Anda di halaman 1dari 2

rEfusi pleura pada penyakit jantung

Dalam 50 tahun terakhir, penyakit jantung menempati urutan ke tiga sebagai penyebab efusi
pleura setelahkeganasan dan tuberkulosis. Di negara industri, penyakit jantung biasanya
menempati urutan pertama. Penelitian Light di Amerika Serikat mendapatkan penyakit jantung
kongestif berjumlah 500.000 dari 1.337.000 kasus efusi pleura dengan berbagai penyebab setiap
tahunnya.
Frekuensi hidrotoraks pada pasien dengan penyakit jantung tergantung pada dua faktor, yaitu
ada/tidaknya dan seberapa berat gagal jantung, dan faktor kedua sensitivitas metode yang
digunakan untuk mendeteksi efusi pleura.

Patogenesis
Mekanisme yang mendasari pembentukan cairan transudat efusi pleura pada pasien gagal
jantung kongestif telah diketahui. Pada keadaan normal ada sejumlah kecil cairan dalam ruang
pleura yang berasal dari cabang sirkulasi sistemik yang mendarahi pleura parietal. Protein kecil,
berasal dari kapiler atau pembuluh darah kecil, menembus membran pleura parietal menuju
ruang pleura, biasanya tidak ada cairan yang berasal dari paru dan masuk ke rongga pleura
melalui pleura viseral. Sebaliknya, sebagian cairan dalam rongga pleura dibuang melalui pleura
viseral. Jalan penting lain, khususnya untuk partikel, sel, protein, dan kelebihan cairan (bila
terjadi) adalah saluran limfe, dari kavum pleura melewati stomata (lubang kecil yang hanya
terdapat pada pleura parietal.

Cairan yang terkumpul dalam rongga pleura pasien gagal jantung kongestif berasal dari paru,
dan pembentukannya dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan onkotik yang berakibat terjadi
filtrasi menembus kapiler pada sirkulasi paru. Saat tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat,
tekanan hidrostatik kapiler pulmonal juga meningkat sehingga filtrasi cairan dalam paru ikut
meningkat. Efusi pleura yang terjadi merupakan akhir dari evolusi yang didasari penyakit jantung
(setelah onset gagal jantung kongestif). Penelitian pada pasien gagal jantung kongestif yang
dirawat, rerata tekanan baji arteri pulmonal sebesar 24 + 1 mmHg pada 19 pasien didapatkan
efusi pleura (dengan sonografi) dibandingkan dengan 17 + 2 mmHg pada 18 pasien tanpa efusi
pleura (p < 0,01).

Beberapa faktor melindungi paru agar tidak terjadi edema paru dengan cara pertukaran gas.
Namun bila mekanisme tidak mampu, cairan mulai terkumpul, awalnya pada ruang interstisial
peribronkovaskuler besar dan pada tahap akhir di alveoli. Tidak ada yang tahu dengan pasti
kapan, selama edema paru memburuk, cairan dalam paru mulai keluar dari paru menembus
rongga pleura. Berdasarkan eksperimen pada paru yang secara progresif dibuat edema,
tampaknya perlu waktu untuk terjadi kebocoran paru, berarti rongga interstisial
peribronkovaskuler paling tidak sebagiah penuh dulu dengan cairan sebelum cairan tersebut
merembes dari rongga interstisial subpleura menuju kavum pleura.
Efusi pleura kardiogenik merupakan edema paru yang bocor ke rongga pleura, merupakan
mekanisme paru untuk membersihkan dirinya dari akumulasi cairan. Dengan kata lain,
perpindahan cairan ke dalam rongga pleura akan mencegah berkumpulnya cairan ke dalam
alveoli sehingga pertukaran gas tetap terjadi.

Protein dalam sampel cairan pleura pasien gagal ginjal kongestif kadarnya rendah, namun tidak
serendah pada cairan pleura normal. Pengukuran pada binatang percobaan, kadar protein pada
cairan edema paru, cairan rongga pleura dan cairan limfe daerah paru ternyata identik. Hasil
tersebut menguatkan keyakinan bahwa efusi pleura pada pasien gagal jantung kongestif terjadi
karena perpindahan cairan dari paru (yang mengalami edema paru) menuju rongga pleura.

Sumber: Murray JF. Pleural effusion in cardiac disease. In: Bouros D. Pleural disease. 2nd ed.
2010. p.613-26

Anda mungkin juga menyukai