi. Keadaan ini analog dengan peristiwa aliran muatan listrik
dengan faktor pendorong untuk terjadinya aliran muatan adalah perbedaan
potensial.
A B
CA CB
Gambar 1. Mekanisme terjadinya difusi dari sistem biner
(Treybal, 1988)
Bagian A ke B pada awalnya mempunyai konsentrasi yang berbeda.
Karena adanya transfer massa maka konsentrasi massa pada A akan berkurang
dan konsentrasi B akan bertambah. Apabila proses difusi berlangsung dalam
waktu yang relatif lama, maka konsentrasi A dan B akan seimbang atau CA = CB.
Difusivitas/koefisien difusi adalah suatu faktor perbandingan antara fluks
massa terhadap gradien konsentrasi zat yang mendifusi. Zat yang terlarut akan
mendifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah.
Difusivitas/koefisien difusi merupakan sifat spesifik sistem yang tergantung pada
suhu, tekanan dan komposisi sistem. DAB adalah koefisien difusi untuk komponen
A yang mendifusi melalui komponen B. Hubungan dasar difusi molekuler di atas
pertama kali ditemukan oleh Fick untuk sistem isotermal dan isobarik.
Yang dimaksud dengan fluks sendiri adalah banyaknya suatu komponen,
baik dalam satuan massa atau mol, yang melintasi satu satuan luas permukaan
dalam satu satuan waktu. Fluks dapat ditetapkan berdasarkan suatu koordinat
yang tetap di dalam suatu ruangan, suatu koordinat yang bergerak dengan
kecepatan rata-rata massa, atau suatu koordinat yang bergerak dengan kecepatan
rata-rata molar.
Koefisien difusi dapat dijumpai pada persamaan hukum Fick:
dC A
J Ax D AB (1)
dx
Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dengan arah yang sejalan dengan
penurunan konsentrasi.
Neraca Massa:
Massa Masuk – Masuk Keluar – Massa yang Bereaksi = Massa Akumulasi
dC A dC A dC A
A. D AB A. D AB 0 A. x. (2)
dx x
dx x x
dx
Persamaan (2) dibagi dengan A x, maka:
d dC A dC A
D AB (3)
dx dx dx
d 2C A dC A
DAB (4)
dx 2 dx
d 2C A 1 dC A
(5)
dx 2 D AB dx
Pada ujung pipa kapiler yang tertutup tidak ada transfer massa :
x=0
t=t
d 2C A
0
dx 2
Konsentrasi asam oksalat pada ujung pipa kapiler pada setiap saat :
x = L ; t = t ; CA = CA
N
E x100 % (7)
N0
L
A C A dx
0
E x100% (8)
C A0 AL
L
CA
E .dx.100% (9)
0
C A0 L
Untuk DAB yang tetap dan DAB .t/L2 kecil, maka persamaan (6) dapat didekati dengan:
D AB .t
E 100 200 (11)
L2
D AB .t
100 E 200 (12)
L2
1 t
log 100 E log 200 D AB log 2 (13)
2 L
t
2 log 100 E 2 log 200 D AB log (14)
L2
t
Sehingga persamaan dapat dibuat grafik hubungan antara log terhadap
L2
2 log 100 E dan juga persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode least
square, dengan persamaan pendekatan secara garis lurus sebagai berikut:
y a bx (16)
Di mana:
y 2 log 100 E
a 2 log 200 D AB .
t
x log
L2
b = tan = gradient = 1
dengan:
E = perbandingan asam oksalat yang tertinggal
t = waktu (menit)
L = panjang pipa kapiler (cm)
DAB = koefisien difusi (g/cm2.detik)
2. Bahan
a. Aquades d. Larutan asam Standar
b. Indikator PP e. Larutan asam oksalat (H2C2O4)
c. Larutan NaOH
3. Cara Kerja
Langkah Kerja
a. Penentuan Volume Pipa Kapiler
1. Timbang berat pipa kosong
2. Timbang pipa yang telah diisi aquades
3. Ukur panjang pipa dan suhu aquadest.
4. Cari densitas aquadest berdasarkan suhu aquadest yang telah diketahui
kemudian hitung volume pipa.
5. Ukur tinggi masing-masing pipa kapiler dan ujung atas yang terbuka sampai
dasar pipa kapiler yang tertutup dan masih dapat diisi dengan aquadest.
b. Standardisasi larutan NaOH
1. Ambil asam standar sebanyak volume tertentu dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan indikator PP (2 tetes)
3. Lakukan titrasi serta catat volume NaOH yang dibutuhkan.
4. Ulangi langkah selama dua kali
Analisis Perhitungan
Penentuan volume pipa
=
Keterangan: V = Volume pipa (ml)
m = massa aquadest (g)
= densitas aquadest (gr/ml)
Penentuan normalitas NaOH
1 1 = 2 2
Keterangan : V1 = Volume asam standar (ml)
N1 = Normalitas asam standar (N)
V2 = Volume NaOH (ml)
N2 = Normalitas NaOH (N)
Penentuan normalitas asam oksalat sebelum dan sesudah difusi
3 3 = 2 2
Keterangan : V3 = Volume asam oksalat (ml)
= 100 200
= 100%
F. DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G., 1950, “Unit Operation”, John Willey and Sons, Inc. New York
Hardjono. 1989. “ Diktat Kuliah Operasi Teknik Kimia II “. Hal 1 – 4. Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia. UGM Yogyakarta.
th
Perry .J.H. 1984.”Chemical Engineering Hand Book”,6 edition. Mc Graw Hill Book
2.
3.
4.
1.
2.
3.
2.
3.
4.
2.
3.
4.