DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5 :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
reproduksi pada pekerja. Ratusan ribu pekerja setiap tahunnya menderita penyakit kulit
akibat bersentuhan dengan bahan- bahan yang digunakan dalam pekerjaan mereka.
Untuk menghindari atau meminimalkan risiko gangguan kesehatan dan keselamatan
terhadap pekerja berupa kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan
keterpajanan B3 di tempat kerja, sudah seharusnya setiap industri melakukan pengelolaan B3
dengan baik. Pengelolaan B3 ini meliputi kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, mengadakan di pabrik, menyimpan, menggunakan dan atau membuang
B3( Zahra, Januar Sitorus, & Hasyim, 2011)
1.3 Tujuan
2
Mampu memahami Pengelolaan Limbah B3(bahan berbahaya dan
beracun Tahapan pengelolaan dari hasil pembersihan tanki
Mampu mengetahui cara penyimpanan kemasan limbah b3
Mampu memahami kendala limbah b3
Mampu mengetahui Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3
Mampu mengetahui Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Mampu memahami Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun
3
BAB II
PEMABAHASAN
4
12. Penyimpanan adalah kegiatan penyimpanan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil
dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah
B3 dengan maksud menyimpan sematara
13. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil
limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat
dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3
14. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil
dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul
dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3
15. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau
penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk
mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman
bagi lingkungan dan kesehatan manusia
16. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi
limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun
17. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu
fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan hidup
18. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hokum
19. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang
pengendalian dampak lingkungan
20. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup; terpisah
(INDONESIA, NO. 18 TAHUN 1999)
5
• Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit;
• Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah
Sakit;
• PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan Beracun (B3);
6
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Limbah ini tidak berasal dari proses utama, melainkan dari
kegiatan pemeliharaan alat, konhibitor korosi, pelarutan
kerak, pencucian, pengemasan dll.
b. Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah ini berasal dari proses suatu industry (kegiatan
utama).
c. Limbah B3 dari sumber lain.
Limbah ini berasal dari sumber yang tidak terduga, misalnya bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Selain itu daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat
dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure
(TCLP) dan/atau uji karakteristik.
a. Mudah Meledak
7
c. Bersifat Reaktif
d. Beracun
e. Bersifat Korosif
f. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat
merusak jaringan tubuh.
g. Teratogenik
h. Mutagenik
8
j. Iritasi
k. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga
terjadi reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi keluar panas
(eksothermis).
Limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila diuji dengan metode
toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan.
2.5 Pengelolaan Limbah B3(bahan berbahaya dan beracun Tahapan pengelolaan dari hasil
pembersihan tanki adalah sebagai berikut:
Sedangkan menurut ( Zahra, Januar Sitorus, & Hasyim, 2011) kegiatan pengelolan
limbah B3 adalah sebagai berikut :
1. Pengadaan B3
Menyediakan sarana keselamatan seperti alat pelindung diri (APD), alat pemadam api
ringan (APAR) dan sarana pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) serta meminta
9
kepada setiap pemasok untuk melengkapi B3 yang dipesan dengan informasi bahan
seperti label, material safety data sheet (MSDS) dan certificate of analysis (COA).
2. Penyimpanan B3
Dalam kegiatan penyimpanan, B3 disimpan di dalam gudang khusus yang letaknya cukup
jauh dari daerah operasi pabrik. Di dalam gudang diberlakukan sistem pengelompokan
B3 untuk mencegah terjadinya reaksi antar bahan sesuai dengan denah yang ada di
gudang yang telah dibuat oleh Dinas Pergudangan.
3. Pengangkutan B3
Petugas pengangkut terdiri dari satu orang tenaga kontrak yang bertugas mengantar
keperluan B3 ke semua pabrik dengan menggunakan alat angkut berupa forklift. Petugas
ini merupakan orang yang sudah terlatih dan mempunyai surat izin mengemudi (SIM)
khusus untuk mengendarai forklift. Alat pengangkut yang digunakan juga dilakukan uji
layak oleh pihak safety dan dicek setiap paginya oleh petugas pengangkut.
angkut.
4. Penggunaan B3
Untuk menggunakan B3 terdapat instruksi yakni bahwa setiap pekerja yang akan
menangani B3 harus dilengkapi dengan safety permit bila perlu, prosedur kerja, alat
pelindung diri yang sesuai dan cukup jumlahnya, peralatan kerja yang cocok dan
kondisinya baik, alat pemadam api ringan serta sarana P3K.
kesehatannya.
5. Pembuangan B3
Penanganan pembuangan B3 dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja. Perusahaan telah menyediakan sarana keselamatan seperti APD, APAR
dan P3K. Untuk penyimpanan sementara, limbah B3 ditempatkan di bangsal yang jauh
dari tempat keramaian.
Cara yang dapat dilakukan dalam penyimpan kemaan Limbah B3 adalah sebagai berikut:
a. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok dimana setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua ) kemasan
b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukkannya
c. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan
d. Jarak tumpuk kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding
bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (Satu) meter
10
e. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara
terpisah ( W. Widodo, H.Hartono, & Syam , 2006)
a. Akan tetapi, yang masih menjadi kendala yakni seringnya B3 yang masuk tidak disertai
dengan MSDS.
b. Faktor manusia merupakan salah satu penyebab dari banyaknya kecelakaan kerja yang
terjadi
1. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan
karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas yang
ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode untuk dapat
membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan dari MSDS.
2. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat
dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko
yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
3. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan
meliputi:
a. Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi, penggunaan alat
perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.
b. Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan
MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin dan
pendidikan atau latihan.
c. Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman.
d. Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
4. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain :
a. Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan yang
kurang berbahaya.
b. Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin
dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih
sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga risiko
dalam penyimpanan kecil.
c. Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan berbahaya
yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara
11
pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/tumpahan, cara pengobatan bila
terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada
penyalur atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.
d. Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan
bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar
kontaminan tidak melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.
e. Upayakan agar pekerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan
mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja
yang aman.
f. Upayakan agar pekerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat melalui
pengujian, pelatihan dan pengawasan.
g. Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan
petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan
jelas.
h. Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan
berbahaya.
j. Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara
instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau
daur ulang.
12
Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat formulir seleksi yang memuat
kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing
kriteria yang ditentukan. Hal-hal yang menjadi kriteria penilaian :
1. Kapabilitas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis dalam
kontrak kerjasama.
2. Kualitas dan garansi
Kualitas barang yang diberikan memuaskan dan sudah sesuai dengan spesifikasi yang
sudah disepakati. Jaminan garansi yang disediakan baik waktu maupun jenis garansi yang
diberikan.
13
a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan.
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.
c. Letakkan bahan sesuai ketentuan.
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk.
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama.
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan bahan,
hindari terjadinya tumpahan/kebocoran.
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan bahaya/
kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui formulir yang telah
disediakan dan alur yang telah ditetapkan.
2. Penanganan berdasarkan lokasi
Daerah-daerah yang berisiko (laboratorium, radiologi, farmasi dan tempat penyimpanan,
penggunaaan dan pengelolaan B3 yang ada di Rumah Sakit harus di tetapkan sebagai daerah
berbahaya dengan menggunakan kode warna di area bersangkutan, serta dibuat dalam denah
Rumah Sakit dan disebarluaskan/disosialisasikan kepada seluruh penghuni Rumah Sakit.
3. Penanganan administratif
Di setiap te mpat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus diberi tanda
sesuai potensi bahaya yang ada, dan di lokasi tersebut tersedia SOP untuk menangani B3
antara lain :
a. Cara pananggulangan bila terjadi kontaminasi.
b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan.
c. Cara penanganan B3 dll.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, dapat menjadi suatu bahan pembelajaran
bagi pembaca. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
W. Widodo, B., H.Hartono, & Syam , A. (2006). JASA PEMBERSIHAN KAPAL TANKER
DITINJAU DARI SEGI TEKNIS DAN LINGKUNGAN.
Zahra, Y., Januar Sitorus, R., & Hasyim, H. (2011). KEGIATAN PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN DITINJAU DARI ASPEK KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG. JURNAL ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 2 .
dr. Kuwat Sri Hudoyo, M. (2010). STANDAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI
RUMAH SAKIT. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.