Anda di halaman 1dari 33

BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RS BHAYANGKARA

TULUNGAGUNG
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

Topik : DECOMPENSATIO CORDIS


Presenter :
Tanggal MRS : 29 Agustus 2016
dr. Wijayanti
Tanggal Periksa : 29 Agustus 2016
Pendamping :
Tanggal Presentasi :
dr. Liva Anggraeni
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Tulungagung
Objektif Presentasi : Keilmuan, Masalah, Diagnostik
□ Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
□ Deskripsi : Pasien laki-laki 52 tahun datang dengan keluhan sesak nafas
Memaparkan kasus kegawatan yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan
□ Tujuan : referensi ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus
yang dihadapi dengan solusi yang terbaik
Bahan
 Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan :
Cara  Presentasi dan
 Diskusi  E-Mail  Pos
Membahas : Diskusi
Data Pasien : Tn S/ laki-laki/ 52 tahun No. Regitrasi : 563505
NamaRS :RS Bhayangkara Tulungagung Telp : Terdaftar sejak:29Agustus 2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien laki-laki Sesak nafas di bagian dada dirasakan sudah 2 sejak hari. Sesak nafasnya
dirasa seperti diikat sehingga tidak bisa bernafas lega, munculnya mendadak tanpa
didahului adanya aktifitas apapun. Sesak dirasakan terus menerus, berkurang jika
menggunakan bantal. Selama serangan muncul beliau tidak merasakan adanya bunyi mengi
saat bernafas. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kakinya terasa bengkak, namun tidak
nyeri. Pasien mengaku sekitar 4 hari sebelumnya badan terasa tidak enak dan juga pasien
mengatakan bahwa dirinya menjadi gampang lelah, perut terasa sebah sehingga hanya tidur
saja di kamar tanpa melakukan aktifitas apapun. Untuk keluhan sesaknya pasien mengaku
sudah dibawa ke dokter secara rutin dan telah mendapatkan pengobatan secara rutin. Tidak
merasakan ada demam dan kadang batuk-batuk. BAB normal dan BAK terasa lebih sedikit
dari biasanya. Tidak mengeluhkan adanya pusing, mual, dan muntah.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien opname di rs satu tahun yang lalu dengan keluhan sesak

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :


Riwayat hipertensi (+), riwayat kencing manis, dan asma disangkal

4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien sudah tidak bekerja. Pasien dahulu bekerja sebagai petani

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :


Pasien merupakan kepala keluarga, tinggal bersama dengan istri dan juga satu orang
anak. Lingkungan rumah pasien di daerah pertanian

Daftar Pustaka :
1. Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang:
UNDIP
2. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
3. Baraas. Faisal. Kardiologi Klinis Dalam Praktek Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit
Jantung Pada Anak. Bagian Kardiologi FKUI/Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. 1995.
Jakarta. Hal: 236-243.
4. Advani. Najib. Emergencies pediatric. Subbagian kardiologi bagian ilmu kesehatan anak
FKUI-RSCM. Jakarta 2002. Hal: 87-94.
5. Fyler. Donald. Kardiologi Anak Nadas. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Gadjah Mada University Press. 1996. Yogyakarta. Hal: 79-88.
6. Wahab. Samik. Penyakit jantung anak. Edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC. 2003.
Jakarta. Hal: 80-89.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis CHF
2. Manejemen CHF
3. Derajat CHF
4. Penatalaksanaan CHF
BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain
itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole,
Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan
fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan
penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain.
CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000
penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50
tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun
(Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak
dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan pada pasien dengan
CHF.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik.
Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup
untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan
pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada
gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal
jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.
Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah
berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard,
dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi
jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup.
Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang
berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik,
kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati keluhan dan tanda-tanda
gagal jantung (symptom and sign).
Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated,
penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina,
high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
(medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut penyebabnya gagal jantung dibagi berdasarkan :
1. Myocardial damage
a. Ischemic Heart Disease (IHD) difus atau regional
b. Miokarditis : viral, demam rematik, bakterial, fungal
c. Kardiomiopati : kardiomiopati iskemik, kardiomiopati diabetik, kardiomiopati
periapartal, kardiomiopati hipertensi (HHD), idiopathic hypertrophic subortic
stenosis.
2. Beban ventrikel yang bertambah
a. beban tekanan / pressure overload
- hipertensi sistemik
- koarktasio aorta
- aorta stenosis
- pulmonal stenosis
- hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
b. Beban volume / volume overload
- Mitral regurgitasi
- Aorta regurgitasi
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriosus (PDA)
c. Restriksi dan obstruksi pengisisan ventrikel
- Mitral stenosis
- Triskupid stenosis
- Tamponade jantung
- Atrial miksoma
- Kardiomiopati restriktif
- Perikarditis kontriktif
d. Kor pulmonal
e. Kelainan metabolik
- Beri-beri
- Anemia kronik
- Penyakit tiroid
f. Kardiomiopati toksik
- Emetin
- Alkohol
- Vincristin
- Bir, kokain
g. Trauma
- Miokardial fibrosis
- Perikardial kontriktif
h. Kegananasan
- Limfoma
- Rabdomiosarkoma

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus


♣ Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri
koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis
mitral, dan penyakit perikardial.
♣ Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,
hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan
endokarditis infektif.
Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme gagal jantung:
I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)
Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan
seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA
dimaksudkan mempertahankan cairan, keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan
darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular
yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi
angiotensin-II oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine
suatu vasodilator menjadi peptide yang tidak aktif.
Pengaruh angiotensin II :
- Vasokonstriktor kuat
- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah
- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi
perifer meningkat yang berati afterload meningkat
- Merangsang terjadinya hipertropi miokard
- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi
garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.

II. Aktivasi sistem saraf simpatis


Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan
medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan
neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi
pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting dalam pengaturan heart
rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap
saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial.
Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler
yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik, sebelum mekanisme yang lebih
lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA
bekerja.
Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart
rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis
dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan redistribusi CO,
pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload
yang berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan
cardiac output.
III. Mekanisme Frank Starling
Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung
pada panjangnya serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi makin kuat.
Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga
mengahasilkan aktivasi sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer bertambah
panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga
berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling law of the heartI yang
menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi
ditentukan oleh volume pada akhir diastole yaitu preload
IV. Kontraksi miokard
Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung merupakan
upaya untuk menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan preload yang
meningkat
V. Redistribusi CO yang subnormal
Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-organ vital
yaitu jantung dan otak, darah yang mrngalir ke organ yang kurang vital seperti kulit,
otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi cairan (darah) terjadi pada penderita gagal
jantung yang mengalami aktivitas fisik, pada gagal jantung yang lanjut redistribusi
terjadi meskipun pada istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis
bersam parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada
organ yang kurang vital untuk mempetahankan kelangsungan hidup.
VI. Metabolisme anaerobik
Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme anaerobik.
Banyak jaringan terutam otot skeletal mengalami metabolisme anaerobik sebagai
cadagan untuk menghasilkan energi. Pada individu normal dalam latihan sedang
terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan 5% energi yang diperlukan. Penderita
dengan gagal jantung menghasilkan 30%.
VII. Arginin Vasopresin (AVP)
AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level AVP
meningkat 2 kali dibandingkan orang normal.
VIII. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik efek
vasokonstriktor, retensi Na dan air, hormon adrenergik. Oleh karena itu ANP
melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload, ANP juga menyebabkan

Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk
meningkatkan curah jantung, yaitu :
1) Meningkatkan aktivitas simpatik

Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor


ϐ-adrenergic dalam jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan
kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai
α-1 memacu venous return dan meningkatkan preload jantung. Respons kompensasi ini
meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya
dalam fungsi jantung.
2) Retensi cairan.

Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan


lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini
meningkatkan resistensi perifer dan retensi natrium dan air. Volume darah meningkat dan
semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak dapat memompa volume
ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi.
Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya
menyebabkan penurunan fungsi jantung
3) Hipertrofi miokard

Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung


menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat
tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal
sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa secara efektif. Jarang
pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah
yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena
perubahan struktural, seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan
volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan otot jantung untuk relaksasi. Hal ini
mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak cukup disebut
sebagai gagal jantung
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP meningkat,
batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium), pembesaran hati
(hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak
(oedem) pada tungkai.
Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak
nafas (dispneu, orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar
(terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan (cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan
suara S3 (gallop).

Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG,
foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Berdasar keluhan (symptom) terdapat
klasifikasi fungsional dari New York Heart Association ( NYHA) :

NYHA klas I :
Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari
tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA klas II :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa
enak pada istirahat. Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity) menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA kelas III :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa
enak pada istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA KELAS IV :
Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik
apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat
Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular

Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus
ada pada saat yang bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,
terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara
tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang menurun
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung.
Golongan obat gagal jantung yang digunakan adalah:
1) Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh
peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole)
dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol).
Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi
pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan
afterload. Obat-obat yang berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid
dinitrat, hidralazin
a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk


vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II
dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan
penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan penurunan
retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung.
Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan
inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk
semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah
infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang teliti
karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan
pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim
pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril

b) Angiotensi II receptor Antagonists

Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat


digunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari
sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan menghilangkan gejala
pada pasien dengan gagal jantung
c) Relaksan otot polos langsung

Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung


dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem
arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah
hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid
d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik

Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu


antagonis reseptor yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu memperbaiki gejala,
toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien
gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati idiopati

2) Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini
berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural
paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan preload
jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga
menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan
darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop
3) Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan
dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal
tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan gagal jatung. Spironolakton
meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron
4) Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan
curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap
kasus kerja inotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang
memacu kontraksi otot jantung
a) Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja
diantaranya pengaturan konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya
hambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan
konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport kalsium
kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel
yang meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.
Mekanisme lainnya yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida
digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.
Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk
dalam golongan glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung
mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk otot polos dan
susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi
mungkin melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini.
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium
dalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau
loop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen
kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga menjadi predisposisi
terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu
anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan,
bingung, pusing, meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik
atrium dan ventrikel, dan gangguan konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel
b) Agonis ϐ-adrenergic

Stimulan ϐ- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek


inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium
kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan kontraksi. Dobutamin
adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis
c) Inhibitor fosfodiesterase

Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini


menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang
termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan milrinon.
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara lain:
1. CAD (angina atau MI)
2. Hipertensi kronis
3. Idiopathic dilated cardiomyopathy
4. Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)
5. Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)
6. Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)
7. Anemia
8. Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac
9. Penyakit thyroid (hypothyroidism atau hyperthyroidism)

Tinjauan (Pencitraan) Radiologis


a. Echocardiography (ECG)
Echocardiography merupakan pemeriksaan yang lebih disukai (preferred
examination). Doppler echocardiography dua-dimensi dapat digunakan untuk menentukan
penampilan LV sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection fraction), serta tekanan
pengisian ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling pressures).
Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit valvular yang
penting secara klinis.

b. Radiography
Pada kasus-kasus kardiogenik, radiograph dapat menunjukkan cardiomegaly,
pulmonary venous hypertension, dan pleural effusions. Pulmonary venous hypertension
(PVH) dapat dibagi menjadi 3 tingkatan (grade).

 Pada grade I PVH, pemeriksaan upright menunjukkan redistribusi aliran darah ke


bagian nondependent dari paru-paru dan lobus atas.

 Pada grade II PVH, ada bukti interstitial edema dengan ill-defined vessels dan
peribronchial cuffing, juga penebalan septum interlobular.

 Pada grade III PVH, terdapat pengisian airspace lobus-bawah dan perihilar, dengan
ciri utama (ke-khas-an) konsolidasi (misalnya, confluent opacities, air bronchogram
dan ketidakmampuan untuk melihat pembuluh darah pulmo di daerah yang tidak
normal). Edema airspace cenderung menuju ke (to spare) perifer di pulmo bagian atas
dan tengah.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Tn S
Usia : 52 Tahun
No. RM : 563505
Alamat : Desa Jepun, Tulungagung
Tanggal MRS : 29 Agustus 2016 (12:11WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 29 Agustus 2016 (12:11 WIB)
Pembiayaan : Umum
B. Subjective:
 Anamnesis :
 Keluhan Utama :
Sesak nafas
 Riwayat Keluhan Sekarang:
Sesak nafas di bagian dada dirasakan sudah 2 sejak hari. Sesak nafasnya dirasa seperti
diikat sehingga tidak bisa bernafas lega, munculnya mendadak tanpa didahului adanya
aktifitas apapun. Sesak dirasakan terus menerus, berkurang jika menggunakan bantal.
Selama serangan muncul beliau tidak merasakan adanya bunyi mengi saat bernafas.
Pasien juga mengeluhkan tangan dan kakinya terasa bengkak, namun tidak nyeri.
Pasien mengaku sekitar 4 hari sebelumnya badan terasa tidak enak dan juga pasien
mengatakan bahwa dirinya menjadi gampang lelah, perut terasa sebah sehingga hanya
tidur saja di kamar tanpa melakukan aktifitas apapun. Untuk keluhan sesaknya pasien
mengaku sudah dibawa ke dokter secara rutin dan telah mendapatkan pengobatan
secara rutin. Tidak merasakan ada demam dan kadang batuk-batuk. BAB normal dan
BAK terasa lebih sedikit dari biasanya. Tidak mengeluhkan adanya pusing, mual, dan
muntah.

 Riwayat penyakit dahulu :


Pasien sebelumnya juga memiliki riwayat penyakit yang sama
 Riwayat keluarga:
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
 Kondisi lingkungan sosial
Pasien merupakan kepala keluarga. Pasien tinggal bersama istri dan memiliki
satu anak. Rumah pasien berada di kawasan pertanian.
C. Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
 BB : 60 kg
 TB : tidak diukur
 Keadaan Umum : lemah
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : 4-5-6
 Vital Sign :
o Tensi : 140/80 mmHg
o Suhu : 36 °C
o Nadi : 80 x/menit, regular, lemah
o Nafas : 26 x/menit
 Kepala/leher :
o Conjungtiva anemis (-/-)
o sklera ikterik (-/-), Sianosis (-), nafas cuping hidung (-/-), mata cowong (-
/-)
o pembesaran KGB (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemi (-), kripte lebar
(-), detritus (-)
 Thorax :
o Pulmo :
 Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
 Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris
 Perkusi : Sonor/Sonor
 Auskultasi : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
o Cor :
 Inspeksi : Batas jantung normal,
 Palpasi : Ictus cordis melebar
 Perkusi : Ukuran jantung membesar
 Auskultasi : Suara jantung 1-2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
o Inspeksi : perut terlihat normal
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba
o Perkusi : Timpani
 Ekstremitas :
o Edema : tidak didapatkan
o Akral : hangat

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 28 Mei 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Hemoglobin 13.4 12.00-16.00 g/DL
Hematokrit 41.9 37.00-43.00 %
Leukosit 10.6 4-10 x10^3uL
Trombosit 271 120-380 x10^3uL
Eritrosit 4.19 3.90-5.50 x10^6uL
PDW 18.30 9.0-17.0 %
MPV 5.70 5-10 fL
PCT 0.150 0.108-0.282 %
MCV 100 80.0-97.0 fL
MCH 32.0 27.0-32.0 Pg
MCHC 32.0 32.0-36 g/DL
Neutrophil 73.6 42-85 %
Basofil 2.6 0.0-2.0 %
Eosinofil 0.7 0-6 %
Limfosit 18.0 11-49 %
Monosit 5.1 0-9.0 %
KIMIA
Glukosa darah 77 80-125 Mg/dl
sewaktu
Cor : tampak membesar
Pulmo : perivascular harxiness
Sinus costophrenicus kanan tajam kiri tumpul

Kesimpulan
Cardiomegaly dengan oedema pulmonal
Efusi pleura kiri
D. Problem List
Subyektif
1. Pasien datang dengan kondisi sesak
2. 4 hari sebelumnya pasien mengeluh lemas
3. pasien mengeluhkan batuk-batuk
4. Pasien mengeluh perut terasa sebah
5. Pasien mengeluhkan kedua kaki bengkak

Obyektif
1. KU lemah
2. Tensi 140/80 mmHg
3. Pada pemeriksaan fisik jantung : ictus cordis melebar
4. Leukosit 10,6
5. Hasil foto rontgen menunjukkan gambaran jantung yang tampak membesar

E. Assesment :
Decompensatio Cordis
F. Planning:
 EKG
 Evaluasi darah lengkap
 Evaluasi GDA
 Planning Terapi di IGD :
o O2 Nasal 4 Lpm
o Injeksi furosemide ½ amp intravena
o Laxadin syrup 2 x1 Cth
Advis dr Arif Sp JP
o Injeksi furosemide 1x1

o Injeksi spirola 25 mg x1
o Injeksi irvask 1x1
o Injeksi Cor q 3 x1
Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
 Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,
menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan, serta menjelaskan
komplikasi yang dapat terjadi.
30 Agustus 2016
S Sesak untuk beraktivitas, bengkak berkurang, batuk(+)
O Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 88 x/mnt
Nafas : 24 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Inj furosemide 1 x1
Spirola 25 mg 1 x1
Irvask 1x1
Car q 3 x1
31 Agustus 2016
S Sesak saat beraktivitas (+), bengkak mulai berkurang, batuk (+)
O Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 75 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Inj furosemide 1 x1
Spirola 25 mg 1 x1
Irvask 1x1
Car q 3 x1
1 September 2016
S Sesak berurang, bengkak mulai berkurang, batuk (+)
O Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
2 September 2016
S Sesak saat beraktivitas (+), batuk (+)
O Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 84 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Inj furosemide 1 x1
Spirola 25 mg 1 x1
Irvask 1x1
Car q 3 x1
3 September 2016
S Sesak (+), batuk (+)
O Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 82 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
4 September 2016
S Sesak berkurang , batuk (+)
O Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 75 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Nebu ventolin 1 amp + NaCl 2 cc 2x/hari pagi-sore
Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
5 September 2016
S Sesak saat beraktivitas (+), batuk (+)
O Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 75 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
6 September 2016
S Sesak saat beraktivitas (+),batuk (+)
O Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 82 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : perut terlihat datar ,bising usus (+), timpani (+), flatus (+),
bab (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
7 September 2016
S Sesak hilang timbul , batuk (+)
O Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 22 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
8 September 2016
S Sesak hilang timbul , batuk (+)
O Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
9 September 2016
S Sesak (+), batuk (+)
O Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 28 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
10 September 2016
S Sesak hilang timbul , batuk (+)
O Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36 C
Nadi : 84 x/mnt
Nafas : 24 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Proxim 1 x1 po
Cpg 1 x1 po
Isdn 3 x1 po
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Trizelon 2 x1 p.o
Furosemide 1-0-0
Laxadin 3 x C1
11 September 2016
S Sesak mulai berkurang , batuk (-)
O Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Furosemide 3 x 1
Omx extra 1 ml iv
Spirola 25 mg 1-0-0
Corq 3 x1
Hyperil 5 mg 0-0-1
12 September 2016
S Sesak berkurang , batuk (-)
O Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 22 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Furosemide 3 x 1
Omx extra 1 ml iv
Spirola 25 mg 1-0-0
Corq 3 x1
Hyperil 5 mg0-0-1
Pasien direncanakan pulang jika keluhan sudah berkurang/membaik
13 September 2016
S Pasien menyatakan sudah tidak sesak lagi
O Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36 C
Nadi : 80 x/mnt
Nafas : 20 x/mnt
Kepala/leher : dbn
Thoraks : sn ves +/+ ; Rh -/- ; wh -/-
Abdomen : supel, bising usus N
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
A Decompensatio cordis
P Melanjutkan pengobatan dan kontrol di poli jantung
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.
Semarang: UNDIP
2. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
3. Baraas. Faisal. Kardiologi Klinis Dalam Praktek Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit
Jantung Pada Anak. Bagian Kardiologi FKUI/Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
1995. Jakarta. Hal: 236-243.
4. Advani. Najib. Emergencies pediatric. Subbagian kardiologi bagian ilmu kesehatan
anak FKUI-RSCM. Jakarta 2002. Hal: 87-94.
5. Fyler. Donald. Kardiologi Anak Nadas. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Gadjah Mada University Press. 1996. Yogyakarta. Hal: 79-88.
6. Wahab. Samik. Penyakit jantung anak. Edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC. 2003.
Jakarta. Hal: 80-89.

Anda mungkin juga menyukai