Askep Alzheimer
Askep Alzheimer
PENDAHAULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia
mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan
intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya,
sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi
dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
1
demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi
Alzheimer
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi
Alzheimer
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Patofisiologi Alzheimer
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Manifestasi Klinis Alzheimer
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Penatalaksanaan Alzheimer
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer
g. Mahasiswa mampu memahami konsep tentang Asuhan
Keperawatan Alzheimer
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya
irreversible akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian,
pengambilan keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara
berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab
kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum
yang muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang
mengandung peptida β amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya
hiperfosforilasi dari mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques
adalah hasil dari potongan-potongan protein yang lebih besar, prekursor
protein β-amyloid, tiga seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-
sekretase secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentukan
peptida β-amyloid -Aβ42- yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti
patogenetik penting karena berupa serat toksik yang tak larut dan
terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa massa serabut amyloid
pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien Alzheimer.
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan
perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang
berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya.
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik,
degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual,
kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
3
B. Etiologi
1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko
menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan
familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan
kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40
tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan
penurunan marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki
alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan
ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis,
ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut
menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat,
kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob
disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer.
4
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit
alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury,
zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf
pusat yang ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile
Plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara
pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita
alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada
dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer
dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena
peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju
yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan
banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada
penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker.
5
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer.
c. Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus,
dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada
penderita alzheimer.
d. Serotonin
6
C. Patofisiologi
Demensia
7
2. Perubahan nutrisi: 3. Perubahan proses pikir 1.Resiko tinggi
kurang dari kebutuhan 4. Hambatan Interaksi sosial trauma
tubuh 5. Hambatan komunikasi verbal
Gambar 2: Pathway Alzheimer
8
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-
beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam
sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang
pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen
oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur
dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang
membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron
yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh
pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.
Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang
pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer.
Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua
percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer
ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan
hepatotoxic, maka pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical
Bulletin,1993).
D. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan
kehilangan ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas
pekerjaan dan sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang
memadai untuk menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi
secara mandiri. Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Pasien
9
tersebut dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek
yang sudah dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya.
Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan
dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya
mampu menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya,
pada saat udara panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah
kota dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain
sehari-hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.
E. Penatalaksanaan
1. Non Farmakodinamik
10
bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan
dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.
d. Meningkatkan Komunikasi
11
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau
ada kesulitan mengorganisasi dan mengekpresikan pikiran.
12
selera makan dan terasa lezat. Untuk menghindari bermain dangan
makanan, makanan dihidangkan satu persatu. Makan sebaiknya
dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair lebih mudah
ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas harus
disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah
terjadi luka bakar.
13
perawatan dapat meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara
orang lain melayani kebutuhan pasien.
2. Farmakologi
a. Inhibitor kolinesterase
b. Thiamin
14
thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
c. Nootropik
d. Klonidin
e. Haloperiodol
15
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup
sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung
antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu
merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif
membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan
salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Neuropatologi
16
a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
b. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
3) Degenerasi neuron
17
sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
5) Lewy body
2. Pemeriksaan Neuropsikologik
18
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena :
19
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi)
dari hipokampus.
4. EEG
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
20
a. Aktifitas istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas ego
d. Eliminasi
21
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi
dengan diare.
e. Makanan/cairan
f. Hiygene
g. Neurosensori
22
berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta
aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
h. Kenyamanan
i. Interaksi social
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum:
2) B1 (Breathing)
23
Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi
inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
3) B2 (Blood)
4) B3 (Brain)
24
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
25
Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius.
e) Pengkajian Refleks
2. Diagnosa Keperawatan
26
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori,
penurunan fungsi fisik
b. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan
untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversible
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
keterbatasan fisik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer
terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka
sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak
terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips
yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit
alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat, Ciptakan suasana
yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau
melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan
untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman, Ajarkan
pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari, Bergaya hidup sehat,
Mengkonsumsi sayur.
28
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan kepererawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC
29
Dewi, R. 2012. Askep Alzheimer:
http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html
diunduh tanggal 21 okt 2012, pukul 20.35 WIB
30