Anda di halaman 1dari 3

KENALI SAMPAH ANTARIKSA

Sampah merupakan hal krusial dalam kehidupan manusia. Aspek cakupan dari sampah itu sendiri
sangat luas. Kita biasa menyebutnya dengan sampah kotoran, sampah masyarakat, sampah
buangan, dan lain sebagainya. Kebanyakan istilah sampah disimpulkan dengan sesuatu yang kotor,
menjijikkan, bahkan mengganggu kehidupan kita. Nah, tidak semua jenis sampah itu kotor dan
menjijikkan, walupun memang berbahaya. Misalnya saja, sampah antariksa (space debris). Apa sih
sampah antariksa itu?

Bisa kita lihat, di sekeliling bumi kita, terdapat banyak titik-titik kecil yang bertebaran di seluruh
penjuru angkasa. Apakah itu bintang? Tentu saja bukan, itu adalah sampah antariksa atau biasa
disebut dengan space debris. Sampah antariksa merupakan kumpulan dari objek yang sudah tidak
berfungsi pada orbit yang berada di sekeliling bumi. Ada berbagai macam objek yang termasuk
sampah antariksa ini. Misalnya saja, satelit yang diluncurkan namun sudah tua dan tidak dapat
befungsi lagi, roket, atau fragmen-fragmen hasil erosi dan tumbukan benda-benda luar angkasa.

Berdasarkan data dari Pusat Standar dan Inovasi Antariksa tahun 2008, jumlah satelit buatan yang
mengitari bumi kurang lebih sebanyak 13.000 satelit dengan proporsi hanya 3.500 satelit yang
berfungsi. Dengan kata lain, 75% dari satelit yang mengitari bumi adalah sampah. Wah, ternyata
jumlah sampah antariksa sangat banyak sekali. Mungkin, seiring berjalannya waktu kita tidak
menyadari bahwa satelit yang tidak berfungsi, semakin banyak dari waktu ke waktu, begitu pula
dengan roket-roket yang diluncurkan dan tidak difungsikan kembali. Sehingga satelit-satelit
tersebut menumpuk menjadi kumpulan sampah antariksa di orbit sekeliling bumi.

Ternyata, sampah antariksa ini juga cukup berbahaya. Kadang-kadang, beberapa sampah antariksa
ini bisa jatuh ke bumi. Sama halnya dengan meteor, tidak semua bagian dari serpihan rongsokan
satelit tersebut akan habis terbakar ketika bergesek dengan atmosfer bumi. Terdapat juga
beberapa serpihan yang jatuh mencapai permukaan bumi. Hal itu bisa jadi berbahaya bagi kita,
namun, sampai saat ini, badan antariksa Amerika Serikat, NASA, belum melihat ada catatan
mengenai hal itu.

Bahkan, terdapat suatu kasus mengenai sampah antariksa ini yang sempat marak. Sebuah
rongsokan dari pesawat ruang angkasa Phobos-Grunt diperkirakan akan jatuh ke bumi pada 16
Januari 2012. Potongan pesawat berdimensi 4x4 meter dan mempunyai berat sekitar 13,2 ton.

Pesawat ruang angkasa tanpa awak ini diluncurkan pertama kali pada 9 November 2011 waktu
Rusia. Pesawat yang membawa satelit milik Rusia ini berangkat dengan misi mendarat di bulan
milik planet Mars yang bernama Phobos dan meluncurkan peralatan menuju planet merah tersebut.
Sayang, misi tersebut gagal dan akhirnya pesawat tersebut hanya melayang-layang di ruang
angkasa, dan potongannya pun bergerak langsung menuju ke bumi.

Dalam usaha untuk mengantisipasi jatuhnya sampah antariksa tersebut, beberapa tim
antariksawan dari kalangan professional dan amatir telah mencoba untuk memperhitungkan dan
memperkirakan segala kemungkinan berkaitan waktu serta tempat di mana Phobos-Grunt akan
jatuh. Hingga saat ini, pesawat tersebut diprediksi akan jatuh pada areal 51,4 derajat Lintang Utara
dan 51,4 derajat Lintang Selatan, yang merupakan wilayah Indonesia berada. Tentunya, para ahli
antariksa sekarang bisa mengantisipasi dengan memperkirakan jatuhnya dan dampak dari sampah
antariksa tersebut bagi bumi.

Dampak dari sampah antariksa tersebut juga bisa mengancam keselamatan misi antariksa dan
satelit aktif yang berada di orbit Bumi. Sebagai contoh, pada 24 misi pesawat ulang alik AS,
ditemukan 795 buah ‘kawah’ kecil pada jendela pesawat (dengan total luas area 3.56 meter persegi)
hasil tabrakan dengan sampah antariksa orde milimeter. Sementara itu, ISS (International Space
Station) sudah beberapa kali harus melakukan manuver untuk menghindari tabrakan dengan
sampah antariksa yang ada di orbit Bumi. Misalnya manuver tanggal 26 Oktober 2010 yang
dilakukan untuk menghindari tabrakan dengan UARS yang disebutkan di bagian awal tulisan ini.
Nah, karena sampah ini cukup mengganggu, kita harus mencari solusi untuk menanggulanginya.
Setelah lebih dari 50 tahun perlombaan ke luar angkasa, sudah sebanyak sekitar 4.500 kali
peluncuran alat-alat buatan manusia ke orbit. Kini, di wilayah orbit benda-benda itu dipenuhi
dengan barang rongsokan, mulai dari tutup lensa, serpihan satelit, urin beku, sarung tangan
astronot, kertas-kertas timah dan perak, bahkan perkakas perbaikan satelit. Jutaan bangkai ini
sampai sekarang masih berputar-putar di orbit dengan kecepatan sangat tinggi. Perencanaan
peluncuran pesawat ruang angkasa ke orbit tentu menjadi lebih rumit karena benda terkecil
sekalipun dapat menembus lambung pesawat. Tiap satelit yang naik ke orbit adalah kebanggaan
perusahaan, laboratorium, atau bangsa. Tetapi sekali masa hidupnya sudah habis, yang tersissa
tinggal sampah. Sementara masalahnya sudah jelas, solusinya tetap sulit. Awalnya, para
antariksawan berencana untuk membuat satelit-satelit yang sudah tidak berfungsi lagi tersebut,
dijatuhkan kembali ke bumi. Namun, solusi tersebut ternyata cukup mahal. Contohnya saja,
dikembangkan sebuat alat yang bernama Terminator Tether (TT), yaitu modul tambahan di satelit
yang mampu beroperasi tanpa bahan bakar. TT memanfaatkan medan magnet Bumi, berinteraksi
dengan ionosfer melalui kabel untuk menghasilkan gaya tarik. Satelit kemudian dibawa ke orbit
lebih rendah sampai akhirnya terbakar di atmosfer. Selain itu, telah dicoba pula dengan cara
meluncurkan roket untuk menghancurkan satelit-satelit tersebut. Justru satelit yang hancur
menjadi puing-puing tersebut, menimbulkan sampah yang lebih banyak lagi.

Di antara ide-ide konvensional untuk menghilangkan sampah adalah busa "Nerf Balls" atau panel-
panel kecil terbuat dari aerogel. Itu adalah busa super ringan dan padat yang digunakan sebagai
media menangkap partikel seperti pada Mir Environmental Effects Payload (MEEP) Orbital Debris
Collector, yang digunakan untuk menangkap kotoran lebih dari 18 bulan di stasiun luar angkasa
milik Rusia pada 2009. Sifat berpori dan dengan kepadatan rendah membuatnya ideal dijadikan
calon solusi dalam mengambil puing-puing sampah antariksa. Kekurangannya, aerogel sejauh ini
hanya dapat digunakan untuk menangkap partikel-partikel kecil yang tak membahayakan wahana
antariksa.

Saat ini, angkasa Bumi semakin dipenuhi oleh sampah-sampah antariksa artifisial. Selama aktivitas
angkasa luar terus berlangsung dan kita belum memiliki prosedur yang bisa digunakan dengan baik,
benar-benar efektif dan ekonomis, jumlah sampah ini akan terus meningkat. Ini membuat
peluncuran misi antariksa semakin ke depan semakin besar tantangannya.

Anda mungkin juga menyukai