Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perdu yang banyak
dijumpai di daerah tropis seperti di Indonesia. Tanaman tebu banyak di manfaatkan untuk menghasilkan gula. Saat proses produksi gula, dilakukan pembakaran pada ampas tebu (bagase) yang menghasilkan limbah pertanian berupa abu ampas tebu. Pada proses pembakaran ampas tebu (bagase) komponen organik diubah menjadi gas CO2 dan H2O dengan menyisakan abu yang terdiri dari komponen anorganik (Hanafi, Nandang, 2010). Komponen – komponen anorganik dari abu ampas tebu adalah mineral dimana komposisi silika paling besar jika dibandingkan dengan komposisi lainnya yaitu sebesar 50.36 wt.% sementara komposisi lainnya adalah K2O, Fe2O3, and CaO sebesar 19.34 wt.%, 18.78 wt.%, dan 8.81 wt.%. Abu ampas tebu kaya akan silika dan pemanfaatannya masih belum optimal, murah, hal inilah yang menjadikan abu ampas tebu berpotensi digunakan sebagai bahan baku silika gel ataupun silika dalam bentuk serbuk (Affandi et al, 2009). Silika sudah banyak digunakan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan. Seiring dengan perkembangan teknologi, semakin banyak pemanfaatan silika terutama penggunaan silika dengan partikel kecil seperti nano silika (Siswanto dkk, 2012). Nano partikel silika merupakan silika yang dibuat dalam ukuran nano (10-9 m). Nano silika memiliki sifat yang baik seperti kestabilan yang baik, serta biokompatibel sehingga mampu bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh (Fernandez, 2012). Abu ampas tebu yang kaya akan silika dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dari Bioactive glass. Bioactive glass adalah suatu material yang mengeluarkan respon biologis spesifik yang dapat memperbaiki jaringan baik jaringan lunak maupun jaringan keras yang digunakan dalam banyak bidang di kedokteran gigi (Carvalho, 2013). Bioactive glass mengandung kalsium dan fosfat. Dimana kalsium dan fosfat juga terdapat pada hydroxyapatit di tulang dengan proporsi yang mirip. Bioactive glass memiliki jenis yang berbeda – beda dan tiap jenis memiliki komposisi yang berbeda pula. Bahan Bioactive glass pertama yang ditemukan merupakan Bioactive glass sintetis yaitu Bioactive glassTM (45S5) yang memiliki komposisi (45S5) yang terdiri dari SiO2 (46.1 mol%), CaO (26.9 mol%), Na2O (24.4 mol%) and P2O5 (2.6 mol%) (Farooq, 2012). Menurut Hemagaran (2014) Bioactive glassTM (45S5) memilliki fungsi dapat meremineralisasi gigi, memiliki kemampuan menurunkan sensitifitas dentin serta bersifat antibakterial. Bioactive glassTM (45S5) juga berperan dalam reaksi pembentukan Hydroxycarbonate apatite, dengan cara Bioactive glass saat terpapar cairan tubuh akan terjadi suatu reaksi yang merubah struktur dan komposisi kimia bioactive glass sehingga terbentuk Hydroxycarbonatite apatite (HCA) kurang dari 2 jam (Farooq, 2012) Selain Bioactive glassTM (45S5) terdapat Bioactive glass nano silica dari abu ampas tebu, dimana menurut penelitian Wahyu (2017) Bioactive glass nano silica dari abu ampas tebu dalam waktu 5 menit sudah mampu menghasilkan pembentukan HCA. Hal ini menunjukkan bahwa Bioactive glass alami lebih cepat dalam membentuk HCA dibandingkan dengan Bioactive glass sintetis. Selain itu, Bioactive glass nano silika juga memiliki kelebihan mudah didapatkan, murah dan silica yang berukuran nano partikel akan meningkatkan sifatnya. Namun, Bioactive glass nano silica memiliki kekurangan seperti kelarutan yang tinggi (Farah, 2017). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu bahan yan dapat meningkatkan kekuatan bahan Bioactive glass nano silika dari ampas tebu. Bioative glass merupakan bahan scaffold yang baik untuk rekayasa jaringan tulang. Scaffolds merupakan suatu struktur tiga dimensi yang digunakan sebagai media penyangga sementara proses perbaikan suatu jaringan tubuh. Beberapa syarat yang harus dimiliki oleh scaffold ialah porus, biokompatibel, biodegradable, bioaktif, dan memiliki kekuatan mekanik yang cukup untuk menopang sementara proses pertumbuhan jaringan baru. Hambatan terbesar dalam mendesain scaffold adalah banyaknya bahan yang belum dapat memenuhi sifat - sifat tersebut secara bersamaan. Seperti contohnya, pada bahan yang secara mekanik kuat biasanya memiliki sifat bioinert, sedangkan pada bahan yang bersifat degradable memiliki kecenderungan kekuatan mekaniknya lemah. Oleh karena itu penambahan polimer yang biodegradable dengan bioactive glass dapat menjadi suatu opsi yang sesuai untuk memenuhi persyaratan scaffold seperti bersifat bioaktif, biodegradable, dan memiliki sifat mekanik yang baik (Chen et al., 2008). Alginat merupakan komponen struktural utama dari dinding sel alga coklat yang memberi kekuatan mekanik dan bersifat tidak larut air serta merupakan matriks pengisi antar sel yang berfungsi sebagai pengikat dan lapisan pelindung antar sel, alginat adalah suatu polisakarida bahan alam yang terdiri dari asam β-D- manuronat dan asam α-L-gluronat (Zubia, 2007). Alginat juga memiliki sifat non toksik, biodegradable, biocompatible dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru sehingga banyak digunakan di bidang medis salah satunya untuk rekayasa jaringan (Mutia, 2014). Alginat dari manca negara telah banyak digunakan sebagai material scaffold untuk studi rekayasa jaringan. Di Indonesia, pemanfaatan alginat dari alga coklat masih terbatas. Sehingga alginat dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat dari bioactive glass nanosilica. Dari pemaparan diatas diduga bahwa rumput laut coklat dapat ditambahkan pada Bioactive glass nano silica karena rumput laut coklat memiliki senyawa bioaktif polisakarida berupa alginat. Namun saat ini belum diketahui secara pasti pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA). Untuk mengetahui pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA) dapat digunakan alat SEM.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang tersebut didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut : Apakah terdapat pembentukan Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari bioaktive glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan polisakarida dari brown seaweed?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah :
Mengetahui pembentukan Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari bioactive
glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan polisakarida dari brown seaweed.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan adalah : a. Mengetahui pembentukan struktur Hydroxycarbonate apatite (HCA) dari bioactive glass nano silica dari abu ampas tebu yang ditambahkan dengan polisakarida dari brown seaweed. b. bioactive glass nano silica dapat dipertimbangkan sebagai alternatif bahan di Kedokteran Gigi. c. Alternatif pengolahan abu ampas tebu supaya bernilai tinggi. d. Alternatif pengolahan seaweed supaya bernilai tinggi e. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.