PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare, yang
ditandai dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin. Kejadian ISK pada
anak kira-kira 40% akan mengalami infeksi berulang. Manifestasi klinis ISK
sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga
gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis
pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. Bila diagnosis ISK sudah
Komplikasi akut pada anak sehat saat ini jarang kecuali pada bayi yang
adalah keadaan yang berhubungan dengan parut ginjal yaitu hipertensi dan
hipertensi sebanyak 23% dan penyakit ginjal terminal sebanyak 10%. Apabila
ISK dapat ditangani dengan benar sejak awal akan sangat memperbaiki
prognosis terutama efek jangka panjang seperti parut ginjal yang akhirnya
penanganan yang tepat untuk memperbaiki fungsi ginjal pada anak yang
menderita ISK maka pada kepustakaan ini akan dibahas mengenai definisi,
tatalaksana ISK.
BAB II
Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinary Track Infections (UTI) adalah
keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi
bakteriuria yang bermakna. Dari sudut pandang mikrobiologi, ISK terjadi bila
sebenarnya, pada pasien-pasien yang simtomatis, jumlah yang lebih kecil telah
dapat dikatakan sebagai infeksi (102-104 organisme/ml), atau pada sampel yang
berasal dari aspirasi supra pubis atau dari sampel yang diambil dari kateter.
>105 /ml. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria
bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per
lapangan pandang.
Meskipun uretra distal dari kedua jenis kelamin dapat dikolonisasi oleh
berbagai macam organisme, saluran kemih normal bersifat steril terhadap bakteri.
Jalur yang paling penting bagi organisme adalah jalur ascendens dari uretral ke
vesika urinaria yang kemudian naik ke ureter berlanjut ke pelvis dan parenkim
ginjal. Penyebaran infeksi secara hematogen menuju parenkim ginjal dapat terjadi
adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran
2. Bakteriuria
tergantung pada cara pengambilan sampel urin. Bila urin diambil dengan cara
mid stream, kateterisasi urin, dan urine collector, maka disebut bermakan bila
ditemukan kuman 105 cfu (colony forming unit) atau lebih dalam setiap
mililiter urin segar, sedangkan bila diambil dengan cara aspirasi supra pubik,
pada saat melakukan biakan urin ketika check-up rutin atau uji tapis pada anak
4. ISK simtomatik
adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi
dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut
pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi yang terbatas pada
saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi
adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada sebagian kecil (10-20%)
adalah infeksi pada saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural
adalah ISK yang disertai dengan kelainan anatomik dan atau fungsional saluran
kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran
kemih, kista ginjal, buli- buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.
8. Pielonefritis akut
9. Sistitis akut
secara radiologik ditemukan gambaran parut ginjal yang khas pada kalises
yang tumpul. Lebih dikenal dengan istilah nefropati refluks, meskipun tidak
yaitu bakteriuria yang timbul kembali setelah pengobatan dengan jenis kuman
yang sama dengan kuman saat biakan urin pertama kalinya. Kekambuhan
12. Reinfeksi
yaitu bakteriuria yang timbul setelah selesai pengobatan dengan jenis kuman
yaitu ISK yang timbul dalam periode pengobatan maupun setelah selesai
terapi.
adalah ISK dengan biakan urin dengan jumlah kuman bermakna yang disertai
demam dengan suhu > 380C. ISK demam sering ditemukan pada bayi atau
anak kecil, dan sekitar 60-65% ISK demam merupakan pielonefirits akut.
adalah ISK dengan keadaan pasien yang serius, diuresis sedikit, terdapat massa
terdapat dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK atas, atau satu
episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih episode sistitis
atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK bawah.
PREVALENSI
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang relatif sering pada
anak. Kejadian ISK tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada
neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada
neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria
didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5%
pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam
berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%. Puncak insidensi terjadi saat
Pada anak laki-laki, sebagian besar ISK terjadi saat 1 tahun kehidupan,
ISK banyak terjadi pada anak yang tidak dilakukan sirkumsisi. Prevalensi ISK
kemih, sehingga anak yang suka menahan kencing atau berkemih yang tidak
timbulnya infeksi. Risiko untuk terjadi ISK yang paling umum adalah RVU
berkisar antara 20–42 %. Urin yang refluks meningkatkan risiko ISK berulang dan
parut ginjal. Faktor risiko lain adalah adanya riwayat infeksi sebelumnya,
orangtua atau saudara anak tersebut mengalami refluks. Anak ras kulit putih
mempunyai risiko untuk ISK 2 kali lebih banyak dibanding anak kulit berwarna.
lain. Stasis urin yang disebabkan oleh faktor penekanan dari luar seperti
terjadinya ISK.
perempuan Kehamilan
Bubble bath
bukan cystitis
ETIOLOGI
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering 60-80% pada ISK
akut. Pada anak perempuan, 75-90% infeksi disebabkan oleh Escherichia coli,
lalu oleh Klebsiella spp., dan Proteus spp. Pada anak laki-laki usia lebih dari 1
tahun, ISK sering disebabkan oleh Proteus spp. dan Escherichia coli, dan
menjadi 8-8,5. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium,
Klebsiella Pneumoniae
Oxytoca
Proteus Mirabilis
Vulgaris
Enterobacter Cloacae
Aerogenes
Providencia Rettgeri
Stuartii
Morganella Morganii
Cytobacter Freundii
Diversus
Serratia Marcescens
Saprophyticus
(enterococcus)
KLASIFIKASI
perinephric abscess
a. ISK simtomatik
b. ISK asimtomatik
a. ISK akut
b. ISK kronis
lokasi infeksi, dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan
dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran
kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks. ISK
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20%
ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan
gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada
pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda. Untuk kepentingan klinik dan tata
laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK
kompleks (complicated UTI). ISK kompleks adalah ISK yang disertai kelainan
anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun
aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu
asing, dan sebagainya. ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan struktural maupun
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah; keadaan
pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung
terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli. ISK
berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK
atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih
episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK
bawah.
ISK Uncomplicated
Disebut juga ISK non-obstruktif :
ISK Complicated
Simptomatik
o Sindrom frekuensi :
- Disuria
- Bakteri sistitis
- Pielonefritis akut
- Prostatitis akut
Asimptomatik
Sindrom yang paling sering ditemukan pada wanita dewasa, pada anak-anak
dalam saluran kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan
lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi
diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari
Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita,
rekurens, uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah
kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau
infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan
atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan
ISK complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan
tidak menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh
infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke
bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun
PATOGENESIS
Bakteri dalam urin bisa berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria
atau dari uretra. Timbulnya suatu infeksi di saluran kemih tergantung dari faktor
predisposisi dan faktor pertahanan tubuh penderita yang masih belum diketahui
dengan pasti.
Bakteri uropatogenik yang melekat pada sel uroepitel, dapat
ascending, tetapi tidak semua galur E.coli dapat berkolonisasi di saluran kemih.
ISK pada anatomi saluran kemih yang normal. Kemampuan melekat kuman ke
uroepitel berkat adanya fimbria atau pili yang disebut P – fimbriae, yang mudah
menempel pada reseptor spesifik epitel saluran kemih yaitu sejenis karbohidrat
Glukopid Gal-Gal positive ditemukan pada sel uroepitel orang dengan golongan
darah P1, sehingga anak dengan golongan darah P1, akan mengalami risiko
terkena pielonefritis akut berulang 11 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak
golongan darah P2. Aerobactin suatu zat yang dihasilkan kuman berfungsi
mengikat dan menumpuk zat besi yang berguna untuk pertumbuhan kuman.
berkolonisasi di dalam saluran kemih, galur bakteri tetap bertahan sampai timbul
gejala ISK atau terjadi invasi galur lain. Galur bakteri tertentu dapat bertahan rata-
rata 88 hari tanpa ada demam atau gejala infeksi sistemik.Di sisi lain E.coli
Flora usus
↓
Munculnya tipe uropatogenik
↓
Kolonisasi di perineal dan uretra anterior
↓
Barier pertahanan mukosa normal
↓
Cystitis
↓
VIRULENSI Acute FAKTOR PENJAMU (HOST)
BAKTERI Pyelonephritis 1. Memperkuat perlekatan ke
sel uroepitel
2. Refluks vesiko ureter
3. Refluks intrarenal
Parut ginjal Urosepsis 4. Tersumbatnya saluran
kemih
5. Benda asing (kateter urin)
coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan
dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis,
melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan
terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas
dan bawah
degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.
perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini
antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus
ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan
penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering
saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi
saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat
terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila
refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang
dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema
dengan/tanpa hipertensi.
terhadap ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor
(sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin)
sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan
darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe
kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-
IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan
Secara umum patogenesis ISK kompleks hampir sama dengan ISK, tetapi
terdapat perbedaan yaitu pada ISK kompleks terdapat faktor risiko berupa
kelainan anatomi, fungsi dan metabolik dan sering menimbulkan infeksi berulang.
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari flora feses,
Pada bayi, septikemia karena bakteri gram negatif relatif lebih sering, hal ini
mungkin disebabkan imaturitas dinding saluran pencernaan pada saat kolonisasi
oleh Escherichia coli atau karena imaturitas sistem pertahanan. Penyebaran secara
hematogen lebih sering terjadi pada neonatus. Infeksi nosokomial juga dapat
adalah E. coli (lebih dari 90%), sedangkan yang disebabkan infeksi nosokomial
berkolonisasi di perineum pada anak perempuan atau di preputium pada anak laki-
laki. Kemudian bakteri masuk kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara
dan melewati mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin.
Pada keadaan normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks yang
pengosongan kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada saat
setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat seluler,
Pada anak perempuan, ISK kompleks sering terjadi pada usia toilet
training karena gangguan pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak
mencoba untuk menahan kencing agar tidak ngompol, dimana kontraksi otot
kandung kemih ditahan sehingga urin tidak keluar. Hal ini menyebabkan tekanan
tinggi, turbulensi aliran urin dan atau pengosongan kandung kemih yang tidak
pengosongan kandung kemih dapat terjadi pula pada anak yang tidak BAK secara
risiko ISK karena adanya stasis urin. Instrumentasi pada uretra selama VCUG
atau kateterisasi yang tidak steril dapat menginfeksi kandung kemih oleh bakteri
permukaan bakteri. Terdapat 2 tipe fimbrae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbrae tipe I
terdapat pada seluruh strain E.Coli. Karena perlekatan pada sel target dapat
dihambat oleh D-Mannose, maka fimbrae ini disebut juga mannose sensitive dan
tidak berperan dalam pielonefritis. Perlekatan fimbrae tipe II tidak dihambat oleh
mannose, sehingga disebut juga Mannose resistant, fimbrae ini hanya terdapat
glikospingolipid yang terdapat pada sel uroepitel dan sel darah merah. Fraksi Gal
oleh P blood eritrosit maka disebut sebagai P fimbrae. Bakteri dengan P fimbrae
persisten atau rekuren dari ISK pertama dapat terjadi disebabkan oleh terapi yang
tidak adekuat (misalnya antibiotik yang tidak tepat, lama terapi terlalu pendek
atau dosis kurang tepat). Tetapi selain hal tersebut, merupakan suatu tanda adanya
kelainan yang mendasari di saluran kemih (misalnya batu ginjal, kista, abses,
benda asing) yang menjadi tempat bakteri berkembang biak. Infeksi rekuren dapat
merupakan infeksi baru yang disebabkan bakteri yang baru dan harus dicurigai
MANIFESTASI KLINIS
bakteriuria asimtomatik
1. Pyelonephritis
b. Demam,
c. Malaise,
d. Mual,
e. Muntah
3. Cystitis
- Gejala meliputi :
a. Dysuria,
b. Urgency,
c. Frequency,
d. Suprapubic pain,
e. Incontinence,
4. Bakteriuria asimtomatik
- Kondisi yang menunjukkan hasil kultur urin yang positif tanpa disertai
manifestasi klinis infeksi. Hal ini sering terjadi pada anak perempuan.
- Insidensi :
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu
tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik,
muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria,
urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih
normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia
lobar.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 38ºC, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
dan enuresis.
DIAGNOSIS
1. Gejala
a. Asimtomatik
b. Simtomatik
- Pada neonatus gejala tidak khas, seperti : panas badan, malas
kesadaran.
berbau menyengat
2. Tanda
hipospadia, epispadia)
3. Pemeriksaan penunjang
diandalkan bila koleksi urin benar dan masih segar, yang terdiri
dari:
pH urin
Proteinuria
Uji biokimia
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan
ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun
dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai
pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur
urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi
ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,
Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisis
a. Leukosuria
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada
leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai
pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna,
Leukosuria
b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram.
emersi.
b. Biakan bakteri
Gambar 2.2. Biakan bakteri
• Wanita, simtomatik
berurutan.
3. Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya
adalah sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai
lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan
perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk
mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah
perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi
urin. Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat
antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah
dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak
dapat diketahui.
PENGELOLAAN
PENATALAKSANAAN
Tata laksana Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti
umur pasien, lokasi infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang
terlebih dahulu diambil sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi
antimikroba. Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih awal dan tepat
Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK
pada anak, dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa
berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun terdapat beberapa perbedaan tetapi
protokol penanganan ini saling melengkapi. Secara garis besar, tata laksana ISK
terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi
dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah
infeksi berulang.
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai
ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu
hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin.
Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola resistensi kuman setempat atau
lokal, dan bila tidak ada dapat digunakan profil kepekaan kuman yang terdapat
dalam literatur.
Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila
dalam waktu tersebut respon klinik belum terlihat mungkin antibiotik yang
diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks,
sistitis menunjukkan tidak ada perbedaan dalam outcome anak dengan pemberian
antibiotik jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang. Oleh karena itu,
pada sistitis diberikan antibiotik jangka pendek. Biasanya, untuk pengobatan ISK
simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7 hari, tetapi ada penelitian yang
melaporkan pemberian antibiotik per oral dengan waktu yang lebih singkat (3-5
•Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya
masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-
amoksiklav.
•Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
• Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
sebagian besar kuman patogen dalam urin mendekati 96% terhadap gentamisin
dan seftriakson. Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik
antibiotik yang diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat pada tabel
1 dan tabel 2.
Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak
misalnya rasa sakit yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi pengobatan parenteral hingga gejala klinik membaik.
Lama pengobatan umumnya 5 – 7 hari, meskipun ada yang memberikan 3-5 hari,
6 atau 7 hari. Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian antibiotik oral
Pengobatan pielonefritis
pada pielonefritis akut, tetapi umumnya antibiotik diberikan selama 7-10 hari,
meskipun ada yang menuliskan 7-14 hari. atau 10-14 hari. Pemberian antibiotik
dengan pemberian antibiotik per oral sampai selama 7-14 hari pengobatan. Secara
oral setelah 5 hari pengobatan bila respons klinik terlihat dengan nyata atau
setidak-tidaknya demam telah turun dalam 48 jam pertama. Tidak ada bukti yang
meyakinkan bahwa pengobatan 14 hari lebih efektif atau dapat mengurangi risiko
kekambuhan.
sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus yang dihadapi
dilakukan.
(randomized clinical trial) pada 306 anak dengan ISK dan demam, yang diterapi
dengan sefiksim oral dan dibandingkan dengan sefotaksim selama 3 hari yang
dilanjutkan dengan sefiksim per oral sampai 14 hari, dan hasil pengobatan tidak
sebagai terapi yang aman dan efektif pada anak yang menderita ISK dengan
demam.
Pada masa neonatus, gejala klinik ISK tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus, gagal tumbuh, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
antibiotik pada neonatus dengan ISK adalah 10-14 hari. Pemberian profilaksis
Bakteriuria asimtomatik
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL dalam
urin tanpa gejala klinik, baik gejala klinik ISK bawah (disuria, urgency, dan
frekuensi) ataupun gejala klinik ISK atas seperti demam, menggigil, nyeri sekitar
virulensi rendah pada saluran kemih dapat menghambat invasi kuman patogen,
Pengobatan suportif
Terapi cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang
sudah besar dapat disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi.
10 mg/ kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien sakit berat
untuk mencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan
pencitraan. Dengan pemeriksaan fisik saja dapat ditemukan sinekia vagina pada
anak perempuan, fimosis, hipospadia, epispadia pada anak laki-laki. Pada tulang
anatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan faktor
risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis pemeriksaan
sering digunakan, tetapi belakangan ini tidak lagi rutin digunakan pada ISK
karena berbagai faktor antara lain efek radiasi yang multipel, risiko syok
anafilaktik, risiko nekrosis tubular akut, jaringan parut baru terlihat setelah
beberapa bulan atau tahun, tidak dapat memperlihatkan jaringan parut pada
permukaan anterior dan posterior. PIV digunakan untuk kasus tertentu, misalnya
untuk melihat gambaran anatomi jika tidak jelas terlihat dengan USG dan
skintigrafi DMSA, misalnya ginjal tapal kuda. Berdasarkan studi tentang untung-
1. Anak yang diduga menderita pielonefritis akut dan semua bayi yang menderita
ISK perlu pemeriksaan USG dan MSU. Bila ditemukan RVU, pemeriksaan
PIV atau sintigrafi DMSA dapat dilakukan. Bila pada pemeriksaan USG
2. Anak perempuan dengan ISK bawah (sistitis) berulang sampai dua atau tiga
kali, atau ISK pertama dengan adanya riwayat RVU dalam keluarga,
3. Sebagian besar anak perempuan dengan ISK serangan pertama atau ISK bawah
Dalam algoritme disebutkan bila respons klinik dalam 48 jam pengobatan tidak
nyata maka perlu biakan urin ulangan dan USG sesegera mungkin, sedangkan
Goldman dkk. menganjurkan bahwa USG dan MSU harus dilakukan secara rutin
pada ISK bayi laki-laki. Skintigrafi ginjal dipersiapkan bila pada USG diduga ada
kelainan ginjal atau bila pada MSU ditemukan refluks derajat III atau lebih. CHN
pertama kali, dan terhadap semua anak dengan ISK febris pertama sekali
< 2 tahun, 2-5 tahun, dan di atas 5 tahun. Pada kelompok umur < 2 tahun,
dilakukan pemeriksaan USG dan MSU, dan jika ditemukan kelainan, dilanjutkan
dengan PIV atau DMSA, sedangkan jika tidak ada kelainan, anak diobservasi
saja.. Pada kelompok umur 2-5 tahun, dilakukan pemeriksaan USG dan jika
ditemukan kelainan, dilanjutkan dengan MSU, dan jika dengan MSU ditemukan
kelainan, pemeriksaan dilanjutkan dengan PIV atau DMSA. Pada kelompok umur
> 5 tahun, dilakukan USG dan jika terdapat kelainan, dilanjutkan dengan PIV atau
membagi anak dalam 3 kelompok yaitu 0-1 tahun, 1-4 tahun, dan anak yang lebih
besar,dan tidak menganurkan pemeriksan PIV. Pada 0-1 tahun, dilakukan
mendeteksi jaringan parut, dan MSU untuk mendeteksi refluks vesiko-ureter serta
gambaran anatomi kandung kemih dan uretra. Pada kelompok umur 1-4 tahun,
terdapat riwayat keluarga dengan RVU atau pada pemeriksaan antenatal terdapat
dilatasi ginjal. Pada anak besar, dianjurkan hanya dengan USG, sedangkan
pemeriksaan VCUG dilakukan secara rutin pada semua anak dengan ISK febris
pertama kali. Dengan pemeriksaan ini, RVU ditemukan pada 20-40% pasien dan
Pada 2007, NICE mendefinisikan anak dengan risiko tinggi yaitu: 1. anak
dengan prokalsitonin yang tinggi karena sensitivitas yang tinggi terhadap refluks
derajat berat, 2. bayi kurang dari 6 bulan dengan demam tinggi, ISK berulang, dan
gejala klinis berupa gangguan aliran air kemih atau ginjal yang teraba, infeksi
lama dan tidak memberikan respon terhadap antibiotik dalam waktu 48- 72 jam;
presentasi klinis yang tidak lazim seperti anak lelaki yang lebih tua atau dengan
Anak dengan risiko tinggi tersebut perlu diperiksa USG dan VCUG pada
anak dengan ISK, yang dibedakan menjadi rekomendasi untuk bayi < 6 bulan,
untuk bayi 6 bulan hingga 3 tahun, dan untuk anak > 3 tahun. Masing-masing
kelompok umur dibedakan lagi menjadi ISK yang memberikan respon yang baik
terhadap antibiotik dalam waktu 48 jam, ISK atipik, dan ISK berulang/rekuren.
Pada semua kelompok umur yang memberikan respon yang baik terhadap
pada kelompok umur < bulan, yaitu pemeriksaan USG dalam waktu 6 minggu.
Pada kelompok umur < 6 bulan, dilakukan pemeriksaan USG, DMSA, dan MSU
Pada kelompok umur 6 bulan – 3 tahun, baik pada ISK atipik maupun
berulang dilakukan pemeriksaan USG dan DMSA, dan jika perlu dilakukan
pemeriksaan MSU. Pada kelompok umur > 3 tahun, pada ISK atipik dilakukan
pemeriksaan USG, sedangkan pada ISK berulang dilakukan USG dan DMSA.
pencegahan timbulnya parut ginjal. Hingga saat ini belum ada kesepakatan
dalam terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus ISK simtomatik akan
mengalami infeksi berulang dalam dua tahun pengamatan dan umumnya berupa
reinfeksi, bukan relaps. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan biakan urin
berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan. Jika
terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil biakan urin.
anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian
bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah,
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan
miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation). Koreksi bedah
katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang disertai obstruksi sangat
dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak
disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah
berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian
Pemberian profilaksis
berulangnya pielonefritis akut atau ISK bawah. Terapi profilaksis tersebut sering
diberikan pada anak risiko tinggi seperti RVU, uropati obstruktif, dan berbagai
untuk mencegah infeksi berulang dan mencegah terjadinya parut ginjal. Berbagai
terjadinya ISK berulang pada anak, dan kurang dari 50% yang mengalami infeksi
mencapai konsentrasi antibiotik yang tinggi dalam urin tetapi dengan efek yang
minimal terhadap flora normal dalam tubuh. Beberapa antibiotik dapat digunakan
sebagai profilaksis. Pemberian profilaksis menjadi masalah karena beberapa hal
antara lain kepatuhan yang kurang, resistensi kuman yang meningkat, timbulnya
penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa pada RVU derajat rendah, tidak
terdapat perbedaan bermakna dalam risiko terjadinya ISK pada kelompok yang
tindakan operasi pada anak dengan RVU derajat tinggi untuk mencegah
pada kedua kelompok tersebut dalam hal terjadinya parut ginjal dan
profilaksis tidak terindikasi pada ISK demam yang pertama kali (first febrile UTI)
yang tidak disertai RVU atau hanya RVU derajat I dan II. Ada 3 alasan terhadap
refluks derajat tinggi, tidak dapat diambil kesimpulan yang jelas, dengan alasan: a.
persentase reinfeksi lebih tinggi pada RVU derajat III dibandingkan dengan
ini, namun jumlah pasien yang diikutkan dalam penelitian tersebut tidak
mencukupi.
diberikan pada bayi dan anak yang mengalami ISK untuk pertama kali. Antibiotik
profilaksis dipertimbangkan pada bayi dan anak dengan ISK berulang. Selain itu
direkomendasikan juga bahwa jika bayi dan anak yang mendapat antiboitik
diberikan selama RVU masih ada dan yang lain mengusulkan pemberian yang
bulan. Bila ternyata kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks
lebih lama.
Selain antibiotik, dilaporkan penggunaan probiotik sebagai profilaksis yaitu
juice.
1. Non-Farmakoterapi
a. Perawatan umum
f. Hindari konstipasi
2. Farmakoterapi
Antibiotik
a. Eradikasi kuman pathogen penyebab infeksi
b. Sebelum ada hasil biakan dan tes kepekaan, berikan antibiotik yang efektif
100-200
Nitrofurantoin 5-7 6-8 jam po, iv Tidak pada usia <4 minggu
atau GFR <50%
Karbenesilin 200-400 6 jam po Untuk Pseudomonas
Amikasin 7 12 jam iv
Sefiksim 8 12 jam
Indikasi rawat
ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus,
pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK
disertai sepsis atau syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit
yang hebat, toksik, kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi. ISK dengan
kelainan urologi yang kompleks, ISK dengan organisme resisten terhadap
antibiotik oral, atau terdapat masalah psikologis seperti orangtua yang tidak
Komplikasi
perinefrik dan meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal,
Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis
akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan
pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan
Prognosis
Tergantung ada atau tidaknya kelainan anatomi, usia, dan kecepatan serta
ketepatan terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K) Prof. Dr. Husein Alatas, dkk.
Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Dalam : ikatan dokter anak
2. Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux.
penyunting. Pediatric Kidney Disease vol. II edisi ke-2. Boston: Little Brown,
1992;h.1943-91
3. Kher KK, Leichter HE. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK, Makker SP,
Hill;1992:h.277- 321.
4. Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam: Webb
5. Stamm WE. Urinary tract infection. Dalam: Greenberg A, Cheny AK, Coffman
TM, Falk RJ, Jennette JC, penyunting, Primer on kidney diseases: San Diego:
7. Down SM. Technical report: Urinary tract infection in febrile infants and
Transforming growth factor-β1 in the uribe of young children with urinary tract
related renal parenchymal lesions in children with first febrile urinary tract