Bab 1 Pendahuluan-2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perdu yang banyak


dijumpai di daerah tropis seperti di Indonesia. Tanaman tebu banyak di
manfaatkan untuk menghasilkan gula. Saat proses produksi gula, dilakukan
pembakaran pada ampas tebu (bagase) yang menghasilkan limbah pertanian
berupa abu ampas tebu. Pada proses pembakaran ampas tebu (bagase) komponen
organik diubah menjadi gas CO2 dan H2O dengan menyisakan abu yang terdiri
dari komponen anorganik (Hanafi, Nandang, 2010). Komponen – komponen
anorganik dari abu ampas tebu adalah mineral dimana komposisi silika paling
besar jika dibandingkan dengan komposisi lainnya yaitu sebesar 50.36 wt.%
sementara komposisi lainnya adalah K2O, Fe2O3, and CaO sebesar 19.34 wt.%,
18.78 wt.%, dan 8.81 wt.%. Abu ampas tebu kaya akan silika dan pemanfaatannya
masih belum optimal, murah, hal inilah yang menjadikan abu ampas tebu
berpotensi digunakan sebagai bahan baku silika gel ataupun silika dalam bentuk
serbuk (Affandi et al, 2009).
Silika sudah banyak digunakan untuk berbagai keperluan dengan berbagai
ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan. Seiring dengan perkembangan
teknologi, semakin banyak pemanfaatan silika terutama penggunaan silika dengan
partikel kecil seperti nano silika (Siswanto dkk, 2012). Nano partikel silika
merupakan silika yang dibuat dalam ukuran nano (10-9 m). Nano silika memiliki
sifat yang baik seperti kestabilan yang baik, serta biokompatibel sehingga mampu
bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh (Fernandez, 2012).
Abu ampas tebu yang kaya akan silika dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dasar dari Bioactive glass. Bioactive glass adalah suatu material yang
mengeluarkan respon biologis spesifik yang dapat memperbaiki jaringan baik
jaringan lunak maupun jaringan keras yang digunakan dalam banyak bidang di
kedokteran gigi (Carvalho, 2013). Bioactive glass mengandung kalsium dan
fosfat. Dimana kalsium dan fosfat juga terdapat pada hydroxyapatit di tulang
dengan proporsi yang mirip. Bioactive glass memiliki jenis yang berbeda – beda
dan tiap jenis memiliki komposisi yang berbeda pula. Bahan Bioactive glass
pertama yang ditemukan merupakan Bioactive glass sintetis yaitu Bioactive
glassTM (45S5) yang memiliki komposisi (45S5) yang terdiri dari SiO2 (46.1
mol%), CaO (26.9 mol%), Na2O (24.4 mol%) and P2O5 (2.6 mol%) (Farooq,
2012).
Menurut Hemagaran (2014) Bioactive glassTM (45S5) memilliki fungsi dapat
meremineralisasi gigi, memiliki kemampuan menurunkan sensitifitas dentin serta
bersifat antibakterial. Bioactive glassTM (45S5) juga berperan dalam reaksi
pembentukan Hydroxycarbonate apatite, dengan cara Bioactive glass saat
terpapar cairan tubuh akan terjadi suatu reaksi yang merubah struktur dan
komposisi kimia bioactive glass sehingga terbentuk Hydroxycarbonatite apatite
(HCA) kurang dari 2 jam (Farooq, 2012)
Selain Bioactive glassTM (45S5) terdapat Bioactive glass nano silica dari abu
ampas tebu, dimana menurut penelitian Wahyu (2017) Bioactive glass nano silica
dari abu ampas tebu dalam waktu 5 menit sudah mampu menghasilkan
pembentukan HCA. Hal ini menunjukkan bahwa Bioactive glass alami lebih cepat
dalam membentuk HCA dibandingkan dengan Bioactive glass sintetis. Selain itu,
Bioactive glass nano silika juga memiliki kelebihan mudah didapatkan, murah
dan silica yang berukuran nano partikel akan meningkatkan sifatnya. Namun,
Bioactive glass nano silica memiliki kekurangan seperti kelarutan yang tinggi
(Farah, 2017). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu bahan yan dapat
meningkatkan kekuatan bahan Bioactive glass nano silika dari ampas tebu.
Bioative glass merupakan bahan scaffold yang baik untuk rekayasa
jaringan tulang. Scaffolds merupakan suatu struktur tiga dimensi yang digunakan
sebagai media penyangga sementara proses perbaikan suatu jaringan tubuh.
Beberapa syarat yang harus dimiliki oleh scaffold ialah porus, biokompatibel,
biodegradable, bioaktif, dan memiliki kekuatan mekanik yang cukup untuk
menopang sementara proses pertumbuhan jaringan baru. Hambatan terbesar dalam
mendesain scaffold adalah banyaknya bahan yang belum dapat memenuhi sifat -
sifat tersebut secara bersamaan. Seperti contohnya, pada bahan yang secara
mekanik kuat biasanya memiliki sifat bioinert, sedangkan pada bahan yang
bersifat degradable memiliki kecenderungan kekuatan mekaniknya lemah. Oleh
karena itu penambahan polimer yang biodegradable dengan bioactive glass dapat
menjadi suatu opsi yang sesuai untuk memenuhi persyaratan scaffold seperti
bersifat bioaktif, biodegradable, dan memiliki sifat mekanik yang baik (Chen et
al., 2008).
Alginat merupakan komponen struktural utama dari dinding sel alga coklat
yang memberi kekuatan mekanik dan bersifat tidak larut air serta merupakan
matriks pengisi antar sel yang berfungsi sebagai pengikat dan lapisan pelindung
antar sel, alginat adalah suatu polisakarida bahan alam yang terdiri dari asam β-D-
manuronat dan asam α-L-gluronat (Zubia, 2007). Alginat juga memiliki sifat non
toksik, biodegradable, biocompatible dan dapat mempercepat pertumbuhan
jaringan baru sehingga banyak digunakan di bidang medis salah satunya untuk
rekayasa jaringan (Mutia, 2014). Alginat dari manca negara telah banyak
digunakan sebagai material scaffold untuk studi rekayasa jaringan. Di Indonesia,
pemanfaatan alginat dari alga coklat masih terbatas. Sehingga alginat dapat
ditambahkan untuk meningkatkan sifat dari bioactive glass nanosilica.
Dari pemaparan diatas diduga bahwa rumput laut coklat dapat
ditambahkan pada Bioactive glass nano silica karena rumput laut coklat memiliki
senyawa bioaktif polisakarida berupa alginat. Namun saat ini belum diketahui
secara pasti pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA). Untuk
mengetahui pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA) dapat
digunakan alat SEM.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang tersebut didapatkan rumusan


masalah sebagai berikut :
Apakah terdapat pembentukan Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari
bioaktive glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan
polisakarida dari brown seaweed?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah :

Mengetahui pembentukan Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari bioactive


glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan polisakarida dari
brown seaweed.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian yang dilakukan adalah :
a. Mengetahui pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari
bioactive glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan
polisakarida dari brown seaweed.
b. bioactive glass nano silica dapat dipertimbangkan sebagai alternatif bahan di
Kedokteran Gigi.
c. Alternatif pengolahan abu ampas tebu supaya bernilai tinggi.
d. Alternatif pengolahan seaweed supaya bernilai tinggi
e. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai