Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sejarah Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya

Pendirian Badan Karantina Pertanian (BARANTAN) merupakan amanat


dari Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan,
dan Tumbuhan. Keberadaan BARANTAN tidak lepas dari strategi pemerintah
untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan
melalui penyelenggaraan perkarantinaan (Kementrian Pertanian, 2015).
Menurut UU No.16 Tahun 1992, karantina sendiri berarti tempat pengasingan
dan atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit hewan atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area
ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementrian Negara, dan Peraturan Presiden RI Nomor 45 Tahun
2015 tentang Kementrian Pertanian, serta Peraturan Menteri Pertanian No.
61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian
Pertanian, menyatakan bahwa tugas pokok Badan Karantina Pertanian
(BARANTAN) adalah melaksanakan perkarantinaan Pertanian. Di dalam
melaksanakan tugas tersebut, BARANTAN menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan
hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;
2. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan
hayati;
3. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan
hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan
4. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian.

Tujuan perkarantinaan hewan dan tumbuhan di Indonesia adalah :

1
1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina (HPHK)
dan organisme pengganggu tumbuhan karantian (OPTK) ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia serta penyebarannya dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
2. Mencegah keluarnya HPHK ke luar negeri; dan
3. Mencegah keluarnya OPTK tertentu dari wilayah Negara Republik
Indonesia ke luar negeri apabila di persyaratkan oleh negara tujuan.

Balai Besar Karantina terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, salah


satunya yaitu di kota Surabaya. Berdasarkan asal-usulnya, Balai Besar
Karantina Pertanian Surabaya pada tahun 1978 pertama kali dibentuk dengan
nama Balai Karantina Kehewanan Wilayah III Surabaya. Pada tahun 1980,
nama tersebut diubah menjadi Karantina Tumbuhan Cabang Pelabuhan
Tanjung Perak. Karantina pertanian merupakan garda depan pertanian untuk
melindungi kelangsungan sumber daya hayati hewani dan nabati. Keberadaan
karantina yang strategis mutlak diperlukan karena negara Indonesia merupakan
negara agraris dan kepulauan (www. karantinasby. pertanian. go.id).

1.2 Visi dan Misi Balai Besar Karantina Surabaya

Visi Balai Besar Karantina Surabaya adalah menjadi garda terdepan


pelayanan karantina yang tangguh, profesional, modern dan terpercaya di Jawa
Timur pada tahun 2019. Balai karantina surabaya juga memiliki misi yaitu :

1. Melindungi kelestarian sumber daya hayati hewani dan nabati dari


ancaman serangan Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)
dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) serta
pengawasan lalu lintas komoditi pertanian segar yang memenuhi
standard keamanan pangan;

2. Meningkatkan manajemen operasional perkarantinaan hewan dan


tumbuhan;

2
3. Mewujudkan Sistem Manajemen Mutu Pelayanan dengan
mengimplementasikan secara konsisten ISO 9001:2008/SNI 19-
9001-2008;
4. Mewujudkan kompetensi sebagai Laboratorium Penguji (Testing
Laboratory) dengan mengimplementasikan secara konsisten
ISO/IEC 17025:2008 serta Laboratorium Biosafety Level 2 (BSL-
2);
5. Mendorong terwujudnya peran perkarantinaan Surabaya dalam
akselerasi ekspor komoditas pertanian yang akseptabel dan mampu
bersaing di pasar internasional;
6. Mendukung keberhasilan program agribisnis dan ketahanan pangan
Jawa Timur;
7. Membangun masyarakat cinta karantina pertanian di Jawa Timur.
(www.karantinasby.pertanian.go.id).

1.3 Struktur Organisasi

Dr. Ir. M Musyaffak Fauzi, SH. M.Si


Kepala Balai
Ir. Mohammad Samsul Hedar
Kepala Bagian Umum

Drh. Budi Prasetya, RR. Ike Yustia Aprini, Wiwin Wibowo, SP


M.Si SP. M.Si
Kepala Subbag
Kepala Subbag Kepala Subbag keuangan dan
Program dan Evaluasi kepegawaian dan tata perlengkapan
usaha

Drh. Cicik Sri Sukarsih Ir. Yusup Patiroy, MM Drh. Muhlis Natsir, M.Kes

Kepala Bidang Karantina Kepala Bidang Karantina Kepala Bidang Pengawasan


Hewan Tumbuhan dan Penindakan

Drh. Priyadi

Kepala seksi
3
pelayanan dan
operasional
karantina
Drh. Tri Nur Agus Drh. Heli Ir. Abdul
Handono Rachman, Mugiyanto, Afiantoro Munip
SP, M.Si. SP Wikantandi,
Kepala seksi M.Vet Kepala seksi
informasi dan Kepala seksi Kepala seksi Pengawasan
Kepala seksi
sarana teknik pelayanan dan informasi dan dan
Pengawasan
karantina operasional sarana teknik dan Penindakan Penindakan
hewan karantina karantina karantina hewan karantina
tumbuhan tumbuhan tumbuhan
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Balai Besar karantina Pertanian
(www.karantinasby.pertanian.go.id).

1.4 Karantina Hewan

Karantina hewan merupakan salah satu instansi pemerintahan lingkup


Badan Karantina Pertanian, Kementrian Pertanian yang berada di garda depan
atau satu pintu masuk atau keluar pelabuhan atau bandar udara, selain bea cukai
dan imigrasi. Karantina hewan menurut UU No. 16 tahun 1992 yaitu tempat
pengasingan dan atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri
dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
Jenis tindakan karantina hewan yang telah ditetapkan dan diatur dalam
ketentuan peraturan perundangan yaitu tindakan 8P. Berikut merupakan
tindakan tersebut.
1. Pemeriksaan
Dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan mendeteksi
hama dan penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media
pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut.
Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik
dengan cara pemeriksaan klinis pada hewan atau pemeriksaan kemurnian
atau keutuhan secara organleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal
hewan dan benda lain.
2. Pengasingan
Dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa untuk
diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan dengan tujuan untuk

4
mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina selama
waktu tertentu.
3. Pengamatan
Lalu dilakukan deteksi lebih lanjut terhadap penyakit hewan karantina
dengan cara mengamati timbulnya gejala penyakit hewan karantina pada
media pembawa selama diasingkan dengan menggunakan sistem semua
masuk-semua keluar
4. Perlakuan
Merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media
pembawa dari penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat
preventif, kuratif dan promotif.
5. Penahanan
Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan
karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh menteri lain yang terkait
atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut.
6. Penolakan
Dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal dari
daerah/negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah
penyakit, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan gejala adanya penyakit,
atau pada waktu pemeriksaan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina
(sertifikat kesehatan).
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan tersebut
melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kausanya tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa
tersebut ditemukan adanya penyakit yang telah diobati tetapi tidak dapat
disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak segera diberangkatkan/tidak
mungkin dilakukan penolakan dan media pembawa tersebut berasal dari
daerah terlarang atau daerah yang tidak bebas dari penyakit.
8. Pembebasan

5
Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan persyaratan untuk
memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut telah dipenuhi dan
dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala penyakit
hewan karantina, atau selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan
adanya penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan
dengan sertifikat pelepasan/pembebasan sedang pembebasan keluar
diberikan dengan sertifikat kesehatan.

1.5 Kewenangan Karantina Hewan


Karantina hewan mempunyai wewenang mengawasi lalu lintas dan
melakukan tindakan karantina terhadap Media Pembawa Hama Penyakit
Hewan Karantina (MP-HPHK) baik impor, ekspor, pemasukan maupun
pengeluaran antar area atau domestik yang terdiri dari:

1. Semua jenis hewan.


2. Bahan Asal Hewan (BAH) : bahan yang berasal dari hewan yang dapat
diolah lebih lanjut seperti daging, telur, susu, jeroan, kulit hewan mentah
dan jadi, darah, tanduk, tulang, sarang burung walet, madu, embrio beku,
mani beku, hewan opset.
3. Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) : sosis, bakso, tepung daging, tepung
tulang, daging olah, dendeng, abon, keju, cream, yoghurt, mentega, susu.
4. Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, BAH,
HBAH yang mempunyai potensi penyebaran hama dan penyakit berupa
bahan biologik seperti vaksin, sera, hormon, obat hewan, dan bahan
diagnosis seperti antigen, media pertumbuhan.
5. Media pembawa lain berupa pakan hewan ternak, pakan hewan kesayangan,
sisa makanan penumpang pesawat udara/kapal laut, kotoran ternak, sisa
pakan dan bangkai hewan serta barang atau bahan yang pernah berhubungan
dengan hewan yang diturunkan dari alat angkut.

1.6 Alur Lalu Lintas Media Pembawa


1.6.1 Alur Pelayanan Impor dan Pemasukan Antar Area

6
MP-HPHK yang akan diimpor ke Indonesia melalui pintu-pintu
pemasukan BBKP Surabaya, harus memenuhi persyaratan berikut ini:

1. Disertai dengan Izin Impor/ Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) yang


dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan (Ditjennak)-Kementrian
Pertanian Republik Indonesia.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan/ Health Certificate/ Sanitary
Certificate yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintahan yang
berwenang / Karantina Hewan negara pengekspor.
3. Dilengkapi Surat Keterangan Asal/ Certificate of Origin untuk BAH dan
HBAH yang diterbitkan oleh produsen/ tempat pengolahan di daerah negara
asal.
4. Surat Izin Pemasukan/ Convention on International Trade In Endangered
Species (CITES) bagi Satwa Liar, yang diterbitkan oleh pejabat berwenang
(CITES Authority) di negara asal.
5. Pengiriman MP-HPHK tersebut harus dilaporkan ke petugas Karantina
Hewan di pintu-pintu pemasukan, sekurang-kurangnya 2 hari sebelum
kedatangan.

7
6. Memiliki Instalasi Karantina jika pelaksanaan tindakan karantina tidak
dapat dilakukan di Instalansi Karantina Pemerintah, yang ditetapkan oleh
Kepala Badan Karantina Pertanian a.n. Menteri Pertanian.
 Kelengkapan Dokumen Antar Area:
a. Surat kuasa + identitas
b. Sertifikat karantina daerah asal
c. Surat keterangan asal untuk benda lain
d. Rekomendasi pengeluaran atau pemasukan (dinas setempat)
e. Sertifikat Veteriner dari daerah asal (untuk hewan dan produk hewan)

 Kelengkapan Dokumen Impor:

8
a. Surat Persetujuan Impor
b. Sertifikat Karantina dari negara asal
c. Health Certificate
d. Invoice
e. Packing List
f. Bill of Leading
g. Certificate of Origin
h. CITES (untuk satwa)
i. Surat kuasa + identitas
j. PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
1.6.2 Alur Pelayanan Ekspor dan Pengeluaran Antar Area

MP-HPHK yang akan diekspor dari Indonesia melalui pintu-pintu pengeluaran BBKP
Surabaya, harus memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Disertai dengan Izin Ekspor/ Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jendral Peternakan (Ditjennak)-Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Selain itu, juga disertai dengan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Dinas
Peternakan setempat/provinsi asal.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah
yang berwenang/ Dinas Peternakan setempat/ provinsi asal atau Dokter Hewan yang
memiliki izin praktek

9
3. Surat Izin Pengeluaran/ CITES bagi Satwa Liar yang diterbitkan Direktorat Jendral
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan.
4. Pengiriman MP-HPHK tersebut harus dilaporkan ke petugas Karantina Hewan di pintu-
pintu pengeluaran BBKP Surabaya, sekurang-kurangnya 2 hari sebelum ekspor.
5. MP-HPHK tersebut harus sesuai dengan persyaratan dari Pemerintah negara pengimpor
(negara tujuan).

 Kelengkapan Dokumen Ekspor:


a. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)
b. Surat Persetujuan Ekspor (Kementan/Kemendag/Kemenhut)
c. Fotokopi identitas
d. Surat kuasa pemilik
e. Invoice
f. Packing List

1.6.3 Alur Pelayanan Karantina Berdasarkan Analisa Resiko


Prosedur pelayanan karantina baik pemasukan maupun pengeluaran barang didasarkan
pada analisa resiko, dalam hal ini dibagi menjadi tiga yaitu resiko tinggi, sedang, dan
rendah. Ketiga resiko tersebut secara umum dilakukan beberapa prosedur seperti
pemeriksaan kelengkapan dokumen, jika dokumen telah lengkap dan sesuai maka dapat
dilakukan tindakan karantina (pemeriksaan fisik, lab, dan perlakuan). Hewan yang sehat
dapat dilakukan penerbitan sertifikat pelepasan untuk alur pelayanan impor dan pemasukan
antar area atau sertifikat kesehatan/ karantina untuk alur pelayanan ekspor dan pengeluaran
antar area. Berikut merupakan alur pelayanan karantina berdasarkan tingkat resiko.

1. Low Risk

10
Gambar 1. Alur pelayanan karantina resiko rendah “low risk”

Alur pelayanan karatina berdasarkan analisa resiko “low risk” adalah sebagai
berikut, diawali dengan pengguna jasa yang melakukan surat permohonan untuk
pemeriksaan karantina sebelum melakukan impor maupun membawa dan mengirim
hewan dari suatu area ke area yang lain. Surat Permohonan pemeriksaan karantina (PPK)
termasuk dalam KH 1. Pengajuan surat permohonan pemeriksaan karantina (PPK) dapat
dilakukan secara online atau manual serta menyerahkan dokumen persyaratan.
Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan dokumen. Dokumen
yang telah melalui pemeriksaan karantina dinyatakan lengkap ,sah dan sesuai, maka dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik atau klinis di IKH/TPFT/TPK. Pemeriksaan fisik
dilakukan pada siang hari, kecuali dalam keadaan tertentu menurut pertimbangan dokter
hewan karantina dapat dilaksanakan pada malam hari. Kemudian setelah dokumen
terverifikasi maka dilakukan penerbitan surat tugas (KH 2) dan KH 5 atau KH 7
(persetujuan bongkar atau perintah masuk karantina). Untuk kategori “low risk” biasanya
hanya dilakukan sampai pemerikasaan fisik ditempat pemasukan/pengeluaran yang
kemudian jika tidak ditemukan sesuatu yang mencurigakan akan dilakukan pelepasan
(KH 12).

11
2. Medium Risk

Gambar 2. Alur pelayanan karantina resiko menengah “medium risk”

Pengguna jasa melaporkan kepada Petugas Karantina Hewan di Pelabuhan


laut/udara dengan mengajukan Permohonan Pemeriksaan Karantina (PPK/PPK online).
Untuk Persyaratan Prosedur Karantina Antar Area harus melengkapi dokumen-dokumen
yang telah ditetapkan baik prosedur keluar area maupun masuk. Dokumen-dokumen yang
telah ditetapkan diatas bersama dengan KH 1 dilakukan pemeriksaan terkait kelengkapan,
keabsahan, dan kesesuainnya oleh petugas karantina. Kemudian dilakukan pemeriksaan
fisik terhadap BAH dan HBAH, seperti organoleptik dan keaslian BAH dan HBAH.

Apabila dokumen yang disyaratkan tidak lengkap dan pengguna jasa menjamin dalam
waktu 3 hari, maka diadakan penahanan sehingga dikeluarkan berita acara penahanan (KH
8a). Bila dalam jangka waktu tersebut dokumen tidak dilengkapi, maka hewan akan ditolak
pemasukannya (KH 8b). Untuk pemeriksaan fisik dapat dilakukan ditempat pemasukan
maupun pengeluaran, lalu dilakukan karantina yang selanjutnya akan diuji laboratorium
pada BAH dan HBAH Total Plate Count (TPC).

Jika pemeriksan klinis tidak bisa dilakukan ditempat pemasukan/pengeluaran maka


pemeriksaan klinis tersebut dilakukan di karantina dan dilakukan uji laboratorium sesuai

12
prosedur yang ditetapkan. Uji laboratorium digunakan sebagai sarana pendukung diagnosa
untuk menentukan tindakan penolakan/pemusnahan/pembebasan. Jika uji laboratorium
memberikan hasil yang sesuai dengan persyaratan, maka dapat dilakukan pembebebasan.
Sedangkan pada pemeriksaan klinis, apabila BAH dan HBAH ditempat
pemasukan/pengeluaran memenuhi persyaratan atau tidak perlu pengamatan lebih lanjut
juga dapat dilakukan tindakan Pembebasan maka diterbitkan surat dokumen pembebasan
(KH 12).

3. High risk

Gambar 3. Alur pelayanan karantina resiko tinggi “high risk



Alur pelayanan karatina berdasarkan analisa resiko “high risk” adalah sebagai berikut,
diawali dengan pengguna jasa yang melakukan surat permohonan untuk pemeriksaan karantina
sebelum melakukan impor maupun membawa dan mengirim hewan dari suatu area ke area yang
lain. Surat Permohonan pemeriksaan karantina (PPK) termasuk dalam KH 1. Pengajuan surat
permohonan pemeriksaan karantina (PPK) dapat dilakukan secara online atau manual serta
menyerahkan dokumen persyaratan. Berikut adalah beberapa persyaratan Karantina Hewan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2000 tentang
Karantina Hewan:
Media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia, wajib

13
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara
asal dan negara transit;
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang
tergolong benda lain;
c. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan
d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c untuk keperluan tindakan karantina.
Sedangkan untuk media pembawa yang dibawa dan dikirim dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib :
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina di tempat
pengeluaran;
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang
tertolong benda lain;
c. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan
d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, untuk keperluan tindakan karantina.
Setelah mengajukan surat permohonan pemeriksaan karantina (KH 1) selanjutnya akan
dilakukan tindakan karantina.Tindakan karantina yang dilakukan meliputi :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan dokumen, seperti
kesuaian antara dokumen dengan jenis hewan yang akan dilalu lintaskan. Salah satu
dokumen penting adalah sertifikat kesehatan hewan yang memuat tentang asal negara,
area, atau tempat yang dalam kurun waktu tertentu tidak berjangkit hama penyakit
hewan karantina (HPHK) yang dapat ditularkan melalui jenis hewan tersebut serta saat
pemberangkatan tidak menunjukan gejala hama penyakit hewan menular, bebas
ektoparasit, dalam keadaan sehat dan layak diberangkatkan.
Dokumen yang setelah melalui pemeriksaan karantina dinyatakan lengkap,sah dan
sesuai, maka dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik atau klinis di IKT/IKHS/TPFT.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada siang hari, kecuali dalam keadaan tertentu menurut
pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilaksanakan pada malam hari. Apabila dari
hasil pemeriksaan fisik dinyatakan sehat maka hewan tersebut tidak perlu mendapatkan

14
pemeriksaan lanjutan dan langsung dinyatakan bebas serta diberikan dokumen surat
(karantina hewan) KH 12.
Jika pemeriksaan fisik belum dapat meneguhkan diagnosa maka dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan laboratorium, patologi, uji biologis, uji diagnostika, atau teknik
dan metoda pemeriksaan lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi. Sehingga setifikat KH 12 belum dapat dikeluarkan, serta tindakan lanjutan yang
diperlukan berupa pengasingan.
2. Pengasingan
Pengasingan dilakukan terhadap sebagian atau seluruh media pembawa untuk
diadakan pengamatan, perlakuan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan
penularan hama penyakit hewan karantina. Lamanya pengasingan dipergunakan sebagai
dasar penetapan masa karantina. Untuk jenis media pembawa yang termasuk dalam
kategori high risk, standar waktu untuk karantina adalah 21 hari. Masa karantina
sebagaimana dimaksud, terhitung sejak media pembawa diserahkan oleh pemiliknya
kepada petugas karantina sampai dengan selesainya pelaksanaan tindakan karantina
terhadap media pembawa.
3. Pengamatan
Tindakan pengamatan dilakukan terhadap hewan selama dalam masa karantina
dengan cara mengamati untuk mengetahui atau mendeteksi dini adanya kemungkinan
hewan tersebut menderita penyakit menular (Baraniah, 2007). Pengamatan juga dapat
dilakuakan untuk mengamati situasi hama penyakit hewan karantina pada suatu negara,
area, atau tempat. Menurut Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2000 Pengamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat 1 dilakukan dengan ketentuan :
a. Untuk pemasukan dari luar negeri dilakukan di instalasi karantina atau pada tempat
atau area pemasukan;
b. Untuk pengangkutan antar area, diutamakan pada area pengeluaran; atau
c. Untuk pengeluaran ke luar negeri pengamatan disesuaikan dengan permintaan
negara tujuan.
4. Perlakuan
Tindakan perlakuan yang dilakukan terhadap media pembawa hewan misalnya
pemberian vaksin, pemberian obat-obatan, vitamin, desinfeksi melalui penyemprotan,

15
ataupun pengambilan specimen (darah, feses dll) untuk pengujian laboratorium sedang
terhadap produk hewan dapat berupa pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium
kesehatan masyarakat veteriner (Baraniah, 2007). Pengamatan sebagaimana dalam Pasal
11 ayat 1 PP No. 82 Tahun 2000 adalah pengamatan yang dilakukan untuk mendeteksi
lebih lanjut hama penyakit hewan karantina dengan cara mengamati timbulnya gejala
hama penyakit hewan karantina pada media pembawa selama diasingkan dengan
mempergunakan sistem semua masuk semua keluar. Selain pengamatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1, pengamatan juga dapat dilakuakan untuk mengamati situasi
hama penyakit hewan karantina pada suatu negara, area, atau tempat.
5. Penahanan
Penahanan dilakukan bila dokumen persyaratan tidak dapat dilengkapi dan apabila
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil positif terhadap penyakit maka akan
mendapatkan dokumen karantina berupa berita acara penahanan (KH 8a).
6. Penolakan
Penolakan dilakukan apabila: setelah pemeriksaan di atas alat angkut hewan tertular
hama penyakit hewan karantina (HPHK), persyaratan karantina tidak dapat seluruhnya
dipenuhi. Setelah dilakukan penahan dan keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi
dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi atau setelah diberikan perlakuan
di atas alat angkut, hewan tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari HPHK,
maka akan mendapatkan dokumen karantina berupa berita acara penolakan (KH 8b).
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan apabila: hewan tersebut diturunkan dari alat angkut dan
dilakukan pemeriksaan namun sapi tersebut tertular HPHK tertentu yang ditetapkan oleh
menteri, hewan yang ditolak tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik
Indonesia atau dari daerah tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan,
setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tertular HPHK tertentu yang ditetapkan
oleh Menteri, atau setelah hewan tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan
dan tidak dapat disembukan atau disucihamakan dari HPHK maka maka akan mendapatkan
dokumen karantina berupa berita acara pemusnahan (KH 8c)

8. Pembebasan

16
Pembebasan dilakukan apabila: setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular
HPHK, setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular HPHK, jika
setelah perlakuan dapat disembuhkan dari HPHK serta apabila dilakukan penahanan
namun seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat dipenuhi.
Semua tindakan karantina yang berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan,
penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan, bukan merupakan alur yang harus dilalui
secara berurutan.

17

Anda mungkin juga menyukai