Anda di halaman 1dari 191

PRIMARY SURVEY

A : Air way  menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)
- Kelancaran jalan napas (suction lendir, guedel)
- Periksa adanya obstruksi jalan napas (oleh benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea)

B : Breathing  menjaga pernapasan dengan ventilasi


- Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma

C : Circulation  kontrol perdarahan


- Tingkat Kesadaran : volume darah berkurang  perfusi otak berkurang 
penurunan kesadaran
- Warna Kulit : wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas pucat  tanda
hipovolemia
- Nadi : kekuatan nadi, kecepatan dan irama

D : Disability  evaluasi neurologis


A : Sadar (Alert)
V : Respons terhadap rangsangan suara (Vokal)
P : Respons terhadap rangsangan nyeri (Pain)
U : Tidak ada respons (Unresponsive)

E : Exposure/environment control  kontrol lingkungan


- Buka seluruh pakaian penderita
- Perhatikan suhu tubuh penderita  cegah terjadinya hipotermia

Resusitasi :
1. oksigenasi dan ventilasi
2. pengelolaan syok, jalur infuse, RL yang dihangatkan
3. meneruskan pengelolaan masalah yang mengancam nyawa yang dikenali saat
primary survey

Tambahan pada Primary survey dan Resusitasi :


1. Tentukan analisis gas darah dan laju pernapasan
2. Monitor udara ekspirasi dengan monitoring CO2
3. Pasang monitor EKG
4. Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontra indikasi dan monitor
setiap jam
5. Pertimbangkan kebutuhan untuk mendapatkan foto : toraks AP, pelvis AP,
servikal lateral
6. Pertimbangkan kebutuhan DPL atau USG abdomen

1
SECONDARY SURVEY

Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi


dilakukan dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.

Secondary survey adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (Head to toe
examination) termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital, dilakukan :
- Pemeriksaan neurology lengkap
- Foto rontgen
- Lavase peritoneal
- Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan laboratorium

Secondary survey dapat juga disebut sebagai “tubes in every orifice”

A. Anamnesis
A : Alergi
M : Medikasi sebelumnya
P : Past illness (penyakit penyerta)
L : Last meal
E : Event/environment (lingkungan yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan

B. Px Fisik
- Kepala
- Maxillo-facial
- Vertebra servikal dan leher
- Toraks
- Abdomen
- Perineum / rectum / vagina
- Muskolo-skeletal
- Neurologis

Pertimbangkan perlunya dilakukan pemeriksaan tambahan :


1. Foto vertebra tambahan
2. CT kepala, vertebra, toraks, abdomen
3. Urografi dengan kontras
4. Angiografi
5. Foto ekstremitas
6. USG transesofagus
7. Bronschoscopy
8. Esophagoscopy

2
Status Urologis
CVA : Bulging
Nyeri ketok CVA
Balotemen

Suprapubik : Nyeri tekan suprapubik


Massa

MUE : Darah
Lendir

Perineum : Laserasi
Kontusio dan hematoma

Rectal Toucher (RT)


- Sfingter cekat / loggar
- Mukosa licin
- Ampula terisi feses / kosong
- Nyeri tekan + / -
- Massa +/-
- Prostat : besar, konsistensi, permukaan, sulcus mediana, pull atas

Sarung Tangan (ST)


- Darah + /-
- Feses +/-
- Lendir +/-

3
GLASGOW COMA SCALE (GCS)

 Respons buka mata ≈ E


4 – Spontan
3 – Respons terhadap suara
2 – Respons terhadap nyeri
1 – Tidak ada respons

 Respons Verbal ≈ V
5 – Berorientasi baik
4 – Bicara mengacau (bingung)
3 – Kata-kata tidak teratur
2 – Suara tidak jelas  mengerang kesakitan
1 – Tidak ada suara

 Respons motorik ≈ M
6 – Ikut perintah
5 – Melokalisir nyeri
4 – Fleksi & menarik anggota yang dirangsang nyeri
3 – Fleksi abnormal (dekortikasi)
2 – Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1 – Tidak ada respons (flaksid )

GCS : 14 - 15  CKR
9 - 13  CKS
3 - 8  CKB

4
RESEP IRDB

RESEP HECTING
R / Lidocain inj. amp No. II
Aquades pro inj No. II
ATS profilaksis/TT No. II
Dispo 1 CC No. I
Dispo 3 CC No. I
Dispo 5 CC No. I
Dispo 10 CC No. I
Sol NaCL fl No. II
∫ imm
Amoksisilin No. XV
As. Mefenamat No. X
∫ 3 dd 1

RESEP LUKA LECET TIDAK PERLU DIJAHIT


R / Sol NaCL fl No. I
Daryan tule sachet No. I
Gaas steril kotak No. I
Amoksisilin No. XV
As. Mefenamat No. X
∫ imm

RESEP FRAKTUR CLAVICULA


R / Elastic Verband 6 “ No. I
Verband roll 4 “ No. I
Kaltrofen supp No. II
∫ imm

RESEP KATETER
R/ Kateter Folley no.18 No.I
Urine Bag No.I
Aqua Pro inj No.I
Xylocain jelly tube No.I
Handscoen steril no.7,5 No.I
Dispo 10 cc No.I
∫ imm

5
RESEP IVFD
R/ Blood at set No.I
Sol RL/NaCl/Asering 5 fl No.I
Abbocath Dws 16/18 No.I
Anak 20
Bayi 22
Paling besar : 14

RESEP ATS
R/ ATS Profilaksis Inj amp No.I
Aqua pro inj No.I
Dispo 1 CC No.I
Dispo 3 CC No.I

Cara Skin Test


Perbandingan 1 : 10
- Tarik 0,1 ml ATS + 0,9 aquadest
- Suntik intracutan + 0,03 sampai mengembang di dalam lengan bawah
ATS Profilaksis : 1 amp ATS IM Lengan atas
Tanda alergi : merah, bengkak, gatal

RESEP CKR
R/ Sol Asering 5 fl No. I
Antrain inj. Amp No. I
Acran inj. Amp No. I
∫ imm

RESEP CKS / CKB


R/ Sel Asering 5 fl No. II
Acran inj. Amp No. I  Ranitidin 25 mg / ml
Antrain inj. Amp No. I  Metamizole Na 500 mg/ml (analgetik)
Ergotika inj. Amp No. I  Degoksin mesilat 0,3 mg (neurotropik)
Na phenitoin inj. Amp No. I  Antikejang
Dispo 3 cc No. V

Jika kejang  diazepam IV


Suhu rectal > 380C  Xilodela (Xylomidon + Delladryl )
IM 2 : 1, anak 1 : ½

Jika muntah  Ondansetron


Sedantron

6
Px suhu badan paling bagus di Esofagus  menggunakan alat core temperature
∫ imm : in manus medicus
Diberikan ke tangan dokter
∫ uc : usus cognitus
Pemakaian sudah diketahui
∫ ue : usus externus
Pemakaian luar

7
VISUM ET REPERTUM
PRO JUSTICIA

Pada hari ini minggu tanggal enam maret dua ribu lima pukul tujuh lewat
lima menit waktu Indonesia bagian tengah telah dilakukan pemeriksaan terhadap
titik dua nama Deni Malik umur dua puluh tahun jenis kelamin laki – laki alamat
Malalayang satu lingkungan dua pekerjaan anggota POLRI titik Dengan hasil
pemeriksaan titik dua pada daerah kepala bagian belakang ditemukan luka memar
ukuran dua kali satu sentimeter dan daerah tangan kiri bawah ditemukan luka
memar ukuran sepuluh sentimeter kali satu centimeter titik

Demikian visum ini dibuat untuk dipergunakan semestinya titik

Mengetahui,
Dokter Jaga

Dr................

8
Contoh Laporan Operasi

Wdx : Ruptor tendon ekstensor digiti II manus dextra


Dislokasi terbuka inter palang proximal digiti manus dextra

Tindakan : Repair tendon

Laporan operasi :
1. Tindakan aseptic dan antiseptik daerah operasi
2. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril kecil
3. Dilakukan anestesi block pada palang proximal digiti II manus dextra
4. Dilakukan debridement dan nekrotomi jaringan yang mati
5. Dilakukan penyambungan tendon ekstensor digiti I manus dekstra secara
modified kessler.
6. Dilakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9% 4 kolf / sampai bersih
7. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
8. Dilakukan pemasangan back slab
9. Operasi selesai.

9
HITUNG JUMLAH KANTONG DARAH

- PRC : ( Hb target – Hb sekarang ) x BB x 3


- WB : ( Hb target – Hb sekarang ) x BB x 6

Jumlah tetes cairan : Jumlah cairan (cc)


3 x jml jam

Contoh
- PRC : ( 10 – 7,7) x 50 x 3
= 2,3 x 150 = 345 cc = 2,3 kantong

Tetes :1500 cc = 1500 = 21 gtt


3 x 24 jam 72

250 cc, 20 gtt =.....Jam ?


20 gtt x 60 mnt = 1200 = 4,8 jam
250 cc 250

10
 Benjolan di leher
Kongenital : Higroma, kista bronkiogen, kista tiroglosus
Infeksi : Limfadenopati, limfadenitis TB
Hormonal : Struma / goiter
Tumor : Lipoma, ateroma, limfoma, hemangioma

 Benjolan dilipat paha (daerah inguinal )


Kongenital : Testis ektopik, undenensus testis, Hernia
Inguinalis Lateral
Infeksi : Limfadeopati inguinal
Tumor : Lipoma
Kel. Anatomi : Hernia inguinalis medialis, hidrokel

 Nyeri perut kanan bawah


Kongenital : Divertikel Meckel
Infeksi : Opendisitis akut, ISK, adnexitis, divertikulitis,
amubiasis,
gastroenteritis akut  iletis akut
Metabolisme : Batu ureter  kolik ureter
Kel. Ginekologi : KET, Kista Ovarium terpuntir

 Susah BAK
Kongenital : Stricture uretra  lebih sering karena
trauma atau infeksi
Metabolisme : Batu uretra, batu buli – buli, BPH (metabolisme
homonal)
Trauma : Ruptur uretra, stricture uretra
Tumor : Ca. Prostat, Ca Buli
Higienis : Fimosis

 Massa di perut kanan bawah


Periapendikular flegmon
Ca colon dextra
Tumor Ovarium
Tumor – tumor abdominal lainnya.

Otot – otot Penguyah


- M. Temporalis : Os temporalis - proc. Coronoideus
 menutup rahang; menarik balik rahang bawah (retrusi)
- M. Masseter : Arcus zygomaticus-Angulus mandibulae
 menutup rahang
- M. Pterygoideus Medialis : Fossa pterygoidea os sphenoid- Angulus mandibula
11
 menutup rahang
- M. Pterigoideus lateralis : Proc. Pterigodei – proc condylaris mandibula
 menutup rahang dan gerakan ke depan (protrusi)

JENIS – JENIS LUKA


- Vulnus contussium ( luka memar)
- Vulnus traumaticum
- Vulnus excoriatio (luka lecet)
- Vulnus scissum / incisivum (luka sayat)  tepi luka tajam & rata
- Vulnus laceratum (luka robek)  tepi luka tidak rata
- Vulnus ictum (luka tusuk)
Vulnus penetrans  bila mengenai abdomen dan thorax (V. penetrans
abdominis, V. penetrans torakalis)
- Vulnus caesum (luka potong)
- Vulnus sclopectorum (luka tembak)
- Vulnus morsum (luka gigitan binatang)

Hematoma : Perdarahan di bawah kulit


Contusio : Luka memar
Abrasio : Kerusakan terjadi pada lapisan superficial kulit luka kecil.
Avulsi : Sebagian jaringan hilang
Degloving : Sebagian jaringan terangkat
Bone expose : Tulang kelihatan
Diastase : Luka menganga (tepi saling melebar)

Proses penyembuhan luka :


Fase inflamasi  s/d 5 hari (Gambar 1)
Fase profiferasi  s/d akhir minggu ke 3 (Gambar 2,3,4)
Fase penyudahan  berbulan-bulan (Gambar 5)

1 2 3 4 5

Perawatan luka paling baik dikerjakan dalam 6 – 8 jam sesudah terjadi kejadian
(Golden Period)
12
Prinsip penanganan kalau ada avulsi dan bone expose :
 tulang harus ditutup, tidak boleh kelihatan.
Dalam menutup luka perlu diikuti prinsip Halsted, yaitu :
Asepsis
Gentleness
Hemostatis
Adequate blood supply
No tension
Carefull approximation
Obliteration of dead space

Dead Space

Sterilisasi : tindakan untuk membuat suatu alat / bahan menjadi bebas hama
Asepsis : keadaan bebas hama / bakteri
Antisepsis : tindakan untuk membebas hamakan suatu bahan, alat ataupun
ruangan terhadap bakteri/ kuman patogen untuk mencegah sepsis
Sepsis : suatu keadaan masuknya bakteri ke dalam aliran darah

13
SUTURE MATERIAL, TECHNIQUES
& KNOTS

Benang Jahit

Absorbable Non Absorbable

Synthetic Natural
Synthetic Natural

Mono Multi Mono Multi Mono Mono Multi


Multi
Filament Filament

- Serafit - Plai - Ser - Teryle - Si


- Dexon n catgut alon ne lk /
( polyglycolicacid) - Ch (Polyami - Serac seide
ronic de) or (sutra)
- Nyl
on

Penyerapan catgut  dilakukan secara enzim


Polymer syntetic  secara hidrolisis

Waktu Penyerapan Waktu Penyerapan Total


(Half Life) (Disolution time)
Chromic 15 – 20 hari 60 hari
Plain catgut 6 – 8 hari 30 hari
Dexon 15 – 20 hari 90 – 100 hari

Benang monofilament Benang Multifilament


- Atraumatik - Traumatik
- Sukar buat simpul - Aman / mudah buat simpul
- Tidak punya kapiler - Capillarity relatif tinggi

14
JARUM

Traumatis : Jarum punya “ mata” untuk memasukkan benang di bagian ujung


yang tumpul. Disebut traumatis karena pada bagian ujung atau
yang bermata ukuran penampung lebih besar dari bagian ujung
yang tajam sehingga akan menimbulkan bekas luka yang lebih
besar.
Keuntungan : - dapat dipakai berulang kali
- harga lebih murah

Atraumatis : Jarum yang tidak bermata, sebagai ujung jarum langsung


dihubungi dengan benang ukuran penampang jarum hampir sama
besar dengan ukuran barangnya.
Kerugian : - hanya bisa dipakai sesudah benang habis
- harganya jauh lebih mahal

15
Menurut Bentuk Dan Penampang
Cutting : Jarum yang penampangnya berbentuk segitiga / pipih dan
tajam sehingga ketika dipakai dapat menyayat jaringan dan
menimbulkan lubang yang lebih lebar.
 Dipakai untuk jahit kulit dan tendon (merupakan jaringan
yang sangat liat)
Non Cutting / : Jarum yang penampangnya bulat dan ujungnya saja yang tajam
sehingga tidak menimbulkan sayatan yang lebar.
 Dipakai untuk jahit jaringan lunak, fasia dan otot.

16
SIMPUL
Teknik Simpul
1. Reef knot
2. Surgeon’s knot
3. Deep Tying
4. Slip Knot

Indikasi
RK : setiap waktu bila ada regangan
SK : dipakai kalau ada regangan
DT & SK : untuk penyimpulan dalam

Two-handed Square knot Surgeon’s knot Surgeon’s knot


square knot

Deep Tie Instrument Tie Ligament Around A


Hemostat

Teknik incisi & Penjahitan pada kulit


Incisi : - Linier
- Elips
Jahitan : - Interupted
- Continous
- Matrass - Vertikal  kalau luka lebar
- Horisontal  kalau banyak pendarahan
- Subcuticular

17
A

1 2 3

4 5 6 7

Keterangan :
A. Interrupted Sutures
1. Simple interrupted
2. Interrupted vertical mattress
3. Interrupted horizontal mattress
B. Countinous Sutures
1. Interlocking stitch, knotted at each end
2. Two strands knotted at each end and knotted in the middle
3. Looped suture tied to it self
4. Over and over running stich

Benang seide (warna hitam)  tidak diserap tubuh  jadi jahitan harus dibuka
Benang catgut (warna bening)  diserap
Novafil (warna biru)  tidak diserap  non traumatic

Jahit kulit wajah : Novafil 4.0 / 5.0

Jarum otot : Ujung bulat


Jarum kulit : Ujung pipih
Jahit kulit luar : Seide 2.0
Jahit dalam otot : Catgut 3.0

Kapan waktu untuk cabut benang ? (Ingat !!! tidak boleh terlambat)
- Wajah : + 4 – 5 hr
- Badan : + 7 – 10 hr
- Kaki / tangan : + 14 hr

18
Pengenceran lidocain 2 %
1 amp lidocain 2 % = 2 ml (2 cc)
1 ml = 20 mg
Jadi 2 ml = 40 mg
½ amp = 1 cc = 20 mg

lidocain : Aquadest
1 cc : 4 cc (dispo 5 cc)
2 cc : 8 cc (dispo 10 cc)

Dosis toksis lidocain : 500 mg (+ 12 amp)


Dosis aman : 10 amp
Dosis maximal lidocain murni : 300 mg  30-60 menit
Dosis lido + adrenalin : 500 mg  120-360 menit

Cara hitung Cairan Infus


500 cc = 1 flash
Bila 500 cc harus dihabiskan dalam 24 jam
 7 x 1 = 7 tetes
Bila 1000 cc (2 flash) harus dihabiskan dalam 24 jam
 7 x 2 = 14 tetes

19
PASANG KATETER

Prinsip : Masukkan perlahan – lahan

Indikasi : - Pada pasien retensi urin


- dekompresi buli – buli
- perlu kontrol urine ( syok)

Alat dan Bahan : - Aseptis


- Anti sepsis

Cara :
Pasien terlentang, lutut flexi
Dokter berada di kanan penderita
Desinfeksi OUE, glands penis
Masukan xylocain, dorong kuat – kuat sampai gel masuk ke uretra
Pada penis insersi tegak lurus, dorong pelan-pelan kateternya
Hubungkan dengan urine bag
Masukan cairan aqua 10 cc kedalam balon kateter
Tarik kateter pelan – pelan sampai terasa ada tahanan
Fiksasi

Indikasi / tanda kateter sudah masuk


- Keluar urine
- Selang sudah tidak keluar lagi
- Tanyakan pada penderia apakah terasa sakit

Pasang kateter lebih mudah pada ♀ oleh karena ureter lebih pendek.
Bila pada saat pemasangan kateter tidak bisa masuk, jangan dipaksa  bisa jadi
ruptur uretra

20
PASANG INFUS

Indikasi : - Syok
- Akses untuk obat

Pada V.Perifer tangan : - V. Sephalika


- V. Bassilica

V. Perifer Kaki : - V. Saphena Magna


- V. Saphena Parfa

Intra Osseus (pada anak-anak) : 2 Jari dibawah tibia


masuk tibia  cortex  intra medulla
Jarum harus masuk intra medulla
Masuk cairan langsung guyur supaya vena-vena langsung mengembang

Alat dan bahan


Kanul
Cairan
Trokard (besi )
Blood at set
Abbocath No. 18

Cara Pasang :
Desinfeksi tempat tusuk dengan betadin dari tengah ke tepi (secara radier)
Identifikasi Vena
Bendung Vena
Tusuk sampai tembus intra lumen (darah tembus ke trokard)
Tarik trokard, tinggal kanul
Hubungkan dengan selang infus
Set tetes cairan

Paling bagus pasang infus di v. sentral


karena flebitis kurang (tekanan hemostatis kurang / kecil)

21
Pasang NGT

Indikasi : - Dekompresi lambung


- Mencegah regurgitasi
- Nutrisi
- Untuk diagnosa : bila warna hijau  ileus obstruktif
bila warna merah (darah) luka tikam
bila warna hitam  ulkus peptikum

Kontraindikasi : - Fraktur basis craini, pasien dengan fraktur basis craini tidak
boleh pasang NGT  bisa tembus sampai belakang

Alat :- NGT : FR 3,5 (paling kecil)


- Handscoen
- Salep
- Dispo 10 cc

Teknik
Patokan dari glabela  proc. xyphoideus (dari temporalis - dorsum nasal - proc.
Xiphoideus) tahan napas, mulut ditutup
epiglottis menutup trakea membuka jalan traktus digestivus

Tanda NGT sudah masuk


1. Tidak tersedak (bila tersedak berarti masih di trakea )
2. Keluar cairan lambung
3. Dispo  angin terdengar di epigastrium

Indikasi pencabutan NGT


- Jika sudah bisa makan / minum obat
- Obstruksi ileus tidak ada lagi (cairan lambung / hr = 1500 cc)
- Peristaltik +, flatus +
- Tidak kembung

Cara
- Ukur dari glabella ke proc. xyphoideus sampai angka 2
- Masukkan ke esophagus
disuruh menelan / tahan napas sehingga epiglotis menekan trakea dan saat
NGT masuk ke esofagus
Jangan buka mulut karena akan masuk ke mulut!!!!!

Jika ada abstruksi usus  lambung jadi besar  bahaya karena menyebabkan
susah bernapas

22
VENA SEKSI

Definisi : Suatu tindakan mencari vena di dalam jaringan bawah kulit dengan
membuat sayatan dan diseksi jaringan di sekitar vena yang dicari.

Indikasi : - Untuk memasukkan cairan langsung ke dalam vena untuk waktu


yang lama
- Keadaan vena punksi gagal dilakukan pada keadaan dimana vena
kolaps (pada syok, presyok, dehidrasi berat)
- Bila vena telah habis dipakai untuk vena punksi
- Pada penderita yang gemuk, dimana vena terbenam dalam kulit dan
lemak
- Pada bayi

Lokasi : Vena superfisial terutama tersering pada :


V. Safena magna, sebelah ventrokranial maleolus medialis tibia
V. Femoralis ( tertentu untuk hemodialisis)
V. Sefalika pada bagian voler lengan atas
V. Kubiti
V. Jugularis
V. Temporalis

Instrumen : - Gagang pisau no. 3 dan mata pisau untuk kulit


- Klem bengkok dan lurus
- Gunting diseksi
- Pinset anatomis
- Nald voeder
- Gunting benang
- Jarum jahit untuk kulit

Bahan :- Sarung tangan


- Kasa steril
- Doek berlubang steril
- Cairan antiseptik
- Benang plain catgut no.000, zeide 00
- Lidocain

Teknik Vena Seksi


1. Pilih vena yang akan diseksi
2. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah tindakan
3. Pasang doek berlubang
4. Lakukan tindakan anestesi

23
5. Lakukan insisi kulit di atas vena melintang dengan sumbu panjang vena, insisi
diperdalam hingga lemak subkutan. Dengan klem bengkok, vena dicari secara
tumpul.

6. Identifikasi Vena
 Vena tampak keputihan seperti tali dengan warna biru ditengah
Bebaskan vena dari jaringan sekitar, lalu diluksasi keluar dengan klem bengkok.

7. Masukkan 2 lembar benang plain catgut di bawah vena. Satu ditarik ke


proximal, satu ke distal, masing-masing di klem dengan klem lurus. Selanjutnya
tarik dan angkat benang di sebelah distal, tusukkan jarum (jika mungkin
abbocath ) yang sesuai pada vena.

8. Benang disebelah distal disimpul 3 kali pada vena, benang di proximal


disimpul kendor mengikat vena yang berisi abbocath.

9. Jarum / abbocath dihubungi ke set infus, periksa apakah cairan berjalan lancar.
10.Fiksasi abbocath pada kulit
24
11.Kulit dijahit dengan zeide dengan jahitan longgar
12.Luka ditutup dengan kasa steril yang telah diberi antiseptik (Betadine)

Komplikasi Vena Seksi


Celulitis
Hematoma
Flebitis
Perparasi diduga belakang Vena
Trombose pembuluh
Robekan saraf
Robekan arteri

25
DRAINAGE SUPRA PUBIK

Indikasi : - Penderita dengan retensi urin (striktura uretra, batu uretra, BPH yang
besar)
- Neurogenik bladder

Macam – macam drainage urin supra pubik : - Pungsi supra pubik


- Sistostomi trokar
- Sistostomi terbuka

SISTOSTOMI TERBUKA
Penderita diletakkan dengan posisi terlentang biasa.
Kadang diperlukan tambahan pengangkat sakrum (menambah beberapa bantal
di bawah sakrum atau seluruh tungkai diletakkan rendah ) terutama dalam hal
diperlukan kemudahan mencapai ruangan (rongga) retropubik.
Kulit perut bawah sampai dasar penis, pelipatan paha kanan dan kiri
didesinfeksi dengan larutan betadine 2 -3 kali.
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
Dilakukan penyuntikan anestesi lokal
Irisan yang digunakan disini adalah di garis media tegak lurus ke atas sampai
dibawah pusat. Disamping ini masih ada bentuk irisan yang lain, yaitu irisan
transversal menurut cherney.
Irisan ini dimulai dari kulit yng diperdalam terus – menerus sampai lapisan sub
kutan, fascia dari musculus rektus yang digaris tengah, dinamakan : linea alba
Dilakukan penyisihan lipatan peritoneum diatas buli- buli ke atas
Bila buli – buli penuh, lipatan peritoneum sudah terdorong ke atas. Kedudukan
ini dipertahankan dengan meletakkan kasa basah diatasnya dan menarik ke atas
(pakai refraktor)
Buli – buli dikenal karena banyak pembuluh vena yang berjalan sebagian besar
vertikal.
Dinding buli – buli disanggah oleh dua buah jahitan yang diletakkan disisi kiri
dan kanan dan dinding buli – buli sebelah depan (dapat pula digunakan klem
dari Allis ).
Untuk meyakinkan dapat dilakukan punksi buli-buli. Bila ternyata air seni yang
keluar melalui tempat punksi tersebut diperlebar dengan membuat irisan tempat
di titik punksi tadi dan selanjutnya diperlebar dengan menggunakan klem dari
pean.
Setelah dilakukan eksplorasi dan buli – buli dimasukkan kateter ukuran 20-24
Luka buli – buli ditutup kembali dengan melakukan satu lapis jahitan benang
chrom catgut 2.0

26
Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka waktu lama, maka dinding buli
-buli digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli
pada otot rektus kanan dan kiri.
Luka operasi ditutup / dijahit lapis demi lapis
Otot dengan catgut chromic, fascia dengan catgut chromic, lemak dengan catgut
plain, kulit dengan sutra
Untuk mencegah terlepasnya kateter, maka selain balon kateter dikembangkan,
juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.

27
WSD (Water Seal Drainage)
= Penyalir Sekat Air

Fungsi : - mengembangkan paru – paru yang kolaps


- mengeluarkan udara
- mengeluarkan darah / cairan

WSD dicabut apabila :


Paru – paru sudah mengembang  lihat dari foto
ada perbaikan secara
Pneumotoraks sudah minimal  sudah tidak sesak
klinis
Hemotoraks sudah minimal  sudah tidak sesak
WSD sudah tidak produksi

- Suara pernapasa Ki = Ka
- S. Fremitus Ki = Ka
- Sonor Ki = Ka

Apabila ada perbaikan klinis , lebih baik selang WSD tidak langsung dicabut, tapi
selang di klem dulu selama 24 jam untuk menghindari kejadian ternyata WSD
masih produksi lagi.

WSD dicabut pada saat tekanan intra toraks (+) yaitu penderita disuruh inspirasi
dalam lalu kemudian tahan.

Lokasi Pemasangan WSD :


Pada Tension Pneumotoraks : Biasanya pada ICS II linea midclavicula
Pada Hematotoraks : ICS V anterior dari garis mid axilaris (setinggi puting
susu)

28
Yang perlu diperhatikan Tanda WSD berfungsi
Darah inisial
Adanya bubble (gelembug-gelembung udara)
Adanya undulasi (gerakan cairan dalam drain/selang yang mengikuti irama
pernapasan
Produksi / jam  3 jam I cairan kekuningan / kental .......cc
Fogging (berembun / berkabut di selang)

Torakotomi dilakukan bila :


- pada awalnya keluar darah 1500 cc, atau
- kehilangan darah terus-menerus sebanyak 200 cc perjam dalam waktu 2 – 4 jam

Sebab kegagalan WSD


Tube terlipat di dalam rongga dada
Sumbatan dalam bekuan darah pada drain
Dapat terjepit di antara kedua costa
Ada bekuan diantara drain/ sambungan drain
Cairan tidak dikoreksi  terlalu banyak  cup tenggelam

Selang WSD : Chest tube no. 38 French


bila tidak ada gunakan selang NGT / Rectal Tube

Cara Pasang WSD menurut ATLS (insersi chest tube)


1. Resusitasi cairan melalui paling sedikit 1 kateter intra vena kaliber besar dan
monitor tanda vital harus dilakukan.
2. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior linea mid
aksilaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pada
hemotoraks.
3. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain
4. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga (dengan infiltrasi anestesi)
5. Insisi transversal (horisontal) 2 – 3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan
diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga
6. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat
insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan,
bekuan darah dan lain – lain.
7. Klem ujung proximal tube torokostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura
sesuai panjang yang diinginkan
8. Cari adanya ” fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengan aliran
udara.
9. Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD
10.Jahit tube ditempatnya (jahit dengan jahitan matras horisontal, akhiri dengan
simpul hidup)
11.Tutup dengan kain kasa dan plester
12.Buat foto rontgen toraks
13.Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan
29
/////////////////// Sela iga ke - 4
/////////////////// Sela iga ke – 5

Daerah suntik anestesi lokal


Di tepi atas iga ke VI, karena dibawah iga V berjalan n. Intercostalis

30
Tumor jinak kulit

1. Atheroma / Cyste Sebaceous


 Obstruksi gland sebaceus  kista retensi
 Terjadi pada semua bagian tubuh kecuali telapak tangan dan telapak kaki
 Berkapsul dari ep. Sguamous, berisi deguamotol cel (keratin)  Creamy
putih, berbau (isi keringat)
 Klinis : tumor bulat / lonjong, lunak / fluktuasi , bebas dari dasar, melekat
pada kulit diatas, ada punkta (bintik pada puncak penonjolan di kulit ),
warna benjolan kehitaman / kebiruan.
 Terapi : Ekstirpasi (dikeluarkan lengkap dengan kapsul karena tidak melekat
pada dasar ) hati- hati jangan sampai kapsul pecah, karena bisa residif.

1. epidermis
2. subkutis
3. kista
4. pungta

2. Kista Dermoid
 berasal dari sisa epitel yang tertinggal pada garis – garis fusi embrional
 congenital
 berisi macam – macam struktur epidermal (rambut, gigi, material sebaseus)
 Pada dahi, pangkal hidung, sudut luar alis mata
 Klinis : tumor bulat, bebas dan kulit atas, melekat pada dasar, konsitensi
lunak, fluktuasi
 Terapi : eksisi (pake pisau  potong dimana dia melekat )

A. kista dermoid di tepi


kraniolateral orbita.
B. 1. epidermis
2. subkutis
3. tulang tengkorak

31
3. Ganglion
 Tumor cystik, berasal dari selubung synovial sendi, tendon sheat
 Berisi cairan jernih, mucoid / gelatin
 Biasa pada dorsum manus / pergelangan tangan, dornum pedis
 Klinis : benjolan keras, rapi, sedikit fluktuasi, tidak begitu mobil. Kulit
diatasnya mobil, sering ikut dengan kontraksi / gerakan tendon.
 Terapi : eksisi
 Bila kapsul pecah  mungkin recurent

A B

A. Ganglion korpus dorsal tangan kiri


B. Ganglion yag berasal dari sarung tendon
1.kulit 2.subkutis 3.tendon 4.sarung tendon 5.ganglion
6.hubungan sinovial antara sarung tendon dan ganglion

4. Lipoma
 Tumor jinak dari jaringan lemak, sering subkutan
 Suatu massa multilobuler, dengan septa – septa fibrosis
 Dibungkus oleh satu kapsul tipis, warna benjolan sama dengan sekitar
 Klinis : tumor lunak, kulit diantaranya normal, kapsul ; bebas dibawah,
bebas diatas
 Terapi : ekstirpasi

5. Implantation Dermoid
 Implantasi epitel ke dalam jaringan sub kutis o/k luka tusuk
 Biasa pada telapak tangan, kaki, jari – jari
 Disebut juga traumatik epitel cyste
 Terapi : ekstirpasi

Bekas tusukan (sering sudah tidak tampak)


Kulit
Sub kutis

32
6. Hemangioma
Perkembangan setempat yang berlebihan dari pembuluh – pembuluh darah
berdinding tipis
Diameter kecil : H. Kapilaris
Diameter besar : H. Kavernosa
H. Kapilaria
Port wine stains
 seperti tumpahan anggur
 didapat sejak lahir
 terutama pada wajah dan leher
 lesi tetap seumur hidup, berkembang sesuai perkembangan anak
 Lesi rendah atau sedikit meninggi, warna merah swam, ditekan jadi pucat
 Terapi : eksisi

Strawbery
 timbul tidak lama / segera sesudah lahir. Tumbuh cepat ( 4 – 6 mgg)
 suatu papula / benjolan batas jelas, merah terang, seperti buah strawbery
di belah dua lalu diletakkan di kulit
 Mengalami involusi (sempurna pada usia 3 – 7 tahun )
 Terapi : sebenarnya tidak perlu, kadang di eksisi  kosmetik

H. Cavernosa
 Benjolan pada kulit, konsistensi seperti spons
 Warna kebiruan, kompesibel
 Kalau bagian badan penderita ditinggikan  akan mengecil

33
ROSER PLASTY

Roser Plasty adalah tindakan membuang tepi kuku (± 1/3 bagian) dengan tujuan
tertentu. Dilakukan atas indikasi adanya unguis inkarnatus (tepi kuku tumbuh
masuk kedalam daging). Gejala unguis inkarnatus adalah nyeri pada kuku yang
terkena, tepi yang terlihat membengkak, terdapat tanda-tanda radang.

Teknik Operasi :
1. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada jari yang terkena.
2. Pasang doek berlubang.
3. Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari disebelah dorsolateral kiri dan
kanan untuk memblok saraf yang melayani jari tersebut. Bila perlu lakukan
”ring block”.

4. Masukkan sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang hingga
mencapai matriks kuku.

5. Gunting kuku di atas sonde.

6. Masukkan klem, jepit bagian yang akan dibuang, putar kearah sisi jari hingga
kuku terepas dari dasarnya, kuku ditarik hingga terlepas.

34
7. Kemudian keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
8. Gunting matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari
9. Bila perlu kulit penutup matriks dijahit.

10.Luka ditutup dengan salep atau betadine, kemudian tutup dengan kasa steril.
Dan penderita diberi antibiotik, analgesik serta roboransia.

35
CEDERA KEPALA

Pembagian secara traditional :


Comotio serebri  gangguan fungsi otak sementara, tidak ada gangguan
struktural (gangguan kesadaran)
Contusio serebri  kerusakan kortikal, berupa pendarahan kecil, nekrosis
parenkim otak
Laseratio serebri  robekan jaringan otak.

Pembagian menurut graduil


Cedera kepala ringan ( GCS : 14-15 )
Cedera kepala sedang ( GCS : 13-9 )
Cedera kepala berat ( GCS : 3-8 )

Klasifikasi Fraktur
A. Fr. Linier
B. Fr. Kominutif
C. Fr. Depresi/ compresi
Jika sudah melewati ketebalan tabula

A B C

36
Tanda cedera kepala
Nyeri kepala
Muntah yang proyektif
Penurunan kesadaran
Amnesia (pasien yang murni cedera kepala tidak syok )

Dampak paling luar suatu cedera kepala adalah hematom pada kulit kepala.
Secara makroskopik hematoma tampak sebagai suatu peresapan darah pada
daerah kulit.

Mekanisme Cedera kepala


Coup Kerusakan di tempat cedera
Counter coup  antara 2 tempat tersebut karena robekan pembuluh darah

Terdapat perbedaan pola luka antara kepala yang dipukul dan jatuh. Pada orang
yang dipukul pada daerah pukulan dapat dijumpai adanya cedera kulit, fraktur dan
kerusakan otak (lesi coup). Sedangkan pada kepala yang jatuh akan dijumpai
cedera kulit, fraktur dan mungkin juga kerusakan otak pada daerah benturan (lesi
coup), akan tetapi pada daerah yang berseberangan akan dijumpai kerusakan otak
yang lebih luas dan lebih berat (lesi contra coup). Lokasi lesi contra coup biasanya
pada daerah frontal dan temporal bawah yang berdekatan dengan daerah
permukaan tulang yang kasar.

37
Hematoma intrakranial
H. Epidural
 pengumpulan darah antara duramater-tulang kepala
 sumber perdarahan : a. Meningeal media

Gejala :
1. Gangguan kesadaran o.k trauma kepala (initial unconceiosuness)
2. Gangguan kesadaran o.k kompresi oleh hematoma
 disertai oleh gejala neurologis / lateralisasi
- Pupil anisokor, dilatasi pada sisi hematoma
- Hemiparesa kontralateral dari hematoma
- Refleksi patologi (+)
Gejala tersebut dapat terjadi bersamaan / terpisah

Macam – macam perjalanan gangguan kesadaran :


1. Gangguan kesadaran awal – sadar tanpa gejala – lucid interval *
penurunan kesadaran + gejala lateralisasi
2. Tetap sadar dari saat trauma, hingga timbul gangguan kesadaran dan gejala
laterisasi.
3. Tetap sadar dari awal, gangguan kesadaran awal overlap dengan gangguan
kesadaran o.k. kompesi hematom.
(* Lucid interval akibat : penekanan lobus frontalis / temporalis)

Foto Kepala : Fraktur tulang kepala pada sisi hematoma


CT-Scan : Perdarahan mendesak hemisfer otak

Menonjol ke
dalam

38
Suatu hematoma epidural tampak pada daerah temporalis dektra berupa
bekuan darah yang melekat pada os temporalis

Hematom subdural
 pengumpulan darah dalam ruang subdural
 sumber pendarahan : vena – vena (bridging vein)

 Gejala :
1. Gangguan kesadaran awal tergantung berat ringannya kerusakan otak
2. Gejala neurologi : - pupil dilatasi ipsilateral
- hemiparesa / hemiplegi kontralatual
3. Gangguan refleks (timbul refleks patologi)
 Perdarahan sub dural
- Akut : < 3 hari
- Sub akut : 4 – 8 mgg
- Kronik : > 8 mgg

Foto kepala : Letak fraktur tidak menunjukkan letak hematom


Bentuk
Sabit

39
Begitu duramater dibuka tampaklah perdarahan subdural berupa adanya
darah (bekuan darah) di bawah duramater.

Hematoma subarakhoid
 Perdarahan yang terjadi di ruangan antara araknoid dan permukaan otak
 Gejala :
Nyeri kepala
demam
kaku tengkuk
foto fobia
iritabilitas
peningkatan kesadaran
cheynestokes
 Rongga sub araknoid  banyak perdarahan
 berisi cairan otak

Perdararahan sub arakhnoid tampak pada gambar di daerah temporal yang


mengisi sulkus-sulkus.

Hematom intraserebral
 pengumpulan darah dalam jaringan otak
 Gejala :
40
1. Biasanya trauma berat
2. Gangguan kesadaran mulai sejak trauma kepala  tergantung berat /
ringan kerusakan jaringan otak.

Bentuk bulat bulat


dalam jaringan
otak

Dx Cedera Kepala : Dx Klinis + Dx Anatomi + Dx Pemeriksaan penunjang


C0/ : Cedera kepala sedang R. parietal dextra dengan Sub Dural Hematom

Fraktur Tulang Kepala


Biasanya linier
Fraktur impresi
- terbuka
- tertutup
Fraktur basis

Fraktur Zigoma
dilihat dan tanya
Diplopia
Flatening
Parastesi

Bagian kepala yang paling sering terjadi perdarahan : R. temporal karena tulangnya
paling tipis, terdapat a. Meningeal medial

Fraktur Basis Cranii


Biasanya lanjutan dari fraktur kalvarium
Bisa bediri sendiri
Biasanya mengenai :
 Pars petriosa os temporalis
 Atap orbita
 Basis occipital

41
Gejala :
1. Periorbital echymosis (brill hematom )
2. Kebocoran CSS (otorhoe dan rinorhoe)
3. Hemotympani : pendarahan dari telinga
4. Echymosis pada proc.mastoidea
5. Lesi n. Cranialis (I, VII, VIII)
 N.I. Anosmia. VII. Fasial paralisis. VII. Vertigo, nistagmus, tinitus,
gangguan pendengaran
Nervus cranialis lain yang dapat terkena dampak fraktur, kontusio atau avulsi :
N. II, III, IV, V, VI.
Letak fraktur basis cranii :
 Ant : Rhinorea + Brill hematom
 Med : Othorea + Battle Sign
 Post : Biasanya langsung mati

TREPANASI
 Prinsip menurunkan tekanan dengan cara Burr hole (Kraniotomi)
 Indikasi trepanasi : Mid Line Shift ≥ 0,5 cm

Tanda peningkatan TIK : Trias Cushing (Kocher )


Penurunan Kesadaran
Tensi meningkat
Heart rate menurun
Respiratori rate penurunan

Kompensasi dari peningkatan TIK


 CSS dikeluarkan  Hidrosefalus akut  akut  nyeri, muntah, penurunan
kesadaran
 !!! hati-hati Pada bayi dan anak – anak oleh karena sutura masih terbuka.
Perhatikan tanda-tanda peningkatan TIK tersamar.

Exitasi : Tanda- tanda hipoxia awal


DAI : Difus axona injuri
 kerusakan axon secara difus
Indikasi Rawat Inap Cedera Kepala
1. Penderita cedera kepala sedang dan berat
2. Ada patah tulang linier, depresi dan basis cranii
3. Jejas kepala > 5 cm
4. Mual muntah
42
5. Nyeri kepala hebat
6. Kejang, pusing / vertigo
7. Multi trauma
8. Korpus alienum cedera kepala
9. Alkohol
10.Tinggal jauh dari fasilitas kesehatan
11.Tidak ada sanak keluarga di rumah

Indikasi Rawat Jalan dari IRDB


1. CKR
2. Tidak ada patah tulang liner, depresi, basis cranii
3. Tidak muntah, Tidak nyeri kepala hebat
4. Tidak disertai multi trauma atau alkohol

Indikasi Rawat Jalan Dari Ruang Perawatan


1. Kesadaran membaik
2. Komplikasi ekstra kranial membaik
3. Penderita telah dilakukan rehabilitasi / mobilisasi (duduk atau jalan)
4. Perawata luka sudah optimal (tidak ada tanda – tanda infeksi atau kebocoran
CSS)
5. Penderita mulai nutrisi oral
6. Tidak febris
7. Obat telah / masih diberikan secara oral

FOTO POLOS KEPALA


Syarat baca foto
Posisi AP :
1. Identitas
2. Posisi kanan dan kiri
3. Intensitas voltase
4. Posisi kepala tegak,  boleh ada bayangan yang terpotong
Posisi Lateral : C1 – C2 harus tampak

Indikasi Foto Kepala


1. Penderita  sadar, kesadaran menurun
2. Jejas di kepala > 5 cm (ekskoriasi, luka, hematoma)
3. Ada lateralisasi
4. Corpus alienum intracranial
5. Patah tulang kepala terbuka
6. Penderita sadar yang disertai nyeri kepala hebat
7. Muntah, bradikardi
8. Luka di kepala keluar CSS dan atau jaringan otak

Indikasi CT – Scan Kepala  biasanya potongan axial


1. Ada lateralisasi
43
- Pupil anisokor (midriasis di hemilesi)
- Hemiparesa / hemiplegi
- Refleks Patologi ( + )
2. Kejang
3. Tidak sadar dan bradikardi (nadi  60 x/mnt)
4. Jejas di kepala > 5 cm
5. Selama perawatan diruangan 7 hari tidak membaik / tetap
6. Tidak ada perbaikan sesudah trepanasi
7. Penurunan kesadaran
8. Untuk peningkatan diagnosa ( pada pasien rujukan )
9. Mual muntah
10.Nyeri kepala hebat atau menetap

44
Cedera Tulang Belakang

Fraktur Tulang Belakang


Ax: Riwayat trauma tulang belakang, nyeri
Px : - Jejas
- Hematom
- Penonjolan / cekungan segmen tulang belakang
- Status neurologis

Klasifikasi trauma tulang belakang berdasarkan status neurologis


(menurut Frankel)
Frankel A : Kehilangan fungsi motorik dan sensorik
B : Fungsi sensorik ada, fungsi motorik tidak ada
C : Fungsi motorik ada tapi tidak berfungsi
D : Fungsi motorik ada tapi tidak sempurna
E : Fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal

Fraktur Cervikal
- Tangani dulu airway
- Tahan leher dengan 2 cara :
 Jaw thrust
 Chin lift
- Pasang penyangga leher : cervical coler
- Gangguan airway :
Snoring : Bunyi ngorok oleh karena lidah jatuh kebelakang
Gargling : Bunyi kumur-kumur oleh karena ada cairan dalam mulut
- Curiga cedera servikal
 Penurunan kesadaran
 Jelas di atas clavicula
 Multiple trauma

LOG ROLL POSITION


Tujuan : mencegah terjadinya fraktur servikal dan vertebral
- Yang komando di kepala
- Orang I : tangan I di bahu
tangan II di bokong
- Orang II : tangan I masuk di antara tangan I dan ke II orang I
tangan II di paha

Kompresi Test : di dada, pelvis


 tekan di lateral – medial, anterior – posterior (sternum).

45
Kunci untuk menentukan titik sensasi sensorik :
1. C5 – area diatas deltoid
2. C6 – jempol
3. C7 – jari tangan tengah
4. C8 – kelingking
5. T4 – papila Mamae
6. T8 – ksifissternum
7. T10 – umbilicus
8. T12 – simfisis
9. L4 – bagian medial betis
10.L5 – ruang antara jari kaki I dan II
11.S1 – batas lateral pedis
12.S3 – daerah tuberositas iskhii
13.S4 & S5 – daerah perianal

Miotom Otot-otot terpenting adalah :


1. C5 – deltoid
2. C6 – ekstensor pergelangan (ekstensor karpi radialis longus dan brefis)
3. C7 – ekstensor siku (triceps)
4. C8 – fleksor jari- jari sampai dengan jari tengah (fleksor digitorumprofundus)
5. T1 – abduktor jari kelingking (abduktor digiti minimi)
6. L2 – fleksor panggul (iliopsoas)
7. L3 – ekstensor lutut (otot kuadriceps)
8. L4 – dorsofleksi pergelangan kaki (tibialis anterior)
9. L5 – ekstensor jari kaki II (ekstensor halusis longus)
10. S1 – fleksi pergelangan kaki (gastronemeus soleus)

Derajat kekuatan otot


Skor Hasil Pemeriksaan
0 Kelumpuhan total
1 Teraba atau terasanya kontraksi
2 Gerakan tanpa menahan gaya berat
3 Gerakan melawan gaya berat
4 Gerakan ke segala arah tetapi kekuatan kurang
5 Kekuatan normal
NT Tidak dapat diperiksa

Cabang A. Facialis : 1. A. Temporalis


2. A. Zigomaticus
3. A. Bucalis
4. A. Mandibularis
5. A. Cervikalis

46
TRAUMA TORAKS
Kelainan yang dapat timbul akibat trauma toraks, digolongkan sebagai berikut:
1. Trauma dinding toraks dan paru
a. Fraktur iga
b. Flail chest
c. Kontusio pulmoner
d. Pneumotoraks
e. Hematotoraks
f. Cedera trakea dan bronkus
2. Trauma jantung dan aorta
a. Kontusio miokardium
b. Tamponade Jantung
c. Kelainan aorta

Menurut penyebabnya, trauma toraks di bagi 2 yaitu :


1. Trauma tumpul
Disebabkan oleh :
- benda tumpul yang membentur dada
- benda tumpul diam tapi dada yang membentur benda tersebut
2. Trauma tajam
Menyebabkan :
- trauma dinding toraks
- obstruksi jalan napas
- pneumotoraks
- hematotoraks – bersamaan dengan colaps paru
- trauma jantung
- perdarahan

TRAUMA TUMPUL TORAKS


Trauma dinding toraks, menyebabkan :
- contusio jaringan
- simple fraktur costae
- flail chest
disebut juga dada gail atau costa melayang. Bila beberapa costa patah pada
beberapa tempat, ada bagian yang berada pada 1 sistem gerakan toraks 
multiple non flail  costa melayang
Saat inspirasi  bagian melayang masuk ke dalam
Saat ekspirasi  bagian melayang terdorong ke luar
Trauma paru, menyebabkan :
- contusio paru
- pneumotoraks
- hematotoraks

47
Trauma bronkus
 kebocoran bronkus  penumotoraks
Trauma trakea
Trauma pembuluh darah besar
Trauma jantung

TRAUMA TAJAM TORAKS


A. Trauma penetrans toraks
 tauma yang mencederai pleura parietalis kemudian mencederai atau
menembus dinding toraks (paru, jantung, bronkus, aorta) atau menembus
abdomen
B. Trauma non penetrans
 Cuma mencederai kulit, sub kutis rongga teoraks, otot.

PEMERIKSAAN :
1. Perhatikan A (airway), B (breathing), dan C (circulation)
2. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Yang perlu ditanyakan adalah waktu
kejadian, tempat kejadian, jenis trauma (tertembak, tertusuk, terpukul, dll),
arah masuk keluar perlukaan, bagaimana keadaan penderita selama dalam
perjalnan.
3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi. Tentukan luka masuk atau luka keluar, perhatikan kesimetrisan
gerak dan posisi pada akhir inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi. Raba ada tidaknya krepitasi, nyeri tekan anteroposterior dan
laterolateral, serta bandingkan fremitus kiri dan kanan.
Perkusi. Perhatikan adanya bunyi perkusi sonor, timpani dan hipersonor,
serta adanya pekak dan batas antara yang pekak dan yang sonor, seperti garis
lurus atau garis miring.
Auskultasi. Bandingkan bising napas kiri dan kanan, apakah melemah atau
menghilang, batasnya, atau adanya bising yang abnormal.
4. Kalau keadaan stabil, lakukan pemeriksaan radiologik, minimal foto PA.

Reexpansi kolaps paru


 jika ada kebocoran dinding toraks, paru maka dalam rongga pleura ada tekanan
(–) yang ikut mempertahankan paru supaya tetap mengembang.

Bila terjadi reexpansi colaps paru :


a. memasang WSD ( penyalir sekat air)
 untuk memgeluarkan udara
 untuk mengeluarkan darah/cairan
 untuk mengembangkan paru
b. memasang respiratory
 untuk menembangkan paru

48
A B

Penyaliran antar iga rongga pleura


A. Sebuah peyalir dipasang rendah di ruang antar iga jika ada hematotoraks dengan
bagian yang cukup panjang berada di dalam toraks
B. Dua buah penyalir, satu dipuncak untuk udara dan satu dekat dasar rongga pleura
untuk darah atau cairan lain.
1. Udara, 2. Darah, 3. Penyalir panjang; lobang dekat diafragma di dinding toraks, 4. paru
kiri, 5. penyalir puncak untuk pneumotoraks, 6. penyalir untuk hematotoraks.

Komplikasi :
ARDS
Ateletaksis
Infeksi
Emboli
Aritmia
Gagal jantung

Hematotoraks dibagi menjadi 3 yaitu :


1. Hematotoraks kecil/ringan
Diketahui melalui foto dada, perkusi
15% rongga dada terisi dada
Tindakan : gerakan aktif (fisioterapi)
2. Hematotoraks sedang
15-35% rongga dada terisi darah
Tindakan : aspirasi & transfusi
3. Hematotoraks besar/berat
> 35% rongga dada terisi darah
Jika lebih besar dilakukan torakotomi

49
FLAIL CHEST
DEFINISI : bergeraknya 1 segmen rongga dada berlawanan dengan gerakan
napas.

Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakhir terjadinya pemisahan total
dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih
mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan
terhisap kearah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi
berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya
gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail
chest yang ada akan tertutupi.
Pada mulanya, penderita mampu melakukan kompensasi terhadap pengurangan
cadangan respirasinya.
Namun bila terjadi penimbunan secret-sekret dan penurunan daya
pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya
kolaps.

Fraktur costae :
- Tunggal
- Majemuk/multiple
 biasanya dinding toraks tetap stabil

Jika beberapa iga mengalami patah tulang pada 2 tempat, maka satu segmen
dada terlepas dari kesatuannya.
Fraktur iga tunggal atau majemuk dengan gerak dada yang masih memadai da
teratur ditangani dengan pemberian anelgesik.
Karena vaskularisasi tulang iga baik, maka penyembuhan dan penyatuan tulang
berlangsung cepat.

50
Ketika inspirasi, rongga dada mengembang dan dindingnya meluas. Segmen yang
terlepas tidak turut mengembang, bahkan tertarik ke dalam oleh daya tarik elastis
jaringan paru: tekanan negatif rongga pleura. Oleh karena itu mediastinum akan
bergeser ke sisi yang sehat.

Ketika ekpirasi, dinding toraks kembali ke sikap istirahat dan segmen terlepas
cenderung menonjol keluar, mediastinum bergerak kembali ke sisi cedera. Jadi
segmen yang lepas menunjukkan gerak paradoksal, mediastinum menunjukkan
gerakan bandul.

51
APPENDICiTIS
Definisi : Peradangan Appendiks
Appendiks = umbai cacing = appendiks vermikularis

Anatomi
Appendisitis jarang terjadi pada bayi karena appendixnya berbentuk kerucut (lebar
pada pangkal, menyempit diujung)

Bentuk normal: - P + 10 cm
- Berpangkal di sekum
- Lumen sempit bagian proximal dan melebar di bagian distal

Posisi appendix
1. Posisi pelvika
 ujung appendix terletak agak kekaudal
 posisi appendix mungkin melekat pada tuba / overium kanan
2. Posisi letak intraperitoneal
 ujungnya bisa terletak dimana aja
 kedudukan menentukan letak keluhan
3. Retrosekal ( retroperitoneal )
 nyeri ke arah perut sisi kanan, nyeri saat berjalan karena kontraksi otot
pasien mayor yang meregang di dorsal.
 letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang disebabkan oleh
rangsangan peritoneum tertentu, tanda nyeri perut kanan bawah tidak jelas,
RT tidak nyeri.
4. Iliosekal
 sering menyebabkan gejala diare, karena ada rangsangan dari reaksi
radang sehingga kontraksi peristaltik usus meningkat.

Persarafan :
52
- Parasimpatis : Cabang n.vagus
- Simpatis : N. Torakalis x  karena itu nyeri viseral pada appendix bermula
di sekitar umbilikus.

Pendarahan : Berasal dari a. Appendikularis


 merupakan arteri tanpa kolateral

 jika arteri ini tersumbat, misalnya : infeksi, maka


appendiks akan mengalami gangren

Histologi : 1. Epitel kubik


2. Sub mukosa
3. Otot sirkuler
4. Otot longitudinal
5. Serosa

Etiologi :
 Penyebab pasti belum diketahui
 Faktor yang berpengaruh : obstruksi dan infeksi
 Obstruksi : 1. hiperplasi KGB  60 %
2. fecolith  35 %
3. corpus alienum  4 %
4. striktur lumen  1 %

PATOFISIOLOGI
APPENDISITIS AKUT FOKAL
Sumbatan  sekresi mucus 
Nyeri visceral di ulu hati
Tekanan intralumen > 
Karena renggangan mukosa
Gangguan drainage limfe udem +
Kuman  ulserasi mukosa Reffered pain Th - 10

Tekanan intralumen >> APPENDISITIS SUPURATIF 8 jam


 gangguan vena  thrombus  Nyeri di mc. Burney
iskemia  kuman  pus Peritonitis lokal

APPENDISITIS GANGRENOSA
Tekanan intralumen >>>
 gangguan arteri  nekrosis +
PERFORASI
kuman  gangren
PERITONITIS UMUM

- Obstruksi lumen opendiks menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding apendiks, sehingga menggangu aliran limfe dan menyebabkan dinding
apendiks edema, karena edema maka resistensi selaput lendir berkurang
sehingga mudah terjadi infeksi oleh kuman yang akan menyebabkan mukus

53
tersebut menjadi pus. Adanya kuman dan edema apendiks menyebabkan
terjadinya ulcerasi mukosa apendiks. Fase ini disebut “ Focal apendicitis acuta”.
Keluhan yang timbul adalah nyeri viseral akibat regangan mukosa. Hal ini
dirasakan sebagai rasa sakit di sekitar umbilikus oleh karena persarafan
apendiks sama dengan usus, yaitu dari nervus torakalis x. Umumnya fase ini
disertai rasa mual dan muntah.

- Tingkat selanjutnya akibat sekresi yang terus – menerus serta meningkatnya


tekanan intralumen, maka selain terganggunya aliran limfe juga terjadi
sumbatan vena yang mengakibatkan terjadinya trombosis dan iskemia.
Akibatnya seluruh apendiks akan terinvasi oleh kuman. Fase ini dapat disebut
“Appendicitis Akut Supurativa” setelah mukosa terkena, menyusul serosa juga
terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum parietal maka timbul rasa nyeri
somatik yang khas untuk apendisitis yaitu diperut kanan bawah ( titik Mc.
Burney).

- Jika tidak dilakukan pengobatan maka arteri juga akan tersumbat hingga terjadi
nekrosis yang kemudian diikuti terjadi ganggren. Fase ini disebut “Appendisitis
Ganggrenosa”. Pada fase ini dapat timbul komplikasi hingga merbiditas juga
meningkat.

- Pada akhirnya akan terjadi perforasi yang disebut “Appendisitis Perforata”.


Pada fase ini isi apendiks menyebar ke dalam rongga perut dan menyebabkan
peritonitis.

PATOLOGI
Sembelit Katup ileosekal kompeten

Flora kuman kolon Tekanan di dalam sekum


meningkat tinggi

Appendisitis mukosa

Erosis selaput lendir Pengosongan isi appendiks


(E. histolitika) terhambat
Stenosis
Pita / adhesi
Mesoarendiks pendek

Appendisitis Komplet
Sesuai etiologi, appendisitis dapat mulai dimukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding appendix dalam 24 – 48 jam I
54
Usaha tubuh  membatasi proses radang  menutup appendiks dengan
omentum, usus halus atau adneksa  sehingga terbentuk massa periapendikuler
Dalam massa periapendikuler dapat terjadi
- Nekrosis jaringan berupa abses  dapat perforasi
- Tidak terbentuk abses  massa akan tenang  mengurai diri secara lambat
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna  bentuk
jaringan parut  perlengketan dengan jaringan sekitar  timbulah keluhan
berulang dikanan bawah.
Pada suatu ketika, organ ini dapat meradang akut lagi  dinyatakan sebagai
Exaserbasi Akut.

MANIFESTASI KLINIK

Peradangan awal Kurang enak ulu hati / epigastrium, mungkin


kolik

Appendisitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah ( rangsangan


autonomic)

Radang di seluruh Nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual,


Ketebalan dinding muntah

Rangsangan peritoneum local (somantik), nyeri


Appendisitis komplet pada gerak aktif dan pasif, defans muscular
radang peritoneum parietal lokal
apendiks

Radang alat / jaringan yang Genitalia intirna (tuba, ovarium), ureter, m.


menempel pada appendiks psoas. V.U, rektum

Demam sedang, takikardi, mulai toksik,


Appendisitis gangrenosa
leukositosis.

Perforasi Nyeri dan defans muscular seluruh perut

Pendinginan

Tidak berhasil s.d.a. + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik

Berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur


membaik
Abses Demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda

Tindakan : Insisisi drainase

App Mass : Nyeri, panas, besar massa, lekositosis, 2 bulan setelah appendiks akut

55
Apendisitis akut setelah 48 jam :
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrasi / abses

Bila proses berjalan lambat, ileum terminalis. Caecum dan omentum akan
membentuk “ barrier” dalam bentuk infiltrat.
Pada anak – anak dimana omentum pendek dan orang tua dengan daya tahan tubuh
yang sudah menurun, sulit terbentuk infiltrat sehingga kemungkinan terjadi
perforasi lebih besar.

DIAGNOSA
ANAMNESA
1. Nyeri ( mula – mula di daerah episgastrium kemudian menjalar ke Mc.
Burney)
2. Muntah ( rangsang viseral)
3. Panas ( infeksi akut)

Two Question Point


1. Nyeri di sekitar umbilikus  nyeri pindah ke kanan bawah
2. Nyeri perut didahului anokresia  tanya nafsu makan, mual, muntah
Semua organ – organ midgut  nyeri sekitar umbilikus.

PEMERIKSAN FISIK
Status Generalis
 Tampak kesakitan
 Demam biasanya ringan 37,5 – 38,5
 Perbedaan suhu axilla dan rektal > ½ C
 Fleksi ringan art. coxae dextra

Status Lokalis : Abdomen kuadran kanan bawah


 Mc. Burney : - Nyeri tekan (+)
- Nyeri lepas (+)  rangsangan peritoneum
- Nyeri ketok (+)
 Defense muskular ( +)  m. Rectus abdominalis
 Rovsing sign  pada penekanan perut bagian kiri terasa nyeri di Mc.
Burney karna abdomen berisi udara
 Psoas sign  (+) pada appendix retrocaecal
 Obturator sign  (+) pada appendix iliacal
 Peritonitis umum (perforasi) : - nyeri seluruh abdomen
- pekak hati hilang
- bising usus hilang
 Rectal toucher : Nyeri tekan pada jam 9 – 12

56
Gejala dan tanda appendicitis akut
1. perasaan kurang enak, nyeri dan mual,
2. nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muscular setempat
1
di titik McBurney
3 3. tanda rovsing dan blumberg
2

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung


Nyeri kanan bawah pada tekanan di kiri (Rovsing Sign )
Nyeri kanan bawah bila tekanan di kiri di lepas (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan,
mengedan.

- Uji Psoas : Pasien diminta mengangkat tungkainya dan lutut ekstensi dan
pemeriksa memberi tekanan melawan gerak tungkai sehingga
m. Iliopsoas dipaksa berkontraksi kuat

- Uji Obturator : Tungkai penderita diputar dengan arah endoratis dan eksorotasi
pada posisi menekuk 900 di lutut maupun lipat paha.

- RT (colok dobur) : Pada App. Retrosekal dan retroilia diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. Nyeri jam 9 – 12.
RT terasa nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk. Misalnya App pelvika.

57
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukositosis sift to the left : pada app akut
Pada appendikuler infiltrat  LED meningkat

DIFERENSIAL DIAGNOSA
1. KET , ISK 6. Gastroenteritis akut
2. Salphingitis akut ( adnexitis) 7. Amubiasis
3. divertikel Meckel 8. Ileitis akut
4. batu ureter 9. Perforasi ulkus duodeni
5. enteritis regional 10. Kolik ureter
11. Kista ovarium terpuntis

PENATALAKSANAAN
1. Operasi Cito ( appendisitis akut, abses & perforasi)
2. Operasi elektif ( appendisitis kronik)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendikuler infiltrat)

KONSERVATIF : Menurut Ochiner – Sherren


 Bed – rest total posisi fowler ( anti Trandelenberg ( tidur ½ duduk)
 Diet rendah serat
 Antipiretik
 IVFD
 Aspirasi cairan lambung, takar urin
 Antibiotik spektrum luas ( 5 hr)
 Metronidazol (untuk E. Coli dan kuman anaerob)
 Monitor :
1. Infiltrat (ukuran massa)
2. Tanda – tanda peritonitis (perforasi)
3. Suhu tiap 6 jam
4. LED
5. Leukosit
Tehnik Operasi Appendectomy
 Asepsis & antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
 Insisi Mc. Burney sampai mencapai m. Oblique ext.
 Sisihkan m. Oblique ext. sampai terlihat m. Oblique int.
 Fascia transversa dibebaskan
 Peritoneum dibuka
58
 Cari appendix pada pertemuaan 3 taenia coli
 Mesoapendix dipotong diantara klem dan vena diligasi
 Appendix dijepit dengan klem, kemudian diligasi
 Jahitan purse – strings pada dinding caecum basal appendix
 Appendix ditampakkan dan dipotong
 Invaginasi basis appendix ke dalam caecum
 Omentum dikembalikan
 Peritoneum dijahit dengan benang silk OO, interrupted
 M.oblique dan sarung otot rectus dijahit interrupted
 Aponeurosis m.oblique interna jahit interrupted dengan silk OO
 Subkutis dengan kulit ditutup seperti biasa

Massa Periappendikuler

- Massa apendix terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi


pendinginan oleh omentum dan atau lekuk usus.

- Pada appendix yang pendinginannya belum sempurna  dapat terjadi


penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata.

Oleh karena itu, disarankan App mass yang masih mobil dioperasi segera untuk
mencegah perforasi, peritonitis.
Pada anak – anak  dalam waktu 2-3 hari operasi

Pada App mass yang pendinginan sempurna dan terfiksir:


Pada orang dewasa 
- dirawat dahulu, diberi antibiotik
- awasi suhu tubuh
- ukuran masaa
- luasnya peritonitis

Bila sudah  demam massa apendiks hilang, leukosit normal  penderita boleh
pulang

Apendektomi efektif di kerjakan 2-3 bulan kemudian  agar perdarahan akibat


perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
- Pada appendik mass terjadi perforasi akan terbentuk Abses apendiks
Ditandai :
 Kenaikan suhu
 Frekuensi nadi meningkat
 Nyeri bertambah
 Pembengkakan massa
 Bertambahnya kenaikan leukosit
59
 LED meningkat

Tindakan : Drainage abses


Apendektomi dikerjakan 6-8 minggu kemudian

Riwayat klasik App akut, diikuti adanya massa di iliaka kanan yang nyeri disertai
demam :
Dx : Massa periapendikuler
DD : Karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma aktinomikosis intestinal,
enteritis tubercolose, kelainan ginekologi

Ochiner Sherren  Tindakan konservatif App mass


- Posisi fowler ( tidur ½ duduk)
- AB broad spektrum (5 hr)
- Diet rendah serat
- Antipiretik
- Cairan IV
- Aspirasi cairan lambung / takarurin
- Catatan klinis (nadi, suhu)

APPENDICITIS KRONIK
Diagnosa  perexclosionum
(setelah semua kemungkinan disingkirkan )
Diagnosa pasti : PA

Diagnosa Appendiks kronik dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :


- Riwayat nyeri perut kanan bawah > 2 mgg
- Radang kronik apendix secara makroskopik dan mikroskopik
- Keluhan menghilang setelah apendektomi

Kriteria mikroskopik appendik kronik :


- Fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks
- Sumbatan parsial atau total pada lumen apendiks
- Adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa
- Infiltrasi sel inflamasi kronik

Insidens App Kronik : 1 – 5


DISKUSI APPENDISITIS

Penjelasan Nyeri pada Appendisitis

 Nyeri disekitar umbilikus (ulu hati) yang berpindah ke perut kanan bawah.
 Pada permulaan App, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum
nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual sebab appendiks
secara embriologi termasuk mid gut (usus tengah)
60
 Setelah radang terjadi di seluruh dinding apendiks termasuk peritoneum
viserale, terjadinya nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan
nyeri somatik. Pada saat ini nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum
yang meradang yaitu diperut kanan buwah (titik Mc. Burney).

Nyeri Viseral : terjadi bila terdapat rangsangan pada organ/ struktur dalam
rongga perut, misalnya karena cedera atau radang

 Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya  dapat menunjukkan


secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang lain.
 Pada nyeri khas seusai dengan persyarafan embironal saluran cerna.
 Foregut (usus depan) : lambung, duodenum,
pankreas, sistem hepatobilier
nyeri di ulu hati / epigastrium.
 Midgut (usus tengah) : usus halus dan usus besar s/d
pertengahan transversal
nyeri di sekitar umbilikus.
 Hind gut (usus belakang) : pertengahan colon
transversum s/d rektosigmoid
+ buli – buli
nyeri di perut bagian bawah.

Nyeri Somatik : terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh
saraf tepi. Misalnya : regangan pada peritoneum parietal
dan luka pada dinding perut.
 Nyeri dirasakan seperti ditusuk / disyat
 Pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari

 Rovsing Sign ( +)  tekan di perut kiri bawah, nyeri di perut kanan bawah
 Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun
gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas
nyeri.
 Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral
 Blumberg Sign (+)  tekan diperut kiri bawah kemudian dilepas, nyeri di perut
kanan bawah.
 nyeri dirasakan karena ada udara yang berpindah dari kiri ke kanan  colon
desenden meregang.

Mengapa anak – anak jarang di diagnosa Appendicitis ?


- Secara anatomik, bentuknya appendiks seperti kerucut ( lebar di pangkal,
sempit di distal )

61
- Gejala pada anak tidak khas / tidak spesifik, gejala awal sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah –
muntah, anak menjadi cengeng dan lemah.
 karena gejala tidak khas ini, sering appendiks diketahui setelah perforasi
- Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.

Pada Orang Usia Lanjut


- Gejala sering samar- samar
- Terlambat di dextra
- Terdiagnosa setelah perforasi

Pada Orang Hamil


Keluhan utama app (nyeri perut, mual, muntah) sama dengan keluhan kehamilan
trinester I (mual muntah)

Pada kehamilan lanjut, sekum dengan appendiks


terdorong ke krainolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan tapi lebih ke regio lumbal
kanan.

3 hal penting pada Ax App :


- 2 questions point : nyeri perut kanan bawah sebelumnya di epigastrium
- Panas : karena ada proses radang
- Mual, muntah/  nafsu makan, karena rangsangan viseral

Jangan mendiagnosa massa apendiks (App mass)  ini salah


karena app mass  patologik
App mass = periapendikuler infiltrat

Dx yang benar : Periapendikuler flegmon


Flegmon : ada di dalam suatu rongga ( pada appendiks abdomen)
Cincin waldayer  juga terdapat pembengkakan di appendiks obstruksi  bisa
sembuh (dengan obat, dll)  bisa timbul lagi  Appendiks kronik eksaserbasi
akut  bukan indikasi operasi O/k dalam beberapa saat bisa hilang.
Kec. : - Indikasi pendidikan
- Pekerjaan dilaut
- Tempat tinggal jauh dari centre Rumah Sakit

App Akut  dalam 48 jam keluhan hilang  jadi kronik


62
App wall off  periapendikular flegmon
abses  drainage

Klinis App :
- Rangsangan peritonis lokal  akut app
- Sign
- RT  posisi ½ duduk bimanual, teraba APP, nyeri jam 9-12

Tanda saekum (pangkal apendiks) : ada pertemuan 3 tinea coli


Apendektomi :
Antegrade : dari ujung ke pangkal (ligasi mesoapendiks dari ujung ke
pangkal kemudian potong (apendektomi).
Retrograde : dari pangkal ke ujung (Apendektomi dulu baru potong
mesoapendiks dari pangkal ke ujung).
Titik Mc. Burney : menandakan pangkal apendiks
Titik Felang : menandakan ujung apendiks

Anatomical Marking : terlihat umbilicus dan SIAS


Lokasi Laporan operasi yang terlihat setelah laporan operasi diperkecil

Grid Iron  sesuai lapisan

Pada waktu buka preperitoneal fat, preperitoneal fat disingkirkan ke lateral bawah
jangan ke atas oleh karena ada arteri Epigastrica.

Setelah pre peritoneal fat dibuka  cari sekum


Penanda sekum :
- ada 3 tinea Ileum : - lebih kecil
- lebih tebal, lebih besar - lebih merah
- lebih pucat, mengkilat -  punya haustra
- ada haustra -  ada tinea coli
3 tinea yang berada di apendiks
- Tinea mesocolica
- Tinea libra
- Tinea omentalis
Omentum : pembungkus usus
Pembungkus disingkiran ke atas oleh karena origo insersionya di atas
O : lambung, I : colon transversal

Sigmoid  banyak apendiks epiploika (tetesan – tetesan lemak yang tebal)


Caecum  tiga tanea. Taenia mengecil ke apendix dan juga rectum.
Pada mesoapendiks terdapat A. Apendikularis  cabang dari A. Illocaecal 
cabang dari A. Colica dextra  cabang dari A. Mesenterica sup.

63
Bila posisi Apppendix ante caecal  tarik ke atas caecumnya karena origonya di
atas.

Apendiks itu adalah caecum !!!

Setelah apendiks dipotong kemudian dibenamkan (tabac sac)  kemudian jahit


diatas benaman tersebut. Nama jahitan itu : Over hecting / tight hecting

A.Mesenterica Sup :
- a. Colica dextra  colon kanan
- a. Colica sinistra  colon kiri
- a. Colica media

Chromic cat gut : cat gut yang dilapisi chrom


untuk jahit purse string  pake benang chromic catgut 3.0
Proses penyembuhan luka di usus : 2 hari
kulit : 7 hari
fascia : 3 - 4 mgg

Setelah operasi APP  penderita boleh beraktifitas yang aktif setelah 6 – 8 mg (1


½ - 2 bulan). Pasien post operasi App jangan langsung dipulangkan. Biasanya
dipulangkan sesudah 4 hari post operasi, karena biasanya infeksi timbul pada hari
ke –4.

Posisi apendektomi : posisi terlentang

64
Insisi apendektomi
1. Menurut Mc. Burney ( grid iron/ musle splitting inicision)
 Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan SIAS dengan umbilikus pada keatas sepertiga lateral ( titik
Mc Burney).

 Sayatan grid iron  dilakukan sayatan secara tumpul untuk membuka serat
– serat otot sesuai dengan perjalanan seratnya :
- M. Obligus abdominis externus : \\\\\
- M. Obligus abdominis internus : /////
- M. transversalis : ==

2. Insisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision)


 Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc. Burney, hanya sayatannya
langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut
sampai tampak peritoneum.
 Untung : Laporan operasi lebih luas, lebih mudah diperluas, sederhana,
mudah
 Rugi : - Diagnosa harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan
- Lebih banyak memotong saraf dan pendarahan  pendarahan
jadi lebih banyak.
- Masa istirahat pasca bedah lebih lama  karena ada benjolan
yang menganggu
- Nyeri pasca operasi lebih sering terjadi
- Masa penyembuhan lama

3. Insisi Pararektal
 Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. rektus abdominis dextra secara
vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm
 Untung : Teknik ini dapat dipakai pada kasus – kasus apendiks yang
belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan
mudah.
 Rugi : - Sayatan tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau
sekum kemungkinan memotong saraf dan pendarahan lebih
besar.
- Untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.
65
Penutupan Luka Operasi
- Peritoneum : Jahit jelujur, catgut plain no. 1 - 0
- M.transversus : Jahit intterupted, catgut chrom 1 - 0
- MOI & MOE : Jahit intterupted, catgut chrom 1 - 0
- Lemak : Jahit interupted, catgut plain 3 - 0
- Kulit : Jahit interupted, seide 2 – 0/ 3 – 0

Keuntungan Insisi Gridiron :


- Tidak terjadi benjolan
- Tidak mungkin terjadi herniasi
- Trauma operasi minimum pada alat – alat tubuh
- Masa istirahat pasca bedah lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat

Kerugian Insisi Gridiron :


- Laporan operasi terbatas  dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam
- Sulit diperluas
- Waktu operasi lebih lama

Jika waktu operasi ternyata apendiks normal, apa yang harus dilakukan?
 Kita harus memeriksa / explorasi adakah kelainan / penyakit lain sebagai
penyebab keluhan.
1. Adakah keradangan pada divertikel Meckel (dapat diketahui dengan
mengeluarkan ileum sejauh 60 cm dari ileocaecal junction)
2. Keadaan genitalia interna (adneksitis, ovarial abses, tuba falopi ?)
3. Ileum terminale, kemungkinan adanya tifus abdominalis
4. Kelainan pada sekum berupa keradangan atau divertikulitis
5. Adakah perforasi duodenum atau lambung dan adakah perforasi kantong
empedu yaitu adanya cairan yang berwarna kehijauan di rongga perut bagian
atas.

Instruksi post operasi (perawatan pasca bedah) :


1. IV line RL dan dextrosa (maintenance) + 2–3 L
2. Antibiotik
3. Analgetik
4. Mobilisasi : secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakan kaki (Flexi
dan extensi), miring ke kiri dan kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh
jalan pada hari I pasca bedah.
5. Boleh minum sedikit–sedikit ( 50 cc) tiap jam bila sudah ada aktivitas usus
(flatus / bising usus +). Biasanya hari I /hari II pasca bedah penderita boleh
diberi makan.
6. Jahitan diangkat pada hari V sampai hari VII pasca bedah
Contoh Laporan Operasi Appendisitis
1. Pasien tidur terlentang dengan GA
66
2. Dilakukan asepsis dan antisepsi laporan dengan povidon iodine
3. Lapangan operasi diperkecil dengan doek steril
4. Incisi pada daerah Mc. Burney + 20 cm, dan diperdalam sampai peritoneum
- Peritoneum dibuka, keluar cairan serous + 10 cc
- Dilakukan identifikasi caecum, tampak appendiks letak retrocaecal dan
melekat pada usus halus.
- Dilakukan pembebasan secara tumpul, tampak apendiks P + 8 cm
hiperemis,  1 cm
5. Incisi diperdalam sampai apponeurosis m. obligus eksternus
6. Apponeurosis dibuka diperlebar ke arah kaudal dan cronial
7. M. Obligus eksternus, internus dan transversalis dibuka sampai tampak
preperitoneum fat
8. Properitoneum fat disisihkan dan peritoneum dibuka
9. Keluar cairan serous 50 cc
10.Identifikasi caecum, caecum di elixie keluar tampak apendiks panjang 6 cm,
letak anteacaecal.
11.Dilakukan apendektomi antegrad, punctum apendiks dibenamkan dalam jahitan
tabac sac.
12.Kontrol perdarahan  eksplorasi organ lain tidak ada kelainan
13.Luka operasi ditutup lapis demi lapis
14.Operasi selesai.

9 Lapisan Abdomen linea alba


1. Kulit
2. Lemak subkutan
3. Fascia scarpei
4. M. Obligus abd ext.
5. M. Obligus abd int
6. M. Transversal abd
7. Fascia transversalis
8. Lemak preperitoneal m.rectus abdominis
9. Peritoneum parietale

67
HAEMORRHOID

Definisi : Pelebaran vena di dalam plexus haemorrhoidalis yang memberikan


keluhan / gejala.

Hemoroid Intern
Hemoroid : -------------------------------------- garis mukokutan (kripta morgani)
Hemoroid Ekstern

ANATOMI :
 Plexus Haemorrhoidalis terdiri dari :
1. Plexus vena Haemorrhoidalis superior
2. Plexus vena Haemorrhoidalis medius
3. Plexus vena Haemorrhoidalis inferior

 Aliran darah:
V. Haemorhoidalis sup – v. Sigmoidalis – v. Mesenterika inf. – v. porta
V. Haemorhoidalis inf – v. Pudenda int – v. Iliaca int. – v. Cava inferior

KLASIFIKASI
HAEMORRHOID INTERNA
Berasal dari pl. Vena haemorrhoidalis sup dan med
Terletak 2/3 atas saluran anus
Permukaannya mukosa (epitel torak)
3 posisi primer H. Interna :
 Kanan – depan
 Kanan – belakang
 Kiri – lateral

HAEMORRHOID EKSTERNA
Berasal dari pl. Vena haemorrhoidalis inf
Terletak 1/3 bawah saluran anus
Permukaannya kulit (epitel gepeng)

ETIOLOGI
1. Kelainan Organis : - Sirosis hepatis
- Trombosis vena porta
- Tumor intra –abdominal, teruama pelvis

2. Idiopatik, predisposisi:
 Herediter (kelemahan pembuluh darah )
 Faktor anatomi (tidak ada katup pada v. Porta)
 Faktor gravitasi (sering berdiri)

68
 Tekanan intra – abdomen tinggi kronik
mengedan pada waktu hefekasi
konstipasi menahun
kehamilan
obesitas
batuk kronik
 Tonus sfingter ani lemah

PATOFISIOLOGI :
Haemorrhoid interna : sumbatan aliran darah sistem porta menyebabkan timbulnya
hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada v.
haemorrhoidalis superior
Haemorrhoid externa : robeknya v. haemorrhoidalis inerior membentuk hematoma
subkutis yang berbentuk kebiruan, kenyal – keras dan nyeri.

KOMPLIKASI
1. Anema, jarang terjadi
2. Trombosis akut pada prolaps recti

DIAGNOSA
ANAMNESA
1. BAB berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
2. proplaps : grade 1 : prolaps (-), perdarahan (+)
grade 2 : prolaps (+), masuk spontan
grade 3 : prolaps (+), masuk dengan manual
grade 4 : prolaps (+), inkarserata
3. BAB berlendir, lendir timbul karena iritasi mukosa rektum
4. Puritus ani sampai dermatitis
5. Nyeri  Nyeri yang hebat jarang ada hubungan dengan hemoroid intern dan
hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami trombosis
6. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolaps menetap

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi : Haemorrhoid externa terlihat benjolan diantara kulit perineum
Haemorrhoid interna terlihat benjola mukosa keluar dari anus
2. Palpas : pada RT tidak teraba apa–apa kecuali jika ada trombus atau
penebalan mukosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG : ANUSKOPI


 Untuk melihat haemorrhoid interna
 Tampak pelebaran vena pada jam 3,7,11 (Morgan’s piles)
 Warna biru – vaskular type, mudah berdarah
 Warna merah – muscular type, tidak mudah berdarah
DIAGNOSA BANDING
69
1. Prolaps Rekti : - tidak sakit
- permukaan mukosa dengan rugae
- jari dapat dimasukkan diantara benjolan dan kulit tapi tidak
dalam
2. Prolaps Anus : jari dapat dimasukkan di antara benjolan dan kulit tanpa
tahanan
3. Fisura Ani : nyeri dan obstipasi
4. Korsinoma kolorektum
5. Divertikel
6. Polip
7. Kolitis viserosa
8. Prolaps rektum
9. Kondiloma perional
10.Tumor anorektal

Derajat H. Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I + - -
II + + Spontan
III + + Manual
IV + Tetap Tidak dapat

Derajat hemoroid interna


A. Derajat I B. Derajat II C. Derajat III dan IV

PENATALAKSANAAN :
KONSERVATIF : - grade 1 – 2
- < 6 jam, belum terbentuk trombus
Cara :
1. Diet tinggi serat, faeces menjadi lunak
2. Rubber band ligation
3. Sclerosing agent
4. Phlebodynamic drugs, dinding vena lebih elastik
OPERATIF
Indikasi :
70
- Grade 3 – 4
- Perdarahan
- Nyeri
Kontra indikasi : toleransi pasien terhadap operasi tidak baik
Timing operasi : secepatnya Grade 4 dapat langsung dilakukan operasi

Tehnik operasi :
1. Langenback
2. Modifikasi Langenback
3. Whitehead
4. Morgan Miligan
5. Sulman
6. Park
7. Takano

Langenback : eksisi radier dan jahitan primer pada jam 3,7,11. Untuk haemorrhoid
yang tidak begitu besar. Operasi + 15 menit, penyembuhan baik.

Modifikasi Langenback: - Eksisi dan suture


- Penjahitan pedicle Haemorrhoid
- Insisi kulit dari dasar berbentuk “V” dan pembebasan
jaringan
- Penjahitan zig – zag di bawah klem
- Eksisi jaringan diatas klem

Whitehead : - eksisi sirkuler dan jahitan primer longitudinal


- hasil operasi lebih rapi
- sering terjadi striktur anus
- untuk mencegah striktur  dilatasi dengan Bougie dan mukosa
tidak diangkat (eksisi dan ligasi)

Morgan Milligan : - eksisi dan ligasi rendah


- semua primary piles diangkat, untuk mencegah residif

KOMPLIKASI OPERASI
Segera : sakit, perdarahan, retentio urine 48 jam
Lanjut : stenosis, abses, fistula ani

PROGNOSA :
haemrroidectomy tampaknya lebih efektif dan permanen, tetapi mempunyai
kerugian komplikasi post – operasi.

71
FISURA ANUS
Definisi : merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus, terletak digaris
tengah posterior.

Trias Fisura Anus :


Papil hipertropik
Fisura anus
Umbai kulit / skin tag

Keterangan:
1. rektum, 2.saluran enus yang sempit karena spasme
sfingter, 3. mukosa rektum, 4. papila hipertropik, 5.
garis mukokutan, 6. kripta morgagni antar kolumna,
7. fisura anus, 8. umbai kulit

Etiologi :
Iritasi akibat diare
Penggunaan laksans
Cedera partus
Iatrogenik

Gambaran klinik :
Anamnesis  konstipasi, Feses Keras

disebabkan ketakutan difekasi sehingga ditunda terus – menerus


 Nyeri : spontan , sewaktu defekasi
 Darah segar dipermukaan tinja

Inspeksi  umbai kulit

Bila ada keluhan nyeri pada penderita hemoroid biasanya ada fisura, sebab
hemoroid intern tidak menyebabkan nyeri.

Diagnosa :
Nyeri Spontan
Nyeri sewaktu defekasi
Perdarahan
Konstipasi
72
Pada pemeriksaan :
 Fisura / tukak
 Papila hipertropik
 Umbai kulit

Terapi :
Diit kaya serat
Topikal anestesik
Sfingterotomi intern

73
FISTEL PERIANAL

= Fistel Anus / Fistel para – anal


Disebabkan oleh perforasi / penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan
fistel mempunyai satu muara di kripta (di perbatasan anus dan rektum) dan lubang
lain diperineum (di kulit perianal)

Etiologi : Kolitis di sertai proktisi seperti tbc, amubiasis, morbus crohn

Letak :
 Subkutis
 Submukosa
 Antar sfringter
 Menembus sfringter
 Lateral
 Anterior bentuk lurus
 Posterior / Dorsal  tidak lurus / bengkok ke depan karena radang dan pus
terdorong ke anterior di sekitar m. puborektalis dan dapat membentuk satu
lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai Hukum Goodsall

B
A

Keterangan:
A. Fistel perianal
1. Lapisan otot dinding kolon, 2. m.levator anus, 3. sfingter dalam, 4. sfingter
luar, 5. fistel pelvikolorektal, 6. fistel tinggi, 7. fistel rendah, 8. fistel subkutan
B. Hubungan antara lubang primer dan sekunder ; Hukum Goodsall
1. lubang primer di kripta, 2. Lubang sekunder

Bentuk :
 Lurus
 Bengkok
 Mirip sepatu kuda

Diagnosa Fistel Perianal :


Pengeluaran bahan purulen kronik dari lobang perianal

74
Fistel dapat diraba secara bidigital pada RT
Fistel mungkin dapat disonde

Pada RT : Fistel dapat diraba antara telunjuk di anus (bukan di rektum) dan ibu
jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira – kira 3 mm

Terapi : - Fistulotomi  fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit
kulit dibiarkan terbuka sehingga penyembuhan mulai
dari dasar per sekundam intentionem
Luka biasanya sembuh dalam waktu agak singkat
kadang dibutuhkan operasi 2 tahap untuk hindari
terpotongnya dan sfingter anus
- Fistulektomi  seluruh tracknya diangkat semua

- Fistel perineum jarang sebabkan gangguan sistemik


- Fistel kronik yang lama sekali  dapat mengalami degenerasi maligna  jadi
karsinoma planoseluler kulit.

75
HERNIA

Definisi : Protrusi (penonjolan) isi suatu rongga melalui defek/bagian yang


lemah pada dinding rongga bersangkutan.

Unsur : 1. kantung (peritoneum parietale)


2. isi (viscus)
3. pintu (locus minoris resistentiae)

1. Kulit dan jaringan subkutis


2. Lap. Muskulo-aponeurosis
3. peritoneum parietale dan
1 jaringan preperitoneum
4. Rongga perut
2 5. Cincin atau pintu hernia
3 6. Kantong hernia
4

Anatomi dinding abdomen :


Superfisial :
 kulit
 lemak
 fascia Scarpei
 m. Oblique ext.
 aponeurosis
Profunda :
 Canalis inguinalis
 M.oblique int.
 M. Transversus abd
 Fascia transversa
 Peritoneum

CANALIS INGUINALIS : Dikelilingi oleh m. Cremaster


Batas : Atas  aponeurosis m. Oblique ext.
Media  conjoint tendon
Lateral  lig. Inguinale
Bawah  trig. Hasselbach

Berisi : Funikulus spermatikus


A/V spermatika
N. Ilioinguinal
N. Iliofemoral

76
KLASIFIKASI
Hernia Kongenital : - hernia umbilikalis
- hernia diafragmatika
- hernia inguinalis lateralis
Hernia di dapat : - hernia inguinalis medialis
- hernia femoralis

Jika hernia inguinalis lateralis turun ke dalam scortum disebut Hernia scrotalis

Hernia Inguinalis Lateralis  indirect


Hernia inguinalis medialis  direct

Klinis : - Reponibilis
- Ireponibilis (viscus melekat pada kantung, infeksi (+)
- Inkarserata (terdapat gangguan pasase usus )
- Strangulata (terdapat gangguan vaskularisasi )

Hernia dibedakan menurut sifatnya :


- H. Reponible
 isi hernia dapat keluar masuk
 usus keluar jika berdiri atau mengedan, masuk lagi bila berbaring atau di
dorong masuk
 tidak ada keluhan nyeri / gejala obstruksi usus

- H. Ireponible
 kantong hernia tidak dapat masuk lagi

- H. Akreta
 perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia
 menyebabkan Hernia Ireponible
 Tidak ada keluhan nyeri / tanda sumbatan usus

77
- H. Inkarserata
 Isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali, ke dalam rongga perut
 disertai gangguan parase usus
 Ireponible

- H. Strangulata
 Isi kantong terperangkap
 disertai gangguan vaskularisasi

- H. Richter
 jika yang mengalami strangulasi hanya sebagian dinding usus
 biasanya pasase usus masih ada

A. Hernia Richter tanpa ileus obstruksi


B. Hernia Richter dengan ileus obstruksi
C.

- H. Eksterna
 Hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang atau perineum

- H. Interna
 tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lobang dalam rongga. Perut
seperti foramen winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada
mesenterium misalnya pada anastomosis usus.
*Foramen winslow : foramen yang menghubungkan 2 kantong peritoneum, terletak di bawah
dan belakang porta hepatis

78
- H. Insipiens
 hernia yang berada di kanalis inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari
anulus eksternus

- H. interparietalis / H. Interstitialis
 kantong hernia yang menonjol ke dalam celah antara lapisan dinding perut.

- H. geser / sliding hernia (Gleiburch)


 Apabila sebagian dinding kantong hernia terbentuk dari organ yang
merupakan isi hernia seperti sekum, kolon sigmoid atau kandung kemih.
 Terjadi karena isi kantong berasal dari organ yang letaknya retroperitoneal
 Alat tersebut tidak masuk kantong hernia, tapi tergeser dari retroperitoneal.

- H. epigastrika
 menonjol melalui difek di linea alba kranial dari umbilikus

- H. Spieghel
 hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui fascia spleghel
 muncul melalui tempat lemah diantara tepi lateral m. rectus abdominalis
dengan linea semisirkularis

- H. obturatoria
 hernia melalui foramen obturatorius

- H. Littre
 hernia dengan divertikulum Meckel sebagai isi kantong hernia

- H. diafragmatika
 melalui foramen Bochdalalek didiafragma

- H. Lumbalis
 di dinding perut bagian lateral
 co/ - hernia sikatriks pada bekas luka operasi ginjal
- hernia ditrigonum lumbale inferior petit dan di trigorum lumbale
superior Grinjfelt

ETIOLOGI
Hernia Kongenital
79
 Prosessus vaginalis peritoneum persisten
 Dapat timbul pada masa bayi atau sesudah dewasa
 Hernia indirect pada bayi berhubungan dengan kriptorkismus dan
hidrocele
 Jika timbul pada usia tua, biasanya ada faktor predisposisi

Hernia didapat
 Ada faktor predisposisi
 Kelemahan struktur aponeurosis dan fascia transversa
 Pada orang tua karena degenerasi / atrofi

Faktor predisposisi : tekanan intra – abdominal meningkat


 Pekerjaan mengangkat barang – barang berat
 Batu kronik
 Gangguan BAB, misalnya : striktur ani, faeses keras
 Gangguan BAK, misalnya : hipertrofi prostat, vesikolotiasis
 Sering melahirkan  hernia femoralis

DIAGNOSA
 Timbul benjolan dilipat paha yang keluar masuk, pada keadaan lanjut dapat
menetap (irreponibilis), kecuali pada hernia inguinalis medialis tidak terjadi
irreponible.
 !!!!! Ingat Benjolan keluar masuk ! jangan bilang hilang timbul
 Benjolan timbul jika tekanan intara – abdominal meningkat
 Benjolan dapat hilang jika pasien tiduran atau dimasukkan dengan tangan
(manual)
 Dapat terjadi gangguan pasase usus (obstruksi), terutama pada hernia
inkarserata
 Nyeri pada keadaan strangulasi
 Terdapat faktor – faktor predisposisi

PEMERIKSAAN FISIK
 Benjolan pada lipat paha atau scrotum dengan batas atas tidak jelas, bising usus
(+), transluminasi (-)
 Hernia inguinalis lateralis :
- terletak di atas ligamentum inguinale
- anulus internusnya lateral terhadap vasa epigastrika inferior
- jika dapat dimasukkan, kemudian pasien disuruh valsava dengan tangan di
cincin eksterna teraba tekanan pada ujung jari jalan keluar hernia tertutup.
 Hernia inguinalis medialis :
- terletak di atas liamentum inguinale
- media terhadap vasa epigastrika inferior

80
- Jika dapat dimasukkan, kemudian pasien disuruh valsava dengan tangan di
cincin externa teraba tekanan pada sisi medial, dan hernia timbul lagi
 Hernia femoralis : terletak di bawah lig. Inguinale

DIAGNOSA BANDING :
1. Hidrocele
2. Torsio testis
3. Varicocele
4. Undesensus Testis (berhenti di inguinal )
5. Limfogranuioma venereum
6. Limfadenopati

PENATALAKSAAN
Konservatif : hanya pada keadaan yang masih reponible. Dengan cara mengatasi
faktor–faktor predisposisi. Bukan penalaksanaan ideal. Pada
anak–anak dengan hernia indirect irreponible diberikan terapi
konservatif dengan obat penenang, posisi Trandeleberg dan kompres
es. Jika dalam 8 jam tidak ada perbaikan maka segera dilakukan
Herniotomi.
Operatif : pada keadaan inkarserata atau strangulata dilakukan operasi cito,
namun KU diperbaiki dahulu

Jenis Operasi : 1. Herniotomi


2. Herniorafi (tidak dilakukan pada anak – anak)

Tehnik Operasi
Herniotomi :
Asepsis & antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
Sayatan sejajar ligamentum inguinale (2 jari di atasnya)
Sayat sampai fascia m. Oblique ext.
Sisihkan n.ilofemoralis serta n. ilionguinalis
Sayat sampai ketemu kantung hernia
Kantung hernia dibuka, isinya didorong ke dalam rongga abdomen
Kantong proksimal diikat setinggi mungkin, sampai dicapai pre-peritoneal fat
Kantong distal dibiarkan terbuka
Luka operasi ditutup

Herniorafi :
Setelah dilakukan herniotomi, sebelum luka operasi ditutup
Jahit conjoint tendon (jika tidak ada, pakai fascia m. Oblique int) dengan tuber
pubikum
Jahit conjoint tendon dengan ligamentum inguinale
Luka operasi ditutup

81
HERNIA INGUINALIS
Etiologi :
- Kongenital
- Didapat

Faktor penyebab :
- Prosesus vaginalis yang terbuka
pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui dan isi hernia.
- Faktor yang mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup
lebar tersebut. Peninggian tekanan dalam rongga abdomen batu kronik, BPH,
konstipasi, asites .
- Kelemahan otot dinding perut karena usia
akibat kerusakan n.ilioingunalis dan n.iliofemoedi setelah apendektomi.

3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis :


Kanalis inguinalis yang berjalan miring
Adanya struktur m. Oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi
Adanya fascia tranversa yang kuat yang menutupi trigonum Hesselbaech yang
umumnya hampir tidak berotot.

Gambaran Klinik
Anamnesis : Kapan benjolan muncul
Bagaimana sifat nyeri
Inspeksi : Benjolan dilipat paha / keadaan asimetri pada skrotum
 yang timbul pada waktu mengedan, batuk, mengangkat beban berat
 menghilang pada waktu istirahat  reponible
 perhatikan warna kulit benjolan, bandingkan dengan kulit sekitar
Palpasi : - Diraba konsistensinya
- Dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi
(setelah benjolan tereposisi dengan jari ke V, kadang cincing hernia
dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar)
- Batas atas tidak jelas
- Tactile impuls pada ujung jari ke V

Hernia inguinalis sering terjadi di kanan karena :


 berhubungan dengan decensus testis
Testis kiri lebih dulu turun, kemudian disusul oleh testis kanan sehingga
vaginalis terlambat menutup di kanan dan proc. vaginalis ini kadang belum
menutup pada saat bayi lahir  Hernia.
Bila terdapat hernia inguinalis di kiri, maka di kanan yang kemungkinan besar ada
oleh karena itu pada saat operasi di kanan juga harus dieksplorasi.

82
Perbedaan H. Inguinalis Lateralis dan H. Inguinalis Medialis
Lateralis (Indirect) Medialis (Direct)
1. Embryologic 1. Acquired
2. >> orang muda (< 50 tahun) 2. >> orang muda (> 50 tahun)
3. Timbul pelan – pelan 3. Timbul cepat / spontan
4. Hilang pelan – pelan 4. Hilang cepat / spontan
5. Bisa masuk ke scrotum 5. Tidak masuk ke scrotum
6. Bisa strangulasi 6. Jarang strangulasi
7. Impulse pada puncak jari 7. Impulse pada permukaan / sisi jari
8. Benjolan bentuk lonjong 8. Benjolan bentuk bulat
9. Batas atas tidak jelas 9. Batas atas tidak jelas
Letak H. Inguinalis : diatas Lig. Inguinalis
H. Femoralis : di bawah Lig. Inguinalis

Hernia inguinalis indirek diraba dengan ujung jari


Hernia inguinalis direk diraba dengan sisi jari

Penanganan
- Konservatif
 Terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
 Reposisi tidak dilakukan pada H. Inguinalis Strangulata, kecuali pada anak
anak. !!!!!
 Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dalam posisi trendelenberg dan
diberikan sedatif dan kompres es diatas hernia
 Jika reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu 6-8 jam harus operasi segera

3 1. sedative parenteral
2. sikap trendelenberg
4 3. cairan parenteral
4. kantong es dilipat paha
pada hernia
1 2

- Operatif
1. Herniotomi : Kantong hernia dibebaskan, kantong dibuka, isi hernia
83
dimasukkan kantong dijahit ikat setinggi, mungkin lalu
dipotong.
sering dilakukan pada anak – anak
2. Hernioplasti : Tindakan mengecil anulus ing. Internus dan memperkuat ddg
belakang canalis inguinalis sering dilakukan pada orang tua
(karena kelemahan ddg abdomen)
sering dilakukan pada orangtua
3. Hernioraphi : Tindakan herniotomi yang kemudian dilanjutkan dengan
hernioplasti

Teknik Harnioplasti :
- Bassini - Haslsted I
- Ferguson - Halstedt II
- Shouldice - Mc. Fay
- Lothelsen

DISKUSI

Perbedaan hernia lateralis dan medialis


HERNIA LATERALIS HERNIA MEDIALIS
1. Anamnesis Benjolan turun sampai Benjolan tidak pernah
ke skroktum (+) turun sampai skrotum

2. Bentuk Lonjong Bulat


 masuk dari anulus langsung keluar dari
inf, keluar ke anulus ext Trigonum Hasselbach
(kantong lonjong)
3. Tes Invaginasi Masukkan jari ke Kalo teraba di sisi jari
kantong scortum diraba  medial
ada impulse
Kalo teraba di ujung
jari  lateral

4. Tes Oklusi 1 jari di anulus int (di 1 jari di trig. Heselbach


( Ziemen test) tuberc.pubicum)  bila  bila teraba pulsasi di
Tes dengan 3 teraba pulsasi di posisi posisi ini  H. Ing med
jari ini  H. Ing lat

• 1 jari di femoris (bawah lig. Inguinale)  bila teraba pulsasi di posisi ini  H.
Femoralis

Untuk membedakan Hernia dengan Hidrokel


 Tes Transiluminasi / diafonoskopi test
Sinari skrotum / testis dengan senter
Bila transiluminasi (-) : tidak tembus pandang  Hernia
84
karena berisi usus / omentum benda padat tidak
tembus cahaya
transiluminasi (+) : tembus pandang  Hidrokel
karena berisi cairan

!!!! Transiluminasi (-): belum tentu herniasi (-)


Bayi umur beberapa hari TI (-) karena ususnya belum banyak berisi feses padat
 Silk test
daerah linguinal digosok – gosok, teraba seperti ada lapisan kain sutra di bawah
kulit  Hernia (+)

Hernia pada wanita


Terutama timbul pada neonati dan usia 1 – 2 tahun
Pada usia tua lebih banyak terjadi Hernia Femoralis
Jarang terdapat prosesus persisten yang disebut Kanalis Nuck yang dapat
menyebabkan timbulnya hidrokel.
H. Inguninalis lateralis pada perempuan disebut Hernia Labialis

Hernia pada Pria


Terbanyak pada neonatus (terutama 2 minggu I ) dan usia 1- 2 tahun
Usia dewasa muda 18 – 30 tahun  karena umumnya bekerja keras)
Usia 50 – 70 tahun  lebih sering terjadi H. Ing. Medialis  karena otot – otot
dinding perut sudah lemah
Locus minoris resisten : Proc. Vaginalis persisten

Anamnesa (Keluhan – Keluhan )


 Bayi / Anak Kecil
 orangtuanya mengeluh bila anaknya berdiri / menangis kuat – kuat timbul
benjolan di daerah inguinal atau skrotum dan bila anak tidur, benjolan akan
hilang.
 Hal ini sudah cukup untuk mendiagnosa H.Ing. Lat
 Ingat DD dengan hidrokel !! Bila pada hidrokel : benjolan tetap ada saat anak
– anak tidur

 Orang Dewasa
 Penderita mengeluh adanya benjolan di daerah inguinal / scrotum yang
hilang bila penderita tidur atau berbaring.
 Ingat !! saat Anamnesa harus dilengkapi dengan saat timbulnya hernia
tersebut.
 Biasanya ada faktor – faktor pencetus, seperti : mengangkat benda berat,
batuk – batuk kronik (asma, TBC, dll), serta hal – hal lain yang
meningkatkan tekanan intra abdominal
 Bila pada penderita pria yang usia tua tanyakan tentang pembesaran prostat
(BPH) karena sering mengedan saat BAK sebagai pencetus timbulnya hernia.

85
Bila pada 1 penderita terdapat 2 hernia; 1 sisi terdapat H. Inguinalis Lateralis, di
sisi lain terdapat H. Inguinalis Medialis  disebut Pantaloon Hernia.

Canalis Inguinalis terletak di Regio Pubica


Anus internus terletak di linea mid clavicularis
 di lateralis
Anulus eksternus di dekat simfisis (masuk ke
scortum / labia)  di medialis
Cekatan biasanya di anulus eksterna !

1. R. Hipocondrica dextra
2. R. Epigastrica
3. R. Hipocandrica sin
4. R. Lumbalis dextra
5. R. Umbilikus
6. R. Lumbalis Sin
7. R. Inguinalis / Iliaca Dextra
8. R. Pubica
9. R. Iliaca Sin

Organ retroperitoneal :
- Duodenum
- Calon asenden
- Calon desenden

Hernia lateralis lebih sering terjadi inkarseratta dari pada hernia Medialis
Karena :
Pada h. Lateralis terdapat anulus externa dimana dasar dari anulus ini adalah
simfisis yang merupakan jaringan keras, sehingga apabila ada usus yang masuk
ke kantong hernia, cincin tidak elastis dan akhirnya terjepit.
Pada h. Medialis tidak terdapat cincin selain itu dasar dari h. Medialis adalah
trigonum haselbach yang merupakan jaringan ikat yang elastis.

Tehnik Hernioplasti
Bassini
Menjahitkan pertemuan m. Transversus internus abdominis dan m. Obliqus
internus abdominis ( dikenal dengan conjoint tendont) ke lig. Inguinal Poupart
(Insisi sejajar sias – tubercutum pubicum – insisi mulai dari pertengahannya
sepanjang + 10 cm)
Mc Vay
Menjahitkan fascia transversa, m.transversus abdominis, m. Obliqus internus
abdominis ke lig.cooper
Shouldice
86
Langkah I : Fascia transversa diiris / dibagi 2 dan dijahit ke dinding belakang
Langkah II : Fascia transversa dan lig. Inguinale dijahit secara “overlapping“
secara continous
Langkah III : Conjoint tendon & lig inguinal dijahit lagi secara continous

Tanda usus masih viable


Kemerahan
Pulsasi
Peristaltik usus

H. Femoralis : diantara lig. Ingunale dan lig lacunare gimbernatii

Kong  Proc. Vaginalis Persisten


HERNIA Batuk kronis
Aguisita tekanan intra abdominal Bph
Obstipasi lama
Kelemahan denyut perut

Pada saat operasi yang perlu dijaga : N. Illoinguinalis dan Funikulus spermatikus
pada saat kantong sudah terlihat  terlihat erus medial dan crus lateral

Batas Atas
 Untuk menentukan apakah ada sesuatu dari atas yang turun ke testis

Desensus testis : 8 – 9 bulan intrauterin

Defek besar  hernia


kecil  hidrokel

Hidrokel  operasi  marsupilisasi

Prinsip penanganan hernia pada anak


Transversal incisi
High ligation  kantong hernia di ligati setinggi mungkin s/preperitoneal fat
Jahitan sub cutikuler

Kantong itu : peritoneal parietal

Jika ada ancaman stragulasi tapi tidak ada / tidak bisa; lakukan buka cincin 
potong sampai apponeurosis MOE

DD Hernia Inguinal (Benjolan dilipat paha)


Hidrokel  batas atas tegas, transiluminasi (+) dan tidak dapat dimasukkan
lagi. testis pada pasien hidrokel tidak dapat diraba
87
Limfodenopati inguinal  perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi
Testis ektopik (undensensus testis)  testis yang masih berada di Kanalis
inguinalis
Lipoma atau herniasi lemak preporitoneal melalui cincin inguinal
Orkitis  radang testis

Kenapa jadi ireponibel ?


- Bekas diurut
 serosa pernah trauma / jejas
perubahan luka jadi proliferasi
menempel

Inkarserata : gangguan di vena


Strangulata : gangguan di arteri

88
ULKUS PEPTIKUM
Patogenesis :
ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan faktor penyerang

Defensive Factors Aggresive Factors


1. Mukus 1. Asam lambung
 disekresi untuk sel mukosa  cederai sel mukosa
saluran cerna  aktifkan pepsin
2. Bikarbonat 2. Helicobacter pylori
 disekresi oleh epitel lambung  mengurangi mukus
 menetralisir ion H+  hasilkan sitotoxin
3. Aliran darah 3. NSAIDS
 pertahankan keutuhan mukosa  hambat biosintesis
prostaglandin
4. Prostaglandin 4. Rokok
 sekresi mukus dan bikarbonat  ganggu motilitas
 menekan sekresi as. Lambung  hambat sekresi bikarbonat
 pelebaran pendarahan
Gejala dan tanda
- Anoreksia dan muntah
- Nyeri epigastrik (sekitar ulu hati)

Komplikasi
- Perdarahan  erosi a. gastroduodenalis
- Perforasi
- Obstruksi dan stenosis  penyempitan daerah piloris pada tukak kronik yang
mengalami fibrosis

Radiologi :
- Lambung membesar
- Pilorus menyempit
- Barium kedudukan menurun

Ulkus Peptikum Yang Perlu Intervensi Bedah


1. Perdarahan : 1500 – 2000 cc darah hilang :
- ≤ Ht 25 %
- Pingsan /syok
2. Perforasi : Tanda – tanda akut abdomen karena perforasi ulcus
3. Obstruksi : Sikatrik kroniks, scar contractur
4. Intractibility : Nyeri tidak hilang dengan antasida,
tidak bisa melakukan pekerjaan
Tanda – tanda Perforasi Gaster (tukak)

89
- Nyeri episgastrium tiba – tiba yang kemudian menyebar ke punggung dan ke
seluruh perut  peritonitis : - Kimiawi
- Bakterial Timbul 6-12 jam
- Perut tegang sesudah perforasi
- BU / peristaltik menurun / tidak ada
- Pekak hati (-), DM (+)
- Lekositosis, napas cepat dan dangkal
- Hiperamilasemia
- RT Sfingter longgar :
 tanda – tanda peritonitis sudah timbul

Terapi
- Diet : Ubah pola makan dengan cara 5/6 kali makan porsi kecil
- Hal lain : - henti rokok
- hindari pakai NSAIDS
- hindari stress
- Obat :
- Antasida
- Reseptor H2 blocker :
• Ranitidine
• Famofidine
• Cimetidine
• Nizatidine
- Prostaglandin  Misoprostol
- Proton pump inhibitor (mengikat h+ k+ at pase):
• Omeprazole
• Lansoprazole
• Rabeprozole
• Pantoprozole
- Mucosal protectant  sucralpate
- Antibiotik  amox + metronidazole basmi H. Pilori
- Operasi

Tindakan Bedah Ucus Peptikum


1. Reseksi lambung parsial tanpa vagotomi
Billroth I (gastroduodenostomi) Billroth II (Gastrojejunostomi)

Shoemaker Roux-Y

90
2. Vagotomi :
• Trunkus
• Selektif
 menurunkan produksi asam tetapi akan menyebabkan retensi lambung
karena cabang saraf laterjet (cabang dari n.vagus) yang menyarafi antrum
dan pilorus ikut terpotong,
 Untuk itu diperlukan penyaliran (drainage) berupa piloroplasti (M. Sfingter
pilorus dilebarkan ) atau gastrojejunostomi (Billroth II) untuk menjamin
pengosongan lambung

Piloroplasti cara Heineke – Mikulitz


- M. Sfingter Pilorus dipotong memanjang
- Kemudian dijahit langsung secara melintang
91
Komplikasi Pasca Bedah
 Kebocoran pungtom duodenum
 Dilatasi akut lambung
 Obstruksi stoma dan disfungsi lambung
 Sindrom dumping (penggosongan lambung terlalu cepat )
 Sindrom lambung kecil
 Diare pasca vagotomi
 Gastritis karena refluks empedu
 Gangguan absorsi makanan
 Steatore
 Sindrome lengkung aferen
 Tukak marginal

92
KOLELITHIASIS
Anatomi

1. Hepar
2. Cabang duktus hepatikus
3. Kantong empedu
4. Duktus sistikus
5. Duktus koledokus
6. Lambung
7. Pilorus
8. Duodenom
9. Pankreas
10.Duktus Pankreas
11.Papila Vateri (Sfingter Oddi)

Empedu dihasilkan di hepar  disimpan di kantong empedu  dialirkan ke


pankreas

Duktus hepatikus interna – duct hepatikus eksternus – duct hepaticus comunicans


ductus + ductus sistikus – duktus koledokus – masuk ke pankreas melalui ampula
vateri (sfingter oddi) – duktus pankreatikus.

Jika penderita tidak ikterus  sumbatan di duktus hepatikus / di duktus coledokus

Awalan Mengenai Contoh


Kole - Empedu Kolelitiasis
Kolesisto - Kandung empedu Kolesistlitiasis
Koledoko - Duktus Koledokus Koledokolitiasis
Kolangi(o) - Saluran empedu, terutama Kolangitis
duct hepatikus
Kolongiol - Cabang duktus Hepaticus Kolangiolitis
dan pembuluh kecil lain di
hati

Lokai Batu Empedu


Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol  terbentuk di dalam
kandung empedu
Kalau batu kandung empedu (kolesistolitiasis) berpindah ke dalam saluran
empedu ekstrahepatik  disebut batu saluran empedu sekunder atau
koledokolitiasis sekunder

93
Istilah kolelitiasis  menunjukkan penyakit batu empedu yang ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam duct. Koledokus, atau pada dua –duanya.
Hepatolitiasis : batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dan awal
percabangan ductus hepatias kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut
mungkin terdapat di luar parenkim hati.
Batu dapat berpindah ke dalam ductus koledokus melalui ductus sistikus. Kalau
batu berhenti di dalam ductus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duct. sistikus
(Kolesistolitiasis).

3 Jenis batu empedu :


1. batu kolesterol
2. batu pigmen atau batu kalsium bikarbonat
3. batu campuran

Anamnesis
- 1/2 - 2/3 penderita batu empedu : asimptomatik; dispepsia disertai intoleransi
makanan berlemak
- Simtomatik :
 Nyeri daerah epigastrum, kuadran atas kanan atau prekordium
 Kolik bilier, mungkin memanjang > 15 mnt, kadang menghilang beberapa
jam kemudian. Awal nyeri kebanyakan perlahan – lahan, tapi 1/3 kasus
timbul tiba - tiba
- Pada batu duct. Koledokus :
 riwayat nyeri atau kolik di episgastrium dan perut kanan atas akan disertai
tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis
- Biasanya terdapat ikterus, ikterus yang hilang timbul, berbeda dengan ikterius
karena hepatitis
- Urin berwarna gelap yang hilang timbul
- Pruitus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih
banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan
- Pada kolangitis dengan sepsis yang berat dapat terjadi keadaan kegawatan
disertai syok dan gangguan kesadaran

Pemeriksaan Fisik
 Batu kandung empedu
- Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi
seperti : kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops
kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
- Ditemukan nyeri tekan dengan pungtum maximum di daerah letak
anatomik kandung empedu.
- Tanda murphy (+) : nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
napas panjang, karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
 Batu saluran empedu
94
- Tidak menimbulkan gejala / tanda dalam fase tenang
- kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik
(kadar bilirubin darah < 3mg/dl ikterik tidak jelas apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat  baru akan timbuk ikterus klinik)
- Bila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinik yang sesuai dengan berat ringannya kolangitis
tersebut.
Trias Charcot (+) :
1. Demam dan menggigil
2. Nyeri di daerah hati
3. Ikterus
- Bila terjadi kolongiolitis : biasanya kolangitis piogenik intrahepatik akan
tmbul 5 gejala : Pentade Reynold (+) : Trias Charcot + Syok + kekacauan
mental / penurunan kesadaran
- Kalau ditemukan riwayat kolangitis hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.

95
TRAUMA ABDOMEN

Pembagian trauma pada abdomen


1. Upper abdomen ( 1/3 bagian atas )
Cairan bebas, darah
Organ yang rusak : limpa, hati, pankreas, ginjal, lambung, duodenum

2. Mid Abdomen (1/3 bagian tengah)


Cairan bebas, udara bebas
Organ yang rusak : usus, lambung, duodenum

3. Lower abdomen (1/3 bagian bawah )


Infiltrat, urine
Organ yang rusak : VU

INDIKASI LAPARATOMI
1. Trauma tumpul abdomen dengan DPL (diagnosa peritoneal lavase) (+)
2. Trauma tumpul abdomen dengan syok lambung
3. Peritonitis
Tanda rangsangan peritonitis : Defense muscular (+)
RT : Sfingter longgar, nyeri meningkat terus – menerus
4. Perdarahan dr NGT, anus  pada luka tembus
5. Eviserasi

Posisi Foto Abdomen


1. Tegak : Air fluid level  udara diatas, air dibawah
2. Supine : Gambaran penyebaran udara di usus
3. LLD : Left lateral deability  tidak di kanan karena ada udara di lambung

Colon in loop / barium enema  pasang NGT dulu


Terlihat s/ di caecum
KI : pada peritonitis /perforasi

Jika ada gambaran hearing bone (gambaran seperti tulang ikan)


 berarti ada distended usus yang disebabkan adanya obstruksi usus.

96
PROTAP STERILISASI USUS
H.I : Jam 06.00 Bubur kecap  makan

H.III : Jam 07.00 Minum Obat :


Metronidazol 3 x 1 tab
Kanamycin 3 x 1 tab
B comp 3 x 2 tab
00
Jam 10. Dulcolax 2 x 1 tab + lavament
Jam 12.00 Minum Obat :
Metronidazol 3 x 1 tab
Kanamycin 3 x 1 tab
B comp 3 x 2 tab
Bubur kecap  makan
00
Jam 18. Bubur kecap  makan
Minum Obat :
Metronidazol 3 x 1 tab
Kanamycin 3 x 1 tab
B comp 3 x 2 tab

H.IV : Pagi = H1 – H.2


Sore pasang infus
Jam 20.00 Pasang lavament
Bubur kecap  makan
Minum obat :
Metronidazol 3 x 1 tab
Kanamycin 3 x 1 tab
B comp 3 x 2 tab
00
Jam 06. lavament

H.V : Jam 20.00 garam Inggris


Lavament
00
Jam 24. Puasa
Jam 06.00 Lavament
Operasi

97
FRAKTUR

Definisi : putusnya hubungan kesinambungan (diskontinuitas permukaan tulang)


dan atau tulang rawan.

KLASIFIKASI
II. BERDASARKAN HUBUNGAN DENGAN DUNIA LUAR
1. tertutup : antara fragmen-fragmen tulang tidak terdapat hubungan langsung
dengan dunia luar.
2. terbuka : bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena ada luka di kulit.

III.BERDASARKAN GARIS PATAH


1. komplet : mengenai seluruh korteks
2. inkomplet : mengenai satu sisi korteks

IV. BERDASARKAN JUMLAH GARIS PATAH


1. simple : satu garis patah
2. komunitif : > 1 garis patah yang saling berhubungan
3. segmental : > 1 garis patah yang tak saling berhubungan

1 2 3

98
V. BERDASARKAN KONFIGURASI / ARAH GARIS PATAH
1. melintang
2. miring
3. spiral
4. kompresi
5. kupu-kupu
6. berbentuk “V”, “T”,”Y” sering pada permukaan sendi

1 2 3 4 5

VI.BERDASARKAN LOKASINYA
1. Tulang Panjang :
- 1/3 proksimal
- 1/3 tengah
- 1/3 distal
2. Tulang letak melintang
- ¼ medial
- ¼ lateral

VII. BERDASARKAN DISLOKASI FRAGMEN


1. Undisplaced
2. Displaced :
 Kedua fragmen tulang masih searah : (ad Latus)
a. Ad latus
b. Ad latus cum contractionum
c. Ad latus cum discontractionum
 Kedua fragmen tulang membentuk sudut : (ad Axin)
a. Ad Axin cum contractionum
b. Ad Axin cum discontractionum
 Fragmen distal memutar (dislokasi Ad periferiam)

Klasifikasi Fraktur Terbuka menurut Gostilo dan Anderson


99
Derajat I : - Luas luka < 1 cm, biasanya berupa bekas tusukan jarum yang
diakibatkan tusukan fragmen tulang yang tajam dari dalam
menembus keluar kulit.
- Kerusakan jaringan lunak sangat minimal
- Bentuk frakturnya transversal, obligue atau communicutive ringan

Derajat II : - Luas luka > 1 cm disertai kerusakan yang tidak luas


- Luka terkontaminasi
- Bentuk fraktur communitive sedang

Derajat III : A. Luas luka > 2 cm, kerusakan yang luas dari jaringan lunak (otot,
saraf, kulit), kontaminasi berat, jaringan lunak masih cukup
menutupi tulang yang patah. Bentuk fraktur comminutive berat
atau segmental.
B. Jaringan lunak yang rusak tidak cukup menutupi tulang yang
patah, sebagian tulang yang patah terbuka disertai juga kerusakan
periosteum.
C. Apabila disertai cedera vaskuler

Yang menentukan derajat luka :


- Ukuran luka - Jenis fraktur
- Luasnya luka - Kontaminasi

Tujuan adanya klasifikasi / grading adalah untuk :


- menentukan penanganan
- menentukan prognosis

Gambaran Klinis Fraktur


1. Riwayat trauma
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri tekan pada
daerah fraktur (tenderness)
3. Perubahan bentuk (deformitas)
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan
persendian – persendian yang terdekat
5. Gerakan – gerakan yang abnormal (gangguan
dalam pergerakan)
6. Krepitasi

Stadium penyembuhan tulang


1. hematoma
2. proliferasi sel subperiosteal / endosteal
3. callus
4. konsolidasi
5.DIAGNOSA
remodeling
Anamnesa
100
1. umur dan jenis kelamin : menentukan jenis fraktur patologis
2. riwayat trauma
3. lokalisasi nyeri
4. gangguan fungsi
5. riwayat penyakit dahulu : kelenjar paratiroid

Pemeriksaan fisik
Look : - Fraktur tertutup : deformitas (udema, hematoma, dll)
- Fraktur terbuka :
 deformitas
 vulnus
 perdarahan
 fragmen tulang

Feel : - nyeri tekan setempat


- nyeri tekan sumbu
- krepitasi

Move : - Nyeri pada pergerakan pasif


- Nyeri pada pergerakan aktif

Pemeriksaan Radiologi
Untuk menentukan :
- Jenis fraktur
- Jumlah fraktur
- Kedudukan fraktur

Syarat Pemeriksaan Radiologi (Foto) pada Tulang


1. Two Views
 minimals 2 posisi yaitu AP dan Lateral
 pada fraktur tulang – tulang kecil dan vertebrata  perlu posisi obligue
2. Two Cocasions
 Foto dalam 2 kesempatan : saat ini kejadian dan + 10 hari kemudian karena
kadang seger setelah trauma, garis fraktur belum jelas, selanjutnya + 10 hari
kemudian dengan resorbsi tulang pada tempat fraktur, maka garis fraktur
menjadi jelas.
3. Two Joints
 meliputi 2 sendi (proximal dan distal)
4. Two Limbs
 Foto 2 bagian ( yang sehat dan sakit / kiri dan kanan )
terutama pada anak – anak karena garis epiphise sering keliru sebagai suatu
fraktur.
Tanda Fraktur sudah terbentuk Calus :
- Tidak nyeri

101
- Ketok tulang (bila Fr di Femur, ketok dipatela ), dengar hantaran bunyi dengan
menggunakan steteskop :
 Bila calus (+)  hantaran bunyi di kiri = kanan
 Bila calus (-)  hantaran bunyi di kiri ≠ kanan
Karena masih ada fraktur maka tidak bisa menghantar getaran bunyi dengan
baik

Kapan waktu yang tepat untuk foto pada fraktur tulang?


- Sesudah pasang spalk (Pre op)
- Sesudah Operasi
- 1 bulan kemudian  bila belum terbentuk calus  foto lagi
- 3 bulan kemudian  bila belum terbentuk calus  foto lagi
- 6 bulan kemudian  bila belum terbentuk calus  foto lagi
berarti calus (-)  non union

PENATALAKSANAAN :
Pengobatan patah tulang pada prinsipnya bertujuan untuk :
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan serta mempertahankan satu posisi yang baik
3. Memungkinkan kalau perlu merangsang union
4. Mencapai fungsi yang optimal

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan :


I. Reposisi Manual (dengan tangan)
Tertutup
Traksi mekanis (ditarik dengan alat)

Terbuka (ORIF = Open Reduction Internal Fixation)

II. Imobilisasi / Fiksasi


Cara – caranya :
1. Pembidaian eksternal (eksternal splint)
Contoh : Gips (Plaster of Paris)

Pemakaian gips ada 2 bentuk :


- Round and round bandages = pembalut / bebatan gips
- Longitudinal strips/ slabs = lempengan gips
102
Macam – macam gips :
 Untuk anggota gerak
U Slabs (lempengan U)
 untuk fraktur humerus
 gips dipasang dari bahu ke distal, melingkari siku, ke proximal
sampai di bawah ketiak.

Full length arm plester (Pembalut gips lengan penuh)  hanging cost
(pemasukan gips tergantung)
 untuk fraktur antebrachii
 gips dari bawah ketiak sampai dekat artikulasi
°
metacarpophalangeal, siku fleksi 90
 posisi tangan sesuai dengan lokasi fraktur :
1/3 Proximal : Posisi tangan supinasi
1/3 Tengah : Posisi netral
(Palmar manus menghadap badan)
1/3 Distal : Posisi pronasi

Long leg Plester (Pembalut gips kaki penuh)


 untuk fraktur cruris
 gips dari pangkal paha sampai pangkal jari –jari kaki
Lutut fleksi 5 – 10°
Cylinder Plester (Pembalut gips silinder)
 gips dari pangkal paha sampai + diatas maleolus

Gips below knee (Pembalut gips di bawah lutut)


 gips dari pangkal jari –jari kaki sampai tuberositas tibia

 Untuk badan
Pembalut gips minerva untuk vertebrata cervical dan thorax bagian atas:
Spica bahu
Jaket Spica
Hip Spica
2. Imobilisasi dengan traksi
A. Traksi Kulit ( Skin traction)
Buck’s Ekstension
 Paling sederhana
 Plester dilekatkan pada kedua sisi tungkai bahu dilakukan
penarikan
 Untuk fraktur femur, pada orang dewasa post loksasi coxae

103
Traksi Russel (Hamilton)
 Buck’s ekstension + tarikan vertikal melalui sling di belakang
lutut.
 Balanced traction : tarikan /tegangan berasal dari 2 tegangan yaitu
horisontal pada kaki dan vertikal pada lutut.
 Sangat baik untuk fraktur femur pada anak – anak ( > 2 thn )

Traksi Bryant (Gallow)


 untuk fraktur femur pada bayi (1 – 3 tahun)
 dilakukan traksi bilateral (pada kedua tungkai)
 traksi vertikal dengan berat badan anak sebagai counter traction,
hingga bokong anak sedikit terangkat dari tempat tidur.
 pada anak lebih besar tidak dikerjakan, sebab :
- Menyebabkan “ Volkman’s” contrakture” kaki akibat gangguan
sirkulasi)
- Dapat menyebabkan legg perthe’s disease

Traksi Dunlop
 untuk fraktur supracondyler atau trancondyler anak
(yang sukar dilakukan reposisi manual / karena ancaman gangguan
sirkulasi kalau siku difleksikam)
 traksi diganti dengan pemakaian gips atau collar and cuff sling
jika sudah mulai union.
104
 traksi pada ujung tangan (beban 5 kg) dan melalui sling diatas siku
pada tempat fraktur (beban 1 – 1,5 Kg)

B. Traksi Tulang (Scletal Traction)


 pakai Kirschner wire atau steinmann pin
Traksi tulang dengan Bohler Braun frame
 untuk fraktur femur, dengan pin /wire pada proksimal tibia
 untuk fraktur curis terbuka dengan pin/wire pada calcaneus

Balanced Suspension Traction


 Merupakan traksi yang baik, karena penderita dapat lebih leluasa
bergerak tanpa terjadi perubahan besar traksi
 Fleksi lutut dapat dilakukan walaupun dalam keadaan traksi

3. Fiksasi Interna
- Screw : untuk fraktur oblig, screw dipasang tegak lurus pada garis
Fraktur

- Plate and Screw : untuk tulang – tulang panjang

105
- Bone graft dan screw : plate berupa sepotong tulang lalu ditahan
dengan screw
- Intrameduliary nail :
 satu pen dipasang intrameduler
Co/ : - Pada fraktur femur dipasang kuntscher pin
- Fraktur collum femur dipakai Smith Peterson Pin

- Wire : dilakukan pengikatan dengan kawat


Co/ : -Tension band wiring pada fraktur olecranon atau patela
- Kirschner(k-wire)

!!!! Fiksasi interna tidak dianjurkan sebagai tindakan definitif pada patah tulang
terbuka

4. Fiksasi eksterna
2 atau 3 pin / screw dipasang pada tiap fragmen tulang (proximal dan distal )
dan sesudah fraktur direposisi lalu pin tersebut di fiksasi dengan suatu “
externa bars” hingga posisi jadi rigid.
Keterangan :
A & B. Screw dan akrilik gigi
C. Filsasi eksterna Hoffman (AO)
D. Fiksasi eksterna Malysia

A B

C D
Indikasi Penggunaan traksi tulang
106
1. Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 Kg
2. Traksi pada anak –anak yang lebih besar
3. Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif
4. Fraktur – fraktur tertentu pada daerah sendi
5. Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak
dapat dilakukan
6. Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat, misalnya
dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.

Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka


1. Fraktur terbuka selalu dianggap sebagai keadaan gawat darurat
2. Lakukan evaluasi awal dan diagnosa adanya kelainan lain yang dapat
menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik, ulangi setelah 24 – 72 jam
berikutnya kalau perlu.
5. Stabilisasi fraktur / fiksasi
6. Biarkan luka tetap terbuka antara 5 – 7 hari
7. Lakukan bone graft antogenous secepatnya
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Langkah – langkah Penanganan Fraktur Terbuka


1. ABCD
Meskipun pasien datang dengan fraktur, kita juga harus memikirkan suatu
keadaan pasien secara keseluruhan dan dipikirkan apakah ada multitrauma atau
keadaan lain yang dapat menyebabkan kematian.
2. Antibiotik
3. ATS Profilaksis
4. Analgetik
5. Debridemant
6. Reposisi
7. Fiksasi
8. Bone graft (bila perlu  tulang diambil dari os pelvis kemudian disambung ke
tempat yang memerlukan)
9. Biarkan luka terbuka
10. Rehabilitasi
Status distalis pada fraktur, ada 3 komponen yang harus diperiksa :
1. Pulsasi arteri bagian dorsal fraktur
2. Sensibilitas
3. Motorik

Averange blood loose untuk closed fracture


Radius dan Ulna : 150 – 250 ml
Humerus : 250 ml
Tibia dan Fibula : 500 ml
107
Femur : 1000 ml
Pelvis : 1500 – 3000 ml

Macam-macam deformitas tulang berdasarkan hubungan antar fragmen tulang

A. Berkesampingan : tulang terletak bersebelahan


B. Angulasi : bengkok
C. Rotasi : terputar
D. Distraksi : pemanjangan
E. Overriding : tulang saling tumpang tindih
F. Impaksi : tulang sebelah distal masuk ke tulang di proksimal

Macam-macam ukuran panjang tubuh :


True lenght : SIAS (krista iliaca ) – maleolus medialis
Appereant lenght : Umbilikus – maleolos medialis, atau
Porc. Xyphaideus – maleolus medidis
Anatomic lenght : Tuberositas tibia – m. Medialis (u / os tibia )
Trochanter mayor – condilus medial (u / os femur)

Proses penyembuhan fraktur


1. Fase hematom  perdarahan disekitar fraktur
2. Fase jaringan fibrosis  timbul kalus fibrosa
Osteogenik + osteoblas  penulangan calus tulang
3. Fase penyatuan / penyembuhan (clinical union)
4. Fase konsolidasi  terbentuk struk. Lamelar seperti tulang normal pada foto
roentgen, garis fractur tak terlihat lagi (radiographic union)
Beda Communitiva dan Segmental
- Communitiva : bila ditarik garis imajiner pada fraktur line maka garis –garis
tersebut akan saling berpotongan
- Segmental : garis imajiner tidak pernah bersinggungan

Interna : Plat dan screw, k-wive, intermedulary nail

Rigid Eksterna Skin traksi


108
Fiksasi
Traksi
Non Rigid Skletal traksi
Sirkuler
Gips Back slab
Slab
Fore slab
Sifat tulang pada anak :
- Spongiosa >>  Vaskularisasi >>
- Ada pertumbuhan tulang di epifisis
- Kompakta < Spongiosa

Macam-macam gambaran radiologik fraktur pada anak


A. Bengkok
B. Fraktur green stick
C. Fraktur buckle (lihat tanda panah)
D. Fraktur lengkap

Trauma yang bisa bikin syok


- Luka / robek di SCALP
S : Skin
C : Conective tissue
A : Appaneurotica galea
L : Loose conective tissue
P : Periosteum
- Trauma thorax
- Trauma abdomen
- Trauma Retropentoneal
- Trauma pelvis
- Trauma femur

Fr.Femur berbahaya  bisa terjadi perdarahan 1500 cc. sumber perdarahan berasal
dari dalam tulang atau dari A. Femoralis. Oleh karena itu bila ada Fr. Femur harus
pasang infus untuk hindari syok.

Komplikasi pada fraktur tulang


109
I. Komplikasi yang berhubungan dengan patah tulang itu sendiri
1. Infeksi
 Terjadi osteomyelitis akibat infeksi langsung
 Tandanya yaitu keluar nanah yang terus-menerus dari luka
 Infeksi harus cepat diatasi untuk mencegah keadaan itu menjadi kronik
dimana terjadi kematian tulang dan terbentuk sequestrum (tulang mati).
Kalau sudah kronik penanganan jadi sukar.
2. Delayed union dan non union
 Perlu dilakukan tindakan pembedahan dimana dilkukan bone grafting
serta fiksasi interna
3. Malunion
 Dapat berupa angulasi; vagus atau varus deformity (misalnya cubitus
valgus); pemendekan akibat ”over-riding”, angulasi hebat, hilangnya
sebagian tulang karena fraktur kominutiva, epifisiolisis.
 Tidak semua mal-union perlu koreksi, terutama pada anak-anak dimana
pemendekan atau angulasi dalam batas tertentu tidak perlu koreksi
( < 2 cm atau < 15°).
 Koreksi : - tertutup seperti ”wedging”
- terbuka (pembedahan) mis. Osteotomi.
4. Nekrosis avaskular
 = aseptic necrosis
 Salah satu fragmen tulang yang patah mati akibat gangguan sirkulasi
 Dapat mengakibatkan non-union, osteoarthritis sampai total disorganisasi
dari sendi
 Tulang yang sering mengalami nekrosis avaskular yaitu caput femur, ½
bagian proksimal os naviculare, corpus tali akibat fraktur pada leher talus
Tindakan yaitu eksisi fragmen tulang yang mati dan kalu perlu
rekonstruksi sendi dengan arthroplasty atau dilakukan arthrodesis.

II. Komplikasi pada jaringan lunak / organ-organ sekitar fraktur


1. Komplikasi vaskular
 Kerusakan dapat disebabkan oleh :
- trauma itu sendiri
- fragmen tulang
- iatrogenik (tindakan yang tidak tepat) mis. Tekanan oleh bebatan gips
 Kerusakan dapat berupa :
- putus atau robek baik partial atau total
- spasme
- kompresi
- trombosis
- compartment syndrome
 Dulu dikenal sebagai volman’s ischaemi yaitu terjadi peningkatan
tekanan dalam spatium fascial (osteofascial atau muscle
compartment) dari anggota gerak. Akibatnya perfusi kapilari

110
menurun hingga sirkulasi otot-otot dan saraf di dalam spatium atau
kompartment (intra kompartment) menurun.
 Paling sering terjadi pada :
- flexor kompartment dari lengan bawah
- anterior tibial kompartment dari cruris
 keadaan ini sangat gawat karena terjadi sirkulus visiosus, sbb:

KERUSAKAN ISCHAEMI SIRKULASI DARAH


ARTERI A BERKURANG

TRAUMA OEDEMA
LANGSUNG

FASCIOTOMI

PENINGKATAN
COMPARTMENT
PRESSURE
- Pain
- Pallor
- Puffiness
- Paralyse/
paraaesthesi
- Pulsless

2. Kerusakan pada viscera


 dapat disebabkan oleh fragmen penyebab trauma atau fragmen tulang
 terutama pada fraktur costa (kerusakan paru), fraktur pelvis (kerusakan
uretra, VU, colon/rektum).
3. Kerusakan saraf
 dapat berupa :
- Neuropraxia
Akibat trauma yang minimal dan terjadi suatu transient physiological
block, saraf intak. Dapat terjadi perbaikan spontan dalam beberapa
minggu.
- Axonotmesis
Trauma lebih hebat, diman terjadi kerusakan-kerusakan pada axon-axon
yanf menyebabkan degenerasi perifer. Kontuinitas saraf intak. Regenerasi
perlahan, perlu berbulan-bulan (1cm/minggu)
- Neurotmesis
Saraf putus total. Recovery hanya dapat terjadi jika dikerjakan end to end
anastomosis
4. Kerusakan pada tendon
111
 terutama pada patah tulang terbuka
 perlu disambung kembali
5. Komplikasi pada sendi
- kekakuan sendi
- post traumatik ossification (myositis ossificans traumatica)
- suddek’s atrophy (relex sympathetic dystrophy)
= traumatic painfull osteoporosis
- osteoarthritis (post traumatic degenerative joint disease)

112
FRAKTUR FEMUR
Klasifikasi :
1. Fraktur caput femoris
2. Fraktur collum femoris
a. sub – capital
b. trans – cervical
c. dasar collum
3. Fraktur inter –trochanter
4. Fraktur sub – trochanter
5. Fraktur inter – condyler
6. Fraktur supra – condyler

Penanganan Fraktur Femur :


1. IV Line RL
2. Imobilisasi  pasang spalk
3. Pasang kateter
4. Analgetik
5. Antibiotik
6. X foto femur AP/ Kit, Pelvis AP
7. Px hb, leuko, trombo
8. Pro debridement dengan GA

PENATALAKSANAAN :
Fraktur Tertutup : - reposisi
- imobilisasi

Fraktur Terbuka :- perbaiki KU


- tutup luka dengan kassa bersih
- debridement, kultur
- ATS – toxoid, antibiotik
- Reposisi
- Imobilisasi

Reposisi & Imobilisasi : - Konservatif


- Operatif

KONSERVATIF : Traksi Kontiniu


Indikasi :
 Anak / remaja, diharapkan masih ada pertumbuhan tulang
 Ada infeksi atau diperkirakan akan timbul infeksi
 Jenis fraktur yang tidak sesuai untuk fiksasi interna
 Toleransi penderita terhadap operasi tidak baik
 Penderita menolak operasi
113
Jenis Traksi :
1. Skin Traction
 Bryant’s traction / Gallow’s traction
 Russel traction
2. Skeletal Traction : Balanced traction

Bryant’s Traction / Gallow’s traction : untuk anak < 4 tahun


Russel Traction : untuk 4 – 15 tahn
Balanced traction : untuk usia remaja

Dipasang Steinmann’s pen atau Kirschner – wire pada proksimal tulang tibia.
Pemasangan traksi sampai terjadi penyembuhan klinis
Setelah itu : pada anak – anak dipasang gips hemispica atau gips celana.
Pada orang tua dewasa mobilisasi bertahap dengan bantuan tongkat topang–
ketiak, dimulai dari :
Non-weight bearing
Partial-weight bearing
sampai full-weight bearing, dan akhirnya bekerja aktif.
Tongkat dilepas jika callus betul betul kuat.

Pemeriksaan radiologis 2 hari sekali sampai di dapat reposisi yang sempurna


dengan cara mengatur traksi dan manipulasi. Setelah di dapat reposisi yang
pemeriksaan radiologis 1 minggu sekali.

Jika kedudukan sudah baik, traksi dikurangi beratnya sampai + 5 kg, tergantung
keadaan penderita. Setelah terjadi Clinical – union, traksi dilepas.

Latihan tungkai bawah kaki dan jari kaki harus segera dimulai. Latihan terhadap
M.Quadriceps dimulai setelah 1 – 2 minggu. Latihan terhadap m.flexores dimulai
pada minggu ke-4.
Periksa union secara klinis dan radiologis setelah kira – kira 12-14 minggu. Bila
union meragukan, teruskan traksi dengan beban yang dikurangi 4-8 minggu.

OPERATIF :
Indikasi (relatif ) :
Sukar reposisi tertutup
Usia lanjut
Fraktur tungkai bawah multiple
Frikasi
Fraktur patologis

Kontraindikasi :
Toleransi operasi tidak baik
114
Terjadi infeksi
Anak – anak dan remaja

Timing :
4 jam pada fraktur terbuka + kelainan neurovaskuler
secepat mungkin

Tehnik :
 pre – operatif dilakukan Skin – Traksi (Russell’s atau Buck’s) dengan tujuan
mengurangi spasme otot – otot femur.

Intra – medullary Nail  KUNTSCHER NAIL


 Ideal untuk fraktur 1/3 proksimal atau 1/3 tengah
 Dipasang kira – kira 5 cm dibawah trochanter minor, 7 cm proksimal insersi
adduktor
 Fiksasi 3 titik :
1. Tempat fraktur
2. proksimal
3. distal (as concelleous)

KOMPLIKASI
Shock neurogenik / hipovolemik
Infeksi
Crush syndrome
Emboli lemak
Trombosis vena
Emboli paru
Decubitus
Kekakuan otot dan sendi

Dislokasi colum femur


Posterior :Adduksi flexi endorotasi
Anterior :Abduksi eksorotasi
Dislokasi sentral : Ada fraktur asetabulum
 Colum femoris terus masuk ke dalam asetabulum

115
FRAKTUR PELVIS
Klasifikasi Trauma Pelvis Menurut Tile
Tipe A : Stabil
A1 : Fr. Pelvis ≠ mengenai cincin
A2 : Stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur

Tipe A termasuk Fr. Avulsi atau fraktur yang mengenai cincin punggul tanpa
atau sedikit sekali pergeseran cincin.

Tipe B : Unstabil secara rotasional, stabil suara vertikal


B1 : Open Book
B2 : Kompresi lateral : ipsilateral
B3 : Kompresi lateral : kontralateral (bucket : handle)

Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open book)
atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada
ramus isiopubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma pada bagian posterior
tetapi simfisis tidak terbuka (closed book).

Tipe C : Unstabil secara rotasi dan vertikal


C1 : Unilateral
C2 : Bilateral
C3 : Disertai fraktur asetabulum

Terdapat disrupsi ligamentum posterior pada satu atau kedua sisi disertai
pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga disertai
fraktur asetabulum.

Klasifikasi Fraktur Panggul menurut Quinby


1. Tanpa komplikasi, hanya berupa fraktur sederhana tanpa pergeseran. Tidak
ditemukan syok dan tidak diperlukan transfusi, tidak ditemukan komplikasi
abdominal atau urologis.

2. Fraktur dengan trauma pada organ lain disertai perdarahan dan syok.
Perlu transfusi, segera dan eksplorasi untuk mengatasi kerusakannya yang lain.

3. Fraktur dengan perdarahan yang masif dan segera.


Terdapat pergeseran sendi sakroliaca, denyut arteri pada satu tungkai
menghilang karena adanya robekan pada salah satu cabang arteri iliaca interna.
Penderita masuk dalam keadaan syok dan diperlukan transfusi masif sampai 8
liter.

116
Cara Baca Foto Roentgen Pelvis
1. Cocokkan identitas penderita pada film
2. Baca tanggal pembuatan foto
3. Tentukan posisi foto yang telah dilakukan
4. Periksa foto secara sistematik
a. Lebar simfisis pubis, pemisahan > 1 cm  cedera pelvis posterior
b. Integritas ramus superior dan inferior pubis bilateral
c. Integritas asetabulum, kaput dan kolum femur
d. Simetri ileum dan lebarnya sendi sakroiliaka
e. Simetri foramen sakrum dengan evaluasi liena arkuata
f. Fraktur proc. transversus L.V

Hal – hal yang perlu diketahui / garis – garis bantu dalam foto pelvis :
- Shanton line  garis antara pelvis dan ke femur
- Ileoishial  ramus posterior
- Ileopectineal/ Ilieo ischiadica  ramus anterior

3 sendi yang perlu dilihat


- Sacro iliaca
- Simfisis pubis
- Sendi panggul  antara pelvis dan femur

117
FRAKTUR ANGGOTA GERAK ATAS

Fraktur distal radius : 1. Fr. Colles


2. Fr. Smith
3. Fr. Barton

FRAKTUR COLLES
Fraktur pada pergelangan tangan  >> ♀
Fraktur colles terdiri atas :
Fraktur terletak di os.radius 1 inci di atas pergelangan tangan
Terdapat angulasi dorsal fragmen distal
Terdapat pergeseran ke dorsal dari fragmen distal
Terdapat fraktur procesus stiloid ulna
Radius dan ulna dihubungkan oleh TFCC
(Triangular Fibro Cartilago Complex)
= kompleks rawan fibroid triangularis
Mekanisme : Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar

FRAKTUR SMITH
Biasa disebut juga fraktur colles terbalik  >> ♂
Ditemukan deformitas dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar
dimana garis fraktur tidak melalui persendian.
Penanganan : Fiksasi dengan plate butters
Deformitas berbentuk GARPU . Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi
dan pergeseran ke dorsal, deviasi radial, supinasi dan impaksi ke arah
proksimal.

FRAKTUR BARTON
Fraktur pada radius distal dengan fragmen distal melalui sendi dan terjadi
pergeseran fraktur serta seluruh komponen sendi ke arah volar.

118
FRAKTUR MONTEGGIA : Fraktur 1/3 prox ulna + dislokasi radius prox
FRAKTUR GALEAZZI : Fraktur 1/3 distal radius + dislokasi sendi radioulnar
distal

Fraktur Suprakondiler humeri


1. Tipe posterior (tipe ekstensi)  99%
Fragmen distal bergeser ke arah post
2. Tipe anterior (tipe fleksi)
Fragmen distal bergeser ke arah ant

PULLED ELBOW
Fraktur sendi siku (os radius) karena adanya fraksi longitudinal yang mendadak
sewaktu sendi siku dalam posisi ekstensi dan lengah bawah dalam keadaan pronasi.

Mekanisme luksasi kaput radius

119
AMPUTASI

Kriteria untuk amputasi primer pada lengan atas menurut W. Schickewei :


1. Fraktur terbuka derajat III (Gustilo)
2. Lama iskemik > 6 jam
3. Disertai kerusakan saraf lengan (ruptur n. Brachialis )
4. Shock yang lama
5. Penderita usia tua
6. Menderita penyakit sebelumnya (DM, nephropaty)
7. Multiple trauma & polytrauma

Indikasi amputasi primer untuk / Tungkai Bawah menurut Lange :


A. Indikasi absolut
1. Bila saraf tibialis posterior putus
2. Trauma remuk dan iskemi panas > 6 jam
B. Indikasi Relatif
1. Terdapat poli trauma
2. Terdapat trauma yang berat pada kaki ipsilateral
3. Terdapat kekurangan jaringan untuk menutup defek kulit atau tulang tibia
yang patah

Kriteria amputasi menurut Fozo


Kriteria amputasi score
1. Kerusakan kulit luas yang memerlukan skin graft jaringan 2
atau myocutaneus flap
2. Patah tulang sangat comminutive atua kehilangan segmen 2
tulang.
3. Kerusakan otot – otot yang perlu dilakukan eksisi 2
4. Kersakan perdarahan yang mengenai a. Femoralisa. Poplita 2
atau a. fibialis
5. Kerusakan saraf termasuk sciaticus atau n. Fibialipost 2
6. Kontaminasi 2

Bila skor mencapai angka 8 ukuran kerusakan otot – otot, kulit, tulang serta
kontaminiasi yang cukup berat, prognostik untuk menyelamatkan tungkai bawah
hasilnya buruk.

Level amputasi yang harus dihindari :


- Disarticulatio coxae
- Disarticulati genu
- Disarticulati falocrussa

120
Level amputasi yang masih dapat diterima :
- Amputasi metatarsal
- Pirogott
- Chopart’s
- Lisfrane’s
- Syme’s

121
DAERAH SENSIBILITAS

Daerah Sensibilitas Nervus Medianus

Daerah Sensibilitas Nervus Ulnaris

Daerah Sensibilitas Nervus Radialis

122
UROLOGI UMUM

 Organ urinaria terdiri dari ginjal dan salurannya (ureter, buli – buli, uretra)

Ginjal
Ureter

Bulu-buli

Ureter

i. Fungsi Ureter : mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli –


buli.

ii. Jika o/k suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran, terjadi kontraksi
otot polos yang berasal yang bertujuan untuk mendorong mengeluarkan
sumbatan dari saluran kemih.

Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai
dengan irama peristaltik ureter

iii. Tempat – tempat penyempitan ureter


Batu / benda – benda lain yang berasal dari ginjal sering tersangkut ditempat
tersebut, yaitu :

123
1. Uretropelvic junction (perbatasan antara pelvis renalis dan ureter )
2. Tempat ureter menyilang A. Iliaca comunis di rongga pelvis
3. Waktu menjelang M. Psoas
4. Pada saat ureter masuk buli – buli

Ureter masuk buli – buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli –
buli (m. Detresor / intra mural )  keadaan ini mencegah terjadinya aliran balik
urine dari buli – buli ke ureter / refluks resiko – ureter pada saat buli – buli
berkontraksi.

BULI – BULI
Anatomi :
- Fondus
- Trigonum
- Bladder neck (leher buli )  ada muara uretra interna

Terdiri dari 3 permukaan :


- Superior  berbatas dengan rongga peritoneum
- Inferiolateral
- Posterior  lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli –
buli

Produksi Urin : 1500 cc / 24 jam


Fungsi : menampung urine dari ureter dan mengeluarkan melalui uretra (miksi ).

Kapasitas max buli – buli :


 Volume orang dewasa : + 300 – 450 ml
 Anak – anak (menurut formula dr KOFF) (Umur (thn)) + 2) x 30 ml

i. Saat kosong buli – buli terletak dibelakang simfisis pubis


ii. Saat penuh buli – buli di atas simfisis pubis  sehingga dapat dipalpasi dan
perkusi

 Buli – buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen 
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2 – 4

Hal ini menyebabkan kontraksi m. Detrusor, terbukanya leher buli – buli dan
relaksasi sfingter uretra  terjadilah MIKSI

NYERI DI UROLOGI
1. Nyeri Lokal ( nyeri tekan dan nyeri ketok CVA)

2. Reffered Pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit)
124
Co/ : Nyeri akibat kolik ureter dapat dirasakan sampai ke daerah inguinal, testis,
bahkan sampai ke tungkai bawah.
- Inflamasi akut pada organ padat  lebih nyeri
Misalnya : pielonefritis, prostatitis, epididimis akut
- Inflamasi pada organ berongga, hanya terasa kurang nyaman.
Misalnya : buli –buli uretra

T10

S2,3,4

S2,3

Nyeri Ginjal
Nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal
Regangan dapat terjadi karena pielonefritis akut yang menyebabkan edema,
saluran kemih yang menyebabkan hidronefrosis yang oleh tumor ginjal.

Nyeri Kolik
 Nyeri terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya
terhambat oleh batu, bekuan darah atau benda asing
 Nyeri sangat sakit, hilang timbul sesuai gerakan peristaltik ureter, awalnya
dirasakan di daerah CVA kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke
regio inguinal hingga ke daerah kemaluan
 Tidak jarang nyeri kolik diikuti dengan keluhan pada organ pencernaan
seperti mual dan muntah

Nyeri Vesika
 Dirasakan di daerah supra simfisis
 Nyeri terjadi akibat over distensi buli – buli yang mengalami retensi urine
atau ada inflamasi pada buli – buli (sistitis interstisialis, TBC, sistomiasis).
 Nyeri muncul ketika buli – buli penuh dan berkurang saat selesai miksi
 Sering pasien sistitis merasa nyeri hebat, seperti ditusuk – tusuk pada akhir
miksi kadang disertai hematuria (disebut stranguria)

Nyeri prostat
 O/k inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi
kapsul prostat
 Nyeri pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri
rektum
 Keluhan miksi (frekuensi, disuria, retensi urine )

125
Nyeri testis / epididimis
Nyeri penis
Keluhan miksi

GEJALA OBSTRUKSI
Pada keadaan normal, saat sfingter uretra externa berelaksasi beberapa detik
kemudian urine mulai keluar.
Akibat adanya obstruksi intravesika, menyebabkan hesitensi atau awal
keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan untuk
memulai miksi
Setelah urine keluar, pancarannya menjadi lemah, tidak jauh, kecil, urine jatuh
di dekat kaki pasien.

Pancaran normal

Pancaran menetes

Pancaran deras, kecil, bercabang

Di pertengahan miksi, miksi berhenti dan kemudian memancar lagi, keadaan ini
terjadi berulang–ulang di sebut intermitensi.
Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli – buli
dengan masih keluar tetesan – tetesan urine (terminal dribbling)
Jika pada suatu saat buli – buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya,
menyebabkan retensi urine yang terasa nyeri pada daerah supra pubik dan
diikuti dengan keinginan miksi yang sangat sakit (urgensi).
Lama kelamaan buli – buli isinya makin penuh, sehingga keluar urine yang
menetes tanpa disadari yang dikenal inkontinensia paradoksal.
Obstruksi uretra o/k striktura uretra anterior, biasanya ditandai pancaran kecil,
deras, bercabang- cabang, kadang berputar – putar.

Jenis Urine keluar pada saat Terdapat pada :


- Paradoksal Buli – buli penuh Obstruksi Infravesika (BPH)
- Stress Tekanan Abdomen Kelemahan otot panggul
meningkat
- Urge Ada keinginan untuk Sistitis, buli – buli, Neurogen
kencing
- Continous atau Urine selalu keluar Ureterovagina, ureter ektopik,
true kerusakan sfingter externa

(N) BAK 5-6x, Vol + 300 ml setiap miksi


Urgensi : rasa sangat ingin kencing dan sakit (kebelet)
Polakisuria : frekuensi miksi > n
126
Noktural : polakisuria pada malam hari
Disuria : perasaan tidak enak waktu miksi, seperti terasa panas, tidak nyaman
Misalnya oleh karena obstruksi pada ureter distal
Makin ke distal / gejala dysuria makin hebat, bahkan bisa terjadi retensi urin.
Retensi urine bisa oleh karena :
- Batu diureter distal
- Batu intramural (ureter dalam VV. Panjang 2 – 5 mm)

Stranguria : Nyeri saat miksi


Hematuria : - Mikroskopik hematuria  ada darah
- Makroskopik hematuria  kencing darah
Gross hematuria : secara makroskopik terdapat darah di kencing
Incontinent = Inkontinensia
Dibagi atas : - True incontinent  gangguan pada LMN, tidak ada perasaan ingin
kencing.
- False incontinent

Di neurologi dibagi atas :


 Stress incontinent : bila ada peningkatan tekanan intra abdomen, seperti
tertawa, batuk secara tiba - tiba
 Urge’s incontinent : tidak bisa menahan kencing
 False incontinent : Over load incontinent, karena obstruksi meatus terbuka 
urine keluar.

Asepsis : merupakan keadaan bebas hama / bakteri


Antisepsis : tindakan untuk membebas-hamakan suatu bahan, alat atau ruangan
terhadap bakteri / kuman patogen untuk mencegah sepsis.

SIRS : Sistemic Inflamatory Respons Syndrome


 terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria di bawah ini :
1. suhu tubuh > 38°C atau < 36°C
2. denyut nadi > 90
3. frkuensi nafas > 20 atau PaCO2 < 32
4. leukosit darah > 12000 atau < 4000/dL atau >10% bentuk leukosit muda

Sepsis : suatu keadaan masuknya bakteri ke dalam aliran darah


 SIRS dengan tanda – tanda infeksi
Sepsis berat : Sepsis disertai dengan hipotensi (sistok < 90 mmHg) atau terdapat
disfungsi organ, atau hipoperfusi (yaitu : terdapatnya salah satu
keadaan ini hiposemi, peningkatan asam akibat atau oligouri)

Syok septik : Sepsis disertai dengan hipotensi atau hipoperfusi

127
BEnign hIPERTROFI PROSTAT
(BPH)

Definisi : hiperplasi kelenjar Periuretal (sel – sel glanduler dan intersisal ) dari
prostat.

ANATOMI :
Terletak di leher Vesika Urinaria
Letak : Inf. Buli – buli, depan rectum, bungkus uretra post. Bentuk seperti
buah kemiri 4 x 3 x 2,5 cm
Ant : Lig. Puboprostatica
Inf : Diafragma urogenitalis
Berat normal 5,5 – 7,5 gram
Terdiri atas :
1. Lobus lateralis kanan dan kiri
2. Lobus medialis
3. lobus posterior  tempat keganasan
i. Mengeluarkan prostaglandin dan enzym Fosfatase asam
ii. Prostat tdd :
 Komponen kelenjar
 Stroma
 Otot psoas
Topografi :
 Proksimal (basis prostat) = leher buli – buli
 Distal (apex prostat)
- Diafragma urogenital / sfingter eksterna
- Uretra anterior
Pembagian anatomi
 Lowsley : 5 Lobus
 Lobus medius : 1 buah
 Lobus anterior : 1 buah
 Lobus posterior : 1 buah
 Lobus lateral : 2 buah
 Mc Neal : 5 Zona
 Zona perifer
 Sentral
 Transisional
 Sfingter pre prectatika
 Segmen ant

Daerah pembesaran BPH : Medius / lateral, zona transisional


Ca prostat : lobus posterior, zona perifer

128
ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti, diduga adanya ketidakseimbangan antara hormon
androgen dan estrogen, pada usia lanjut estrogen relatif lebih banyak daripada
androgen.

Teori terjadinya BPH


1. Teori dihidrotestoteron
2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen testosteron
3. Interaksi stroma – epitel
4. Berkurangnya kematian sel prostat
5. Teori stem sel
Testosteron

5-α reduktase

DHT

DHT + AR (androgen reseptor) Sintesis protein growth factor

Sel Tumbuh

PATOFISIOLOGI :
Prostatismus  komplex gangguan akibat penekanan / sumbatan pada uretra.
1. Faktor Statis : prostat / sumbatan pada uretra (BPH)
2. Faktor dinamis : stroma / jaringan ikat, pembuluh darah, saraf, otot polos,
normal  Stroma : epitel = 2 : 1
BPH  stroma : epitel = 4 : 1
Keluhan BPH dipengaruhi :
- Obstruksi mekanis
- Obstruksi dinamis
- Obstruksi detrosor

CARA MENENTUKAN PEMBESARAN PROSTAT


1. pemeriksaan bimanual
2. rectal grading
3. clinical grading
4. intra – uretral grading
5. intra – vesial grading
6. ultrasonography
129
Pemeriksaan Bimanual :
Dengan melakukan RT dan penekanan pada supra pubik, jika teraba pembesaran
prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 50 gram.

Rectal Grading :
Dengan Rectal Touche (RT) :
Stage 0 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram
Stage 1 : prostat teraba 1 - 2 cm, berat 20 - 25 gram
Stage 2 : prostat teraba 2 - 3 cm, berat 25 - 60 gram
Stage 3 : prostat teraba 3 - 4 cm, berat 60 - 100 gram
Stage 4 : prostat teraba > 4 cm, berat > 100 gram

Clinical Grading :
Pada pagi hari atau setelah anyak, pasien disuruh BAK sampai habis. Dengan
kateter diukur sisa urin dalam buli – buli.
Normal : sisa urin tidak ada
Grade 1 : sisa urin 0 – 50 cc
Grade 2 : sisa urin 50 – 150 cc
Grade 3 : sisa urin > 150 cc
Grade 4 : retentio urin total

Intra uretral grading :


Dilakukan pemeriksaan dengan panendoskopi untuk melihat seberapa jauh
penonjolan prostat ke dalam lumen uretra.

Intra – visual grading :


dengan menggunakan pemeriksaan Cystogram

DIAGNOSA
ANAMNESA
LUTS (Lower Urinary tract symptoms)
Prostatismus  - Obstruktif / gangguan berkemih (Voiding symptoms)
- Iritatif / penyimpanan (storage)

Gejala obstruktif Gejala Iritatif


- Hesitancy  menunggu pada awal BAK - Urgensi
- Weak stream  pancaran lemah - Frekuensi nokturia
- Intermitency  pancaran BAK terputus-putus - Disuria
- Voiding  mengejah saat BAK/ straching
- Incontinency  ngompol
- Post voiding / terminal dribbling ≠ tuntas

PEMERIKSAAN FISIK
130
- St. Umum : -tanda vital
- penyakit lain

- St. Urologis : - Pinggang ... massa , nyeri ?


- Buli – buli .... penuh, kosong ?
- Colok dubur :
 Konsistensi prostat
 Besar prostat
 Menentukan s. Saraf VUS (BCR)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rest urin (clinical Grading )
 Foto polos perut : Trobekulasi (penebalan otot detrusor)
Sakulasi (kantong otot)
 IVP : divertikel (mukosa menembus ke luar)
indentasi
 Endoskopi
 PSA (Prostat spesific Agent)
 Uroflowmetri

DIFERENSIAL DIAGNOSA
1. Carcinoma Prostat :
60 Tahun
prostatimus + gross hematurie
Nyeri lumbosakral menjalar ke tungkai
RT : benjolan keras, melekat
Peningkatan Fosfatase asam

2. Prostatitis :
Nyeri perineal
Demam
Disuri, polakisuri
Retentio urin akut
RT : jika terjadi abses  fluktuasi (+)

3. Neurogenik Bladder :
lesi S2 – S4
rest urin (+)
inkontinensia urin

4. Striktur Uretra :
retentio urin
pancaran urin bercabang
PENATALAKSANAAN :
Observasi (Watchfull Waiting )
131
Konservatif :  untuk mengetasi retensio urin
 Kateteral intermitten
Buli – buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepaskan. Beberapa
pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan.
 Kateteral indweling
Sangat berguna terutama bila penderita dulunya jangan pernah mengalami
retensi urin akut. Tiap hari pasien terpasang kateter dan membawa urin bag
di setiap waktu.
Operatif
 Open :
- Suprapubik transvesikal (Freyer)
- Retropubik infravesikal (Milin)
- Trans perineal (Reinshock)
 Close
- TURP (Trans uretral resection of the prostat)
- TUIP (Trans uretral incision of the prostat)

!!! Bila pada pasien BPH, tidak bisa masuk kateter  lakukan cystostomi (untuk
mengatasi retensio urin (Keadaan gawat darurat).

Indikasi Operasi
Retensi urin
ISK berulang
Sisa kencing pasca miksi > 100 ml
BPH dengan penyulit
Tx medikamentosa gagal
Flowmetri pada obstruktif
Panedoskopi  trabekulasi jelas
perdarahan
Kontra indikasi operasi : toleransi tidak baik
Transurethal Resection
Dilakukan jika perkiraan berat prostat < 50 gram

132
Lama operasi < 1 jam
Irigasi dengan air

Kenapa pada TURP lama operasi harus < 1 jam ?


jika > 1 jam bisa timbul intoksikasi air  hemodilusi  Hiponatremi  udema
otak  gangguan kesadaran
disebut sindroma TURP :
mual, gelisah, kesadaran menurun
muntah, TD meningkat, bradikardi
hipanatremi
udem otak

KOMPLIKASI
1. Perdarahan post – operatif, bisa menyumbat vesika
2. urin bocor lewat luka operasi
3. infeksi dan striktur karena pemasangan kateter yang lama
4. retrograd ejakulasi ke dalam buli – buli ( 30 – 40 %)
5. inkontinesia karena unstable – baldder

PENYULIT BPH
Menururnya kualitas hidup
ISK
Terbentuk batu – buli
Sakulasi – divertikel – hidrorefrois
Hernia
Hemoroid
Hematuria
Gangguan fungsi ginjal
Inkontinensia paradoksa

cairan Isoosmotik : glisin


Perbedaan RT pada BPH dan Ca Prostat
Normal BPH Ca Prostat
- Pul atas teraba - Pul atas tidak teraba - Pul atas tidak teraba
- Sulcus mediana - Sulcus mediana - Sulcus mediana
teraba mendatar mendatar
- Besar ki = ka - Simetris - Tidak Simetris
(simetris )
- Konsistensi kenyal - Konsistensi kenyal dan - Konsistensi keras
elastis
- Permukaan Rata - Permukaan Rata - Bernodul - nodul
- Tidak berdarah - Tidak berdarah - Mudah berdarah
BPH tidak teraba pada px RT, apabila :
Prostat membesar transvesika
Middle hipertrofi
133
Penyakit – penyakit pada urologi :
1. Kelainan kongenital
2. Trauma / cedera
3. Infeksi Mengakibatkan gangguan aliran urine  stasis
4. Keganasan / tumor
5. Batu
Stasis

Infeksi Batu

Akibat hal itu terjadi


- peningkatan tekanan intravesikal
- peningkatan tekanan intraureteral
- peningkatan tekanan intrarenal

Akibat peningkatan tersebut akan merusak bagian fungsional ginjal

Gangguan Fungsi Ginjal


(Peningkatan ureum, gangguan hemostasis, gangguan asam basa, dsb)

134
SKOR MADSEN – IVERSEN
1 Bagaimana pancaran air kencing Bapak ? Stream
- Besar dan lancar 0
- Tidak tentu 1
- Kecil dan lemah 3
- Menetes 4
2 Apakah harus mengejar saat kencing Voiding
- Tidak 0
- Ya, mengejan 2
3 Jika ingin kencing dan sudah di WC, apakah air Hesistancy
kencing Bapak langsung mudah keluar, atau harus
menunggu dulu baru dapat keluar ?
- Sesudah di WC langsung kencing dapat keluar 0
- Harus ditunggu dulu baru air kencing dapat keluar 3
4 Apakah air kencing yang keluar sekaligus atau Intermitency
terputus – putus?
- Sekaligus 0
- Terputus – putus 3
5 Apakah merasa puas / tuntas sesudah kencng ? Bladder Empty
- Lampias 0
- Kadang kurang lampias 1
- selalu tidak lampias 2
- Pernah sekali dipasang kateter / selang, baru kencing 3
biasa
- Sudah lebih dari sekali dipasang kateter / selang 4
6 Pernahkan kencing tidak terasa atau seperti ngompol ? Incontinency
- Tidak pernah sama sekali 0
- Ya, pernah seperti ngompol 2
- Sesudah kencing dan pakai celana, air kencing 2
keluar lagi seperti ngompol
7 Saat sudah merasa ingin kencing, untuk pergi ke WC : Urgency
- Apakah tidak terburu – buru karena yakin 0
kencing dapat ditahan
- Harus terburu – buru, rasanya kencing sukar 2
ditahan lagi, kadang air kencing terburu keluar
sebelum sampai di WC
- Selalu air kencing ke buru keluar sampai siap 3
di WC
8 Berapa kali Bapak terbangun malam hari untuk Nokturia
kencing di WC ?
- Tak pernah, atau kadang – kadang sekali 0
semalam

135
- Sampai dua kali semalam 1
- Tiga – empat kali semalam 2
- Lebih dari empat kali semalam 3
9 Pada siang hari, berapa sering Bapak buang air kecil ? Diuria
- Lebih dari 3 jam sekali atau sekitar 3 - 4 kali 0
kencing selama siang hari
- Antara 2 – 3 jam sekali (5 – 6 kali kencing 1
siang hari)
- Tiap 1 – 2 jam sekali (7 – 8 kali kencing siang 2
hari )
- Tiap sebentar kencing, tidak sampai 1 Jam 3
harus kencing lagi

Ringan : < 10
Sedang : 10 - 20
Berat : > 20

136
UROSEPSIS

Definisi : Septikemia yang berasal dari fokus infeksi di tractus urinarius

Obstruksi Tract Urianarius

Bawah Atas
- BPH - Batu ginjal
- Strictura uretra - Batu ureter
- Batu uretra - Tumor ginjal
- Ca Uretra - Ca Buli – buli
- Ca Prostat

Contoh lesi Tractus urinarius :


Trauma tumpul ginjal
Trauma ureter
Trauma buli – buli
Instrumentasi tractus urinarius (bougie, sistoskopi)

Pemeriksaan Penunjang
 Untuk mengetahui adanya obstruksi lesi
- USG
- Renogram
- IVP  Px ureum dan kreatinin dulu. Kalo ureum & kreatinin tinggi tidak
boleh  lakukan RPG (Retropyeologafi)

IVP untuk mengetahui :


Macam kelainan primer urologi
Lokalisasi dan derajat obstruksi
Fungsi dari ginjal

USG untuk mengetahui :


 Kelainan anatomi ginjal
batu
tumor
hidronefrosis
kista
 Kelainan anatomi buli – buli
batu
tumor
bekuan darah
divertikel buli - buli

137
BPH / Ca Prostat

Renogram ujntuk mengetahui :


- Fungsi masing – masing ginjal
- Adanya obstruksi traktus Urianarius bagian atas

Sindroma Urosepsis
1. Ada obstruksi / lesi traktur urinarius
2. Febris (≥ 38,5 ) + menggigil
3. Nadi > 100 x / m
4. RR > 30 x / m
5. Leukositosis ( > 10.000), Stab > 5
6. LED meningkat
7. Lekosituria
8. Bakteriuria

Terapi Urosepsis :
1. Antibiotika
2. Resositasi cairan dan elektrolit
3. Diversi urine sementara
4. Tindakan definitif terhadap kelainan urologi primer

Pilihan antibiotika :
1. Sesuai kultur urine
2. ampisilin + Bentamisin
3. Sefalosporin Generai III

Sepsis tanpa febris terjadi pada :


- Orang tua
- KU Jelek
- Dengan Kortikosteroid

Definisi Sepsis
SIRS  terdapat paling sedikit 2 dari kriteria ini :
1. Suhu tubuh > 380 C atau < 360 C
2. Denyut nadi > 90
3. Frekuensi nafas > 20 atau PaCO2 < 32
4. Lekosit darah > 12000 atau < 4000 atau > 10% bentuk lekosit muda
Sepsis  SIRS dengan tanda – tanda inf
Sepsis  sepsis disertai hipotensi (sistol < 90) berat atau terdapat disfungsi organ,
Berat atau hipoperfus (yaitu terdapatnya salah satu dari keadaan ini :
hipoksemin peningkatan as. Laktat, atau oliguri )
Syok  sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi
Septik

138
BATU SALURAN KEMIH

Batu Saluran Kemih Meliputi :


1. Batu ginjal
2. Batu ureter
3. Batu buli – buli
4. Batu prostat (jarang)

ETIOLOGI :
Penyebab pasti belum diketahui , diduga disebabkan oleh :
Infeksi
Defisiensi Vit. A
Hipersaturasi bahan – bahan yang relatif tak larut dalam urin, mis. Oxalat,
kalsium, asam urat, karena kurang minum, diet yang salah
Faktor lingkungan

Teori Pembentukan Batu :


a. Teori Inti (Nukleus ) : Kristal dan benda asing merupakan tempat
pengendapan kristal pada urin yang sudah
mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks : Matriks organik yang berasal dari serum atau
protein-protein urin memberikan kemungkinan
pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi : Beberapa substansi dalam urin menghambat
terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah
atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi.

JENIS BATU
1. Inorganic stones : Kalsium – Oxalat, Triple Phosphate, kalsium – Phospahte
2. Organic stones : As. Urat, Cystins, Xantine

139
3. Batu struvit / batu MAP (Magnesium Amonium Phosphat) : disebut juga
sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih.

Jenis batu yang sering ditemui di RSCM :


Kalsium – Oxalat
As. Urat
Triple Phospate
Kalsium – Phospate

Secara Radiologi :
 Radiopaque  inorganic stones
 Radioluscent  organic stones

DIAGNOSA
ANAMNESA
Batu Buli – Buli
Pada anak – anak di temui rasa sakit pada saat BAK sehingga anak menangis
dan menarik – narik penisnya, kadang – kadang dapat terjadi prolapsus ani,
biasanya anak akan mengambil posisi tertentu yang memungkinkan urin keluar.
Pada orang dewasa, TRIAS :
1. Hematuria
2. Disuri
3. Gangguan pancaran
Nyeri dapat hilang pada perubahan posisi
Jika batu sudah masuk ke dalam uretra maka akan terjadi retentio urin

Batu Ureter :
Colic pain, menyebar dari pinggang ke arah testis. Nyeri tidak hilang pada
perubahan posisi.
Sering disertai perut kembung, nausea dan vomitus
Hematuria

Batu ginjal :
 Tidak mempunyai keluhan yang khas
 Keluhan dapat timbul akibat :
1. Infeksi (pielonefritis)
2. Batu masuk ke ureter (kolik)
3. Peregangan Pelvio – kalises menyebabkan pegal - pegal
 Kolik ginjal
Disamping itu perlu ditanyakan :
- Usia penderita
- Tingkat sosial
- Riwayat keluar batu
- Diet
140
Perbedaan batu buli – buli, Hipertrofi prostat dan Striktur Uretra

Batu Buli – buli Hipertrofi Prostat Striktura Uretra


Miksi mula – mula Pancaran lemah, kemudian Pancaran kuat,
normal menetes bercabang (seperti air
selang yagn dipencet)
Luas penampung normal Luas Penampang normal Luas penampang kecil
Miksi lalu berhenti, jika Pada akhir miksi tidak puas
posisi diubah bisa miksi
lagi
PH Urin normal + 5,8
- Jika pH jadi basa (> 6,6)  garam-garam anorganik akan mengendap
- Jika urin jadi asam ( < 5,5)  garam organik yang mengendap

PEMERIKSAAN FISIK : status urologis


 Regio CVA :
- Nyeri
- Ballotement / massa
 Regio Supra-simisfer :
- Benjolan buli – buli (pada retentio urin)
- Nyeri tekan
- Rabaan batu (dengan bimanual)
 Genetalia externa : mungkin dapat meraba batu jika batu terletak pada uretra
pars anterior
 RT : untuk mendeteksi adanya Hipertrofi prostat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :
Perlu pemeriksaan kalsium, As. Urat dan fosfat dalam darah atau urin 24 jam untuk
menyelidiki faktor penyebab timbulnya batu yang penting untuk pencegahan.

Radiologi
1. Foto Polos Perut :
141
- Kontur ginjal
- Batu radiopaque
- Ureter
- Lokasi batu
- Besar batu

2. Intra Vena Pielografi :


- fungsi ekskresi ginjal
- struktur sistem Pelviokalises
- ureter
- dinding buli – buli
- batu radioluscent (filling defect)

3. Retrograd Pielografi : jika tidak dapat dilakukan IVP

Ketok dengan Bougie :


(+)  Pasti batu
(-)  belum tentu bukan batu

DIFFERENSIAL DIAGNOSA
 Batu Ginjal
1. Pielonefritis akut
2. Adenocarcinoma akut
3. Tumor sel transisional sistem pelviokalises
4. TBC ginjal
5. Nekrosis papiler
6. infark ginjal

 Batu Ureter
1. Tumor primer ureter
2. Sumbatan bekuan darah dari ginjal
3. Nelonefritis akut
 Batu buli – buli
1. Hipertrofi prostat
142
2. striktur uretra
3. tumor vesica bertangkai pada anak – anak :
- Phimosis / paraphimosis
- Striktur uretra kongenital
- Katup uretra posterior kongenital

PENATALAKSANAAN
Tujuan :
1. Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
2. Mengetahui etiologi untuk mencegah residif

Terapi :
1. Medikamantosa  Forse diuresis
 ukuran batu < 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan
 Tx untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan diuretikum
dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

2. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi )


 Memecahkan batu tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa bius
 Batu dipecah jadi fragmen kecil sehingga mudah di keluarkan melalui
salurah kemih.

3. Endourologi

 Tindakan infasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang tdd
memecahkan batu kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui
alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.
 Alat dimasukkan melalui uretra atau insisi pada kulit (perkutan )
 Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidrouni, energi gel. Suara atau energi laser
 Macam – macam tindakan endourolgi :
1. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)

143
Untuk keluaran batu dari ginjal dengan cara masukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui incisis pada kulit  batu dipecah jadi fragmen
kecil  kemudian dikeluarkan.
2. Lifotripsi
 pakai alat batu (litotripsi)
 pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator ellik

3. Ureteroskopi / uretero – renoskopi


 Maukkan alat ureteroskopi per uretram
 Dapat pecahkan batu dengan pakai energi tertentu
4. Ekstraksi Dormia :
 mengeluarkan batu ureter dengan menjaring melalui keranjang
Dormia

4. Bedah terbuka
- Pielolitotomi Mengambil batu pada saluran ginjal
- Nefrolitotomi
- Ureterolitotomi
- Nefrektomi

Batu Buli – buli


 Batu kecil < 1 cm  konservatif
 Batu kecil 1 - 2 cm  Lithotripsi
 Batu kecil > 3 cm  Sectio Alta
Batu ureter :
 Ekstraksi dengan basket / loop untuk batu < 1 cm, letak distal
 Pull – through pada batu letak distal
 Uretrolitotomi

144
Grading bendungan :
Grade 1 : bendungan (+), cupping terlihat baik
Grade 2 : bendungan (+), cupping sudah mulai datar
Grade 3 : bendungan (+), cupping sudah menjadi bola

Untuk batu ureter yang kecil, bentuk memanjang dan diameter < 1 cm sedangkan
bendungan yang ditimbulkan grade 1 atau 2, selalu menunggu, yaitu dengan terapi
konservatif (minum banyak, diuretika , antispasmodik ) dan diobservasi 3 – 6
bulan.

Setelah itu dinilai lagi secara radiologik. Bila batu tetap di tempat semula dan
bendungan bertambah hebat berarti batu sudah melekat pada dinding (incrusted),
harus dilakukan Uretrolitotomi.

Batu Ginjal :
 Nefrolitotomi, atas indikasi :
- Obstruksi
- Gangguan fungsi ginjal
- Nyeri yang mengganggu
 Nefrektomi, jika ginjal sudah tidak berfungsi lagi
 Hemi-nefrektomi, jika kerusakan pada salah satu pool ginjal

Indikasi nefrektomi :
- Ginjal sudah tidak berfungsi
- Berisi nanah (pionefrosis )
- Korteks sudah sangat tipis
- Mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi menahun

Beda lokai Batu


- Ginjal : Kolik / nyeri di pinggang. Pada ♂ nyerinya terasa sampai scrotum
NT CVA (+), NK CVA (+)
Pegal pada CVA, balldement jika sudah hidronefrosis
- Buli – buli : Miksi tiba – tiba terhenti
Disuri, hematuri, gangguan pancaran, dengan perubahan posisi 
lancar lagi
Pada anak – anak, suka menarik-narik penisnya.
- Uretra : retensi urin
Full blast dan NT supra pubik
Kolik, batu kecil > gejala

Indikasi Operasi :
- Tanda – tanda Inf
- Batu > 5 cm

145
KI : Fx ginjal (-)

Gejala tergantung letak :


- Besar batu
- Lokasi

Batu :
- Asimptomatik
- Simptomatik

TEKNIK SECTIO ALTA :


 Pasien terlentang dalam analgesia epidural
 Asepsis & antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
 Dibuat insisi 2 cm di atas simfisis pubis pada linea mediana sepanjang 6 cm
 Peritoneum dicapai secara tajam
 Peritoneum disisihkan ke arah kranial, sehingga tampak buli – buli
 Dibuat jahitan kendali pada dindinh buli-buli
 Insisi diantara kedua jahitan kendali
 Batu dikeluarkan dengan Steen-tang
 Dinding buli-buli dijahit dengan cara over-hecting
 Dilakukan pengisian buli-buli melalui kateter, tidak bocor
 Luka dicuci
 Dibuat drainage cavum Retzii
 Luka operasi ditutup

146
TRAUMA URETRA

Uretra pada ♂ :
1. Uretra pars prostatika uretra pers posterior
2. Uretra pars membranosa
3. Uretra pars bulosa
4. Uretra pars pendulosa / uretra pars anterior
cavernosa
5. Uretra pars naviculare
 beberapa mm dari OUE

Trauma pada uretra :


Kontusio
Robekan : - Sebagian (partial )
- Keseluruhan (ruptur)

Tanda dan gejala cedera uretra :


1. Ada darah dan MUE  (bukan urine ) disebut blood dischange
2. retensio urine

Untuk membedakan cedera di daerah mana : posterior /anterior  lihat


mekanisme trauma, bila cedera disertai patah tulang panggul  90 – 95 % disertai
robekan uretra dan membranosa.
 Reptur uretra ant
 disebabkan oleh stradle injuri (misalnya kecelakaan motor, dsb) pada
penderita : hematom daerah selangkangan bentuk kupu – kupu  disebut
butterfly hematoma

147
 Reptur uretra post
Pd RT : didapatkan prostat yang mengambang (floating prostat)

Tanda – tanda ruptur uretra :


1. Darah
2. Hematoma
3. Fleating prostat

Trias ruptur uretra posterior Trias Ruptur Uretra Anterior


1. Retensio urine 1. Stradleinjury
2. Bloody dischange dr MUE 2. Butterfly hematoma
3. Floating of the prostate 3. Darah dari uretra dan retensi
urin  cardinal sign

Pemeriksaan :
 Bipolar uretrosistografi

PENANGANAN :
Diversi urine  dialihkan dengan cara sistotomi (buat saluran kencing buatan di
VU)
KI : Susp. Trauma uretra, jangan pasang kateter karena bisa sebabkan trauma
tambah parah  bisa timbul fistel uretracutaneus

Double G  kateter ureter


Cara cabut : dengan Sistoskopi

148
Ca PENIS
Tumor ganas pada penis tdd:
1. Karsinoma sel basal
2. Melanoma
3. Tumor mesenkim
4. Karsinoma sel squamous
 Yang paling banyak
 Berasal dari :
- Kult Prepusium
- Glands
- Batang penis

Etiologi
Ada hubungan dengan hygiene penis yang tidak bersih  iritasi smegma 
akibatkan inflamasi kronik  rangsang keganasan penis
Sirkumsisi memperkecil angka kejadian
Riwayat fimosis (+)
Tumor (lesi pre maligna )
Virus  HPV 16

Patologi :
Ca Penis stadium awal : tumor papiler, lesi eksofitik, lesi datar atau lesi ulseratif
 kemudian membesar dan merusak jaringan sekitar  mengadakan invasi
limfogen ke kelenjar limfe Inguinal  menyebar ke kelenjar limfe daerah
pelvis hingga subklavia.
Fascia buck berfungsi sebagai barier dalam penyebaran sel – sel kanker penis,
sehingga jika fasia ini telah terinfiltrasi oleh tumor, sel – sel kanker jadi lebih
mudah invasi melalui hematogen.

Stadium Ca Penis (Jackson, 1966) :


Stadium I : Tumor terbatas pada glans penis atau prepusium
Stadium II : Tumor sudah mengenai batang penis
Stadium III: Tumor terbatas pada batang penis tetap sudah didapatkan metastasis
pada kelenjar limfe inguinal
Stadium IV: Tumor sudah melampaui batang penis dan kelenjar limfe inguinal
sudah tak dapat dioperasi (inoperable ) atau telah terjadi metastasi
jauh.

Gambaran Klinis :
Lesi primer berupa tumor yang kotor, berbau, sering mengalami infeksi,
ulserasi, perdarahan
Pembesaran kelenjar limfe inguinal yang nyeri karena limfe
149
Pembesaran kelenjar limfe inguinal
Benjolan tidak nyeri
Sulit BAK
Sekret bau

DIAGNOSA BANDING :
- Veruka (tumor kulit )
- Kondiloma akuminata

DIAGNOSA :
PA  biopsi pada lesi primer
X – ray  menentukan penyebaran tumor ke organ lain

TERAPI :
1. Menghilangkan lesi primer
- Sirkumsisi
 bila tumor terbatas di prepusium penis
- Penektomi parsial
 mengangkat tumor serta jaringan sehat sepanjang + 2 cm dari batas prox
tumor
 untuk tumor yang terbatas pada glands penis atau pada batang penis
sebelah distal
- Penektomi total dan uretrostomi perineal
 untuk tumor yang terletak sebelah prox batang penis atau jika pada
penektomi parsial ternyata sisa penis tidak cukup untuk dipakai miksi
dengan berdiri dan melakukan penetrasi ke dalam vagina. Setelah itu
dibuatkan uretrostomi perineal atau perineostomi sehingga pasien miksi
dengan duduk.
- Terapi laser dengan Nd : YAG
 eksisi tumor dengan sinar laser
- Tx topikal dengan kemoterapi
 untuk karsinoma in situ atau eritoplasia Queyart
 pakai krim 5 FU 5 %
- Radiasi

2. Tx Kelenjar Limfe Regional (Inguinal )


- Beri AB dulu selama 4 – 6 mgg (setelah operasi pada lesi primer ), karena
pembesaran KGB inguinal mungkin karena reaksi inflamasi akibat infeksi
pada lesi primer, apalagi tumor stadium dini.
Kalau Pembesaran KGB menghilang  tidak perlu diseksi KGB inguinal 
observasi lagi.
Kalau KGB tetap besar  diseksi kel. Limfe inguinal bilateral.
Bila KGB terlalu besar  sitostatika / radiasi paliatif  down staging.

150
OBSTRUKSI usus
ETIOLOGI
1. Tersumbat lumen usus
 tumor polypoid, intusuception, meconeum, feses
2. Kelainan / kerusakan dinding usus (intrinsik)
 atresia, sterosis, duplikasi, striktura
3. Ekstrinsik daripada usus oleh karena :
 adhesi : operasi, radang, kinking, angulasi, hernia externa, massa
ekstrinsik (neoplasma, abses), volvulus

Obstruksi saluran cerna


- Obstruksi mekanis :
1. Simple obstruksi
2. Strangulasi obstruksi
3. Closed loop obstruksi (obstruksi bagian distal dan proximal)
- Paralitik

Pembagian patologik obstruksi


1. Simplex
- mekanis
- adhesive / band
- gangguan persarafan
2. Strangulasi
- adhesive / pita
- hernia, volvulus, invaginasi
- obstruksi vaskular (trombus, emboli)

Beda Obstruksi simplex Obstruksi Strangulasi


1. Distensi abdomen 1. Iritasi peritoneal
2. Darm steifung 2. Nyeri tekan abdomen
3. Darm countur (gambaran 3. Defence muscular
anak tangga) 4. Rebound fenomena
4. Hiperperistaltik 5. Bunyi usus jarang hilang
5. Kembung 6. Kegagalan sirkulasi lebih jelas
6. Rektum kosong

Distensi Abdominal (Usus)


 tekanan diafragma meningkat  gangguan respirasi, ventilasi paru menurun 
sesak
 gangguan drainage limfe  edema usus

151
Kapasitas absorpsi meningkat  cairan lebih banyak tertimbun. gangguan
kontraksi otot – otot usus
Memperbesar permeabilitas mucusa (bacterial risk, absorpsi toxin)
 Stasis  pertumbuhan bakteri meningkatkan konsentrasi bakteri dalam lumen
usus insidens peritonitis, abses, inf, luka meningkat.

Sindrom Obstruksi Usus


 nyeri, muntah, obstruksi, distensi abdomen, flatus (-), BAB (-)

Pemeriksaan Fisik :
1. takikardi
2. hipotensi
3. demam
4. turgor kulit meningkat dehidrasi
5. kelembaban mukosa / mukosa kering
6. Abdomen :
- distensi
- darm countur : gambaran bentuk usus di permukaan dinding abdomen
- darm steifung : gambaran peristaltic waves di dinding abdomen
- defence musculorum
- nyeri tekan abdomen Mungkin strangulasi
- nyeri lokal
- nyeri rebound
- Auskultasi :
- high pitched (nada tinggi)
- metalic sound ( tinkling)
- musical character Bising Usus
- borborygmi
7. Perut membucit

Gejala sistemik obstruksi usus :


- hipovolemi
- syok
- oligouria
- gangguan elektrolit
- toxemia

152
VOLVULUS
Volvulus : Obstruksi usus yang disebabkan oleh melilitnya / terpelintirnya usus
atau membentuk simpul.

Volvulus sering terjadi di :


- Sigmoid  pada orang tua, ♂ > ♀
- Usus halus (terutama ileum)  dewasa muda
- Seakum  pada orang tua

Etiologi
Volvulus sekum  terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak terletak
retroperitoneal tetapi tergantung pada perpanjangan
mesenterium usus halus, jadi ada faktor mensenterium yang
panjang dan sekum yang mobil karena tidak terfiksasi.
Sumbu rotasi volvulus terletak sekitar a.ileokolika rotasi bisa
mencapai 720 derajat

Volvulus sigmoid  mesenterium yang panjang (A) dengan basis yang sempit (B)

Diagnosis Volvulus
- Nyeri kolik
- Antara kolik terdapat nyeri perut menetap
- Perut besar sekali karena distensi
- Kadang mual muntah
- Gambaran foto rontgen :
- ban mobil karena belokan raksasa
- dengan bubur barium, rektal terlihat tanda paruh burung

Sikap
- Sigmoidektomi dengan anastomosis termino – terminal
- Bila keadaan umum buruk  prosedur hartman

Reseksi sigmoid dan


kolokutanostomi 
kolostomi pada kolon

153
proksimal dan kolon bagian distal ditutup. Kolon
disambung setelah KU baik.

DIVERTIKEL MECKEL

Definisi : Suatu keadaan dimana duktus omphalomesentericus (duct. Vitelinus)


sebelah intestinal / intra abdominal tetap terbuka

True divertikel  anti mesenterik semua lapisan usus

Divertkulum meckel sering disebut dengan Diseases of 2


1. terdapat 2 % dari pddk
2. ♂ : ♀ = 2 : 1
3. 2 feet dari valvula bauhini / ileocaecal valve (60 cm)
4. Panjangnya 2 inchi ( 4 – 5 cm)
5. Di dalamnya terdapat 2 jaringan ektopik  gaster dan pankreas
6. 2 Komplikasi : perforasi dan perdarahan
7. DD dgn 2 penyakit :
- Perforasi gaster
- Apendisitis akut
8. Dapat terjadi pada setiap umur, sering pada 2 tahun I

Terjadi : berhubungan dengan perkembangan mid gut dan yolk saluran


berhubungan dengan st.tuba dalam umbilical cord (duct.
Ompalomesentericus) yang umumnya hilang dalam minggu VII.

Jika tidak hilang 


1. Fistula umbilicalis (umbilicus dan usus )

Dalam perkembangan selanjutnya dari umbilikus sering


keluar cairan yang berbau feses.

2. Sinus umbilicalis / kista umbilicalis

154
Daerah bawah umbilikus berbentuk kantong

3. Divertikel meckel

4. Fibrous band

Hanya berupa jaringan ikat

Gejala divertikulitis akut = app. Akut


- Nyeri periumbilical - demam
- Rasa mual - lekositosis
- Muntah +
- Perdarahan : Feses campur darah tanpa nyeri perasaan tidak enak
 bandingkan dengan invaginasi

Pemeriksaan Radiologi pada obstruksi Usus


- Pada foto posisi tegak  Air fluid level (udara diatas dan cairan dibawah)
- Pada foto supine  gambaran penyebaran udaa di usus tidak sampai ke distal
- Ada gambaran hearing bone (gambaran seperti tulang ikan), hal ini menandakan
adanya distensi usus

Bila obstruksi letak tinggi / proximal : lebih menonjol di muntah


Bila obstruksi letak rendah / distal : lebih menonjol kembung (distensi)

Gambaran Klinis Invaginasi / Intususeption


2. Muntah hilang timbul
Dengan interval makin lama makin dekat (151 – 101 – 51).
Diluar serangan anak  n / sehat. Selama serangan : penderita pucat, lemah,
dapat syok.
3. Serangan kolik/ nyeri perut
4. Red Current Jelly Stools (BAB darah + lendir tanpa feses)
Pd stadium awal : BAB masih biasa karena bagian distal invaginasi masih ada
feses. 12 – 24 jam kemudian red current jelly stools.
155
5. Sausage shaped structure (teraba massa tumor berbentuk sosis)
Teraba waktu perut dalam kembung, tidak ada bila invaginasi pada subhepatis.
6. Dance sign (regio iliaca dextra teraba kosong )
 Karena caecum turut terlibat dalam invaginasi
7. RT :
- Sfingter cekat  karena kontraksi pada obstruksi (tanda ileus obstruksi : ada
tonus yang hebat)
- Ampula recti colaps
- Pseudo portio (bila puncak / apex invaginasi sudah sampai rectum)
- Sarung tangan : darah + lendir
8. Radiologi : BNO  multiple buble appereance
Ba enema (Untuk dx dan tx)  cupping dan coil spring appereance

156
TUMOR MAMMAE

Definisi : Benjolan pada payudara

Klasifikasi :
 Non neoplastik :
1. Inflamasi : - mastitis akut (piogenik)
- mastitis sel plasma
- nekrosis lemak
2. Hiperplasia : - hipertrofi
- ginekomastia
3. Displasia : mastitis chronica cystica

 Neoplastik
1. Jinak : -parenkim  adenoma, papiloma
-stroma  lipoma, fibroma
-campuran  fibroadenoma (FAM), cystosarcoma phylloides

2. Ganas : - prognosa baik  Paget Ca, Kamedo Ca


- prognosa dubia  schirrous, Ca dengan mucinasi
- prognosa buruk  mastitis carcinomatous

STAGING BERDASARKAN UICC


Stad I T1a. T1b N0, N1a M0
Stad II T0, T1a. T1b N1b M0
T2a, T2b N0, N1a M0
T2a, T2b N1b M0
Stad IIIa T3a, T3b N0, N1 M0
T1a, T2a,b T3a,b N2 M0
Stad IIIb T1a.b T2a,b T3a,b N3 M0
T4a,b,c Setiap N M0
Stad IV Setiap T Setiap N M1

T1 : < 2 cm a. tanpa perlekatan fascia / otot


T2 : 2 – 5 cm b. dengan perlekatan fascia / otot
T3 : > 5 cm
T4 : ekstensi ke dinding dada / kulit
a. dinding dada
b. udema kulit / infiltrasi / ulserasi
c. keduanya
N1: KGB axilla mobil
a. dianggap bukan metastasis
b. dianggap metastasis
157
N2: KGB axilla fixed
N3: KGB supraclavicula /edema lengan

DIAGNOSA
Kelompok High-Risk (Stark & Way) :
1. wanita dengan thermogram meragunakan dengan / tanpa mammogram
meragukan
2. wanita dengan benjolan payudara yang fibrokistik / dengan nipple dischange
3. wanita dengan riwayat tumor jinak sebelumnya
4. wanita dengan riwayat tumor keluarga (+)
5. wanita tanpa anak / anak sedikit / hamil pertama > 35 tahun
6. wanita dengan menarche cepat / monopouse lambat
7. wanita dengan riwayat Ca endometrium

Nipple Discharge  getah yang keluar sendiri dan berwarna lain


serous kuning sekali : papiloma intra duktus, Ca
berdarah : penumbuhan proliferasi di ductus, kebanyakan bening tapi dapat juga
maligna
air/kuning : carcinoma
bernanah/membiru : radang

Gejala utama Ca Mammae:


1. Tumor jelas menyebabkan mamma bersangkutan berbeda bentuknya
(deformitas) dibandingkan dengan mamma lain, lebih besar atau mengisut lebih
kecil
2. ulkus berdasarkan tumor (ulkus carcinomatous)
3. kulit merah dan mengeras (cancer encurasse)
4. kulit merah licin dengan bagian yang melunak (mastitis karsinomatosa)
5. adanya tonjolan anak tumor (satelit)
6. edema yang meluas dikulit (peau d’ orange)
7. kelenjar limfe axilla & supraklavikula yang membesar dengan jelas.

ANAMNESA :
1. Usia  - 15-25 tahun : fibroadenama mamma
- 25-35 tahun : mammary displasia
- >35 tahun : keganasan
2. Riwayat keluarga
3. menarche / siklus haid / monopause / kehamilan
4. pemakaian obat hormonal
5. kapan mulai timbul
6. gejala lokal/umum : - sakit
- nyeri tekan
- nipple discharge
- perubahan berat badan
7. riwayat penyakit dahulu  Ca endometrium
158
8. rasa nyeri  umumnya tumor jinak dan tumor ganas pada permulaan sekali
tidak memberikan keluhan subyektif. Nyeri baru timbul pada tumor mamma
lanjut. Tetepi dapat juga dari mula sudah memberi gejala pegal, dingin, panas
(rasa nyeri adalah gejala yang tidak teratur pada ca mamma dini)

PEMERIKSAAN FISIK :
Pasien dalam posisi duduk:
1. Lengan ke bawah di samping tubuh, relax. Bandingkan mamma kiri dan kanan
mengenai :
simetri mamma kiri dan mamma kanan
besarnya mamma
tinggi dan besar kontur mamma, terutama lipatan bawah
adanya perubahan bentuk oleh tumor (membesar/mengisut)

2. Lengan digerakkan perlahan-lahan ke aas bersama-sama  perhatikan :


Apakah ada tumor yang ikut bergerak dibawah kulit
Tumor kecil dalam fase ini telah mungkin terlihat

3. Lengan tegak ke atas di samping mamma  perhatikan:


Simetri mamma kiri dan kanan
Besar mamma
Tinggi dan besar kontur mamma, terutama kontur bawah
Tinggi dan besar papila dan areola mamma
Adanya perubahan bentuk oleh tumor

Pasien dalam posisi berbaring :


 Sedapatnya dengan ganjalan di bawah bahu, diatur supaya jaringan mammae itu
tersebar rata sehingga kulit mamma tidak terlipat dan tepi diskus atau atau
hemisfer jaringan mama itu sama tipis / tebal, jangan jatuh ke kaudal / ke
lateral.

Posisi berbaring :
1. pemeriksa berdiri di samping penderita  sebelah mamma yang diperiksa
2. inspeksi
 perubahan kulit : dimpling, retraksi (akibat serabut fasia yang melekatkan
kulit dan tumor mengalami pemendekan)  terlihat jelas dengan tangan di
belakang kepada / crista iliaka dan hiperekstensi (untuk menegangkan fasia),
gambaran vena perdarahan, edema
 perubahan mamma / areola : ekskoriasi, dischange (darah, sekret, nanah),
pointing nipple (arah putting susu biasanya berbelok ke arah tumor )
 peau d’orange  akibat obstruksi limfatis
 adanya tumor
3. Palpasi dilakukan dengan kulit volar phalarnx II phalarnx akhir dan jari II, III,
IV bersama – sama.

159
 Untuk pemeriksaan separuh lateral mama  lengan os diletakkan, ke atas
ke samping kepala
 Untuk memeriksa separuh medial mamma lengan os diletakkan relax di
samping badan os.
 Palpasi dilakukan pada seluruh daerah mamma, sistimatik dari clavicula
sampai iga ke –6, dari tepi sternum ke tepi latisimus dorsi, garis axiilia
depan.

Cawak kulit Cawak kulit + retraksi puting Kulit jeruk + inverse puting

Bila ditemukan tumor tentukan :


1. Letaknya, pada kwardan mammae
2. ukuran
3. konsistensi
4. batas
5. mobilitas
Dalam keadaan berbaring – palpasi KGB
1. Axilla  KGB dibagi dalam beberapa kelompok :
 Paramammae dan paraglandula di tepi mammae dan m.pectoralis mayor
 Interpectoralis & subpectoralis di bawah m.pectoralis dan sebelah dinding
toraks
 Subscapula di sudut bawah scapula dan sebelah scapula
160
 Sekitar v. Axilla sebelah humerus
 Di puncak axilla  infrasubcapuler

2. Supraklavikula : kel. Leher yang pertama membesar di sudut clavicula


sternocleidomastoideus.
a. pada pertemuan v. Jugularis dan subclavia
b. pada pertemuan jugularis & transversus coli
3. mamma kontralateral
4. Axilla kontralateral

CTT : untuk menentukan tumor mamma sudah lengket pada iga /m. Interkostalis :
os diminta :
Melakukan kontraksi pectoralis dengan cara tekan tangan dua – dua, satu
sama lain di atas kepala / tekankan tangan di atas krista iliaka – bila tumor
bergerak berarti LENGKET.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Hb, leuka, diff, LED, trombosit
LFT : alkali fosfatase, serum Ca, P. SGPT
Ureum kreatinin
Sitologi vagina (pada wanita post menopause)

2. Mammograf, indikasi
a. Adanya benjolan pada payudara
 Baik dengan / tanpa rasa nyeri
 Dirasakan oleh os, tetapi dokter belum dapat meraba
b. Adanya rasa tidak enak pada payudara, misalnya nyeri, sangat peka dan
kelainan puting susu.
c. os dengan riwayat resiko tinggi menderita keganasan payudara
d. pembesaran KGB axilla yang meragukan
e. penyakit paget dari putting susu
f. adanya penyebaran metastasis tanpa diketahui asal tumor primer
g. pada os dengan cancer - fobia

3. Radiologi
 Foto thorax
 Foto polos perut – hepar
 Bone survey – lumbal, pelvis dan femur
4. Termografi : berdasarkan hipervaskularisasi dan termogenesis yang berlainan
Termotomografi : berdasarkan pemantulan gelombang oleh lapisan abnormal.
5. Histopatologik : - parafin
- potong beku

Biopsi yang dilakukan berupa :


161
1. biopsi insisional
2. biopsi eksisional
3. pungsi
4. sitodiagnostik

PENATALAKSANAAN
STADIUM 1 :Mastektomi radikal
 Bila KGB axilla tidak mengandung metastasis  radiasi post-op (-)
 Bila KGB axilla metastsais (+)  rad post-op KGB regional
 Bila dilakukan mastektomi simpleks diikuti radiasi tumor bed + KGB regional
(rad lokal + regional)

STADIUM 2 : T0N1b dan TINb  mastektomi radikal + KGB regional ATAU


 mastektomi simpleks + radiasi tumor bed &
KGB Regional
STADIUM 3A : T3N0-1a - mastektomi simpleks + rad tumor bed & KGB
regional
STADIUM LANJUT
1. Stad. Lanjut loko regional tanpa metastasis jauh :
T3N1-2MO : SM + rad tumor bed & KGB regional
T3N2-3MO / T4NO – 3MO : super voltage pd tumor + KGB regional
2. Stad. Lanjut dengan metastasis jauh :  perhatikan status menstruasi os.
a. premenopause : rad lokal doe tumor
bila estrogen binding reseptor (ER) (+)  + kastrasi + sitostatika bila
ER (-)  + sitostatika
b. menopause 1– 5 tahun : ER (+)  rad lokal tumor + kastrasi +
sitostatika
ER (-)  kombinasi sitostatika
c. menopause > 5 tahun : rad lokal tumor + sitostatika + terapi estrogen

TEHNIK OPERASI
 MASTEKTOMI SIMPLEX : mengangkat seluruh jaringan payudara tanpa
mengangkat KGB regional tetapi dilakukan pengangkatan fasia pektoralis
 MASTEKTOMI RADIKAL : mengangkat seluruh jaringan payudara dengan
seluruh kulit dan putting susu + seluruh m. Pectoralis mayor dan minor diseksi
KGB aksila jaringan lemak di sekitar KGB.

KRITERIA OPERABILITAS (Haagensen):


Ca mammae pada wanita dari segala umur yang keadaan umumnya baik untuk
menjalankan operasi, harus diobati dengan Mastektomi radikal, kecuali bila
ditemukan hal – hal sebagai berikut :
1. edema luas di kulit payudara (peau d’orange)
162
2. benjol satelit di kulit payudara
3. Ca inflamatoris
4. benjol tumor parasternal
5. benjol tumor supraklavikula
6. edema lengan
7. metastasis jauh ke paru, hati, tulang, usus dan alat kelamin
8. dua atau lebih gejala – gejala berikut :
a. ulserasi kulit
b. edema terbatas di kulit (< 1/3 kulit payudara)
c. fiksasi keras tumor ke dinding dada
d. kelenjar limfe aksila  diameter > 2,5 cm
e. kelenjar limfe yang lengket di kulit / struktur lain aksila

PROGNOSA
Tergantung :
1. Ukuran tumor
2. jumlah, tempat, ukuran KGB yang terkena
3. skin involvement
4. fiksasi tumor primer / KGB (+)
5. histologs : Ductal : baik  meduler
papiler cystadenoma
Comedo
Paget
Lambat  schirrous Ca
Degenerasi epiderm
Buruk  Ca mastoides
Acinus : baik  lobuler
6. Derajat anaplasia
7. usia status menstruasi
8. kelambatan terapi
9. kehamilan
10.ER content

Marsupialisasi : Penyaliran ekstern


Eksisi : Suatu tindakan pengangkatan massa tumor, dan jaringan sehat
disekitarnya
Ekstirpasi : Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya

163
CA COLON & REKTUM

Etiologi : - Polip colon yang berdegenerasi ca


- Radang kronik colon (kolitis ulserosa, kolitis amuba kronik)
- Factor Genetik
- Kekurangan serat dan sayur, kelebihan lemak hewani  Fc Resiko

Letak : >> ( 70 – 75 %) pada colon sigmoid dan rektum


 sesuai lokasi polip kolitis ulserosa dan kolitis amuba kronik

Tipe Ca : 1. Tipe polipoid / vegetatif


 tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol
 terutama di sekum dan colon asenden
2. Tipe scirus (keras) / infiltratif
 mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan
gejala obstruksi
 berturut di colon desenden, sigmoid, rektum
3. Tipe Ulseratif
 terjadi karena nekrosis di bagian sentral
 terdapat di rektum

Gambaran Klinik
 Colon Kanan :  tidak khas
- Anemia dan kelemahan
- Dispepsia
- Darah di feses
- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah
- Penurunan berat badan
- Feses masih cair/ diare  jarang terjadi stenosis, obstruksi
- Blood occult
 Colon Kiri :  Perubahan pola defekasi
- Konstipasi / defekasi dengan tenesmi
- Makin ke distal  feses makin menipis (seperti kotoran
kambing)
- Darah di Feses
- Cabang bersifat skerotik  Feses Padat  sering timbulkan
stenosis / obstruksi
 Rektum : - Tenesmus
- Perdarahan rektum
- Darah di Feses
- Perubahan pola defekasi
- Pasca defekasi perasaan f puas atau rasa penuh
- Perdarahan akut jarang terjadi

164
- Nyeri daerah panggul tanda penyakit lanjut
- Bila ada obstruksi  penderita flatus rasa lega di perut

Lokasi nyeri : Colon kiri lebih nyata daripada colon kanan. Lokasi nyeri
dirasakan berbeda karena asal embrogenik berlainan nyeri usus
tengah dan usus belakang.

1. Nyeri viseral colon kanan  usus tengah


 dirasa di ulu hati / episgatrium dan darah atas pusat
2. Nyeri viseral colon kiri  usus belakang
dirasa diperut bagian bawah / bermula di bawah perut
3. Penyusupan Ca rektum ke daerah panggul dan / anus
menyebabkan nyeri dipanggul dalam, dasar panggul
atau daerah anus.

1. Nyeri viseral dari kolon kanan yaitu usus tengah,


dirasa di ulu hati dan daerah cranial pusat.
2. Nyeri visceral dari kolon kiri, yaitu usus
2
belakang, dirasa di perut bagian bawah.
1
3. Penyusupan karsinoma rectum ke daerah
panggul dan/ atau anus menyebabkan nyeri di
panggul dalm, dasar panggul, atau daerah anus.
3

TERAPI
Tujuan utama : memperlancar saluran cerna
Paliatif Kuratif
- Kemoterapi - Pembedahan menurut Quenu - Miles
- Radiasi - Reseksi anterior rendah (pada rektum)
- Bedah - Reseksi cara hartman

Tindakan bedah yang didahului dan disusuli radioterapi disebut terapi


SANDWICH

Reseksi tumor secara paliatif bertujuan


 mencegah / mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas
hidup penderita lebih baik.

Jika tumor tidak dapat diangkat  dilakukan bedah pintas / anus preternaturalis
(kolostomi).
Macam – macam kolostoma
- Stoma laras ganda (double barrel)
- Stoma kait (Icop kolostoma)  kolostomi partial
165
- Stoma ujung (end kolostoma)

Indikasi Kolostomi
- Dekompresi usus pada obstruksi
- Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi
- Sebagian anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal

Kolostomi = kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat


untuk sementara atau menetap.
Sementara  pada anastomosis cara Hartmant
 pada penderita gawat perut dengan peritononitis yang telah
dilakukan reseksi sebagian kolon.
 kolostomi 2 stoma : stoma laras ganda
Tetap  pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quine
miles.

Pembedahan abdominoperineal menurut Quenu – Miles:


Rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan termasuk kelenjar limfe para
rektum dan retroperitoneal, kemudian melalui insisi perineal anus di eksisi dan
dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.

Kerugian Reseksi anterior rendah (pada rektum): tidak bersih, sering kambuh

Ca. Rekti : Lakukan Punch biopsi


Jangan lakukan insisi biopsi  mengakibatkan perdarahan (diambil dengan
jaringan sehat sedikit )

USG : Lihat metastase ke liver, buli dan KGB


Cloose Loop Syndrome
 s/ obstruksi dari colon yang disebabkan oleh tumor dimana valvula baighininya
masih bagus.
166
Klasifikasi Ca Colon dan Rektum Menurut Dukes
- Dukes A : terbatas di dinding usus
- Dukes B : menembus laporan muskolaris mukosa
- Dukes C : metastasis kelenjar limf
C1  beberapa kelenjar limf dekat tumor primer
C2  dalam kelenjar limf jauh
- Dukes D : metastasis jauh

Pembedahan Ca Colon dan Rektum


- Pembedahan menurut Quene miles 
 potong 5 cm kemudian dilakukan end kolostomi (kalau tumor sampai anus)

- Low anterior resection  merupakan kolostomi sementara


 tumor dipotong, kemudian dilakukan anastomosis kolorektal atau
koloanal (distal 5 cm, prox 2 cm)
 sebelumnya dilakukan kolostomi laras ganda (end to end kolostomi)

- Pembedahan cara Hartman


 tumor sigmoid dipotong, kemudian proximal tumor dilakukan
kolostomi (end kolostomi) bagian distal (pungtung) ditutup /dijahit
setelah keadaan baik, keutuhan saluran cerna dapat dipulihkan
kembali.
 dilakukan pada tumor yang sebabkan obstruksi

167
STRUMA
Definisi : Pembesaran kelenjar tiroid

ANATOMI
 Kelenjar tiroid berada di regio coli anterior dengan batas – batas m.
Strenocleidomastrideus, m.digastrikus, dan manubrium sterni. Kelenjar tiroid
diluar regio ini disebut Tiroid ektopik atau Struma Abberant.
 Berat normal 20- 30 gram
 Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan oleh 1 lobus piramidalis
yang berada di garis media
 Kartilagi tiroidea melekat pada Trachea, sehingga pada saat menelan, kelenjar
tiroid ikut bergerak

KLASIFIKASI
1. Struma Non – ToksiK
2. Struma Toksik :
- Difusa  Grave, Tirotoksikosis primer
- Nodosa  Tirotoksikosis sekunder

NEOPLASMA :
1. Jinak (adenoma ) :
- Folikuler
- Papiler
- Hurtle
2. Ganas :
- Adenocarcinoma : Folikuler
Papiler
Mixed
- Carcinoma anaplastik
- Carcinoma meduler (embrional)

ETIOLOGI
1. Iodium defisiensi  endemik gaiter, gravida
2. Autoimun  Tiroiditis Hashimoto
3. Defisiensi enzim kongenital  dyshormogenetic goiter
4. Idiopatik  Struma Riedel, de Quervain’s, Grave Neoplasma

DIAGNOSA

ANAMNESA
 Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya
 Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan )

168
 Asal / tempat tinggal
 Riwayat keluarga
 Struma toksik :
- kurus
- Irritable
- Keringat banyak
- Nervous
- Palpitasi
- Tidak tahan udara panas
 Struma non – toksik :
- Gemuk
- Malas dan banyak tidur
- Gangguan pertumbuhan

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Tekanan darah meningkat (sistole )
Nadi meningkat
Mata : exoftalmus
Stellwag sign : jarang berkedip
Von Graefe sign : palpebra sup tidak mengikuti bulbus okuli
waktu melihat ke bawah
Morbius sign : sukar konvergensi
Joffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi
Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup
Hipertoni simpatis: kulit basah – dingin, tremor
Jantung : takikardi

Status Lokalis : Regio colli anterior


Inspeksi : Benjolan
Warna
Permukaan
Bergerak waktu menelan
Palpasi : Permukaan suhu,
batas : atas  kart. Tiroid
- bawah  insisura jugularis
- medial  garis tengah leher
- lateral  m. Sternokleiddomastoideus
Struma kistik : - mengenai 1 lobus
- bulat, batas tegas, permukaan licin
- fluktuasi (+)
Struma Nodosa : - batas jelas
- konsistensi kenyal sampai keras
- bila keras, curiga neoplasma
Struma difusa : - batas tak jelas
169
- konsistensi kenyal
Struma vaskulosa : - tampak pembuluh darah
- berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa


kelenjar getah bening :
- Paratracheal
- Jugular chain

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Scanning Tiroid
Dasar : presentasi uptake dari I 131 yang didistribusikan tiroid.
Dari uptake dapat ditentukan fungsi dari tiroid
Uptake normal : 15 – 40 5 dalam 24 jam.
Hot area : uptake > normal, jarang pada neoplasma
Cold area : uptake > normal, sering pada neoplasma

Cold area curiga ganas jika :


moth eaten appearance
pada pria / usia tua / anak – anak

Cold area :
Kista
Hematoma / perdarahan
Radang
Neoplasma
Hot area :
Struma adenomatosa
Adenoma toksik
Radang
Neoplasma

2. Ultrasonography : membedakan kelainan kistik atau solid neoplasma biasanya


solid.
3. Radiologik
 Foto leher : carcinoma kadang – kadang disertai perkapuran
 Foto soft tissue : jika batas bawah tak jelas (retrosternal )
 Foto thorax : coin lession  Ca. Tiroid papiler
cloudy  Ca. Tiroid folikuler
 Bone scanning  bone survey
4. Fungsi Tiroid
 BMR : (0,75 XN)+ (0,74XTN) – 72 % (Formula read)
 PBI, mendekati kadar hormon tiroid, normal 4 – 8 mg %
 Serum kolesterol, meningkat hipertiroid (N : 150 – 300 mg %)
170
 Free Tiroxin index : T3 / T4
5. Potong beku : durante operasi
6. Needle Biopsy
 Large Needle Cutting Biopsy : Jarum besar, sering perdarahan
 Fine Needle Aspiration Biopsy : Jarum no. 22

DIAGNOSA BANDING
1. Colloid Goiter
2. Tiroiditis
3. Dishormonogenetic Gaiter
4. Struma Riedel
5. Neoplasma

SOLITER NODUL CURIGA GANAS


1. Pada anak usia di bawah 12 tahun
2. Pada usia tua
3. Pada pria
4. Disertai pembesaran KGB leher
5. Pembesaran progresif
6. Disertai pembengkakan tulang-tulang pipih (co: Folikuler)
7. Riwayat radiasi (+)
8. Benjolan terfiksir, suara serak

PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF :
Indikasi :
1. Toleransi operasi tidak baik
2. Struma yang residif
3. Pasien usia lanjut

Struma Non – toksik :


Iodium
Ekstra tiroid 30 – 120 mg / dl

Struma Toksik :
Bed Rest
Lugol 5 – 10 mg 3 x sehari, selama 14 hari
PTU 100 – 200 mg 3x sehari, periksa leukosit
I 131

OPERATIF
Indikasi :
1. curiga / pasti ganas
171
2. timbul tanda –tanda desakan trakea / esofagus
3. struma toksik
4. struma besar (kosmetik)
5. struma retroternal
6. preventif

Persiapan Operasi:
Rawat, best rest
Laboratorium, terutama Protrombin Time (obat anti tiroid mempengaruhi
pembekuan darah)
BMR
Lugolisasi : 3 x I gtt s/d 3 x XX gtt
Tokikardi : propanolol 2 x 10 mg
Neomereazale (anti tiroid) : 3 x i tab
Hemeostatic drugs

Jenis Operasi
1. Lobectomi / Ismolobectomi: pada tonjolan jinak
2. Subtotal Tiroidekotmi : pada kelainan metabolik
Radiasi : keganasan dengan metastase jauh
3. total tiroidektomi :
 perikapsuler nodul dan jaringan areolar : tumor terbatas pada kel. Tiroid
 Compartmental disection : KGB terdapat di sepanjang jalan n. Recurens
diseksi diantara Carotid – sheath dari incisura jugularis sampai bagian atas
kart. Tiroidea.
 Radical Neck Dissection (RND) : terdapat pembesaran KGB leher lainnya.

Radical Neck Dissection :


i. M. Sternokleidomastoideus
ii. M. Digastrikus
iii. V. Jugularis eksterna
iv. KGB sub – clavia sampai sub – mental

Komplikasi Operasi
1. Perdarahan, terutama a. Tiroidea superior
2. kel. Paratiroid terangkat  hipokalsemia
3. gangguan n. Reccurens
4. TrachheamalasiA
5. krisis tiroid (8 – 24 jam pasca operasi)

KRISIS TIROID
Tanda :
Gelisah
Gangguan GIT
172
Kulit hangat dan basah
Suhu > 38 C
Nadi > 160 x/ menit
Tekanan darah naik

TERAPI
1. NaI 1- 2 gr dalam Dextra 10 % IVFD dalam 24 jam
Neomercazole 100 – 200 mg
2. Inderal 20 – 80 mg / 4 jam
3. Antipiretik
4. Hidrokortisan 100-300 mg / 24 jam IM
5. Oksigen
6. Digitalisasi
7. Diuretic
8. Lytic Cocktail :
Largactil 100 mg
Fenergan 50 mg
Pethidin 100 mg
Dalam dextrosa 10 % 500 cc IVFD

173
LUKA BAKAR

Definisi luka bakar :


Luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas,
listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah
(frost bite).

Kedalaman Luka Bakar


1. Derajat 1 (luka bakar superfisialis)
Luka bakar yang hanya terbatas pada lapisan epidermis.
Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan
sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.

2. Derajat 2 (luka bakar dermis)


Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen
epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat
dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat
sembuh sendiri dalam 10-21 hari.
Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini
tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan derajat luka bakar
superfisialis, karenma adanya iritasi ujung saraf sensoris.
Juga timbul bula berisi cairan yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingnya yang meninggi.
Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi:
Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superfisialis dari
dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari.
Derajat 2 dalam, dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan
nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis
yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (biji epitel, stratum
germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea,dsb) yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.

3. Derajat 3.
Luka bakar derajat 3 meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis
atau organ yang lebih dalam.
Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk
mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit.
Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna
keputihan, tidak ada bula dan tidak ada nyeri.

174
Klasifikasi Luka Bakar
1. Berat/kritis bila :
Derajat 2 dengan luas > 25%
Derajat 3 dengan luas > 10%, atau terdapat di muka, kaki, dan tangan
Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas atau
fraktur
Luka bakar akibat listrik
2. Sedang bila :
Derajat 2 dengan luas 15-25 %
Derajat 3 dengan luas < 10 %, kecuali muka, kaki dan tangan.
3. Ringan bila :
Derajat 2 dengan luas < 15 %
Derajat 3 dengan luas < 2 %

Luas Luka Bakar :


1. Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasarkan rule of nine dari
wallace, yaitu :
Kepala dan leher : 9 %
Ekstremitas atas : 2 x 9 % (kiri dan kanan)
Paha dan betis-kaki : 4 x 9 % (kiri dan kanan)
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9 %
Perineum dan genitalia : 1 %
2. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10-15-20 dari Lund dan
Browder untuk anak.

Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut adalah luas telapak
tangan dianggap = 1 %.

175
Patofisiologi :
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan
disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/akut/syok
yang biasanya berlangsung sampai 72 jam I.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier, luka sangat
mudah terinfeksi. Selain itu dengan kehilangan kulit luas, terjadi penguapan
cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein
dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin,suatu lipid protein yang
kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan
disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru
(ARDS); yang berakhir dengan kematian.
Reaksi inflamsi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan
kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan
timbulnya parut yang tidak beraturan, kontraktur, deformitas sendi dsb.

Perbedaan antara keloid dan parut hipertrofik


Keloid Parut Hipertrofik
Permulaan Mungkin timbul kemudian Timbul dalam waktu beberapa
setelah beberapa bulan, atau minggu
satu-dua tahun
Invasi Meluas ke daerah kerusakan Terbatas pada bekas kerusakan
epitel
Penyembuhan Tak ada regresi Hilang sendiri
Predileksi Sternum, bahu, pipi, telinga, Dapat timbul dimanapun
pinggang
Ras/bangsa Terutama ras kulit gelap atau Lebih banyak pada bangsa kulit
hitam putih
Luka bakar Mungkin Sering
Gatal Jarang hebat Biasanya sangat mengganggu

PENATALAKSANAAN :
Prinsip penangan luka bakar adalah :
penutupan lesi sesegera mungkin
pencegahan infeksi
mengurangi rasa sakit
pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di
dalamnya
pembatasan pembentukan jaringan parut

Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber trauma.
Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air.
Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir.
176
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus walau api telah dipadamkan., destruksi tetap meluas. Proses tersebut
dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama.
Oleh karean itu, merendam bagian yang terbakar selam 15 menit pertama sangat
bermanfaat.
Tindakan ini Tidak dianjurkan pada luka bakar > 10 %, karena akan terjadi
hipotermi yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah :

1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan dan


sirkulasi, yaitu :
Periksa jalan napas
Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan
napas dengan pembersihan jalan napas (suction), bila perlu dilakukan
trakeostomi atau intubasi.
Berikan oksigen
Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan
cairan RL untuk mengatasi syok.
Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan
diuresis. Kontrol minimal 0,5 cc/kgbb/jam.
Pasang NGT untuk mengosongkan lambung
selama ada ileus paralitik
Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP)
untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif 9>40%)

2. Periksa cedera yang terjadi diseluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan
adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.
Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi
dapat ditentukan.Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3
dengan luas > 25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat
dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral.

Dua cara yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan penderita luka
bakar :
Cara Evans
untuk menghitung cairan pada hari pertama (24 jam):
1. Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc Nacl
2. Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid
3. 2000 cc glukosa 5 %
Setengah dari jumlah 1,2 dan 3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
hari kedua
Pada hari kedua diberikan setengah dari jumlah cairan pertama.
177
hari ketiga
Pada hari ketiga diberikan setengah dari jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter

Rumus : % luka bakar x BB (Kg) x 4 cc

Hari pertama
Setengah dari cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan Ringer Laktat karena terjadi hiponatremi.
Hari kedua
Berikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.

3. Berikan anlgetik.
Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara intravena.
Hati-hati dengan pemberian intramuscular karena dengan sirkulasi yang
terganggu akan terjadi penimbunan dalam otot.

4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil.


Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan
pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan
antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu Betadine atau nitras argenti
0,5%.

5. Berikan antibiotik topikal pasca pencucian luka.


Tujuannya untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka.
Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat
digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mefenide acetate 10%, silver sulfadiazin
1%, atau gentamicin sulfat.

6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.


7. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang dewasa dan
setengahnya pada anak-anak.

Tindakan Bedah
Eskaratomi
dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau
tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan
penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan
daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan
yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan
bebas.
Debidement + nekrotomi
dilakukan sedini mungkun untuk membuang jaringan mati denga jalan eksisi
tangensial.
178
Gambar penanganan luka bakar
1. pemasangan infus untuk restorasi keseimbangan cairan dan elktrolit
2. pemasangan kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
3. pipa lambuang (NGT) untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik
4. pemasangan CVP untuk pemantauan sirkulasi darah
5. intubasi atau trakeostomi bila perlu
6. imunisasi tetanus
7. pemasangan bidai bila perlu
8. debridement/nekrotomi

179
SKIN GRAFT

Definisi skin graft :


Adalah sebagian kulit dari macam-macam ketebalannya yang ditransplantasikan
ke tubuh guna menutupi suatu area yang terbuka dari lapisan cutaneusnya.
Skin graft seluruhnya terlepas dari supplay darah donor sitenya
Skin graft (healing) oleh proses plasmatic imbibition dan revascularitation.

Klasifikasi :
Berdasarkan donor site
Autograft (tanpa faktor immunogenis)
Isograft (pada twin yang identik)
Homograft (ada faktor immunogenis)
Xenograft (sangat potensial dengan faktor immunogenis)
Berdasarkan ketebalan kulit
Split thikness skin graft (STSG)
- Thin split thikness skin graft
- Intermediate split thikness skin graft
- Thick split thikness skin graft
Full thikness skin graft (FTSG)

Split thikness skin graft (STSG)


Caranya mudah, cepat sembuh spontan
Donornya cukup, risiko parut pada daerah donor
Resepinya bertendensi untuk terjadinya :
- Hiper / hipo pigmentasi
- Parut hiper/ hipo tropis
- kontraktur
Estetik kurang baik, tidak tahan terhadap trauma.
Seringkali dibutuhkan pressure garment dan immobilisasi yang cukup lama
Pengambilan kembali kulit pada daerah donor tsb dapat dilakukan setelah 1-2
bulan kemudian.

Full thikness skin graft (FTSG)


Kemungkinan untuk take < dari STSG
Terjadinya parut & kontraktur < kemungkinannya karena phase maturasi dari
proses penyembuhan luka lebih cepat
Lebih tahan terhadap trauma
Kwalitas dan fungsi lebih baik dari STSG
Estetis lebih baik
Persedian donornya terbatas
Perlu kondisi aseptis dengan vaskularisasi yang baik.
180
Donor site :
Bokong
Paha (bagian medial/lateral/posterior)
Lengan atas (bagian lateral/medial)
Lengan bawah (bagian flexor)
Tungkai bawah

Kegagalan graft :
Granulasi akibat inadequat pressure dressing
Pertumbuhan granulasi dari pinggiran / raw surface
Hematoma yang menghasilkan granulasi
Nekrotik kolagen akibat perawatan yang salah
Infeksi dari lapisan gelatin yang berlebihan
Marginal bleeding. Inadequate immobilisation (fixation/rest)
Inadequate vascularitation bad.

181
SKIN FLAP
Definisi : suatu massa jaringan yang terdiri dari kulit dan sub kutan atau jaringan
lainnya yang dipindahkan dari suatu bagian tubuh / donor site ke bagian
tubuh laun / recipient site, dengan memperhatikan jaringan vascular
sebagai pedikel yang masih berhubungan dengan donor sitenya.

Karakteristik skin flap :


Tak ada tendensi untuk kontraktur / berubah warna
Vaskularisasi terjamin
Daya proteksi > baik dari FTSG > tahan terhadap trauma)
Kmalitasc kulit jauh lebih baik dari FTSG
Teknis relatif lebih sederhana dengan banyak variasi
Mobilisasi pasca operasi dapat segera
Donornya sangat terbatas

182
TETANUS

Definisi : suatu infeksi akut dengan tanda-tanda gangguan


neuromuskuler akut, yang disebabkan oleh kuman clostridium
tetani.

Etiologi : Clostridium tetani dengan sifat-sifat sebagai berikut :


Gram positif
Anaerob
Membentuk spora
Berbentuk “drum stick” atau batang korek api
Menghasilkan eksotoksin

Masa Inkubasi : 3 hari - 4 minggu, rata - rata 8 hari, umumnya inkubasi < 1
minggu angka kematian / mortalitas tinggi.

Patogenesis :
Kuman tetanus masuk dalam tubuh melalui luka baik luka tusuk, laserasi, luka
tembak, luka bakar atau gigitan. 60% terjadi pada luka tusuk di kaki.
Port d’entree lainnya adalah :
Uterus akibat abortus provokatus kriminalis
Umbilicalis  tetanus neonatorum, akibat pemotongan tali pusat yang tidak
steril
Otitis media
Gigi lubang

Jika spora itu menemukan lingkungan untuk perubahan bentuk maka ia berubah
bentuk jadi bentuk vegetatif / baksil. Kuman itu tetap berada dalam luka tidak
menyebar dan menghasilkan eksotoksin, yaitu :
1. Tetanolisin
Tidak langsung menimbulkan tetanus tetapi optimalisasi kondisi
setempat untuk berkembangnya kuman.
2. Tetanospasmin
Bersifat toksik terhadap sel saraf. Melalui saraf motorik toksin ini tiba di
susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf. Toksin yang sudah
terikat pada sel saraf inilah yang timbulkan gejala pada tetanus, dan
tidakdapat dinetralkan lagi.

Gejala-gejala :
- Tetanus Lokal  jarang  kaku otot sekitar luka
- Tetanus umum : - Trismus
- Opistotunus

183
- Risus sardonikus
- Dinding perut keras seperti papan
- Kaku otot ekstremitas
- Gangguan menelan
- Kejang hipertonus
- Kesadaran tidak terganggu

Penyebab kematian pada tetanus


- Kelelahan otot pernapasan
- Infeksi sekunder paru (pneumoni )  kegagalan pernapasan
- Juga gangguan keseimbangan cairan / elektrolit

Prinsip penanganan pada tetanus :


1. Eliminasi kuman penyebab :
- Antibiotik : Penicilin Prokain (IM) 3 x 1,5 juta unit/ hari
- Antimikroba : metronidazol 3 x 1 gr/ hr
2. Menetralisir toksin
- ATS terapeutik (selama 5 hari)
Hari I : 20.000 I.U (IV) dan 20.000 (IM)
Hari II- V : 20.000 IM / hr
- TT (TIG) 3000 – 6000 I.U (IM)
3. Mengatasi kejang  Diazepam
4. Mencegah komplikasi  02, NGT, Kateter

 Tetanus Ringan : Trismus > 3 cm, kejang (-) walau dirangsang


 Tetanus Sedang : Trismus < 3 cm, kejang (+) bila dirangsang
 Tetanus Berat : Trismus < 1 cm, kejang spontan

PHILLIPS SCORE
 Masa Inkubasi
5. < 48 Jam
4. 2 - 5 hari
3. 6 - 10 hari
2. 11 - 14 hari
1. > 14 Hari

 Lokalisasi nyeri / port d’entrée


5. Internal / umbilikal
4. Leher, kepala, dinding tubuh
3. Ekstremitas proksimal
2. Ekstremitas distal
1. Tidak diketahui

184
 Imunisasi
10. Tidak ada
8. Lingkungan ada / ibu mendapat
4. > 10 tahun yang lalu
2. < 10 tahun
0. Proteksi lengkap

 Faktor yang memberatkan


10. Penyakit / trauma yang membahayakan jiwa
8. Keadaan yang  Igs membahayakan jiwa
4. Keadaan yang  membahayakan jiwa
2. Trauma / penyakit ringan
1. ASA derajat status fisik penderita

Untuk menilai grade tetanus


Ringan : <9
Sedang : 9 - 16
Berat : > 16

185
Rabies

TERAPI RABIES
1. Suntik ATS 1 amp IM (Pake dispo 3 CC )
Skin tes 0,1 CC pengenceran 1 : 10
2. Setelah 2 mgg, lihat apakah anjing mati (kalo mati potong kepalanya untuk
diperiksa, kalo (+) suntik verorab).

Cara pemberian Verorab :


I. Verorab suntik di lengan kiri 1 amp dan kanan 1 amp
7 hari kemudian dilakukan penyuntikan yang ke-2

II. Verorab 1 amp


21 hari sesudah suntikan yang ke-2 kemudian lakukan suntikan ke-3

III.Verorab 1 amp

186
DERMATOM

S2

187
POSTERIOR

® frontalis
® parietalis
® temporalis
® orbitalis
® occipitalis ® zigomatica
dorsum manus ® buccalis
® parotideomasseterica
® colli post.
® submandibularis

® scapularis
® brachii ant.

® deltoidea
® antebrachii
post

® cubiti post. ® brachii post.


® brachii post.
® vertebralis

® infrascapularis ® cubiti post.

® lumbalis ® antebrachii
post
® sacralis ® antebrachii
ant.
® glutea
palmar
manus

® femoris post.

® genus post. fossa poplitea

® cruris post.

® cruris ant.

® pedis
® calcanea
plantar pedis

188
ANTERIOR

® parietalis ® frontalis

® temporalis ® orbitalis

® oralis
® nasalis
® mentalis
® colli ant.
®
® axillaris
axillaris palmar manus
® sternocleidomastoidea
fossa cubitalis
® infraclavicularis

® deltoidea ® antebrachii ant.


® mammaria
® cubiti ant.
® sternalis fossa axilaris
® brachii post.
® brachii ant.
linea mediana ant.
® brachii post. ® hypochondrica
® cubiti post. ® epigastrica
® cubiti ant. ® umbilicalis
® antebrachii ant. ® abdomini lat
antebrachium ® inguinalis
® antebrachii post ® pubica

trigonum femorale
dorsum manus

® femoris anterior

® genu anterior

® cruris ant. ® cruris post.

dorsum pedis

® calcanea

189
DAFTAR ISI

BAB 1. INITIAL ASSESMENT


- Primary Survey ……………………………………………. 1
- Secondary survey ………………...………………………... 2
- Glasgow Coma Scale (GCS) ………………………………. 4
- Resep IRDB …………………………….………………….. 5
- Visum Et Repertum …………………………….......……… 8
- Contoh Laporan Operasi ……………...…………………… 9
- Hitung Jumlah Kantong Darah ……………….….............… 10

BAB 2. BEDAH MINOR


- Jenis-jenis Luka ………………...................................…….. 12
- Suture Material, Techniques & Knots ....................……..…. 14
- Pasang Kateter ……………………….................……..…… 20
- Pasang Infus ……..................................…………..………... 21
- Pasang NGT ……………...................……………………… 22
- Vena Seksi ……………......................................…...……… 23
- Drainage Supra Pubik ……....................................………… 26
- WSD (Water Seal Drainage) ………….................……...…. 28
- Tumor Jinak Kulit …………………...…………...………… 31
- Roser Plasty …………………...…………...……….……… 34

BAB 3. BEDAH SARAF


- Cedera Kepala ………………………………..……..…….. 36
- Cedera Tulang Belakang …………………….………..…... 45

BAB 4. BEDAH TORAKS


- Trauma Toraks ……………......................………………… 47
- Flail Chest …………………………………………………. 50

BAB 5. BEDAH DIGESTIF


- Appendicitis ……………………………………………...… 52
- Haemorrhoid ……………....................................………...... 68
- Fisura Anus …………...............................………...……….. 72
- Fistel Perianal ………......................................………..….... 74
- Hernia …………………………………………..…..……… 76
- Hernia Inguinalis ……………………………………..……. 82
- Ulkus Peptikum …………..…………………………..……. 89
- Kolelithiasis …………………………………………..……. 93
- Trauma abdomen ……………………………………..……. 96

190
BAB 6. ORTOPEDI
- Fraktur ……………………………..………………..……… 98
- Fraktur femur ………………………...…………………….. 113
- Frakrur Pelvis …………………….............………………… 116
- Fraktur Anggota Gerak Atas ....................………………….. 118
- Amputasi ………………….................……………………... 120
- Daeah Sensibilitas …………………………………….……. 122
BAB 7. UROLOGI
- Urologi Umum .............………………………...................... 123
- Benign Hipertrofi Prostat (BPH) ………..…………………. 124
- Urosepsis ……………………………………………..……. 137
- Batu Saluran Kemih ……………....…………………..……. 139
- Trauma Uretra ……………………………………..…....…. 147
- Ca Penis ………………………………..……………..……. 149

BAB 8. BEDAH ANAK


- Obstruksi Usus .….….........................................................… 151
- Volvulus ………………….................……………………... 153
- Divertikel Meckel ………………………….......................... 154

BAB 9. BEDAH TUMOR


- Tumor Mammae ………………..................................…….. 157
- Ca Colon & Rektum ……………….......................……..…. 164
- Struma …………………….............….................……..…… 168

BAB 10. BEDAH PLASTIK


- Luka Bakar ………………...............................................…. 174
- Skin Graft ………………...............………………………... 180
- Skin Flap ………………..................................................…. 182

BAB 11. INFEKSI


- Tetanus ……………………............................…………….. 183
- Rabies …………........................................………………… 186

” Takut Akan TUHAN Adalah Permulaan


Pengetahuan ”

191

Anda mungkin juga menyukai