Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini sistem pemipaan merupakan media transportasi fluida yang
paling efesien. Suatu sistem pemipaan pada suatu industri proses atau kilang
mempunyai fungsi utama sebagai jalur transportasi dari aliran fluida, baik yang
berupa gas, ataupun cairan, dalam keadaan panas ataupun dingin, maupun
bertekanan. Pengertian sistem pemipaan itu sendiri adalah sistem penghantaran
fluida dari suatu tempat ke tempat lain agar dapat dilakukan proses selanjutnya.
Analisis fleksibilitas sistem pemipaan ini meliputi analisis tegangan.
Analisis ini bertujuan sebagai suatu studi kasus terhadap tegangan yang terjadi di
tiap nodal pada jalur pipa. Tegangan yang terjadi pada suatu jalur pipa disebabkan
oleh factor rancangan jalur pipa itu sendiri. Terdapat banyak variasi jalur yang
dapat dirancang untuk dapat digunakan untuk menyalurkan fluida. Pada sebuah
jalur pipa dimungkinakan terjadi hubungan antar peralatan yang satu dengan
lainnya yang merupakan salah satu factor kritis yang perlu untuk diperhatikan
tegangannya. Sehingga apabila kita mengetahui besar tegangan yang ada maka
tegangan terjadi dapat diminimalkan sedemikian rupa hingga pada saat
penggunaannnya aman.
Saat ini terdapat beberapa perangkat lunak guna membantu melakukan
analisis tegangan pipa. Perangkat lunak tersebut memenuhi kaidah persyaratan
sebuah alat bantu analisis karena telah berdasarkan pada kode dan standar yang
baku untuk perpipaan.
Pada laporan ini, penulis tidak menggunakan perangkat lunak dalam
perhitungannya, melainkan menggunakan perhitungan menual, guna menjadi
pembelajaran dasar bagi penulis dalam memahami peritungan pemipaan.

1.2 Tujuan Dan Manfaat


 Mengkaji desain dari line TUBE 61-101 BCS1 PRIMARY REFORMER
CONVECTION SECTION, yang merupakan pipa penukar kalor Hight
Temperature Superheater (SX) pada package boiler pada pabrik
AMONIA-2 PT. PIM.
 Menentukan standar Code yang akan digunakan sehingga selanjutnya
dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran system konstruksi
pemipaan.
 Menegtahui perbandingan stress dari rancangan dengan kekuatan
material.
 Mengetahui difleksi yang terjadi sehingga dapat ditentukan pemilihan
Support dan posisi yang baik.

1.3 Batasan Masalah


 Kekuatan sambungan seperti las dan flange diabaikan dianggab sebagai
satu kesatuan
 Hasil penghitungan pada hasil sebelumnya tidak berpengaruh pada
penghitungan ini.
 Menetukan posisi stress paling tinggi pada sistem pemipaan ini.
 Membandingkan stress yang ditimbulkan pada masing masing titik
allowabel stress material yang digunakan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Boiler
Ketel uap merupakan alat yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap
dalam sebuah bejana tertutup menggunakan panas dari pembakaran. Ketel uap
biasanya digunakan pada instalasi daya pembangkit listrik dengan bahan bakar
fosil maupun nuklir, seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Panas yang
dihasilkan dari proses pembakaran kemudian diserap oleh air melalui perantara
bejana hingga berubah menjadi uap air (vapor), kemudian uap air tersebut
dipanaskan lagi hingga terbentuk uap panas lanjut (superheated) yang digunakan
untuk memutar turbin guna menghasilkan listrik yang dibutuhkan.

Secara luas ketel uap dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas


sebagai berikut :

1. Berdasarkan Fluida yang mengalir dalam pipa, ketel uap dapat


diklasifikasikan sebagai :
a. Ketel pipa api (fire tube boiler).
b. Ketel pipa air (water tube boiler).
2. Berdasarkan pemakaiannya, ketel uap dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Ketel uap stasioner (stationary boiler) atau ketel tetap, dan
b. Ketel uap berpindah (mobile boiler/portable boiler).
3. Berdasarkan letak dapur (furnace position), ketel uap dapat
diklasifikasikan sebagai :
a. Ketel dengan pembakaran di dalam (internally fired steam
boiler). Pada ketel ini, pembakaran terjadi di bagian dalam
(internal) dan umumnya digunakan pada ketel pipa api.
b. Ketel dengan pembakaran di luar (outernally fired steam
boiler). Pembakaran yang terjadi pada ketel jenis ini berada di
bagian luar (outernal) dan umumnya digunakan pada ketel pipa
air.
4. Berdasarkan jumlah saluran, ketel uap dapat diklasifikasikan sebagai :
a. Ketel uap saluran tunggal (single tube steam boiler).
b. Ketel uap saluran ganda (multiple tube steam boiler).
5. Berdasarkan bentuk dan letak pipa, ketel uap dapat diklasifikasikan
sebagai :
a. Ketel dengan pipa lurus, bengkok dan berlekuk (straight, bent
and sinous tubuler heating surface).
b. Ketel dengan pipa miring-data dan miring-tegak (horizontal or
vertical inclined tubuler heating surface).
6. Menurut sistem sirkulasi air ketel, ketel uap dapat diklasifikasikan
sebagai:
a. Ketel dengan sirkulasi alami (natural circulation steam boiler).
b. Ketel dengan sirkulasi paksa (forced circulation steam boiler).
7. Menurut sumber panas (heat source) yang digunakan, ketel uap dapat
diklasifikasikan sebagai:
a. Ketel uap dengan bahan bakar alami
b. Ketel uap dengan bahan bakar buatan
c. Ketel uap dengan dapur listrik.
d. Ketel dengan energi nuklir.

2.1.1 Boiler Pipa Air (Ketel Uap Pipa Air)


Boiler pipa air merupakan boiler yang dapat menghasilkan uap dengan laju
produksi yang tinggi. Boiler pipa air memiliki jenis yang bervariasi, jenis boiler
ini diantaranya adalah ketel Yarrow, boiler tipe-D, boiler Striling, boiler
Babcock and Wilcock, Circulating Fluidized-Bed Combustion (CFBC), Pagkage
Boiler dan lain-lain. Pabrik Ammonia-2 PT. Pupuk Iskandar Muda mempunyai
pesawat pembangkit uap (Steam) yang berjenis Package Boiler pada Unit 61-
101 BCS1 Primary Reformer Convection Suction. Package Boiler adalah
sumber pesawat pembangkit uap (Steam) yang merupakan ketel tipe water tube
dan berbahan bakar gas alam. Pada pesawat pembangkit uap ini, air pengisi ketel
didapatkan dari dearator pada unit pengolahan air yang di pompakan oleh
BFWP (Boiler Feed Water Pump). Ketika melalui economizer air mendaatkan
pemansan awal sebelum memasuki drump uap (steam drum). Dari drum uap
fluida menuju ke Tube Superheater yang terjadi pemanasan lanjut dari hasil
pemanasan gas alam di dapur (burner). Siklus antara Steam Drum dan coil-coil
pemanas berlansung secara alami karena perbedaan berat jenis air dalam pipa.

2.1.2 Analisa Tegangan Pipa


Analisa tegangan pipa membahas mengenai Teknik yang sesuai bagi
engineer untuk membuat sebuah desain system pipa tanpa melebihi batas
tegangan dan batas beban yang diijinkan serta equipment yang terhubung dengan
pipa. Fungsi dari system pipa dalam industry proses atau power plant adalah
untuk menyalurkan fluida baik dalam keadaan bertekanan ataupun tidak, dan
memiiliki temepratur kerja yang berbeda-beda. System pemipaan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memiliki fleksibilitas agar mecegah ekspansi/kontraksi
akibat panas ataupun perpindahan lokasi pipe support yang mengakibatkan:

- Kegagalan system pipa akibat beban yang berlebihan atau kelelahan dari
material pipa
- Beban yang berlebihan pada pipe Support
- Kebocoran pada hubungan komponen pipa, misalnya flange.
- Resonansi yang mengakibatkan getaran pada system pipa.

2.1.3 Teori Tegangan Pipa


Tegangan didefinisikan sebagai gaya-gaya internal yang terdistribusi
merata didalam siatu material untuk melawan tarikan, tekanan atau geseran
sebagai reaksi gaya eksternal yang bekerja padanya.

Struktur perpipaan dinyatakan kuat atau aman jika tegangan-tegangan


yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.

a. Teori Dasar Tegangan

Dalam menganalisa suatu perpipaan, diwajibkan untuk mengetahui


prinsip dasar dari tegangan pipa dan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengannya. Sebuah sistem perpipaan dinyatakan tidak
aman beroperasi apabila tegangan yang terjadi melebihi tegangan
makimum yang diizinkan
Tegangan merupakan sebuah besaran vektor yang selain mempunyai
nilai juga mempunyai arah. Menurut standard ASME B31.3 (standard
untuk perencanaan sistem perpipaan pada instalasi proses area), ada tiga
tegangan utama yang bekerja pada elemen pipa, lihat gambar 3.1.

Gambar 3.1. Arah tegangan yang terjadi pada pipa

Referensi : ITT Grinnell Industrial Piping, Sixth Edition

Tiga tegangan utama itu adalah :

1. Tegangan utama longitudinal (Longitudinal principal stress) yaitu


tegangan yang bekerja sepanjang garis sumbu pipa, tegangan ini
disebabkan oleh pembengkokan, beban gaya aksial atau tekanan. Dan
tegangan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

 Akibat gaya aksial


 Tegangan longitudinal akibat tekukan
 Tegangan longitudinal akibat tekanan dalam

2. Tegangan utama radial (Radial principal stress) yaitu tegangan yang


bekerja pada satu garis mulai dari pusat pipa secara radial sampai ke
dinding pipa, tegangan ini bersifat tegangan tekan bila disebabkan oleh
tekanan dalam pipa dan tegangan ini bersifat tegangan tarik bila tekanan
dalam pipa hampa (vacuum pressure). Pada umumnya tegangan ini
tidak diperhitungkan karena arahnya negatif dan membuat vakum.
3. Tegangan utama circumferential (Circumferential principal stress) /
tegangan tangensial atau disebut juga sebagai Hoop stress, tegangan ini
bekerja tegak lurus terhadap tegangan longitudinal dan tegangan radial,
tegangan ini bertendensi membelah dinding pipa dalam arah melingkar
pipa dan tegangan ini disebabkan tekanan dari dalam pipa, besarnya
bervariasi sesuai dengan tebal dinding pipa. Rumus untuk tegangan
tangensial dapat didekati dengan memakai persamaan berikut.

Secara konservatif untuk pipa yang lebih tipis dapat dilakukan


penyederhanaan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan
mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa.

Selain tiga tegangan utama atau tegangan normal diatas, adapula


tegangan geser yang terjadi pada pipa. Bila dua atau lebih tegangan
utama bekerja pada suatu titik pada sebatang pipa, maka akan
menghasilkan tegangan geser, contohnya pada pipa yang diberi
penyangga secara menganjur (overhang pipe), dimana tegangan radial
yang disebabkan oleh penyangga berkombinasi dengan lenturan (gaya
bending) yang disebabkan oleh pipa.

1. Akibat gaya geser

Tegangan ini akan mencapai titik maksimum pada sumbu netral


(sumbu simetri pipa) dan nihil di titik dimana tegangan lendut
maksimum (yaitu pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal
ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil,
maka tegangan ini diabaikan.

2. Akibat momen puntir (torsional moment)


Hal ini menyebabkan tegangan dan mempunyai pengaruh terhadap
pembebanan.

MT

Gambar 3.4 Tegangan geser akibat momen punter

Referensi : Analisa Tegangan pada Sistem Perpipaan – REDS

b. Tegangan yang diijinkan

Tegangan yang diijinkan dalam perancangan dan analisa tegangan pada


sistem perpipaan diartikan sebagai batasan tegangan maksimal yang
diijinkan oleh standar dan kode pada ASME B31.3. Tegangan yang
diijinkan dapat diterapkan pada beberapa kasus pembebanan pada
sistem perpipaan tersebut yaitu tegangan pada beban tetap (sustained
load), tegangan karena beban termal (expansion load), tegangan karena
beban okasional (occasional load). Ini berarti bahwa nilai tegangan
akibat pembebanan tersebut tidak boleh melebihi nilai tegangan ijin.
2.2 Metoda-Metoda Untuk Menganalisa Tegangan Pipa
2.2.1 Metoda Cantilever dengan Pengarah
Metoda cantilever dengan pengarah didefinisikan sebagai Cantilever beam
dengan pengarah bebas pada ujungnya sehingga jika terjadi pergeseran pada
ujungnya maka tidak akan terjadi rotasi.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan metoda ini adalah:
1. Sistem ini hanya memiliki dua titik tumpu, etrdiri dari pipa yang
dianggap lurus, memiliki ketebalan dan ukuran pipa yang sama.
2. Semua pipa parallel dengan titik tumpu.
3. Perpanjangan pipa akibat panas pada arah yang diberikan diserap oleh
piapa tegak lurus terhadap arah ini.
4. Untuk mengakomodasi perpanjangan pipa akibat panas, pipa
diasumsikan sebagai cantilever dengan pengarah (guide cantilever).
2.2.2 Metode Elastic Center
Sebuah metode yang digunakan dalam perhitungan tegangan pipa dengan
menganggapa suatu titik menjadi tumpuan, dan titik lainnya terhubug sementara
dengan batang kaku yang menyebabkan titik tersebut akan tertarik ke pusat
elastisitas.

2.2.3 Metode Elemen Hingga

Sebuah benda terdiri dari tak terhingga elemen yang menyusunnya.


Dengan adanya tak terhingga elemen tersebut maka akan sangat sulit untuk
dianalisa tegangan atau deformasinya. Untuk memudahkan analisis tersebut dapat
dianggap bahwa suatu benda terdiri dari jumlah berhingga elemen. Metode
elemen hingga adalah sebuah metode yang melakukan pendekatan dengan
menganggap suatu benda terdiri dari berhingga elemen. Elemen-elemen tersebut
dianggap terpisah dan dihubungkan suatu jaringan. Semakan kecil ukuran elemen,
maka semakin kecil kesalan yang timbul.
2.3 Stress Intensificasion Dan Fleksibilitas

Pipa dengan penampang bulat memilik fleksibilitas dan momen inersia


yang lebih tinggi dibandingkan dengan pipa pejal. Perubahan bentuk akibat
momen bending dari bulat menjadi ocal mengakibatkan reaksi pada ujungnya.

Komponen-komponen seperti tee, bend, reducer, elbow, dan lainnya


bereaksi terhadap moment bending berbeda dengan pipa lurus. Karena itulah
diperlukan pertimbangan khusus dalam Analisa tegangan system pemipaan.

Kenaikan fleksibilitas dihitung dengan mengalihkan panjang actual dari


bend atau fitting dengan factor “k” yang disebut factor fleksibilitas. Kenaikan
tegangan dihitung dengan mengalikan besarnya tegangan yang diperoleh dari teori
“moment” bending dibagi dengan modulus potongan dengan factor “I” yaitu
stress intersification factor (SIF).
BAB 3

METODE PENGHITUNGAN DAN PERENCANAAN

3.1 Perancangan penukar kalor


Perancangan komponen penukar kalor dimulai dengan perhitungan panas
yang diserap pipa pemanas (QHE). Besarnya panas yang diserap pipa pemanas
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Q HE = m(hout − hin )
dimana :
m = Laju aliran massa uap (kg/s)
hout = Entalpi uap keluar penukar kalor (kJ/kg)
hin = Entalpi uap masuk penukar kalor (kJ/kg)

Untuk temperatur gas asap keluar penukar kalor (Tg2) dapat dihitung
dengan persamaan berikut.
𝑄𝐻𝐸
Tg2 = Tg1 −
C p x mg
dimana :

Tg1 = Temperature gas asap masuk penukar kalor (K)


Cp = Panas spesifik dari gas asap (kJ/kg.K)
mg = Laju aliran massa gas asap (kg/s)

Bahan pipa yang direncanakan adalah material yang mempunyai sifat yang
tahan pada temperatur gas asap (Tg1). Material pipa Tube BCS1 Pabrik Amonia2
adalah ASTM SA 335 Gr. P91.
Diameter luar pipa penukar kalor didapat setelah mendapatkan Nomor
schedule (NS) yang sesuai dengan tekanan dalam boiler (P). Nomor schedule
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
1000P
NS = ……………………….………...…….......(2.14)
Sa

Setelah mendapatkan Nomor schedule maka diameter (Do) dan tebal pipa
(t) yang didapat dari tabel. Untuk tebal pipa yang yang mampu menahan kerja
boiler dapat dihitung dengan persamaan berikut.
D0 x P
tm = +C
2Sa + Py
dimana :
Do = Diameter luar pipa (m)
y = Faktor keamanan
C = Konstanta untuk diameter pipa

Luas bidang penukar kalor (AHE) total dapat dihitung menggunakan


persamaan berikut.
Q HE
AHE =
U x F x LMTD
dimana :
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
F = Faktor koreksi
LMTD = log mean temperature difference (K)

Panjang satu pipa penukar kalor yang bersentuhan langsung dengan gas
asap direncanakan tidak sama dengan lebar ruang Back Pass. Sisa dari lebar ruang
Back Pass tersebut digunakan sebagai ruang untuk sambungan pipa penukar
kalor. direncanakan sambungan tersebut menggunakan elbow 180o, dimana
panjang pipa penukar kalor dapat diperoleh dengan persamaan :
lpipe = LBp − 2z
dimana :
LBp = Lebar ruang Back Pass
lpipe = Panjang satu pipa penukar kalor (m)
z = Jarak ruang untuk elbow yang direncanakan (m)

Untuk luas permukaan penukar kalor tiap satu baris (Asect) dapat dihitung
dengan membagi luas bidang penukar kalor (AHE) dengan jumlah baris yang
direncanakan (nsect).
AHE
Asect =
nsect
Panjang total pipa penukar kalor tiap satu baris (lsect) didapat dari
persamaan berikut.
Asect
lsect =
π x Do
Setelah mendapatkan panjang pipa tiap baris (lsect), maka jumlah pipa tiap
baris (np) dapat dihitung dengan persamaan berikut.
lsect
np =
lpipe
Untuk jumlah total pipa penukar kalor (npipe) didapat dari persamaan
berikut.
npipe = np x nsect
Setelah mendapatkan jumlah pipa tiap satu baris, maka tinggi penukar
kalor (THE) dapat ditulis dengan persamaan berikut.
THE = np x sn
dimana :
Sn = Jarak antara sumbu pipa (m).
BAB 4

PERHITUNGAN

4.1 Data Sheet 61-101 BCS1 Primary Reformer Convection Saction


Pabrik Amonia-2 PT. PIM
 Service : HP Steam Superheat coil
 Type : Fin Tube Coil
 Heat duty : 17.82 x 106 Kca/Hr
 Diameter : 4” Sch 120
 Pressure desain :139.7 Kg/Cm2
 Temperature desain : 559 oC
 Pressur operasi :123 Kg/Cm2
 Temperature operasi : 356 C(in), 492 C (out)
 Material : ASTM SA 335 Gr. P91 (Modified)
4.2 Perancangan High Temperature Superheater (HT SH)
Temperatur gas masuk, Tg = 875°C, Temperatur uap dan tekanan masuk
HT SH, Tin = 356°C dan Pin = 12 Mpa ,dan temperatur uap dan tekanan keluar HT
SH, Tout = 492°C dan Pout = 12 Mpa, data sifat uap diperoleh dari tabel Properties
of gases (Apendix A: Thermophysical Properties of Matter) dan tabel
Superheated water (Apendix 1: Property Tables And Charts SI Units).

a) Sifat uap (dievaluasi pada temperatur rata-rata uap)


hi = 3281,3 kJ/kg
hout = 3478 kJ/kg
Pr = 0.9108
k = 0,06677 W/mK
μ = 2,847 x 10-5 kg/ms
ma = 1,001 kg/s
b) Sifat material
k = 30,29 W/mK
Besarnya panas yang diterima oleh pipa HT SH dihitung dengan Persamaan
berikut.
QHE = m(hout − hin )
430000
QHE = (3478,89 − 3281,58) = 25360 kW
3600
Nilai Cp pada temperatur gas masuk 875°C adalah 1,1428 kJ/kgK. Maka
temperature gas asap keluar HT SH adalah.
𝑄𝐻𝐸
Tg2 = Tg1 −
Cp x mg
25360
Tg2 = 875 − = 711 °C
1,1428 x 176,3
Material pipa HT SH yang direncanakan adalah SA 335 Gr. P91 dan nilai
Sa=13750 psi atau 94,87 MPa. Nomor schedule dari pipa Hight Temperatur
Superheater dapat dihitung dengan Persamaan berikut .

1000 x 10,8
NS = = 113,8
94,87
30
y= = 0,416
30 + 42
Pipa yang dipilih adalah pipa dengan nominal diameter = 114 mm sesuai
dengan nominal diameter pipa yang digunakan BCS1 Pabrik Amonia2 PT.PIM.
Dari Lampiran didapat diameter luar pipa pipa= 114 mm dan tebal pipa = 11 mm.
Untuk tebal pipa yang mampu menahan kerja ketel adalah.
114 x 10,8
tm = + 1,65
(2 x 94,87) + (10,8 x 0,416)
t m = 4 mm, aman karena t > tm
Pipa HT SH direncanakan mengunakan elbow 180°, jarak ruang untuk
elbow (z) adalah 265 mm, lebar dan panjang ruang Backpass 5500 mm dan 12000
mm, jadi panjang pipa LT SH adalah.
lpipe = L − 2z = 5500 − (2 x 265) = 4970 mm = 4,97 m
Untuk menghitung luas HT SH, terlebih dulu menghitung bilangan Reynold
diluar dan didalam pipa untuk mendapatkan nilai hi dan ho.
4 ṁ a 4 x 1.004
ReDi = =
πDμ π x 0,03 x(2,847 x 10 −5 )
ReDi = 14,97 x 105 > 4000, aliran turbulen
Setelah mendapatkan bilangan Reynold didalam pipa, maka bilangan
Nusselt (Nu) dihitung dengan Persamaan berikut.
4/5
Nu = 0,023 ReD Pr1/3
Nu = 0,023 x (14,97 x 105 )4/5 x 0,91081/3 = 1942,6
Nu k 1942,6 x 0,06677
hi = = = 4322,2 W/m2 °C
D 0,03
Untuk sifat gas dievaluasi pada temperature rata-rata gas, maka didapat dari
tabel properties of air (Apendix A: Thermophysical Properties of Matter).
 Sifat udara
Pr = 0,713
k = 68,9 x 10-3 W/mK
v = 127,6 x 10-6 m2/s
Langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien perpindahan panas diluar
pipa. Bilangan Reynold untuk luar pipa dihitung dengan Persamaan 2.6.
V D 12,11 𝑥 0,042
ReD = =
υ 127,6 𝑥 10−6
ReD = 3986 < 5 x 105 , aliran laminar
Untuk nilai C dan m didapat dari tabel dibawah ini, ditentukan oleh
susunan pipa, jarak antar sumbu pipa vertikal (ST), jarak antar sumbu pipa
horizontal (SL), dan diameter pipa (D), seperti ditunjukkan Gambar dibawah ini.

V1, T∞
V1, T ∞

Gambar. (a).Pipa sejajar (aligned), (b). Pipa tidak sejajar (staggered)


Tabel Konstanta untuk gas asap melewati tube bank 10 baris atau lebih

Susunan pipa pada HT SH di BCS1 Pabrik Amonia2 PT. PIM


menggunakan pipa sejajar (aligned). Dari Tabel d iatas didapat nilai C = 0,229
dan nilai m = 0,632. Untuk bilangan Nusselt dan koefisien perpindahan panas
diluar pipa dihitung dengan Persamaan 2.5.
hD
Nu = = C Rem
D Pr
n
k
Nu = 0,229 𝑥 (39860.632 )𝑥 (0,7131/3 ) = 38,83
38,83 x (68,9 x 10−3 )
ho = = 63,69 W/m2 °C
0,042
Untuk penukar kalor yang menggunakan fluida air laut atau minyak, nilai
koefisien perindahan panas menyeluruhnya dipengaruhi oleh fouling factor.
Fouling factor adalah suatu nilai yang menunjukkan adanya hambatan akibat
adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam penukar kalor.
Untuk nilai fouling factor dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel pemilihan nilai fouling factor

Dari tabel diatas didapat nilai Rfi = 0,0002 dan Rfo = 0,0004, maka
koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) didapat dari persamaan.

1
U= r
𝑟𝑜 ro 𝑟𝑜 (ln o⁄ri ) 1
𝑅 + + + + 𝑅𝑓𝑜
[ 𝑟𝑖 𝑓𝑖 𝑟𝑖 hi k ho ]

1
U=
0,021
0,021 𝑥 0,0002 0,021 0,021 (ln ) 1
0,015
+ + + + 0,0004
[ 0,015 0,015 x (4322) 30 63,47 ]
U = 58,22W/m2 °C
Untuk Log mean temperature (LMTD) dihitung dengan Persamaan
berikut.
∆T1 − ∆T2 (837 − 540) − (711 − 463,3)
∆Tlm = =
ln(∆T1 /∆T2 ) 837 − 540
ln (711 − 463,3)

∆Tlm = 271,6 °C
Setelah mendapat LMTD maka Luas HT SH dihitung dengan persamaan
dibawah ini. Untuk Faktor koreksi (F) = 0,98, dilihat dari grafik dibawah ini.
Gambar. Grafik faktor koreksi Penukar kalor aliran cross flow
QHT 23600000
AHS = =
U x F x LMTD 58,22x 0,98 x 271,6
AHS = 1556,83m2
Luas satu baris sama dengan luas HT SH dibagi banyak baris yang
direncanakan.
AHE 1522,94
Asect = = = 12,8 m2
nsect 119
Langkah selanjutnya adalah menghitung total panjang pipa tiap satu baris,
banyak pipa tiap satu baris dan jumlah total pipa.
Asect 12,8
lsect = = = 96,97 m
π x Do π x 0,042
lsect 96,97
np = = = 19,52 → 20 pipa
lpipe 4,97
npipe = np x nsect = 20 x 119 = 2380 pipa
Untuk tinggi HT SH dapat dihitung dengan Persamaan berikut.
THS = np x sn = 20 𝑥 109 = 2180 mm = 2,18 m
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
 Dari nomor schedul yang di dapat (Sch 120) maka didapat tebal
pipa 11mm, dari perhitungan tebal pipa minimum 3mm maka
material ASTM SA 335 Gr. P91dengan diameter disain yang sudah
ada aman untuk digunakan karena tebal pipa melebihi tebal pipa
minimum.
 Pipa HT SH direncanakan mengunakan elbow 180°, jarak ruang
untuk elbow (z) adalah 265 mm, lebar dan panjang ruang Backpass
5500 mm dan 12000 mm, jadi panjang pipa LT SH adalah 4,97m.
 Dari penghitungan perpindahan panas pada sistem maka didapat
panjang total pipa (lsect) 96.97m jumlah pipa pada satubaris (np)
adalah 20 pipa dengan total pipa npipe adalah 2380 pipa.
 Untuk tinggi HT SH didapat THS sebesar 2.18 m.
DAFTAR PUSTAKA

1 Sariyusda, dkk, 2012, Analisa Kegagalan Tube Superheater Package Boiler


Akibat Overheating, Jurnal MEKINTEK Vol 3 no.1 hlm 173-181.
2 Port D. R dan Herro M. H., 1991, The Nalco Guide to Boiler Failure
Analysis, Nalco Chemical Company, McGraw Hill Inc, New York.
3 El-wakil. M.M., 1992, Powerplant Technology, McGraw Hill Inc, New York
4 Muin S.A, 1988, Pesawat-pesawat Konversi Energi I (Ketel Uap), CV.
Rajawali, Jakarta.
5 Raswari.Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan, UI-Press,
Jakarta,1986.
6 ASME, Process Piping ASME code for Pressure Piping, B31.3, Two Part
Avenue. New York, 2017

Anda mungkin juga menyukai