lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.28 Obstruksi
distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu.
Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks.
Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki
luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel
dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi
sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi
fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema
warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding
appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah
kongesti.9
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan
kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.24
serta kelompok umur 15-24 tahun 41 orang (41,4%), 25-34 tahun 38 orang (38,4%),
35-44 tahun 15 orang (15,2%), 45-54 tahun 3 orang (3,0%), 55-64 tahun 1 orang (1,0%), dan 65-74
tahun 1 orang (1,0%).29
Penelitian Nwomeh (2006) di Amerika Serikat pada 788 penderita appendicitis didapat proporsi kulit
putih 81%, kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.30
Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400 penderita appendicitis didapat 287 orang
(71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%) perempuan, serta kelompok umur
5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114 orang (28,5%), 20-24 tahun 99 orang (24,8%), 25-34
tahun 102 orang (25,5%), dan ≥35 tahun 27 orang (6,8%).31 b. Distribusi Appendicitis Berdasarkan
Tempat (Place) Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR appendicitis 5 per
1.000 penduduk di pedesaan, 9 per 1.000 penduduk di periurban, dan 18 per 1.000 penduduk di
perkotaan.32 Penelitian Penfold et al (2008) di Amerika Serikat pada
anak umur 2-20 tahun didapat bahwa perforasi appendicitis lebih cenderung di pedesaan (69,6%)
daripada perkotaan (30,4%) (p=0,042).33 c. Distribusi Appendicitis Berdasarkan Waktu (Time) Penelitian
Dombal (1994) di Amerika Serikat terjadi penurunan kasus appendicitis dari 100 menjadi 52 per 100.000
penduduk periode tahun 1975-1991.34
Penelitian Walker (1995) di Afrika Selatan terjadi peningkatan kasus appendicitis dari 8,2 menjadi 9,5
per 100.000 penduduk periode tahun 1987-1994.35
Penelitian Bisset (1997) di Skotlandia terjadi penurunan kasus appendicitis dari 19,7 menjadi 9,6 per
10.000 penduduk periode tahun 1973-1993.36 Penelitian
Ballester et al (2003) di Spanyol terjadi peningkatan kasus appendicitis dari 11,7 menjadi 13,2 per 10.000
penduduk periode tahun 1998-2003.13
Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa
muda. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia
10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000 penduduk.37 Hal ini
berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena jaringan limfoid mencapai puncak pada usia
pubertas.24
Penelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate (SSMR) pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2
per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1.14
Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6
per 100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1.17 Kesalahan diagnosa appendicitis
15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan
appendicitis seperti pecahnya folikel ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium, dan
penyakit ginekologi lain.24
a.3. Ras
Faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah serat dan
pencarian pengobatan. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, IR kulit putih : kulit hitam
yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,5 : 1.37
Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR kulit putih : kulit hitam yaitu 2,9 : 1,7 per 1.000
penduduk dengan rasio 1,7 : 1.32
Serikat dengan desain Case Control pada anak umur 5-17 tahun didapat penderita
ruptur appendicitis 1,66 kali lebih besar pada anak keturunan Asia (Odds Ratio [OR]:
1,66; 95% Confidence Interval [CI] : 1,24-2,23) dan 1,13 kali lebih besar pada anak
kulit hitam (OR: 1,13; 95% CI: 1,01-1,30) dibandingkan anak bukan penderita ruptur appendicitis.38
Penelitian Smink (2005) di Boston dengan desain Case Control pada
anak umur 0-18 tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,24 kali lebih besar pada
anak kulit hitam (OR: 1,24; 95% CI: 1,10–1,39) dan 1,19 kali lebih besar pada anak
hispanik (OR: 1,19; 95% CI: 1,10–1,29) dibandingkan anak bukan penderita ruptur appendicitis.39
di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan Bacteriodes splanicus. Bakteri
penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4%.9 c. Faktor Environment Urbanisasi
mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola
makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan
rendah serat.40 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
Kebiasaan konsumsi rendah serat mempengaruhi defekasi dan fekalith menyebabkan obstruksi lumen
sehingga memiliki risiko appendicitis yang lebih tinggi.24
berikut:
2.5.1. Appendicitis Akut a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru
terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks
jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis
kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak
ada eksudat serosa. b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen
yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
c. Appendicitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
2.5.2. Appendicitis Infiltrat Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
2.5.3. Appendicitis Abses Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan
pelvic.
2.5.4. Appendicitis Perforasi Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
2.5.5. Appendicitis Kronis Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,
khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini
Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang
kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara
2.6.2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan. 2.6.3. Demam tidak tinggi (kurang dari
380C), kekakuan otot, dan konstipasi.
2.6.4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat
nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa
2.6.5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan
2.7. Diagnosa Banding Appendicitis19, 24 Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis
appendicitis
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan
appendicitis, diantaranya:
2.7.1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas
2.7.3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
meningkat.
2.7.4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
2.7.5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
2.7.6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim
akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis
2.7.8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
2.7.9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-
anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
terjadi gangguan pembuluh darah.24 Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
2.8.1. Abses Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.20
2.8.2. Perforasi Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.20
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.28, 44
a. Diet tinggi serat Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.40 Serat dalam
makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa,
keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.45
b. Defekasi yang teratur Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.45
masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang
menimbulkan peradangan pada appendiks.24
a.1.1. Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan
a.1.2. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan
terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).
a.1.4. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. a.2. Pemeriksaan Penunjang46
a.2.1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
a.2.3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
a.2.7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis,
b. Penatalaksanaan Medis
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.47
b.2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).48
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen