YANTI
YANTI
com - Bantuan hidup dasar yang berikan kepada anak maupun bayi berbeda
dengan bantuan hidup dasar yang diberikan kepada anak & bayi Tanda-tanda henti jantung pada
anak mirip dengan orang dewasa.
Penyebab.
Sebab2 henti jantung pada adalah ;
Karena penyakit/trauma.
Masalah gangguan irama jantung primer (terutama pada anak berusia kurang dari 8 tahun.
Kegawatan nafas yang tidak ditangani dengan benar.
Secara umum, prinsip pertolongan bantuan hidup dasar baik dewasa, anak maupun bayi harus
dilakukan secara urut. Tetapi, yang paling diperhatikan mengenai cara pemberian bantuan hidup
dasar adalah jumlah penolong serta terdapat usaha untuk bernafas atau tidak.
Perlu di ingat, dalam memberikan pertolongan hidup dasar untuk anak berusia > 8 tahun sama
dengan orang dewasa.
1. Penilaian respon.
Setelah penolong sudah yakin bahwa tindakan bersifat aman bagi penolong & anak yang ditolong
maka penilaian respons terhadap anak dapat dilakukan dengan segera.
Apabila penolong hanya seorang diri & henti jantung disaksikan baru terjadi, maka segera untuk
mengaktifkan sistem gawat darurat & ambil AED jika tersedia.
Sedangkan apabila penolong hanya seorang diri & henti jantung tidak disaksikan, maka lakukan dulu
resusitasi jantung paru (RJP) selama 2 menit kemudian aktifkan sistem gawat darurat & ambil AED.
href="http://lh3.googleusercontent.com/-
f4BqvQupQZQ/VmTp6DdsrsI/AAAAAAAAAYo/LZBBG0KDXvk/s1600/Sirkulasi.jpg" imageanchor="1"
style="font-family: sans-serif; font-weight: normal; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align:
center;">
Kompresi harus dilakukan dengan segera pada anak maupun bayi yang tidak sadarkan diri, serta
tidak ada denyut nadi & tidak bernafas.
Dalam melakukan kompresi yang membedakan adalah teknik kompresi pada anak berumur kurang
dari 8 tahun teknik kompresi satu tangan, sedangkan pada bayi menggunakan teknik kompresi 2 jari
maupun 2 ibu jari.
Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. Akan tetapi karena
ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas yaitu sebagai berikut.4
1. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya
dijaga dalam posisi netral selama diusahakan membuka jalan napas pada kelompok ini.
2. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-
ke-hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumnya dan frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi
tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.
3. Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan
mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada diberikan dengan bayi terlentang, kepala terletak dibawah
melintang pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup
melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak
terlentang di atas lantai.
4. Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien-pasien muda, kompresi dada luar hendaknya
diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah
pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5-2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan
penekanan 2,5-4 cm. pada anak yang lebih besar hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.
5. Selama henti jantung, pemberian komprsi dada luar harus minimal 100 kali permenit pada bayi dan 80 kali permenit pada
anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5:1.
Usaha tindakan RKP pada langkah-langkah ABC (Bantuan Hidup Dasar) yang dilakukan pada korban yang
mengalami henti jantung dapat memberi beberapa kemungkinan hasil, yaitu sebagai berikut. 4
Bantuan hidup dasar pada anak merupakan hal yang harus dapat dikerjakan oleh setiap tenaga
kesehatan terutama dokter. Bantuan hidup dasar pada anak berdasarkan rekomendasi American
Health Association (AHA) tahun 2010 dilakukan dengan tekhnik C-A-B (circulation-airwaybreathing)
dengan kualitas resusitasi optimal (high quality CPR). Diharapkan dengan resusitasi yang baik,
sirkulasi pasien dapat normal kembali dan gangguan neurologis pasca henti jantung dan napas dapat
dihindari. Key words: Bantuan hidup dasar, resusitasi, sirkulasi - jalan napas - pernapasan ABSTRACT
Every health provider must be competent in pediatric life support. Basic pediatric life support
recommendations by AHA 2010 use C-A-B maneuvers with high quality CPR. Rapid and eff ective
bystander CPR is associated with successful return of spontaneous circulation (ROSC) and
neurologically-intact survival in children. Irene Yuniar. Basic Life Support for Children. Kata kunci:
Basic life support, resuscitation, circulation - airway - breathing Alamat korespondensi email:
irene.tambunan@yahoo.co.id PENDAHULUAN Bantuan hidup dasar pada anak atau sering disebut
Pediatric Basic Life Support (BLS) merupakan hal yang penting untuk kelangsungan dan kualitas
hidup anak. Pediatric Chain Survival berdasarkan American Heart Association tahun 2010 meliputi
tindakan preventif, resusitasi jantung paru (RJP) segera dengan mengutamakan pijat jantung (teknik
C-A-B atau Circulation-AirwayBreathing), mengaktifkan akses emergensi atau emergency medical
system (EMS), bantuan hidup lanjut, serta melakukan perawatan pasca henti jantung. Pediatric chain
survival ini dapat dilihat pada gambar 1.1 Tujuan akhir RJP adalah kembalinya sirkulasi spontan yang
normal atau disebut return Gambar 1 Lingkaran dasar basic life support1 CONTINUING MEDICAL
EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI–4 SKP B
pada orang dewasa) dan dapat dilakukan baik dengan satu atau dua tangan. Dalamnya kompresi
mencapai sepertiga diameter antero-posterior rongga dada. Koordinasi bantuan napas dan kompresi
dada Jika penolong seorang diri, lakukan 30 kompresi dada diikuti pemberian 2 bantuan napas.
Untuk 2 penolong, pemberian bantuan napas dan kompresi dada dilakukan dengan perbandingan
15:2. Jangan melakukan bantuan napas dan kompresi dada pada saat yang bersamaan.3 Keputusan
mengakhiri upaya resusitasi6,7 Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah
diagnosis henti napas atau henti jantung dibuat. Tidak ada pernapasan spontan dan refl eks muntah
dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan petunjuk
kematian otak kecuali pasien hipotermik atau di bawah efek barbiturat atau dalam anestesia umum.
Tidak adanya tanggapan jantung atau tidak ada aktivitas listrik jantung terhadap tindakan resusitasi
selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat optimal menandakan
mati jantung. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri jika ada salah satu keadaan berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif. 2. Upaya resusitasi telah diambil
alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter). 3.
Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya). 4. Penolong
terlalu lelah sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi. 5. Pasien dinyatakan mati. 6. Setelah
dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal, suatu penyakit
yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih
(yaitu sesudah setengah atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).
SIMPULAN Resusitasi jantung paru pada anak merupakan hal yang harus diketahui semua kalangan,
terutama tenaga kesehatan. Seorang dokter harus mengenali adanya henti jantung paru,
mengusahakan resusitasi dengan cepat dan tepat, melakukan teknik yang mengacu pada high
quality CPR sehingga ROSC dapat dicapai. DAFTAR PUSTAKA 1. Berg MD, Schexnayder SM,
Chameides L, Terry M, et al. Pediatric basic life support. 2010 American Health Association
Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care science.
Circulation. 2010;122:S862-75. 2. Lubrano R, Cecchetti C, Bellelli E, Gentile I, Loayza LH, et al.
Comparison of times of intervention during pediatric CPR maneuvers using ABC and CAB sequences:
A randomized trial. Resuscitation. 2012;12:1473-7. 3. European Resuscitation Council [Internet].
[cited 2010 Feb 15]. Available from:
https://www.erc.edu/index.php/view_category/en/posters/cid=10/ 4. Pediatric advance life
support. 2005 International Consensus Conference on Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations, American Heart
Association. Circulation. 2005;112:IV-167-IV-187 5. 2010 CPR Guidelines: A summary [Internet]. 2010
[cited 2014 Jan 19]. Available from: http://www.jems.com/article/patient-care/2010-cpr-guidelines-
summary 6. Resusitasi jantung paru [Internet]. 2009 [cited 2012 Feb 10]. Available from:
http://doktermu.wordpress.com/2009/10/05/resusitasi-jantung-paru/ 7. Morrison LJ, Kierzek G,
Diekema DS, Sayere MR, Silvers SM, et al. Ethics. 2010 American Health Association Guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care science. Circulation.
2010;122:S665-75. Gambar 5 Posisi stabil pada anak1 Gambar 6 Teknik kompresi dada pada anak
kurang dari 1 tahun3 Circulation Penilaian sirkulasi dilakukan dalam 10 detik dengan meraba pulsasi
arteri brakialis (pada bayi) dan arteri karotis dan femoralis pada anak. Jika frekuensi nadi kurang dari
60 kali per menit dan pada anak terlihat tanda perfusi kurang (pucat dan sianosis), kompresi dada
dapat dimulai. Jika frekuensi nadi ≥60 kali per menit tetapi anak tidak bernapas, lanjutkan bantuan
napas tanpa kompresi dada. Bantuan napas diberikan 12 sampai 20 kali per menit (1 pernapasan
tiap 3 sampai 5 detik) sampai pasien bernapas spontan. Sambil melakukan bantuan napas, nilai
pulsasi arteri tiap 2 menit secara singkat (tidak lebih dari 10 detik).1 Kompresi dada dilakukan secara
push hard and fast, dengan kedalaman sepertiga diameter anteroposterior dada, harus kembali
sempurna (complete recoil) setelah setiap kompresi dengan interupsi minimal. Semua ini termasuk
high quality CPR. Untuk anak kurang dari 1 tahun dan penolong seorang diri, kompresi dilakukan
dengan teknik 2 jari yang diletakkan di bawah garis intermamaria. Teknik ini dapat dilakukan dengan
satu atau dua tangan (lihat gambar 6).3 Pada anak lebih besar, kompresi dada dilakukan pada
setengah bagian bawah sternum dengan pangkal pergelangan tangan (seperti
email: irene.tambunan@yahoo.co.id PENDAHULUAN Bantuan hidup dasar pada anak atau sering
disebut Pediatric Basic Life Support (BLS) merupakan hal yang penting untuk kelangsungan dan
kualitas hidup anak. Pediatric Chain Survival berdasarkan American Heart Association tahun 2010
meliputi tindakan preventif, resusitasi jantung paru (RJP) segera dengan mengutamakan pijat
jantung (teknik C-A-B atau Circulation-AirwayBreathing), mengaktifkan akses emergensi atau
emergency medical system (EMS), bantuan hidup lanjut, serta melakukan perawatan pasca henti
jantung. Pediatric chain survival ini dapat dilihat pada gambar 1.1 Tujuan akhir RJP adalah
kembalinya sirkulasi spontan yang normal atau disebut return Gambar 1 Lingkaran dasar basic life
support1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI–
4 SKP Bantuan Hidup Dasar pada Anak Irene Yuniar Divisi Pediatri Gawat Darurat, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
Indonesia 708 CONTINUING MEDICAL EDUCATION CDK-220/ vol. 41 no. 9 th. 2014 ringan dan
dengan teriakan keras untuk melihat respons anak dan jangan lupa teriak minta pertolongan untuk
bantuan melakukan RJP.1,3 Resusitasi jantung paru meliputi pembebasan jalan napas (airway),
melakukan bantuan napas (breathing) dan mempertahankan suplai darah yang adekuat dalam tubuh
(circulation).3 Algoritma RJP pada anak dapat dilihat pada gambar 2. Airway Pada anak yang tidak
sadar, lidah sering jatuh ke belakang dan dapat menyebabkan sumbatan jalan napas. Penolong harus
membuka jalan napas dengan manuver head tilt dan chin lift yang dapat dikerjakan baik pada pasien
trauma maupun nontrauma. Teknik jaw thrust dilakukan bila terdapat kecurigaan trauma servikal.
Manuver head tilt dan chin lift dapat dilihat pada gambar 3. Untuk mempertahankan terbukanya
jalan napas, dapat dilakukan pemasangan alat orofaringeal (guedel) dan selang nasofaringeal.
Guedel dengan ukuran tertentu digunakan pada pasien tidak sadar, jika terlalu kecil lidah akan tetap
terjatuh ke belakang sedangkan jika terlalu besar akan menyumbat jalan napas. Pemasangan guedel
yang benar dapat dilihat pada gambar 4.3 Pemasangan selang nasofaringeal diindikasikan pada
pasien dengan kesadaran tidak terlalu terganggu. Pada bayi kecil, selang nasofaringeal mudah
tersumbat dengan sekret.4 Breathing Penilaian pernapasan dilakukan dalam waktu 10 detik dengan
teknik look, listen dan feel pada saat bersamaan (gambar 3 kanan). Penolong harus melihat gerakan
pernapasan baik pernapasan dada maupun abdominal, mendengar suara napas pasien melalui
hidung dan mulut, dan merasakan udara pernapasan yang keluar pada pipi penolong. Jika anak
bernapas dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya, tempatkan pasien pada posisi stabil untuk
menjaga jalan napas dan menurunkan risiko aspirasi (gambar 5).1 Jika anak tidak bernapas atau
gasping, pertahankan jalan napas dan berikan 2 kali bantuan napas. Pada anak 1 tahun dengan
menggunakan teknik mouth-to-mouth. Hindari pemberian ventilasi yang berlebihan karena dapat
menyebabkan pneumotoraks akibat tekanan berlebihan, dapat menyebabkan regurgitasi lambung
karena saat ventilasi udara dapat masuk baik ke paru ataupun lambung, serta dapat menyebabkan
berkurangnya curah jantung akibat peningkatan tekanan intratorak sehingga aliran balik darah ke
jantung (venous return) berkurang. Ketiga hal ini akan memperburuk kondisi anak.5
Hipovelemik shock
Tahap 1: Periksa jalan napas dan pernapasan, bila terdapat masalah segera berikan
tindakan untuk memperbaiki jalan napas dan berikan napas bantuan.
Tahap 2: Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak sadar, kejang, atau
diare dengan dehidrasi berat.
Bila tidak didapatkan tanda kegawatdaruratan, periksa tanda prioritas (konsep 4T3PR MOB):
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk
metabolisme
seluler jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut oksigen di tingkat seluler. Untuk
mempertahankan sirkulasi normal, dibutuhkan volume intravaskular yang adekuat
serta fungsi pompa jantung dan sistem vaskular yang normal. Berdasarkan kegagalan
komponen penunjang sirkulasi, syok dibagi menjadi syok hipovolemik, kardiogenik dan
distributif. Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada anak.
Pada anak, hipotensi biasanya baru terjadi pada syok yang telah lanjut, oleh karena itu
hipotensi tidak merupakan keharusan untuk diagnosis syok. Pada fase awal, terjadi
kompensasi tubuh, secara klinis dapat dijumpai takikardi, ekstremitas dingin, capillary
refill
yang mulai memanjang, pulsasi perifer melemah, sementara tekanan darah masih
normal.
Ketika mekanisme kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh, akan
dijumpai penurunan kesadaran, hipotermia atau hipertermia, penurunan produksi
urine, asidosis metabolik atau peningkatan kadar laktat darah. Selanjutnya tekanan darah
menurun hingga tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran semakin menurun, anuria disertai
kegagalan system organ lain.
Manifestasi Klinis
Selain tanda-tanda syok, seperti telah diuraikan di atas, beberapa penyebab syok yang sering
pada anak dapat digali dari anamnesis
Diagnosis syok dapat ditegakkan bila ditemukan takikardia (mungkin tidak ada pada kasus
yang disertai hipotermia), disertai tanda penurunan perfusi organ atau perfusi
perifer, termasuk pulsasi nadi perifer yang lebih kecil dari sentral, penurunan kesadaran,
waktu pengisian kapiler yang lebih dari 2 detik, ekstremitas yang dingin atau mottled,atau
penurunan produksi urine.
Tanda awal syok hipovolemik adalah takikardia dan penurunan perfusi perifer. Pada syok
hipovolemik, hipotensi baru terjadi setelah kehilangan lebih dari 25 volume intravaskular.
Agitasi hingga obtundasi dapat terjadi akibat penurunan perfusi serebral. Bila kehilangan
darah lebih dari 40% akan terjadi koma, bradikardia, penurunan tekanan darah, asidosis dan
anuria.
Pada syok kardiogenik dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri, terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik vaskular paru. Akibatnya, terjadi transudasi hingga mengganggu pertukaran gas
alveolar. Pada pemeriksaan fisik biasanya anak tampak takipnu disertai ronkhi basah
halus tidak nyaring di kedua lapangan paru, kadang-kadang dapat juga ditemukan wheezing.
Kegagalan fungsi ventrikel kanan biasanya disertai dengan kongesti vena sistemik dengan
peningkatan tekanan vena juguler dan pembesaran hati. Bunyi gallop dapat dijumpai pada
auskultasi jantung. Untuk mempertahankan tekanan darah, pada curah jantung yang rendah,
akan terjadi vasokonstriksi hingga dapat dijumpai akral yang dingin, sianosis atau mottled.
Vasokonstriksi sistemik akan mengakibatkan peningkatan afterload hingga memperburuk
kerja jantung.
Pada syok distributif, yang sering dijumpai pada syok septik, terjadi paralisis vasomotor,
sehingga terjadi vascular pooling dan peningkatan permeabilitas kapiler. Situasi semacam ini
dikenal dengan kondisi hipovolemia efektif . Pemeriksaan fisis menunjukan takikardia
dengan akral yang hangat, penurunan produksi urine, penurunan kesadaran dan hipotensi.
Pemeriksaan Penunjang
Saturasi oksigen mixed vein (SvO2) dapat menggambarkan keseimbangan antara pasokan
(DO2
) dan kebutuhan oksigen (VO2
). Penurunan SvO2
sebesar 5% (normal 65%-77%)
menunjukkan penurunan DO2
atau peningkatan VO2.
Pemantauan kadar laktat darah arteri dan saturasi vena sentral (SCVO2) dapat digunakan
untuk menilai defisiensi oksigen global.
Foto Röntgen thoraks pada syok kardiogenik dapat menunjukan gambar edema paru.
Indikator hemodinamik lain dapat diperoleh melalui pemasangan pulmonary artery catheter
(PAC) atau pulse contour continuous cardiac output monitoring (PICCO). Nilai normal
cardiac Index (CI) dan systemic vascular resistance index (SVRI)
Penanganan
– Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen (FiO2
100%), bila perlu berikan tunjangan
ventilator.
– Pasang akses vaskular secepatnya (60-90 detik), lalu berikan cairan kristaloid 20 ml/
kg berat badan dalam waktu kurang dari 10 menit. Nilai respons terhadap pemberian
cairan dengan menilai perubahan denyut nadi dan perfusi jaringan. Respons yang baik
ditandai dengan penurunan denyut nadi, perbaikan perfusi jaringan dan perbaikan
tekanan darah bila terdapat hipotensi sebelumnya.
– Pasang kateter urin untuk menilai sirkulasi dengan memantau produksi urin.
– Penggunaan koloid, dalam jumlah yang terukur, dapat dipertimbangkan untuk mengisi
volume intravaskular.
– Pemberian cairan resusitasi dapat diulangi, bila syok belum teratasi, hingga volume
intravaskular optimal.
Pengertian shock
Shock merupakan suatu syndrome klinis akibat tidak adekuatnya sirkulasi darah dan
atau hantaran oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan.
Perbedaan shock pada anak dan dewasa adalah shock pada dewasa tekanan darahnya
turun, sedangkan tekanan darah yang sudah turun pada anak berarti shock yang sudah
berlangsung lama.
Patofisiologis
Shock bisa terjadi bila suplai oksigen dan nutrient secara sistemik tidak adekuat dalam
memenuhi kebutuhan metabolic pada sistem organ.
Bila tidak diatasi akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolic, disfungsi organ dan
menyebabkan kematian.
Yang paling sering dijumpai pada anak adalah shock hipovolemik, yang penyebabnya
adalah :
2 2. Perdarahan
Mekanisme kompensasi :
3 3. Pada anak : tahanan vaskuler dipertahankan dg. Aliran darah ↓→ TD tetap normal
Shock dekompensata
6 6. Hipoperfusi organ merupakan tanda awal disfungsi organ yaitu : perubahan tingkat
kesadaran, takhpnepnea, takhikardia, letrgi, produk urin menurun atau nol,
ekstremitas mottled ( istilah lain blorok kulitnya)
Keberhasilan terapi ditentukan bukan dari jenis cairan yang diberikan, tetapi periode
waktu resusitasi.
32. Tanda awal shock membaik : penurunan HR, diikuti TD↑, urine out Put ↑
43. Capillary refill normal ( < 2detik), pulsasi perifer normal, akral hangat,
OU>1ml/kg/jam, status mental normal. ( Materi pelatihan Picu di RS. Sardjito,
Yogyakarta, 2010 )
Shock yang terjadi pada anak di ruang perawatan anak tak banyak variasinya, yang
paling sering adalah di karenakan demam berdarah.
Bagaimana cara supaya perawat tahu sejak awal akan terjadinya shock dan bila
mungkin shock tidak terjadi.
Hitung denyut nadi, bila nadi ↑ meskipun teraba kuat dan urine output ↓,
ekstremitas masih hangat, adalah tanda shock kompensata ( pre shock ), keadaan
ini pada anak TD tetap normal.
Tindakan perawat :
Sebenarnya semua jenis shock dapat termonitor sama dgn shock pada DHF dan
perlakuan dalam resusitasi cairanpun juga sama.
Syok yang terjadi pada anak dapat di sebabkan oleh perdarahan, trauma, diare, demam, DBD,
dll. Dengan mengetahui berbagai penyebab syok yang terjadi pada anak ada baik nya anda
sebagai orang tua selalu waspada bila anak anda sedang sakit karena syok ini dapat terjadi
kapan pun dan di manapun.
Lalu seperti apakakah tanda dan gejala syok yang terjadi pada anak ?
Syok yang terjadi pada anak bisanya memiliki tanda-tanda seperti anak yang tiba-tiba terlihat
lemas dan kesadaran menurun kadang juga bias sampai pingsan, tangan terasa dingin, nafas
yang menjadi cepat, nadi tangan teraba lemah dan denyut jantung menjadi cepat.
Apakah syok yang terjadi pada anak berbahaya ?
Seperti yang di jelaskan sebelumnya syok pada anak adalah salah satu kedawat daruratan
yang terjadi pada anak. Bila tidak segera di tangani syok dapat menyebabkan berbagai
komplikasi seperti :
Kerusakan otak
Kelumpuhan
Epilepsi
Cacat permanen
Bahkan yang paling buruk dapat menyebabkan kematian
Banyak hal yang bisa anda lakukan untuk untuk mengatasi syok yang terjadi pada anak
seperti segeralah berikan minum pada anak anda hal ini dapat membantu memperbaiki
kekurangan cairan yang terjadi pada anak, selanjut nya jaga suhu tubuhnya tetap hangat
dengan cara memakaikanya selimut. Kemudian segeralah bawa anak anda kedokter atau
klinik terdekat anda.
Peran dokter atau tenaga medis sangat di perlukan dalam penanganan syok yang terjadi pada
anak. Selain memperbaiki keadaan umum penderita pengobatan bertujuan untuk
menghilangkan berbagai penyebab syok dan mencegah agar syok tidak terulang lagi.
Anak yang mengalami syok biasanya memerlukan rawat inap di rumah sakit dan untuk
mengatasi kekurangan cairan akan di lakukan pemasangan infus. Selajutnya dokter akan
menyarankan untuk di lakukan berbagai pemeriksaan seperti laboratrium, foto rontgen,
ataupun pemeriksaan lainya yang bertujuan untuk mengetahui penyebab syok dan
menentukan pengobatanya.
pemberian obat inhalasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup agar
dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi
adalah terapi dengan memanfaatkan uap hasil dari kerja mesin Nebulizer. Uap air yang
berasal dari campuran obat dan pelarutnya dipercaya dapat langsung mencapai saluran
pernafasan, sehingga efektif untuk mengatasi masalah di daerah tersebut. Inhalasi sering
digunakan pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Batuk / pilek karena alergi dan asma
adalah gangguan saluran pernafasan yang paling umum terjadi.
B. Rumusan masalah
1. Apakah definisi dari pengobatan secara inhalasi ?
2. Apakah tujuan pengobatan secara inhalasi ?
3. Apakah keuntungan dan kerugian pengobatan secara inhalasi ?
4. Apa sajakah jenis-jenis inhalasi ?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian dari pengobatan secara inhalasi
2. Memahami tujuan pengobatan secara inhalasi
3. Mengetahui keuntungan dan kerugian pengobatan secara inhalasi
4. Mengetahui jenis-jenis inhalasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inhalasi adalah alat pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup agar dapat
langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Alat ini biasanya
digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronik,
misalnya pada penyakit asma. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat
dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Terapi inhalasi merupakan teknik pemberian obat yang praktis dan langsung ke target
organ. Terapi inhalasi menghantarkan obat dalam berbagai bentuk dan ukuran.Banyak alat
(devices) dikembangkan dalam terapi inhalasi.
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran
nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan efek yang
di hasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Cara pemberian ini di gunakan untuk obat-
obat berupa gas (misalnya, beberapa obat anestetik) atau obat yang dapat di dispersi dalam
suatu eorosol. Rute tersebut terutama efektif dan menyenangkan untuk penderita- penderita
dengan keluhan-keluhan pernafasan (misalnya, Asma atau penyakit paru obstruktif kronis)
karena obat yang di berikan langsung ketempat kerjanya efek samping sistemik minimal.
Obat diberikan dengan inhalasi akan terdispersi melalui aerosol semprot, asap atau
bubuk sehingga dapat masuk ke saluran nafas. Jaringan alverokapiler menyerap obat dengan
cepat. Inhaler dosisi terukur (metered-dose inhaler/MDI) dan inhaler bubuk kering (Dry
Power Inhaler/DPIs) biasanya memiliki efek local seperti dilate bronkus. Namun, beberapa
obat dapat menyebabkan efek sistemik yang serius.
Yang menerima obat melalui inhalasi biasanya memiliki penyakit pernafasan kronis
seperti asma kronis, emfisema, atau bronchitis masing-masing masalah pernafasan
memerlukan obat inhalasi yang berbeda. Sebagai contoh, klien dengan asma biasanya
menerima obat antiimfamasi karena asma merupakan penyakit imflamasi sementara klien
dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menerima brokoladilator karena biasanya
mereka memiliki masalah dengan bronkokostriks.Obat inhalasi juga sering disebut
obat”darurat” atau “perbaikan”.Obat darurat berupa obat dengan waktu kerja cepat yang
diberikan untuk mengatasi kesulitan pernafasan akut.Inheral “perbaikan” digunakan sehari-
hari untuk mencegah timbulnya serangan akut. Efek dari inhaler “ perbaikan” dimulai dalam
hitungan jam dan bertahan dalam waktu yang lebih lama jika dibanding dengan inhaler “
darurat “. Beberapa inhaler mengandung kombinasi dari obat “darurat”.Dan “perbaikan”
(capriotti, 2005). Karena lien bergantung pada obat inhalasi untuk mengontrol penyakitnya,
maka mereka perlu mengetahui mengenai obat tersebut dan bagaimana cara menggunakannya
dengan aman.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara
cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada
keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek
samping sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan
sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.Terapi inhalasi ini baik
digunakan pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang
ditimbulkan obat, terutama penggunaan kortikosteroid.
Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang
sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil
dibandingkan jenis lainnya. Terapi ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit
saluran pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya pada penyakit asma. Asma termasuk
penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.Ashma adalah suatu gangguan pada saluran
bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran
nafas).Selain asma ada batuk / pilek karena alergi adalah gangguan saluran pernafasan yang
paling umum terjadi. Banyak cara dicoba untuk mempercepat penyembuhan dan
pengurangan gejala akibat masalah ini termasuk secara inhalasi.
2. Kerugiannya,
Jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan obat yang di pakai tidak cocok
dengan keadaan mulut dan sistem pernafasan , hal yang mungkin bisa terjadi adalah iritasi
pada mulut dan gangguan pernafasan. Jadi pengguna pengobatan inhalasi akan terus
berkonsultasi pada dokter tentang obat nya. Selain hal itu obat relatif lebih mahal dan bahkan
mahal dari pada obat oral.
D. Jenis-jenis inhalasi
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam
mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek
sistemik.Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek
terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry
Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler
memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini
dianjurkan untuk anak usia sekolah.
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di
orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan
panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
MDI (Metered-dose Inhaler)
Contoh Obat :
Cara Penggunaan :
1. Lepaskan penutup aerosol
2. Pegang tabung obat di antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian kocok seperti gambar
3. Ekspirasi maksimal. Semakin banyak udara yang dihembuskan, semakin dalam obat dapat
dihirup.
4. Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan
mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)
5. Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan
inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat
untuk bekerja secara efektif)
6. Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya
hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)
7. Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas,
sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter
8. Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang
mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi
gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan
dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap
tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek
samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi
penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat
asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal
kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien
semakin meningkat.
3. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus
menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik
sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebulizer yaitu ultrasonic nebulizer dan jet
nebulizer. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer
yang digunakan.
Nebulizer yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada juga yang dapat
diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat
tidak banyak terbuang. Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebulizer adalah tidak atau
sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis
obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat).Kekurangannya adalah
karena alat cukup besar, memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal.
PROSEDUR PERAWATAN DENGAN NEBULIZER
1. Letakkan kompresor udara pada permukaan yang mendukung untuk beratnya. Lepaskan
selang dari kompresor .
2. sebelum melakukan perawatan ini, cuci tangan terlebih dahulu dengan subun kemudian
keringkan.
3. hati-hati dalam menghitung pengobatan secara tepat sesuai dengan perintah dan letakkan
dalam tutup nebulizer.
4. pasang/ gunakan tutup nebulizer dan masker atau sungkup.
5. Hubungkan pipa ke kompresor aerosol dan tutup nebulizer.
6. nyalakan kompresor untuk memastikan alat tersebut bekerja dengan baik.
7. duduk dalam posisi tegak baik dalam pangkuan atau kursi.
8. apabila menggunakan masker, letakkan dalam posisi yang tepat dan nyaman pada bagian
wajah.
9. apabila menggunakan (mouthpiece) letakkan secara tepat antara gigi dan lidah.
10. bernafaslah secara normal lewat mulut. Secara periodic ambil nafas dalam dan tahan selama
2 sampai 3 detik sebelum melepaskan nafas.
11. lanjutkan perawatan ini sampai obat habis ( antara 9 sampai 10 menit).
12. apabila pasien merasa pusing atau gelisah, hentikan perawatan dan istirahat selama kurang
lebih 5 menit..
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si
sakit langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Obat diberikan dengan inhalasi akan terdispersi melalui aerosol semprot, asap atau
bubuk sehingga dapat masuk ke saluran nafas.Terapi ini biasanya digunakan dalam proses
perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya pada penyakit
asma. Jenis-jenis inhalasi ada 3 yaitu: Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer, Dry
Powder Inhaler (DPI),Nebulizer.
Terapi ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya tetapi, hal yang
mungkin bisa terjadi adalah iritasi pada mulut dan gangguan pernafasan pada penggunaan
inhalasi.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar
memberikan kritik dan sarang yang bersifat membangun.
Pengertian
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulator
Tujuan
1. Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan
2. Melonggarkan jalan nafas
Kebijakan
(Berdasarkan UU.... dan Peratuan.....
Prosedur
Persiapan Alat dan Bahan
1. Set nebulizer
2. Obat bronkodilator
3. Bengkok 1 buah
4. Tissue
5. Spuit 5 cc
6. Aquades
Pelaksanaan
A. Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mengatur pasien dalam posisi duduk
3. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer
4. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran
5. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik
6. Memasukkan obat sesuai dosis
7. Memasang masker pada pasien
8. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien nafas dalam sampai obat habis
9. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien/keluarga
3. Membereskan alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
SOP Mengukur Suhu Tubuh Aksila
Ana Nurkhasanah SOP Keperawatan
Definisi
Suatu tindakan untuk mengukur suhu tubuh seseorang dengan menggunakan alat
termometer melalui aksila
Tujuan
Persiapan Pasien
Persiapan Petugas
Pengukuran suhu
Pengertian :
Merupakan tatacara pemeriksaan suhu tubuh. Suhu tubuh merupakan indikator untuk menilai
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. Rentang suhu tubuh dapat diukur
dengan menggunakan termometer air raksa melalui oral, rektal, maupun axila dan
menggunakan termometer digital.
Tujuan :
Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang suhu tubuh.
Kebijakan :
1. Termometer
2. Tiga buah botol
1. Bengkok
2. Kertas/tissue
3. Vaselin/jelly
4. Buku catatan suhu
5. Sarung tangan
Prosedur :