Anda di halaman 1dari 78

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gejala campak sebenarnya jarang sekali dapat dideteksi secara dini.

Hal ini karena gejala penyakit campak ditandai batuk, pilek dan demam-

hampir sama dengan penyakit flu biasa (Mahesa, 2014). Persepsi yang

beredar seputar imunisasi campak adalah banyak orang menganggap

pemberian imunisasi menghasilkan efek samping yang kurang baik bagi bayi.

Persepsi masyarakat, dikatakan bahwa imunisasi campak dapat menyebabkan

efek samping seperti munculnya gejala kejang, demam, bahkan tidak

sadarkan diri paska dilaksanakan imunisasi. Masyarakat masih kurang

mengerti imunisasi sangat penting bagi bayi, karena imunisasi memberikan

perlindungan kekebalan terhadap penyakit. Persepsi yang negatif

menyebabkan masyarakat tidak termotivasi memberikan imunisasi campak

bayi atau anak (Yohana, 2013).

Data WHO tahun 2013 didapatkan penderita campak sebesar 67% dari

100.000 jumlah bayi yang dilahirkan, sedangkan 43% dari 100.000 anak

terlambat di berikan imunisasi campak. Tahun 2014 pencapain imunisasi

campak yang dilakukan WHO sebesar 86% dari 100.000 bayi dan anak (Dep.

Kes. 2015). Hal tersebut di perkuat oleh hasil penelitian Wardani (2013) di

Yogyakarta dengan 342 responden didapatkan 29% ibu tidak termotivasi

memberikan imunisasi campak pada bayinya, sebagian ibu khawatir dengan

kejadian paska imunisasi.

1
2

Data kementrian kesehatan tahun 2013 cakupan imunisasi campak

hanya mencapai 82,1% dari 15.234.000 anak hal tersebut belum memnuhi

target imunisasi sebesar 95,8% yang dicanangkan pemerintah (Infodatin

kemenkes, 2015). Jumlah kasus kesakitan campak di Jawa timur

berjumlah 156 kasus per 100.000 penduduk atau incidence ratio 1.20

dengan yang di vaksinasi 73 kasus atau 46.79% (Profil Kesehatan,

2014). Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan

oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 2010-2015 Kabupaten

Mojokerto terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi

masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% (Dinkes 2015).

Berdasarkan data Puskesmas Tawangsari Trowulan bulan Januari-

Desember tahun 2015 jumlah balita yang sudah di imunisasi sebanyak 476

balita diantaranya 1) Desa Tawang Sari 30 balita, 2) Desa Wonorejo 78

Balita, 3) Desa Kejagan 73 Balita, 4) Desa Panggih 62 balita, 5) Desa Bicak

77 Balita, 6) Desa Balongwono 54 Balita, 7) Desa Wates Umpak 102 Balita,

dan Balita yang belum di imunisasi sebanyak 17 balita diantaranya Desa

Tawangsari 13 Balita dan Desa Kejagan 4 Balita. Dari pendapat 10 ibu balita

yang belum di imunisasi sebagian besar mereka mengatakan bayinya sehat

jadi tidak perlu melakukan imunisasi.

Persepsi ibu tentang imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor umur,

pendidikan, pekerjaan, informasi, dan anggapan bahwa bayinya sehat tidak

perlu diberikan imunisasi campak persepsi yang negatif tersebut

mempengaruhi motivasi ibu dalam pelaksanaan pemberian imunisasi campak,

disamping itu demam paska imunisasi campak jadi alasan ibu untuk tidak
3

mengimunisasikan balitanya (Rendra, 2006). Hal itu sesui teori yang

dikemukanan Soeharjo (2013) bahwa persepsi merupakan awal penilaian

terhadap suatu objek yang dapat menyebabkan determinan tertentu, baik

biologis, psikologis maupun yang berasal dari lingkungan. Determinasi ini

akan merangsang timbulnya suatu keadaan (bio) psikologis tertentu dalam

tubuh yang disebut kebutuhan, kebutuhan menciptakan suatu keadaan yang

mendorong terbentuknya motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut atau

prilaku instrumental. Masa inkubasi, dimana virus berkembang biak dalam

tubuh tanpa gejala terjadi selama 10-12 hari, diikuti gejala mirip flu (batuk,

pilek, demam), mata merah, dan silau terhadap cahaya. 1-2 hari kemudian,

muncul bercak putih di selaput lendir mulut (bagian dalam pipi), yang disebut

bintik koplik, baru sekitar 2 hari kemudian muncul bercak merah yang

diawali dari daerah kepala, kemudian meluas ke seluruh tubuh. Jika tidak

ditangani dengan benar, atau jika kondisi daya tahan tubuh penderita sedang

drop, termasuk pada anak-anak yang daya tahan tubuhnya belum begitu kuat,

campak dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih serius, seperti radang

paru-paru berat dan radang otak. Komplikasi inilah yang banyak

menyebabkan kematian pada anak (Haryadi, 2013).

Cara untuk meningkatkan motivasi ibu tentang imunisasi adalah

dengan memberikan penyuluhan pada ibu tentang bahaya penyakit campak

sehingga ibu tidak memiliki persepsi negatif tetang penyakit campak, di

samping itu ibu dapat meningkatkan motivasi melalui media massa, media

elektronik, seminar-seminar dan lain sebagainya. Berdasarkan permasalahan

tersebut diatas maka penelitian tertarik mengadakan penelitian dengan judul “


4

Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan imunisasi campak

di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah

Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan imunisasi campak

di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada

pelaksanaan imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi persepsi ibu tentang imunisasi campak di Desa

Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto

2. Mengidentifikasi motivasi ibu pada pelaksanaan penyakit campak di Desa

Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto

3. Menganalisi hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan

penyakit campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten

Mojokerto
5

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama

pendidikan untuk menganalisis masalah yang ada di masyarakat dan

mencari solusi atau penyelesaian masalah yang ada di masyarakat.

1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan

Dapat meningkatkan tehnik penyuluhan tentang imunisasi campak

sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan lebih optimal sesuai

dengan kebutuhan klien.

1.4.3 Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi campak sehingga

ibu termotivasi dapat memberikan imunisasi lengkap pada bayi dan balita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi dapat didefinisikan sebagai berikut :

Persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak

(Fauzi, 2011). Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang

diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat

indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru

kemudian individu menyadari tentang sesuatu (Sunaryo, 2012).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah

proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap

stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses

oleh otak. Proses kognisi dimulai dari persepsi.

2.1.2 Bentuk Persepsi.

Persepsi memiliki beberapa bentuk, bentuk dari persepsi tersebut

adalah :

1. Persepsi visual ruang

Persepsi ini didasarkan kepada hasil pengamatan, bentuknya berupa

pendalaman, perspektif, gelap dan terang, interposisi dan gerak

2. Persepsi Auditif

6
7

Proses persepsi berbagai stimulus yang diperoleh dengan mendengar

suara dipengaruhi jarak sumber suara dan variabel organisme alat


6
pendengaran

3. Persepsi sosial

Proses mempersepsi yang kompleks yang bersumber dari berbagai indra

dan bersumbernya dan berbagai stimulus sosial

4. Organisasi perseptual

(Kurniawan, 2013)

2.1.3 Jenis Persepsi

Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh

oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.

1. Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah

persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi

bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan

topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang

biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.

2. Persepsi auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.

3. Persepsi perabaan

Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.

4. Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman

yaitu hidung.
8

5. Persepsi pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu

lidah.

(Rahardi. 2012).

2.1.4 Kegiatan Membentuk Persepsi

Dalam persepsi pembentukannya melalui sebuah kegiatan yang

disebut dengan organisasi perseptual. Ada beberapa organisasi perseptual

mengikuti beberapa hukum-hukum berikut :

1. Hukum wujud dan latar (figure and ground)

Figur akan tampak menjadi bentuk pada saat ground menjadi relatif tidak

jelas. Figur menjadi muncul karena latar belakang

2. Hukum pengelompokan

Pengelompokan dilakukan didasarkan pada kesamaan pola stumulus,

dalam bentuk:

a. Prinsip kedekatan

b. Prinsip kesamaan

c. Prinsip kontinuitas (Kurniawan, 2013)

2.1.5 Parameter (Indikator Persepsi).

Pareck (1996) yang dikutip oleh Sobar (2010), menjelaskan saat

kita mempersepsikan sesuatu hampir sama dengan proses terbentuknya

sikap, sebenarnya kita melalui beberapa tahapan proses persepsi, yaitu:

1. Proses menerima rangsangan.

Merupakan masa dimana kita menerima rangsangan melalui

panca indra. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada
9

disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu

atau dua objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang

lainnya menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka. Menerima

diartikan bahwa orang (subyek) mau memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap penyapihan dini dapat

dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah

tentang penyapihan dini.

2. Proses menyeleksi rangsangan.

Setelah diterima, stimulus atau rangsangan diseleksi untuk

diproses lebih lanjut. Terdapat dua faktor yang menentukan dalam seleksi

rangsangan itu, yaitu faktor intrinsik (umur, intelegensi) dan faktor

ekstrinsik (pendidikan, pengetahuan, pengalaman). Memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan

adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima

ide tersebut.

3. Proses pengorganisasian.

Setelah diseleksi rangsangan tersebut berikutnya diorganisasikan

atau diasosiasikan dalam suatu bentuk. Harapan seseorang tentang

rangsang yang akan timbul misalnya pada seorang pelari yang siap di

garis start terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pistol di saat ia harus

berlari perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi


10

4. Proses penafsiran.

Setelah data atau rangsangan diterima, si penerima lalu

menafsirkan data tersebut dengan berbagai cara. Kebutuhan-kebutuhan

sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, mempengaruhi

persepsi orang tersebut. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan yang

berbeda menyebabkan pula perbedaan persepsi.

5. Proses pengecekan atau evaluasi.

Setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengecek

apakah penafsirannya benar atau salah. Sistem nilai yang berlaku dalam

suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi. Suatu eksperimen

di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak yang berasal dari

keluarga miskin mempersepsi mata uang logam lebih besar daripada

ukuran yang sebenarnya. Gejala ini tidak terdapat pada anak-anak yang

berasal dari keluarga kaya

6. Proses reaksi

Merupakan proses terakhir, yaitu bertindak sehubungan dengan

apa yang telah diserapnya. Proses reaksi meliputi menemukan

pemecahan yang asli atau berfikir, mengingat, menjadi efisien

menerapkan pemecahan masalah terhadap suatu problem atau

membentuk kebiasaan.

(Fauzi, 2013)

2.1.6 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Wirawan

(2010), antara lain:


11

1. Faktor intrinsik

1) Kebutuhan psikologis

Persepsi setiap orang terhadap suatu objek berbeda-beda. Kita

mungkin sering mendengar kata-kata ini. Namun apa dan bagaimana

persepsi itu menjelaskan sebagai proses psikologis bagaimana

seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-

masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang

berarti. Mangkunegara (2002 dalam Arindita, 2011) berpendapat

bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna

terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mecakup penafsiran

obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan

penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara

mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Adapun Robbins

(2009) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan,

yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan

dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada

lingkungan mereka.Latar belakang.

2) Pengalaman

Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang,

hal-hal dengan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman

pribadinya. adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. persepsi seseorang merupakan proses aktif

yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya


12

tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-

pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam

menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar

selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan

yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan

antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi,

maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan

perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam

mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah

pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon

bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak.

3) Kepribadian.

Seseorang yang introvert mungkin akan tertarik pads orang-orang

yang serupa atau sama sekali berbeda cara mengintegrasikan

penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-

kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda

tersebut. Untuk memahami hal ini, akan diberikan contoh sebagai

berikut: individu baru pertama kali menjumpai buah yang sebelumnya

tidak kita kenali, dan kemudian ada orang yang memberitahu kita

bahwa buah itu namanya mangga. Individu kemudian mengamati serta

menelaah bentuk, rasa, dan lain sebagainya, dari buah itu secara

saksama. Lalu timbul konsep mengenai mangga dalam benak

(memori) individu. Pada kesempatan lainnya, saat menjumpai buah

yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan dan


13

konsep yang telah kita miliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat

itu adalah mangga

4) Sikap dan kepercayaan umum

Persepsi sebagai sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali

dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap

selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation",

begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada

saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses

penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan

tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan

disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna,

sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan

memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara

menyeluruh.

5) Penerimaan diri

Suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan

menggunakan panca indera (Drever 1998) dalam Sasanti, 2013).

Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh

pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar,

serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Sabri (2012) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang

memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang

sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan

itulah dimungkinkan individu mengenali milleu (lingkungan


14

pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu

tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan

prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada

penginderaan diinterprestasikan dan dievaluasi.

2. Faktor ekstrinsik

1) Intensitas

Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti

kekuatan ego, keteguhan ego, kegigihan, kekerasan hati, pemikiran

dan kekuatan akan pendirian serta keberanian yang berguna untuk

melakukan tindakan yang benar. Seorang individu yang memiliki

kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk

dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam

berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam

mengidentifikasi persoalan persoalan moral (Walker, 2012). Dalam

berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh factor

faktor individu yang dimilikinya. Jones (1991) telah mengembangkan

suatu model isu kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi intensitas

moral dan menghubungkannya dengan model empat komponen Rest.

membangun model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat

model komponen) untuk menguji pengembangan proses proses

pemikiran moral dan perilaku individu (Itania, 2012).

2) Ukuran

Benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian. Perkembangan

perseptual anak hanya mengikutsertakan aspek dari luar seperti faktor


15

lingkungan dimana anak berkembang, seperti lingkungan sosial

masyarakatnya, dan segala aspek komunikasinya. Perkembangan

perseptual anak merupakan reaksi dari rangsangan untuk alat indra.

Baik melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, atau penciuman

yang kemudian akan diteruskan ke otak untuk diolah menjadi suatu

persepsi yang belum diketahui kebenarannya.

3) Kontras

Kontras adalah perbedaan pencahayaan dan / atau warna yang

membuat obyek (atau perwakilannya dalam gambar atau layar) dapat

dibedakan. Dalam persepsi visual dari dunia nyata, kontras ditentukan

oleh perbedaan warna dan kecerahan obyek dan objek lain dalam

bidang yang sama pandang. Karena sistem visual manusia lebih

sensitif terhadap kontras dari pencahayaan mutlak, kita dapat melihat

dunia sama terlepas dari perubahan besar dalam pencahayaan

sepanjang hari atau dari tempat ke tempat. Kontras maksimum dari

suatu gambar adalah rasio kontras atau jangkauan dinamis.

Kontras adalah persepsi visual yang sesuai pada manusia yang sering

disebut merah, hijau, biru, dan lainnya. Warna berasal dari spektrum

cahaya (distribusi kekuatan cahaya dalam panjang gelombang) yang

berinteraksi di retina mata dengan kepekaan spektral dari reseptor

cahaya. Warna kategori dan spesifikasi fisik dari warna juga

berhubungan dengan benda-benda, bahan, sumber cahaya, dll,

berdasarkan sifat fisik mereka seperti penyerapan cahaya, refleksi,

atau spektrum emisi. Dengan mendefinisikan warna ruang, warna


16

dapat diidentifikasi secara numerik dengan koordinatnya. Karena

persepsi warna berasal dari sensitivitas spektral yang berbeda-beda

dari berbagai jenis sel kerucut dalam retina ke berbagai bagian

spektrum, warna dapat didefinisikan dan diukur oleh sejauh mana

mereka merangsang sel-sel ini. Kuantifikasi fisik atau psikologis

warna, bagaimanapun, tidak sepenuhnya menjelaskan persepsi

psikofisik penampilan warna.

4) Ulangan

Hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian, akan tetapi jika terlalu

sering dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan kehilangan arti

perseptif. 7perseptor ketika mempersepsikan objek, yaitu: gerakan,

intensitas stimuli, kebaruan (novelty) dan perulangan, menurut

Rakhmat menambahkan. Keempatstimulatif tersebut bila

diaplikasikan ke dalam persepsi pemotret yang berobjek seni

pertunjukan akan banyak ditemui keanekaragaman stimulus, baik

yang eksternal atau stimulus internal yang bersifat mengulang.

5) Keakraban

Hal-hal yang akrab lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal

tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu. Ada perbedaan yang

menarik antara cara laki-laki dan perempuan dalam menyikapi

keakraban. Laki-laki dan perempuan memang sependapat bahwa

berbagi dan membuka diri itu penting. Tetapi bagi perempuan, saat

akrab adalah saat sedang bercakap-cakap bertatap muka. Sedangkan

laki-laki merasa akrab ketika mereka bekerja atau bermain sambil


17

duduk di samping seseorang. Jadi ketika suami atau pacar anda

mengajak untuk pergi ke bioskop atau menonton TV bersama-sama,

anda harus mengerti bahwa menurutnya menonton bersama-sama

adalah waktu yang berkualitas, bukan hanya sekadar waktu untuk

duduk di ruangan yang sama sambil tidak mengobrolkan apa-apa.

Mungkin karena laki-laki memiliki standar yang rendah ini untuk

sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai keakraban, baik laki-laki

maupun perempuan menyadari bahwa menjalin hubungan dengan

perempuan ternyata lebih akrab dan menyenangkan daripada menjalin

hubungan dengan laki-laki. Perempuan lebih berempati terhadap

orang lain daripada laki-laki (meskipun perempuan dan laki-laki

memiliki derajat empati yang sama terhadap hewan, apa pun artinya

itu).

6) Sesuatu yang baru

Selain itu termasuk faktor intrinsik dan ekstrinsik meliputi cara hidup,

cara berpikir, kesiapan mental dan wawasan Ketika sebuah persepsi

menempel di kepala kita, itulah pilihan yang sudah kita ambil.

Repotnya, tidak selamanya keputusan kita ini berdasarkan kenyataan

yang ada. Apalagi jika ditambah dengan pengalaman kita sebelumnya

dalam berhubungan dengan orang tersebut. Sekali menipu, selamanya

penipu demikian jalannya otak kita. Sekali jahat, selamanya kamu

jahat ! Sekali berbohong, dua tiga kali akan terjadi lagi. Parahnya,

tindakan negatif terhadap pribadi kita ternyata lebih dalam

pengaruhnya terhadap persepsi yang sudah kita bangun. Ketika kita


18

mempunyai pilihan untuk melanjutkan hubungan tersebut atau tidak

maka dengan mudah kita dapat mengambil keputusan. Sebaliknya jika

tidak ada pilihan, maka terpaksa kita hidup dengan persepsi yang

belum tentu benar (Wirawan, 2013).

2.1.7 Faktor pembentukan persepsi

1. Pengorganisasian

Kecenderungan membuat pengelompokan yang sama dekat, kontinuitas

rangsang, atau menghubungkan antara fokus/gambar dengan latar

belakang (contoh; mata, hidung, mulut dan wajah).

2. Stereotip

Penggeneralisasian, penyederhanaan, dan mempersepsi dari sudut diri

sendiri. Contoh; (umur) orang tua produktif, (etnik) orang cina pandai

berbisnis

3. Selektif

Memilih rangsang /informasi yang menguntungkan atau mendukung

pandangannya dan mengabaikan. Contoh: mahasiswa yang rajin tertarik

pada dosen yang dapat memberinya perluasan wawasan

4. Karaktristik pribadi

Menggunakan diri sebagai pembanding untuk memandang orang lain.

contoh; orang yang menerima diri positif, cenderung melihat orang

positif.
19

5. Situasional

Kondisi ingkungan yang menekan akan berpengaruh ketepatan persepsi.

Contoh; memutuskan secara tergesa-gesa karena desakan waktu akan

mengabaikan rangsang yang penting

6. Perasaan (emosi)

Emosi positif/negatif mempengaruhi persepsi contoh; emosi tidak senang

pada kebijakan, akan memandang positif pada setiap kebijakan

7. Kebutuhan tertentu

Kebutuhan dan keinginan, dapat mendistorsi persepsi, hanya melihat apa

yang ingin dilihat. Contoh; kebijakan pemberian penghargaanbagi guru

berprestasi kesalahan persepsi (dispersepsi) (Kurniawan, 2013)

2.1.8 Macam-macam gangguan persepsi

Menurut Sunaryo (2011) dalam buku psikologi untuk Keperawatan,

terdapat beberapa gangguan persepsi, antara lain:

Bentuk-bentuk dispersepsi antara lain ilusi, halusinasi,

depersonalisasi, deresialisasi, gangguan somotosensorik pada reaksi

konveksi. Kita akan membahas bentuk-bentuk dispersepsi antara lain:

1. Ilusi

Ilusi adalah penghayatan yang salah sehingga keadaannya berbeda

dengan keadaan yang di gambarkan oleh pengetahuan alam dengan

bantuan instrumen pengukurannya (Atkinson, 2006). Sedangkan menurut

Maramis (2013). Ilusi adalah : interprestasi atau penilaian yang salah

tentang penerapan yang sungguh terjadi, karena rangsang panca

indra.penyebab dari ilusi adalah karena adaya penyimpangan stimulus


20

yang dicapai oleh reseptor.bentuk ilusi yang banyak di bahas adalah ilusi

geometrik. Selain itu terdapat ilusi yang dipengaruhi oleh ilusi sesaat,

seperti pada saat ketakutan

2. Halusinasi

Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanaya rangsang apapun pada

panca indera yang terjadi pada keadaan sadar, penyebabnya adalah

organik, fungsional, spikotik maupun histerik (Maramis, 2013). Bentuk-

bentuk dari halusinas adalah:

1. Halusinasi penglihatan (visual, optik) merasa seperti melihat sesuatu

baik yang tak terbentu (sinar, kilapan, atau pola cahaya) atau

berbentuk (orang, binatang, barang-barang yang yang dikenalnya)

dapat berwarna ataupun tidak.

2. Halusinasi pendengaran (auditif, akustif), misalnya merasa seperti

mendengar suara manusia, hewan, mesin, ataupun suara musik.

3. Halusinasi penciuman (olfaktorik) merasa mencium suatu bau

tertentu.

4. Halusinasi pengecapan (gustatorik) merasa mengecap sesuatu.

5. Halusinasi peraba (taktil) merasa ada yang meraba, disentuh, di cium,

atau seperti ada yang bergerak-gerak di bawah kulitnya.

6. Halusinasi kinestetik :merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang

atau merasa anggota badannya bergerak dengan sendirinya.

7. Halusinasi viseral : adalah perasaan tertentu yang timbul di dalam

tubuhnya.
21

8. Halusinasi hipnogonik :persepsi sensorik bekerja secara salah, terjadi

tepat sebelum tidur.

9. Halusinasi hopnopompik :kesalahan persepsi ini sama dengan

hipnogonik, terjadi pada saat tepat sebelum terbangun.

10. Halusinasi histerik :terjadi pada neurosa histerik akibat dari

komplik emosional

3. Depersonalisasi

Depersonalisasi adalah perasaan aneh terhadap dirinya atau

perasaan aneh terhadap dirinya atau perasaan bahwa dirinya tidak seperti

biasanya, tetapi sebenarnya tidak benar-benar terjadi, misalnya orang

yang merasa ruhnya telah keluar dari jasadnya.

4. Derealisasi

Derealisasi adalah perasaan aneh terhadap lingkungannya,

misalnya merasa semua yang dialaminya seperti dalam alam impian.

Gangguan somatonsentorik pada reaksi konveksi secara simbolik

menggambarkan suatu konflik emosional. Jenis gangguan ini adalah:

1) Anesthaesia :kehilangan indra peraba, tidak sesuai dengan anatomi

syaraf

2) Paresthaesia :indera peraba yang berubah, misalnya tertusuk jarum,

merasa panas

3) Gangguan penglihatan dan pendengaran, merasa dia tidak dapat

melihat atau mendengar

4) Merasa nyeri dsan tidak jelas


22

5) Maksopsia :melihat benda-benda yang lebih besar dari yang

sebenarnya

6) Mikropsia :jenis ini kebalikan dari makropsia yaitu melihat benda-

benda lebih kecil dari yang sebenarnya

5. Gangguan spikofisiologik

Gangguan spikofisiologik adalah gangguan pada bagian tubuh yang

disyarafi oleh susunan syaraf vegetatif dan disebabkan oleh gangguan

emosi. Perubahan ini biasanya menyertai keadaan emosi

tertentu.gangguan tersebut atara lain :

1) Kulit :berupa dermatis, urtikaria(biduran)

2) Otot dan tulang, berupa otot tegang sampai degan kaku

3) Alat pernafasan, berupa sindroma vestilasi

4) Jantung dan pembuluh darah, berupa palpitas

5) Alat pencernaa, berupa perih lambung

6) Alat kemih dan kelamin, berupa kemih kencing

6. Agnosia

Agnosia adalah ketidak mampuan untuk mengenal dan mengartiakan

hasil pencernaan indera, biasanya disebabkan oleh kerusakan otak

2.1.9 Pengukuran Persepsi

Menurut Azwar (2013), pengukuran persepsi dapat dilakukan

dengan menggunakan Skala Likert, dengan kategori sebagai berikut:


23

Tabel 2.1 Skor Pengukuran Persepsi

Pernyataan Positif Nilai Pernyataan Negatif Nilai


Sangat Setuju : SS 4 Sangat Setuju : SS 1
Setuju :S 3 Setuju :S 2
Tidak Setuju :TS 2 Tidak Setuju :TS 3
Sangat Tidak Setuju :STS 1 Sangat Tidak Setuju :STS 4
Sumber: Azwar (2013)

Cara untuk memberi interpretasi terhadap skor individual adalah

membandingkan skor tersebut dengan harga rata-rata skor kelompok dimana

responden tersebut termasuk. Perbandingan relatif ini menghasilkan

interpretasi skor individual sebagai lebih atau kurang favorabel

dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Perbandingan tersebut harus

dinyatakan dalam satuan deviasi standar kelompok, artinya mengubah skor

individual menjadi skor standar atau baku. hasil interpretasi digunakan

untuk mengelompokkan persepsi responden termasuk dalam persepsi positif

atau negatif (Azwar, 2013).

Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden

dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Jumlah jawaban

responden dari masing-masing pernyataan dijumlahkan dan dihitung

menggunakan skala likert :

x-x
T = 50 + 10
SD

Keterangan :

x : Skor responden

x : Nilai rata-rata kelompok

SD : Standart deviasi

SD : fx 2
24

Tresponden
T mean data = 
Responden (n)

Setelah itu dikatakan positif bila nilai skor : T responden > T

dikatakan negatif apabila nilai skor : T responden < T (Azwar, 2013).

2.2 Konsep Dasar Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

bertindak melakukan sesuatu atau seperti dikatakan Sartain (2002) dalam

bukunya psikology understanding of human behaviour motivasi adalah

suatu pernyataan komplek dalam suatu organisme yang mengarah tingkah

laku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang (Ngalim 2012)

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi

kontribusi pada tingkat komitmen seseorang hal ini merupakan faktor-faktor

yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku

manusia dalam arah tertentu Stoner dan Freadmen, 1995 dalam Nursalam,

2012)

Menurut Mc. Donald dikutip dari Sardiman (2013), Motivasi

adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan

munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya

tujuan.

Dari yang dikemukakan oleh Mc Donald ini mengandung tiga

elemen penting yaitu:

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri

sikap individu manusia, karena mengangkut perubahan energi manusia


25

(walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia) penampakannya

menyangkut kegiatan fisik manusia.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, dalam hal ini

motivasi relevan yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

3. Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan, jadi dalam hal ini motivasi

merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, motivasi memang muncul

dalam diri manusia tetapi muncul karena terangsang atau terdorong oleh

unsur lain

Motivasi (dorongan) yang berasal dari bahasa latin Movere yang

dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku

(Notoadmodjo, 2012)

Jadi motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan suatu

energi yang ada pada diri manusia. Sehingga akan berhubungan dengan

persoalan gejala kejiwaan. Perasaan dan juga emosi untuk kemudian

bertindak dan melakukan sesuatu. Semua dorongan itu karena adanya tujuan

kebutuhan dan keinginan.

2.3.2 Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauanya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau

mencapai tujuan tertentu, tujuan yang di harapkan atau dicapai makin jelas

pula bagaimana tindakan memotivasi akan dapat lebih berhasil jika tujuanya

jelas dan di sadari oleh yang di motivasi serta sesuai dengan kebutuhan

orang yang di motivasi (Ngalim, 2012)


26

2.3.3 Komponen Motivasi

1. Kebutuhan

Terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang dia

miliki dan dia harapkan

2. Dorongan

Merupakan Kekuatan Mental untuk melakukan Kegiatan dalam rangka

memenuhi harapan

3. Tujuan

Tujuan mengarahakan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar (Rusmi,

2011)

2.3.4 Bentuk-bentuk motivasi berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku,

motivasi, dapat dibedakan meliputi :

1. Motivasi intrinsik

Motivasi yang datangnya dari dalam diri individu itu sendiri.

Motivasi intrinsik timbul dari keinginan individu sendiri tanpa adanya

dorongan dari orang lain. Misalnya seorang orang tua ingin memberikan

pengetahuan pada anak atas dasar kemauannya sendiri bukan dari

pengaruh iklan, televisi atau bujukan dari orang lain. Motivasi intrinsik

mempunyai pola yang berhubungan dengan kemampuan dan

pengendalian diri yang tinggi, merencanakan dan menganalisis tugas

secara realistis, dan percaya dengan usaha yang dilakukannya dalam

meningkatkan kemampuan dan pengendalian diri. Motivasi intrinsik

merupakan pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam


27

pemecahan soal. Harter menyusun skala berdasarkan asumsi motivasi

intrinsik yang terdiri dari lima aspek:

1) Preference for challege : memilih sesuatu dalam menghadapi

tantangan dan bukan mencari sesuatu dengan mudah

2) Curiosity : melakukan suatu pekerjaan untuk memenuhi rasa

keingintahuan dan minat yang pada dirinya, tetapi bukan untuk

menyenangkan guru dan memperoleh nilai yang bagus.

3) Independent mastery : berusaha sendiri dan tidak tergantung dari guru.

4) Independent judgment : mempertimbangkan sesuatu sendiri dan tidak

hanya percaya pada pertimbangan guru atau orang lain.

5) Internal criteria : mempunyai kriteria sendiri dalam menentukan

sesuatu hal yang dianggap akan sukses atau gagal dibandingkan

dengan kriteria yang berasal di luar dirinya.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah daya dorong untuk melakukan suatu

aktivitas sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir. Mereka yang

secara ekstrinsik termotivasi melakukan suatu kegiatan karena

mengharapkan reward yang diinginkan, pujian dari orang lain, atau

menghindari hukuman. Motivasi ekstrinsik ditandai oleh pertimbangan di

luar dirinya dalam melakukan suatu pekerjaan, seperti misalnya kinerja

seorang siswa, penilaian, atau untuk mengantisipasi suatu penghargaan

atau pujian. Motif ekstrinsik adalah motif yang timbul dari

luar/lingkungan. Motivasi ekstrinsik dalam belajar antara lain berupa

penghargaan, pujian, hukuman, celaan atau ingin meniru tingkah laku


28

seseorang. Menurut Vallerand, dkk., secara garis besar, ada 3 tipe

motivasi ekstrinsik:

1) Dalam konteks memberikan pengetahuan pada orang lain timbul atas

dasar untuk mendapatkan pujian dari orang.

2) Memberikan informasi dan pendidikan seks pada anak timbul atas

dasar keinginan untuk mendapatkan hadiah.

3) Seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena takut dimarahi

oleh orang terdekat.

4) Memberikan informasi dan pengetahuan karena atas dorongan dari

orang lain seperti tokoh masyarakat, tenaga keBalitaan.

5) Melakukan aktivitas tertentu karena malu jika tidak bisa mencapai

aktivitas tersebut.

3. Motivasi terdesak

Motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya

serentak serta menghentak dan cepat sekali munculnya pada perilaku

aktifitas seseorang. Motivasi yang berhubungan dengan idiologi politik,

ekonomi, sosial dan budaya (Ipoleksosbud) dan Hankam yang sering

menonjol adalah motivasi sosial karena individu itu memang mahluk

sosial (Rusmi, 2011)

2.3.5 Klasifikasi Motivasi

Ada beberapa ahli psikologis membagi motivasi dalam beberapa

tingkatan, namun secara umum terdapat keseragaman dalam

mengklasifikasikan tingkatan motivasi yaitu :

1. Motivasi kuat
29

Motivasi dikatakan kuat apabila di dalam diri seseorang memiliki

keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi dan memiliki

keyakinan yang tinggi bahwa dirinya akan berhasil dalam mencapai

tujuan dan keinginannya.

2. Motivasi sedang

Motivasi dikatakan sedang apabila di dalam diri seseorang

memiliki keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi

namun memiliki keyakinan yang rendah untuk berhasil dalam

mencapai tujuan dan keinginan.

3. Motivasi lemah

Motivasi dikatakan lemah atau rendah apabila didalam diri

seseorang memiliki keinginan yang positif namun memiliki harapan

dan keyakinan yang rendah bahwa dirinya dapat mencapai tujuan dan

keinginannya (Rusmi 2012)

2.3.6 Teori Motivasi

1. Teori Hedonisme

Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan,

atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang

memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah

mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan

hedonisme, manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang

mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan. Oleh

karena itu, setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia

cenderung memlih alternafif pemecahan yang dapat mendatangkan


30

kesenangan daripada yang mengakibatkan kesukaran, kesulitan,

penderitaan dan sebagainya. Implikasi dari teori ini adalah adanya

anggapan bahwa orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit

dan menyusahkan atau mengandung resiko berat dan lebih suka

melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya.

2. Teori Naluri

Bahwa pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok

yang dalam hal ini disebut juga naluri yaitu : 1). Dorongan nafsu

(naluri) mempertahankan diri, 2). Dorongan nafsu (naluri)

mengembangkan diri, 3). Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan atau

mempertahankan jenis. Oleh karena itu, menurut teori ini, untuk motivasi

seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu

dikembangkan.

3. Teori Reaksi yang Dipelajari

Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak

berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang

dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Menurut teori ini,

apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memotivasi

anak buah atau anak didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya

mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan

orang-orang yang dipimpinnya.

4. Teori Daya Pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara ”teori naluri” dengan "teori

reaksi yang dipelajari". Daya dorong adalah semacam naluri, tetapi hanya
31

suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Oleh

karena itu, menurut teori ini, bila seorang pemimpin ataupun pendidik

ingin memotivasi anak buahnya, ia harus mendasarkannya atas daya

pendorong, yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari

kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.

5. Teori Kebutuhan

Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori

kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh

manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik

kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut teori

ini, apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan

motivasi kepada seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu

apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.

2.3.7 Metode Peningkatan Motivasi

Dilihat dari orientasi cara penungkatan motivasi, para ahli

mengelompokkannya ke dalam suatu model-model motivasi, yakni

(Notoatmodjo, 2012):

1. Model tradisional

Untuk motivasi masyarakat agar mereka berperilaku sehat, perlu

pemberian insentif berupa materi bagi masyarakat yang mempunyai

prestasi tinggi dalamberprilaku sehat.

2. Model hubungan manusia

Untuk meningkatkan motivasi berperilaku sehat, perlu dilakukan

pengakuan atau memperhatikan kebutuhan sosial mereka, menyakinkan


32

kepada mereka bahwa setiap orang adalah penting dan berguna bagi

masyarakat.

3. Model sumber daya manusia

Untuk meningkatkan motivasi hidup sehat, perlu memberikan tanggung

jawab dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka.

Motivasi ini akan meningkat jika kepada mereka diberikan kepercayaan

2.3.8 Proses Motivasi

Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang

yang harus segera dipenuhi untuk beraktivitas dan mencapai tujuan.

Motivasi sebagai motor penggerak maka bahan bakarnya adalah kebutuhan

atau need dan proses terjadinya motivasi digambarkan dalam bentuk

lingkaran (Rusmi, 2011):

1. Dimulai dengan adanya kebutuhan dimana individu tersebut berada

dalam keadaan tegang ingin memenuhi kebutuhan tersebut

2. Dilaksanakan aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut

3. Apabila kebutuhan terpenuhi maka terjadi kepuasan dan ketegangan

berkurang

4. Apabila kebutuhan tidak terpenuhi (tujuan tidak tercapai) dapat

menimbulkan konflik dalam dirinya.

2.3.9 Fungsi-Fungsi Motivasi

1. Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif itu

berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi

(kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.


33

2. Motif itu menentukan arah perbuatan. Yakni kearah perwujudan suatu

tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang

harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin

jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh.

3. Motif itu menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan perbuatan-

perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan

itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan

itu (Ngalim, 2012).

2.3.10 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Motivasi

1. Faktor fisik

Motivasi yang ada didalam diri individu yang mendorong untuk

bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan

jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan alam. Faktor fisik

merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan

kondisi seseorang meliputi :

1) Kondisi lingkungan

Lingkungan akan mempengaruhi motivasi seseorang. Orang yang

hidup dalam lingkungan tempat tinggal yang kondusif (bebas dari

polusi, asri, tertib dan disiplin) maka individu yang ada disekitarnya

akan memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai derajat ke

Balitaan yang optimal.

2) Kondisi Fisik

Individu yang kondisi fisiknya sakit maka akan memiliki motivasi

yang kuat untuk mempercepat proses penyembuhan. Kondisi fisik


34

seseorang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan

sehari-hari.

3) Kematangan usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

ia akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan

lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi tingkat

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwanya (Rusmi, 2011).

Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan kematangan

atau usia seseorang. Umur merupakan ukuran tingkat kedewasaan

seseorang. Orang yang mempunyai umur produktif akan mempunyai

daya pikir yang lebih rasional dan memiliki pengetahuan yang baik

sehingga orang memiliki motivasi yang baik.

2. Faktor instrinsik seseorang

Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya timbul

dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan

apa yang sudah dilakukan. Kepribadian seseorang akan mempengaruhi

orang dalam bersikap dan berperilaku.

3. Fasilitas (sarana dan prasarana)

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang

memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan untuk

hal yang diinginkan.


35

4. Situasi dan kondisi

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

5. Program dan aktifitas

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau

pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin

dengan tujuan tertentu.

6. Audio visual (media)

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di dapat dari

perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk

melakukan sesuatu

7. Faktor herediter

Faktor bawaan sejak lahir atau sifat individu akan mempengaruhi

keinginan seseorang dalam melakukan tindakan sesuai dengan hati

nurani.

8. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan

9. Pendidikan

Pendidikan adalah segala situasi dalam segala kehidupan yang

mempengaruhi pertumbuhan seseorang, pendidikan adalah pengalaman


36

belajar semakin tinggi pendidikan seseorang maka motivasi yang

dimiliki semakin baik (Rusmi, 2011).

2.3.11 Cara Meningkatkan Motivasi

1. Dengan tingkat Verbal : Berbicara untuk membangkitkan semangat,

pendekatan pribadi, diskusi dan sebagainya.

2. Tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)

3. Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada

4. Supertisi (kekayaan akan sesuatu secara logis, namun membawa

keberuntungan)

5. Citra dan image yaitu dengan imaginasi atau dengan khayal yang tinggi

sehingga individu termotivasi (Rusmi, 2011).

2.3.13 Pengukuran Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2011) ada beberapa cara untuk mengukur

motivasi, yaitu:

1. Tes proyektif

Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang ada

dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan

orang lain, maka kita beri stimulus yang harus diinterpretasikan. Salah

satu tehnik proyektif yang banyak dikenal adalah Thematic

Apperception Test (TAT).

2. Kuisioner

Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuisioner

adalah dengan meminta klien untuk mengisi kuisioner yang berisi


37

pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. Sebagai

contoh adalah EPPS (Edward’s Personal Preference Schedule).

3. Observasi Motivasi

Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat

situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan

motivasinya.

Pada penelitian ini pengukuran motivasi menggunakan kuisioner

dengan memakai Skala Likert. Skala Likert ini dibuat seperti checklist

terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan 4 pilihan

jawaban. Interpretasi penilaiannya adalah sebagai berikut

Pernyataan positif:

Sangat Setuju (SS) nilainya adalah 4

Setuju (S) nilainya adalah 3

Tidak Setuju (TS) nilainya adalah 2

Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya adalah 1

Pernyataan negatif:

Sangat Setuju (SS) nilainya adalah 1

Setuju (S) nilainya adalah 2

Tidak Setuju (TS) nilainya adalah 3

Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya adalah 4

Jumlah jawaban responden dari masing-masing pertanyaan

dijumlahkan dan dihitung menggunakan skala likert:

x-x
T = 50 + 10
SD
38

Keterangan :
x = Skor Responden
x = Nilai rata-rata kelompok
SD = Standart deviasi
SD = fx 2
T responden
T mean data =  Re sponden(n)
Dan Di kriteriakan:

Kuat : 66-100%

Sedang: 34-65%

Lemah : 0-33%

2.1 Konsep Penyakit Campak

2.1.1 Definisi Penyakit campak

Penyakit Campak adalah satu penyakit berjangkit. Campak

(Rubeola, Campak 9 hari) atau dikenal dengan sebutan Gabagen (dalam

bahasa Jawa); atau Keremut (dalam bahasa Banjar). Dalam istilah

medisnya disebut juga dengan Morbili, Measles.

Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang

ditandai dengan demam, lemas, batuk, konjungtivis (peradangan selaput

ikat mata/ konjungtiva) dan bintik merah dikulit (ruam kulit).

Gambar 2.1 Penyakit Campak


39

2.1.2 Etiologi

Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang

sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu

kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan

olehpar am iks ovir us ( virus campak). Virus ini terdapat dalam darah dan

sekret (cairan) nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada

masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah timbulnya bercak

merah di kulit dan selaput lendir. Virus dalam jumlah sedikit saja dapat

menyebabkan infeksi pada individu yang rentan. Penyakit campak sangat

infeksius selama masa prodromal yang ditandai dengan demam, malaise,

mata merah, pilek dan trakeobronktis dengan manifestasi batuk. Infeksi

campak pertama kali terjadi pada epitalium saluran pernafasan dari

nasofaring, kongjungtiva, dengan penyebaran ke daerah limfa. Viremia

primer tejadi 2-3 hari setelah individu terpapar virus campak,diikuti

viremia sekunder 3-4 hari kemudian. Viremia sekunder menyebabkan

infeksi dan relikasi virus lebih lanjut pada kulit kongjungtiva, saluran

pernafasan dan organ lainnya. Replikasi virus memerlukan watu 24 jam.

Jumlah virus dalam darah mencapai pncaknya pada hari 11-14 setelah

trpapar dan emudian menurun cepat 2-3 hari kemudian.

2.1.3 Karakteristik Virus Campak

Virus campak atau morbili adalah virus RNA anggota family

paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus

anggota family paramyxoviridae. Virus campak trdiri atas nukleokapsid

berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus. Sifat infeksius virus
40

campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas

hemolitiknya.

2.1.4 Tanda dan Gejala

a. Tanda-Tanda Penyakit Campak


Tanda khas penyakit campak adalah adanya koplik spots

(kemerahan dengan putih di tengah) di selaput lendir pipi yang tampak

1-2 hari sebelum timbulnya kemerahan biasanya muncul pada hari ke

14 setelah terpapar, kemudian menyebar dari kepala ke anggota badan

selama 3-4 hari dan akan menghilang meninggalkan noda kehitaman.

Sel yang terinfeksi virus campak mampu berfusi membentuk sel raksasa

multinuklear (multinuclear giant cells), yang merupakan tanda patologis

infeksi virus campak.

b. Gejala-gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi,

yaitu berupa: Panas badan, nyeri tenggorokan, batuk, kemerah-merahan

pada kulit, nyeri otot dan mata merah kemudian pada saat 2-4 hari

kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam. Kemerahan

di kulit yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala

diatas. Pada awalnya kemerahan tampak di wajah, yaitu di depan dan di

bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari,

kemerahan menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan

kemerahan di wajah mulai memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya

meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian
41

suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang

tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata

yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam

jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada

selama 4 hari hingga 7 hari.

2.1.5 Cara Penularan

Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut air dan

tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi adalah 10- 14 hari sebelum

gejala muncul. Seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus

morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau di mana saja. Penderita

bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam

kulit dan selama ruam kulit ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum

gejala muncul. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas,

wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-

sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak,

maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan

terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan

pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung

selama 1 tahun).

Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:

a. Bayi berumur lebih dari 1 tahun

b. Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi

c. Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.


42

2.1.6 Komplikasi

Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat

serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:

a. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah

b. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit),

sehingga pendeita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan

c. Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.

2.2 Konsep Imunisasi Campak

2.2.1 Definisi Imunisasi Campak


Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu

mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan

antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak

hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi

penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara

umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh

lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya

vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang

ini sudah jarang ditemukan.

Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit

campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh virus

yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi

campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6 bulan - 59 bulan dan masa

SD (6 - 12 tahun). Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan

bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena


43

penyakit campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat

menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat dan kematian

karena komplikasinya seperti radang paru (pneumonia); diare, radang

telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak

dengan gizi buruk. Hingga kini penyakit campak masih menjadi penyebab

utama kematian anak di bawah umur 1 tahun dan Balita umur 1 - 4 tahun di

Indonesia. Diperkirakan lebih dari 30.000 anak/tahun meninggal karena

komplikasi campak. Selain itu, campak berpotensi menimbulkan kejadian

luar biasa (KLB) atau wabah. Imunisasi adalah jalan utama untuk mencegah

dan menurunkan angka kematian anak-anak akibat campak.

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi

aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan

atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi

antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan

imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar

antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti

Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain

adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut

menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama

masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

2.2.2 Usia dan Jumlah Pemberian


Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.

Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi

dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya

menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan


44

imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MR (Measles

Rubella).

2.2.3 Efek samping


Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam

dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung

seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3

hari.

2.2.4 Jenis Imunisasi Campak


1. Vaksin Campak Kering

a. Deskripsi

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 100 mcg residu

kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk

vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril

yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah

memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali;

1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian

campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah

menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak

usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi

campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles

Mump Rubella).
45

b. Indikasi

Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.

c. Komposisi

Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung :

1) Virus Campak >= 1.000 CCID50


2) Kanamycin sulfat <= 100 mcg
3) Erithromycin <= 30 mcg
d. Dosis dan Cara Pemberian

Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan

secara Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan

harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah

dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk

8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut

disimpan pada suhu 2°-8°C serta terlindung dari sinar matahari.

Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan. Satu

dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap

infeksi.Di negara- negara dengan angka kejadian dan kematian karena

penyakit campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka

dianjurkan imunisasi terhadap campak dilakukan sedini mungkin

setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negara-negara yang kasus

campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia

tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan

bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan

IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.


46

Tata Cara Pemberian Imunisasi Campak : Imunisasi campak

dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodestruct

syringe). Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk

menghindari penularan penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B. Dengan

cara :

1) Vaksin Campak dilarutkan dulu sebelum saat pelayanan akan

dimulai.

2) Buka tutup torak dan tutup jarum.

3) Tusukkan jarum tersebut ke vial vaksin. Pastikan ujung jarum

selalu berada didalam cairan vaksin, jauh dibawah permukaan

cairan vaksin, sehingga tidak ada udara yang masuk kedalam

semprit

4) Tarik torak perlahan-lahan agar cairan vaksin masuk kedalam

semprit, sampai torak terkunci secara otomatis, torak tidak dapat

ditarik lagi.

5) Cabut jarum dari vial, keluarkan udara yang tersisa dengan cara

mengetuk alat suntik dan mendorong sampai pada skala 0,5 cc.

6) Bersihkan kulit dengan air hangat, kemudian suntikan vaksin

secara intramuskular (lakukan aspirasi sebelumnya untuk

memastikan apakah jarum tidak menembus pembuluh darah). Alat

suntik yang telah dipakai langsung dibuang kedalam insinerator

tanpa penutup jarum dan penutup torak. Untuk menghindari resiko

tertusuk jarum, petugas kesehatan tidak boleh memasang kembali


47

penutup jarum. Insinerator berisi alat suntik bekas pakai dibawa

kembali ke Puskesmas dan kemudian setelah penuh, baru dipakai.

7) Vaksin campak yang telah dilarutkan hanya bertahan 3 jam, setelah

lewat waktu tersebut tidak boleh dipakai lagi.

8) Lokasi penyuntikan sebaiknya paha anak, tekhnis penyuntikan

sesuai juknis imunisasi.

e. Efek Samping

Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan

kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8 - 12 hari setelah

vaksinasi Terjadinya Encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan

yaitu dengan perbandingan 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan.

f. Kontraindikasi

Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan

pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan penting untuk

mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan,

infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit

ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi.

Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat

terhadap penderita campak.

g. Penyimpanan dan kadaluarsa

Vaksin Campak beku-kering harus disimpan pada suhu dibawah

8 °C (kalau memungkinkan di bawah 0 °C) sampai ketika vaksin akan

digunakan. Tingkat stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan

pelarut) disimpan pada suhu 20 °C. Pelarut tidak


48

boleh dibekukan tetapi disimpan pada kondisi sejuk sampai dengan

ketika akan digunakan. Vaksin harus terlindung dari sinar matahari.


BAB 3

Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan

berfikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2010)

Ibu Balita
Faktor Intrinsik :
1. Intensitas
2. Usia Persepsi tentang Imunisasi Positif
3. Ukuran Campak T > meaT
4. Kontras 1. Seleksi
5. Gerakan 2. Interpretasi
6. Ulangan 3. Pembulatan Negatif
7. Keakraban T< MeanT
8. Sesuatu yang baru
Faktor Ekstrinstik :
1. Kebutuhan psikologis
2. Latar belakang
3. Pengalaman
4. Kepribadian
5. Sikap dan kepercayaan
6. Penerimaan diri
7. Pendidikan

Faktor motivasi
1. Faktor fisik (kesehatan)
2. Umur
3. Pengetahuan Motivasi Ibu melakukan
4. Pendidikan imunisasi campak
5. Herediter 1. Intrinsik
6. Fasilitas 2. Ekstrinsik
7. Situasi dan kondisi 3. Terdesak
8. Program dan aktivitas 4.
9. Audio visual

Kuat Sedang Lemah


(66-100%) (34-65%) (0-33%)
Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual hubungan antara persepsi ibu tentang
imunisasi campak dengan motivasi pemberian imunisasi campak di
Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.
49
50

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu :faktor intrinsik,

ekstrinsik,kebutuhan psikologis,latar belakang,pengalaman,kepribadian,sikapdan

kepercayaan,penerimaan diri dan pendidikan dari ibu balita terhadap imunisasi

campak,hal ini dikarenakan persepsi dari seorang ibu yang seleksi,interpretasi dan

pembulatan sehingga muncul persepsi yang positif atau negatif,dari persepsi yang

muncul dapat membuat motivasi ibu untuk melakukan imunisasi campak dengan

beberapa faktor diantaranya faktor fisik,umur,pengetahuan,pendidikan, sehingga

terjadi persepsi yang kuat,sedang,bahkan lemah terhadap imunisasi campak.

3.1 Hipotesis

3.1.1 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini hipotesisnya

adalah:

H1 : Ada Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan

imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang

memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi validiti suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk peneliti

dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan

atau menjawab suatu pertanyaan, (Nursalam, 2008).

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian analitik korelasi yaitu suatu studi untuk menemukan fakta dengan

interpretasi yang tepat dengan cara mendiskripsikan masing-masing variabel

independent dan dependent kemudian hasil penelitian diolah dengan

menggunakan uji statistik. Sedangkan rancangan penelitiannya cross

sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran /

observasi data variabel independen dan dependen dinilai secara simultan

pada suatu saat (Nursalam, 2008).

4.2.Populasi, Sampel, dan Sampling

4..2.1 Populasi

Populasi adalah objek penelitian atau objek yang akan diteliti,

(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu

yang mempunyai balita di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto sebanyak 40 orang.

50
51
52

4.2.2 Sampling

Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian, (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini

pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel

secara berurutan dan memenuhi kriteria penelitian (Sugiyono, 2008).

4.2.3 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diambil dari

keseluruhan obyek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini

adalah sebagian masyarakat di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto sebanyak 30 orang. Kriteria sampel meliputi kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi , dimana kriteria tersebut menetukan dapat atau

tidaknya sampel digunakan.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel ( Notoatmodjo, 2002 ) yaitu :

1. Ibu balita yang mempuyai anak balita

2. Ibu yang di jumpai saat penelitiaan

3. Ibu yang membawa anaknya ke posyandu


53

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian (Notoatmodjo, 2002 ).

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah ibu balita yang tidak bersedia

menjadi subyek penelitian.

1. Ibu yang mempunyai gangguan pisikologi

2. Ibu balita yang tidak datang ke posyandu

4.3.Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

4.3.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara

menentukan variabel-variabel yang ada dalam penelitian seperti variabel

independen, dependen. moderator, kontrol dan intervening (Hidayat, 2009).

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Merupakan variabel yang menjadi penyebab permasalahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat). dalam penelitian ini variabel

independennya adalah persepsi Ibu tentang imunisasi campak

2. Variabel Dependen (Variabel Tergantung)

Marupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat variabel

bebas. dalam penelitian ini variabel dependen adalah motivasi pemberian

imunisasi campak pada balita.


54

4.3.2 Definisi operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik

(variabel) yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, (Nursalam,

2008).

Tabel 3.1 Definisi Operasional hubungan antara persepsi ibu tentang


imunisasi campak dengan motivasi pemberian imunisasi campak
pada balita di Desa Tawangsari Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto

Variabel Definisi Parameter Cara Skala Kriteria


Operasional Ukur
Independent Pemahaman 1. Seleksi Kuesioner Nominal Pernyataan positif
persepsi Ibu ibu terhadap 2. Interpretasi SS : 4
tentang informasi 3. Pembulatan S :3
imunisasi tentang TS : 2
campak imunisasi
STS : 1
campak
Pernyataan negatif
SS : 1
S :2
TS : 3
STS : 4
Dikatakan persepsi
positif jika skor T >
mean T
Dikatakan persepsi
negatif jika skor T <
mean T
(Azwar, 2008)
Dependent Dorongan ibu 1. Intrinsik Kuesioner Ordinal Pernyataan positif
motivasi dalam 2. Ekstrinsik SS : 4
pemberian pelaksanaan 3. Terdesak S :3
munisasi imunisasi TS : 2
campak campak
STS : 1
pada balita Pernyataan negatif
SS : 1
S :2
TS : 3
STS : 4
Dan di kriteriakan:
Kuat:67-100%
Sedang:34-66%
Lemah:0-33%
(Hidayat, 2007)
55

4.4. Tehnik Pengumpulan Data

4.4.1 Instrumen

Instrumen alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian

(Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

kuesioner dengan jenis skala likert yaitu kuesioner untuk persepsi dengan

menggunakan sakala likert dengan pilihan jawaban SS, S, TS, STS, dan

untuk motivasi dengan menggunakan skala gutman dengan pilihan

jawaban ya dan tidak.

4.4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto pada bulan Agustus 2017.

4.4.3 Prosedur Penelitian

1. Mengurus Surat Izin penelitian ke Akademik ICME dan Kepala Desa

Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

2. Mengidentifikasi responden di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto .

3. Peneliti peneliti mengadakan pendekatan dengan responden untuk

mendapatkan persetujuan dari responden sebagai subjek penelitian, yaitu

semua ibu yang memilki balita di Desa Watesumpak Kecamatan

Trowulan Kabupaten Mojokerto.

4. Memberikan kuesioner tentang persepsi masyarakat dan motivasi

masyarakat dalam melakukan imunisasi campak.

5. Melakukan observasi dan mencatat hasil setelah di beri kuesioner

6. Melakukan analisa dan pengolahan data.


56

4.4.4 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan

dalam penelitian yang berbentuk kerangka hingga analisis datanya,

(Hidayat, 2009).
Populasi
Semua ibu balita di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto sebanyak 40 orang

Teknik Sampling
Purposive Sampling

Sampel
Sebagian ibu balita di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto sebanyak 30 orang

Metode Pengumpulan Data

Persepsi Motivasi
Kuesioner Kuesioner

Analisa Data
Editing, coding, scoring, tabulating dan Chi square

Desiminasi Hasil

Gambar 4.4 : Kerangka Kerja hubungan antara persepsi ibu tentang


imunisasi campak dengan motivasi pemberian
imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto.
57

4.5 Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui

tahapan Editing, Coding, Scoring, dan Tabulating.

1. Editing

Adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah isian

pada lembar pada pengumpulan data (kuesioner) sudah cukup baik

sebagai upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Pada

saat melakukan penelitian, apabila ada soal yang belum di isi oleh

responden maka responden diminta untuk mengisi kembali dan apabila

ada jawaban ganda pada kuesioner maka dianggap salah.

2. Coding

Adalah Mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria

tertentu. Klasifikasi pada umumnya ditandai dengan kode tertentu yang

biasanya berupa angka (Moh. Nasir, 2005). Pada saat penelitian, peneliti

memberikan kode berupa angka yaitu:

a. Umur

< 20 tahun kode 1

20 – 30 tahun kode 2

31 – 45 tahun kode 3

> 45 tahun kode 4

b. Pekerjaan

PNS kode 1

Swasta kode 2
58

Wiraswasta kode 3

IRT/Tidak bekerja kode 4

Petani kode 5

c. Pendidikan

Tidak tamat sekolah kode 1

SD kode 2

SMP kode 3

SMA kode 4

Akademi/PT kode 5

d. Jumlah anak

1 kode 1

2–5 kode 2

>5 kode 3

e. Informasi

Pernah kode 1

Tidak pernah kode 2

f. Sumber informasi

Tenaga kesehatan kode 1

Koran/Majalah kode 2

Radio/TV kode 3

g. Persepsi

Positif kode 1

Negatif kode 2

h. Motivasi
59

Kuat kode 1

Sedang kode 2

Lemah kode 3

3. Scoring

Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan skala

ordinal. Memberi skor pada tiap butir soal sesuai dengan kategori yaitu:

a. Persepsi Ibu

Pernyataan positif diberi skor:

4 : Sangat Setuju (SS)

3 : Setuju (S)

2 : Tidak Setuju (TS)

1 : Sangat Tidak Setuju (STS)

Pernyataan negatif diberi skor:

1 : Sangat Setuju (SS)

2 : Setuju (S)

3 : Tidak Setuju (TS)

4 : Sangat Tidak Setuju (STS)

b. Motivasi Ibu dalam pemberian imunisasi campak

Pernyataan positif diberi skor:

4 : Sangat Setuju (SS)

3 : Setuju (S)

2 : Tidak Setuju (TS)

1 : Sangat Tidak Setuju (STS)

Pernyataan negatif diberi skor:


60

1 : Sangat Setuju (SS)

2 : Setuju (S)

3 : Tidak Setuju (TS)

4 : Sangat Tidak Setuju (STS)

4. Tabulating

Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

(Nasir, 2005). Data umum dan data khusus disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi.

5. Analisis data

a. Persepsi ibu tentang imunisasi campak

Pernyataan positif diberi skor:

4 : Sangat Setuju (SS)

3 : Setuju (S)

2 : Tidak Setuju (TS)

1 : Sangat Tidak Setuju (STS)

Pernyataan negatif diberi skor:

1 : Sangat Setuju (SS)

2 : Setuju (S)

3 : Tidak Setuju (TS)

4 : Sangat Tidak Setuju (STS)

Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden

dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Jumlah

jawaban responden dari masing-masing pernyataan dijumlahkan dan

dihitung menggunakan skala likert :


61

x-x
T = 50 + 10
SD

Keterangan :

x : Skor responden

x : Nilai rata-rata kelompok

SD : Standart deviasi

SD : fx 2

Tresponden
T mean data = 
Responden (n)

Setelah itu dikatakan positif bila nilai skor : T responden > 50,

dikatakan negatif apabila nilai skor : T responden < 50 (Azwar, 2008).

b. Motivasi ibu pelaksanaan Imnumisasi campak

Pernyataan positif:

Sangat Setuju (SS) nilainya adalah 4

Setuju (S) nilainya adalah 3

Tidak Setuju (TS) nilainya adalah 2

Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya adalah 1

Pernyataan negatif:

Sangat Setuju (SS) nilainya adalah 1

Setuju (S) nilainya adalah 2

Tidak Setuju (TS) nilainya adalah 3

Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya adalah 4


62

Jumlah jawaban responden dari masing-masing pertanyaan

dijumlahkan dan dihitung menggunakan skala likert dan dianalisa

dengan rumus

Jumlah Jawaban
Skore =
Jumlah skore Maksimal

Dan Di kriteriakan:

Kuat : 66-100%

Sedang : 34-65%

Lemah : 0-33%

Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, dilakukan

uji statistik chi square dengan tingkat signifikan 0,05 untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel

bebas dan variabel tergantung yang berskala ordinal dan ordinal

(Sugiyono, 2012).

4.6 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan

kepada institusi Prodi S1 Keperawatan ICME Jombang untuk mendapatkan

persetujuan. Setelah itu baru melakukan penelitian pada responden dengan

menekankan pada masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada

subjek penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan tujuan

penelitian. Jika subjek bersedia responden menandatangani lembar

persetujuan.
63

2. Anonimity (Tanpa nama)

Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja

untuk menjamin kerahasiaan identitas.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden akan

dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Penyajian data atau hasil penelitian

hanya ditampilkan pada forum Akademis.

4.7.Keterbatasan

1. Responden banyak yang tidak obyektif sehingga mengurangi validitas

penelitian.
BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa

Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto pada bulan November

tahun 2017 dengan 40 responden. Hasil penelitian disajikan dalam dua bagian

yaitu data umum dan data khusus. Dalam data umum dimuat karakteristik

responden berdasarkan umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, informasi, dan

sumber informasi. Sedangkan data khusus terdiri dari persepsi tentang imunisasi

campak, motivasi ibu pada pelaksanaan imunisasi campak. Data-data tersebut

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

5.1 Hasil penelitian


5.1.1 Data umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Desa
Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017
No Umur Frekuensi Persentase (%)
1 < 20 tahun 10 33.3
2 20-30 tahun 16 53.3
3 31-45 tahun 4 13.3
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berumur 20-30 tahun sebanyak 16 orang (53.3%).

64
65

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di
Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Swasta 4 13.3
2 Wiraswasta 6 20.0
3 Tidak Bekerja/IRT 5 16.6
4 Petani/buruh 15 50.0
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa setengah

responden bekerja sebagai petani/buruh yaitu sebanyak 15 responden

(50,0%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di
Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 SD 12 40.0
2 SMP 10 33.3
3 SMA 7 23.3
5 Akademi/PT 1 3.3
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hampir

setengah responden lulusan pendidikan SD yaitu sebanyak 12 orang

(40.0%).

44
66

4. Karakteristik Responden Berdasarkan jumlah anak


Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan jumlah anak di
Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017
No Jumlah anak Frekuensi Persentase (%)
1 1 20 66.7
2 2–5 10 33.3
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden mempunyai anak 1 yaitu sebanyak 20 responden (66.7%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi


Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di
Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017
No Informasi Frekuensi Persentase (%)
1 Pernah 12 40.0
2 Tidak pernah 18 60,0
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden tidak pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi

campak yaitu sebanyak 18 resonden (60.0%).

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi


Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber
Informasi Tentang Imunisasi Campak di Desa
Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017

No Sumber Informasi Frekuensi Persentase (%)


1 Tidak pernah 15 50.0
2 Tenaga kesehatan 10 33.3
3 Koran/Majalah 3 10.0
4 Radio/TV 2 6.7
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017

44
67

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden tidak pernah mendapat informasi yaitu sebanyak 15 orang

(50.0%).

5.1.2 Data Khusus

1. Distribusi frekuensi Persepsi tentang imunisasi campak


Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber
Informasi Tentang Imunisasi Campak di Desa
Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto tahun 2017

No Persepsi Frekuensi Persentase (%)


1 Positif 12 43.2
2 Negatif 18 56.8
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden mempunyai persepsi negatif tentang imunisasi campak

yaitu sebanyak 18 orang (56,8%).

2. Distribusi frekuensi motivasi ibu yang mempunyai balita dalam


melakukan imunisasi campak

Tabel 4.8 Motivasi ibu yang mempunyai balita dalam melakukan


imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan
Trowulan Kabupaten Mojokerto tahun 2017

No Motivasi Frekuensi Presentasi (%)


1. Kuat 14 46.7
2. Sedang 6 20,0
3. Lemah 10 33.3
Total 30 100.0
Sumber : Data primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.8 dapat di ketahui bahwa hampir

setengah responden memiliki motivasi kuat untuk melakukan

imunisasi campak pada bayinya yaitu sebanyak 14 orang (46,7%)

44
68

3. Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan imunisasi


campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto
Tabel 4.9 Hubungan persepsi dengan motivasi ibu pada
pelaksanaan imunisasi campak di Desa Watesumpak
Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto

Motivasi
Persepsi Lemah Sedang Kuat Total
f % f % f %
Negatif 12 40 4 13,3 2 6,7 18 60
Positif 0 0 3 10 9 30 12 40
Total 12 40 7 23,3 11 36,7 30 100
Nilai signifikansi uji chi Square = 0,000
Sumber : Data primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa dari 30

responden penelitian didapatkan responden yang mempunyai persepsi

negatif juga mempunyai motivasi lemah dalam mengimunisasikan

campak pada anaknya yaitu sebanyak 12 orang (40%) sedangkan

responden yang mempunyai persepsi positif juga mempunyai motivasi

kuat dalam mengimunisasikan campak pada anaknya yaitu sebanyak 9

responden (30%).

Hasil analisa melalui uji Chi Square dengan SPSS, pada taraf

kesalahan 5% dan nilai ρ sebesar 0,000, dimana ρ = 0,000 < 0,05

maka H1 diterima artinya ada hubungan antara persepsi dengan

motivasi ibu pada pelaksanaan imunisasi campak di Desa

Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Hubungan

kedua variabel tersebut adalah semakin positif persepsi tentang

imunisasi campak maka semakin kuat responden untuk melakukan

imunisasi campak pada anaknya.

44
69

5.2 Pembahasan
5.2.1 Persepsi
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden mempunyai persepsi negatif tentang imunisasi campak yaitu

sebanyak 18 orang (56,8%).

Persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak

(Fauzi, 2011). Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang

diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh

alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan

baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu (Sunaryo, 2012).

Persepsi tentang imunisasi campak berbeda-beda pada masing-

masing responden walaupun yang paling dominan adalah negatif. Persepsi

negatif tersebut dapat diketahui dari kuesioner seperti responden tidak

setuju bahwa semua balita wajib diberikan imunisasi campak karena

imunisasi campak hanya diberikan pada penderita campak. Persepsi

responden tersebut keliru, karena imunisasi campak tujuannya adalah

untuk mencegah bukan mengobati. Namun setidaknya, masa ada persepsi

responden yang tidak sampai melarang orang lain untuk mengikuti

imunisasi campak.

Persepsi ibu tentang imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor

umur, pendidikan, pekerjaan, informasi, dan anggapan bahwa bayinya

sehat tidak perlu diberikan imunisasi campak persepsi yang negatif

tersebut mempengaruhi motivasi ibu dalam pelaksanaan pemberian

imunisasi campak

44
70

Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden berumur 20-30 tahun sebanyak 19 orang

(51,4%).

Menurut Elisabeth (2005), usia adalah umur individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Huclok, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dan segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dan orang yang belum

tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dan pengalaman dan

kematangan jiwa.

Responden yang berusia sebagian besar 20 – 30 tahun seharusnya

mempunyai persepsi yang positif tentang imunisasi campak karena usia

responden termasuk ke dalam usia reproduktif yang mana kemampuan

berpikir responden sangat matang dan rasional terhadap sesuatu yang

penting dan tidak penting. Akan tetapi hasil penelitian menunjukkan

sebagian besar negatif karena responden takut dan khawatir jika anaknya

di suntik, dan takut jika setelah diimunisasi badan si anak panas atau

demam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah responden

berpendidikan SMP sebanyak 17 orang (45,9%).

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar

(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS),

44
71

atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah terdiri atas

pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Pendidikan SMP merupakan pendidikan dasar, orang yang

berpendidikan dasar biasanya sulit menyerap informasi yang diaplikasikan

dalam bentuk tindakan. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

mudah menyerap informasi yang di aplikasikan dalam prilaku dalam hal

ini peran sebagai orang tua. Responden yang berpendidikan tinggi akan

memiliki peran yang baik dalam mengikuti imunisasi campak, sebaliknya

banyaknya responden yang berpendidikan dasar yaitu SMP menyebabkan

responden kurang dapat menerima informasi yang diberikan oleh petugas

kesehatan tentang imunisasi campak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan

responden adalah petani sebanyak 13 responden (35,1%).

Bekerja adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan responden

dengan dengan penghasilan yang baik akan meningkatkan taraf

perekonomian yang di miliki suatu responden (Yohana, 2017).

Responden yang bekerja petani menyebabkan responden tidak

mempunyai kesempatan bertukar informasi dengan rekan kerja tentang

44
72

pentingnya imunisasi campak dan banyak responden yang lebih memilih

untuk bekerja di sawah dibandingkan mengantarkan anaknya untuk

mengikuti kegiatan imunisasi.

5.2.2 Motivasi
Berdasarkan tabel 4.8 dapat di ketahui bahwa hampir setengah

responden memiliki motivasi kuat untuk melakukan imunisasi campak

pada bayinya yaitu sebanyak 14 orang (46,7%)

Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

bertindak melakukan sesuatu atau seperti dikatakan Sartain (2002) dalam

bukunya psikology understanding of human behaviour motivasi adalah

suatu pernyataan komplek dalam suatu organisme yang mengarah tingkah

laku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang (Ngalim 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah responden

mempunyai motivasi kuat dalam melakukan motivasi pada anaknya.

Bentuk motivasi tersebut seperti responden tidak setuju bahwa imunisasi

campak dilakukan setelah ada korban penyakit karena virus campak.

Motivasi responden ini bagus, karena tidak perlu harus ada korban dulu

untuk melakukan imunisasi campak, karena pencegahan lebih baik dari

pada mengobati. Selain itu responden juga setuju bahwa imunisasi campak

bisa dilakukan di posyandu mengingat penyakit campak dapat menular

dengan cepat.

Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan suatu

energi yang ada pada diri manusia. Sehingga akan berhubungan dengan

persoalan gejala kejiwaan. Perasaan dan juga emosi untuk kemudian

bertindak dan melakukan sesuatu. Semua dorongan itu karena adanya

44
73

tujuan kebutuhan dan keinginan motivasi ibu selain dipengaruhi persepsi

juga dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, informasi, jumlah anak dan

yang mempengaruhi pelaksanaan terhadap pemberian iminisasi pada anak.

Motivasi ibu mengikuti kegiatan imunisasi campak yang dimiliki

oleh seseorang juga dipengaruhi oleh paritas. sebagian besar responden

mempunyai anak 1 sebanyak 22 resonden (59,5%).

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa semakin sedikit jumlah

anak, maka waktu yang tersedia untuk mendapatkan informasi makin

besar, karena beban kerja berkurang dibandingkan responden yang

memiliki banyak anak. Orang yang mempunyai banyak anak akan

mempunyai pengalaman dalam memberikan perawatan pada anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi ibu

lemah. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kesempatan ibu untuk

mencari informasi tentang imunisasi campak dan ketakutan yang dimiliki

oleh ibu dengan proses penyuntikan imunisasi campak.

Motivasi mengikuti imunisasi campak dipengaruhi oleh sebagian

besar responden berpendidikan SMP sebanyak 17 orang (45,9%).

. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah

dalam menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan

yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.

Pendidikan klien dapat meningkatkan keteraturan, sepanjang bahwa

pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif (Notoatmodjo,

2007).

44
74

Pendidikan tentang imunisasi campak merupakan suatu proses

mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang imunisasi campak

sehingga tercipta pola kebudayaan dalam mengikuti kegiatan imunissi

campak. Berpedoman pada tujuan pendidikan diperkirakan bahwa semakin

meningkatnya pendidikan yang dicapai sebagian besar penduduk, semakin

membantu kemudahan pembinaan akan pentingnya melakukan imunisasi

campak pada balita.

5.2.3 Hubungan antara persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan


imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa dari 30

responden penelitian didapatkan responden yang mempunyai persepsi

negatif juga mempunyai motivasi lemah dalam mengimunisasikan campak

pada anaknya yaitu sebanyak 12 orang (40%) sedangkan responden yang

mempunyai persepsi positif juga mempunyai motivasi kuat dalam

mengimunisasikan campak pada anaknya yaitu sebanyak 9 responden

(30%).

Hasil analisa melalui uji Chi Square dengan SPSS, pada taraf

kesalahan 5% dan nilai ρ sebesar 0,000, dimana ρ = 0,000 < 0,05 maka H1

diterima artinya ada hubungan antara persepsi dengan motivasi ibu pada

pelaksanaan imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan

Kabupaten Mojokerto. Hubungan kedua variabel tersebut adalah semakin

positif persepsi tentang imunisasi campak maka semakin kuat responden

untuk melakukan imunisasi campak pada anaknya

44
75

Persepsi merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh persepsi

positif akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku ibu dalam

mengikuti imunisasi campak ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

(Notoatmodjo, 2007).

Seseorang tidak termotivasi mengikuti imunisasi campak

disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui tentang

imunisasi campak. Tetapi mungkin juga karena belum pernah

mendapatkan penyuluhan tentang imunisasi campak yang benar dari

petugas kesehatan. Sebagian besar persepsi ibu tentang imunisasi campak

adalah negatif sehingga persepsi yang dimiliki akan mempengaruhi

motivasi ibu. Apabila ibu mengetahui tentang manfaat imunisasi campak

baik melalui media elektronik, media massa dan tenaga kesehatan maka

ibu tersebut akan menerapkan persepsi yang dimilikinya kedalam tindakan

nyata. Persepsi yang positif akan menanamkan dalam pikiran bahwa

segala sesuatu itu penting apabila diterapkan. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa walaupun persepsi ibu negatif, akan tetapi ibu memiliki

motivasi yang kuat. Hal ini dikarenakan ibu didorong oleh petugas

kesehatan, kader dan keluarga untuk mengimunisasikan campak pada

balitanya. Atas anjuran dari petugas kesehatan tersebut menyebabkan ibu

44
76

mau datang ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi campak pada

balita.

44
BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Watesumpak Kecamatan

Trowulan Kabupaten Mojokerto di dapatkan simpulan bahwa :

1. Sebagian besar responden mempunyai persepsi negatif tentang imunisasi

campak yaitu sebanyak 18 orang (56,8%).

2. Hampir setengah responden memiliki motivasi kuat untuk melakukan

imunisasi campak pada bayinya yaitu sebanyak 14 orang (46,7%)

3. Ada hubungan antara persepsi dengan motivasi ibu pada pelaksanaan

imunisasi campak di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten

Mojokerto. Hubungan kedua variabel tersebut adalah semakin positif

persepsi tentang imunisasi campak maka semakin kuat responden untuk

melakukan imunisasi campak pada anaknya

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan meningkatkan penyuluhan tentang imunisasi campak

dan memberikan dorongan pada ibu tentang pentingnya mendapatkan

imunisasi campak.

6.2.2 Bagi Ibu


Lebih aktif mengikuti kegiatan imunisasi untuk mendapatkan

imunisasi lengkap pada bayi serta lebih aktif mengikuti penyuluhan

tentang kesehatan anak.

77
78

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Sebagai data dasar agar bisa di jadikan penelitian yang relevan

mengenai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi.

44

Anda mungkin juga menyukai