Anda di halaman 1dari 6

Isi Kontrak

Secara normatif, ada 13 item yang harus ada dalam suatu kontrak jasa konstruksi. sesuai Pasal 22 ayat
(1) UU No. 18 Tahun 1999tentang Jasa Konstruksi, hubungan kerja para pihak dituangkan dalam apa
yang disebut kontrak jasa konstruksi. Kontrak itu, kata Pasal 18 ayat (3) mengikat bagi

Pertama, identitas para pihak yang berkontrak. Syarat ini lazim ditemukan dalam kontrak-kontrak lain
karena harus jelas siapa subjek yang melakukan hubungan hukum tersebut. Identitas setidak-tidaknya
memuat nama, alamat, kewarganegaraan, domisili, dan kewenangan membubuhkan tanda tangan.

Kedua, rumusan pekerjaan. Bagian ini harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai apa yang
akan dikerjakan, lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu proyek. Dalam praktik,
penambahan waktu pekerjaan tetap dimungkinkan asalkan disepakati lebih dahulu para pihak.

Ketiga, masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat jangka waktu pertanggungan atau
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Syarat ini berkaitan dengan asuransi
proyek konstruksi, dengan asumsi ada kemungkinan kegagalan atau kejadian di luar perkiraan.

Keempat, gambaran tentang tenaga ahli, baik mengenai jumlah, kualifikasi keahlian, dan klasifikasi
pekerjaan jasa kontruksi yang akan dilakukan. Kelima, hak dan kewajiban para pihak. Misalnya, di
satu sisi pengguna jasa berhak untuk memperoleh hasil konstruksi; di sisi lain berkewajiban
memenuhi isi perjanjian seperti membayar penyedia jasa.

Keenam, cara pembayaran. Dalam kontrak harus diatur bagaimana pembayaran proyek dilakukan.
Bisa jadi ada kemungkinan pembayaran di muka, memakai cicilan, harus menggunakan bank, dan
lain-lain. Klausula ini memberikan kepastian kepada para pihak. Ketujuh, aturan mengenai cedera
janji (wanprestasi). Kontrak harus memuat tanggung jawab salah satu pihak jika isi perjanjian tidak
dilaksanakan sesuai apa yang disepakati. Penting juga memuat apa yang masuk lingkup cedera janji.

Kedelapan, klausula penyelesaian sengketa. Kontrak harus memuat mekanisme penyelesaian sengketa
yang akan ditempuh para pihak jika terjadi sengketa. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi bisa lewat
pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement). Kesembilan, pemutusan
kontrak kerja konstruksi. Jika salah satu pihak tidak menyelesaikan kewajiban, terbuka peluang
pemutusan kontrak secara sepihak. Dalam konteks ini, kontrak jasa konstruksi sebaiknya memuat
ketentuan pemutusan kontrak kerja.

Kesepuluh, kondisi-kondisi yang dikualifikasi sebagai keadaan memaksa atau force majeur. Ini adalah
kejadian yang timbul di luar kehendak para pihak dan menimbulkan implikasi pada pekerjaaan jasa
konstruksi. Misalnya, banjir atau gempa bumi. Kesebelas, klausula mengenai kegagalan bangunan.
Isinya tentang kewajiban para pihak (penyedia jasa dan pengguna jasa) jika terjadi kegagalan
bangunan.

Keduabelas, klausula mengenai perlindungan pekerja. Para pekerja yang mengerjakan jasa kontruksi
seharusnya dilindungi dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja. Klausula ini bisa merujuk pada
UU Ketenagakerjaan dan peraturan keselamatan kerja. Ketigabelas, klausula mengenai pemenuhan
kewajiban yang berkenaan dengan lingkungan, seperti Amdal.
Selain ketigabelas materi tadi sebenarnya para pihak masih diperkenankan oleh hukum untuk
mengatur hal-hal lain. Misalnya tentang pemberian insentif, hak kekayaan intelektual atas rancang
bangun atau perencanaan pekerjaan, dan kemungkinan sub-penyedia jasa (subkontrak).
Organisasi konsultan internasional, FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Conseils),
sebenarnya sudah membuat standard kontrak jasa konstruksi yang lazim dipakai di banyak
negara. FIDIC Conditions of Contract terus diperbarui dan mengalami revisi, disesuaikan dengan
perkembangan. Pengamat hukum jasa konstruksi, Sarwono Hardjomujadi, mengatakan kontrak-
kontrak jasa konstruksi di Indonesia sudah banyak mengakomodasi ketentuan FIDIC.
Permasalahan dalam Pemutusan Kontrak Konstruksi Ditinjau Dari Perspektif Hukum
Perdata

Pengertian jasa konstruksi menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
mencakup layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa sengketa konstruksi bisa terjadi pada tahapan perencanaan k o n s t
r u k s i , pelaksanaan konstruksi maupun pengawasan konstruksi.

Kegiatan Pembangunan fisik yang kerap dilaksanakan oleh Kementerian PU dalam


menyelenggarakan fungsinya juga tak terlepas dari sengketa konstruksi. Sebagai contoh adalah
gugatan-gugatan yang diajukan oleh kontraktor sebagai penyedia jasa kepada Kementerian PU
sebagai pengguna jasa atas tindakan pemutusan kontrak yang dilakukan oleh Kementerian PU dengan
alasan penyedia jasa tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah
diperjanjikan. Permasalahan yang muncul dalam perkara pemutusan kontrak ini adalah:

 Mengapa bisa muncul gugatan di pengadilan tata usaha negara padahal sengketa antara
Penggugat dan Tergugat didasarkan pada suatu kontrak konstruksi yang merupakan ranah
hukum perdata? Walaupun Kementerian PU merupakan badan hukum publik namun ketika
mengikatkan diri dalam suatu kontrak, kedudukannya adalah sebagai subjek hukum perdata.
 Apakah pemutusan kontrak secara sepihak dapat diterima oleh karena berdasarkan Pasal
1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pemutusan kontrak harus dilakukan di depan
Hakim (melalui pengadilan)?
 Hal-hal apa saja yang dapat menjadi landasan pemutusan kontrak secara sepihak?

Pemerintah sebagai badan hukum publik dapat melakukan tindakan perdata sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Semua badan hukum yang berdiri dengan
sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa
mengurangi perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau
menundukkannya kepada tata cara tertentu.” Dengan kata lain pemerintah dapat mengikatkan diri
dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang atau jasa dalam suatu kontrak dimana di dalamnya
diatur hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

Begitu pula halnya dalam kontrak konstruksi, diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dan hal-
hal lain yang dianggap perlu diatur demi menjamin pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut. Dan
hal-hal yang diatur di dalam kontrak, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, mengikat bagi kedua pihak.

Pemutusan kontrak merupakan salah satu persoalan yang diatur di dalam kontrak, dimana pemutusan
kontrak umumnya diatur di dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) yaitu suatu dokumen yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dari kontrak. Berdasarkan Peraturan
Menteri PU No. 07/PRT/M/2011, pemutusan kontrak dapat dilakukan sepihak, baik oleh pihak
penyedia atau pihak PPK.

Pemutusan kontrak ini dapat dilakukan melalui pemberitahuan tertulis, jadi tidak harus melalui
pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal-hal yang
dapat menjadi dasar pemutusan kontrak adalah:

 Penyedia lalai / cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
 Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memulai pelaksanaan pekerjaan;
 Penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (duapuluh delapan) hari dan penghentian ini
tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan;
 Penyedia berada dalam keadaan pailit;
 Penyedia selama masa kontrak gagal memperbaiki cacat mutu dalam jangka waktu yang
ditetapkan oleh PPK;
 Penyedia tidak mempertahankan keberlakuan jaminan pelaksanaan;
 Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah melampaui
5% (lima perseratus) dari nilai kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tidak akan
sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan;
 Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk menunda pelaksanaan atau kelanjutan
pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama 28 (duapuluh delapan) hari;
 PPK tidak menerbitkan SPP untuk pembayaran tagihan angsuran sesuai dengan yang
disepakati sebagaimana tercantum dalam SSKK;
 Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses
pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang ; dan/atau
 Pengaduan tentang penyimpangan prosedur dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan
sehat dalam pelaksanaan pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan oleh karena kesalahan penyedia, maka konsekuensinya
adalah :
o Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
o Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia atau jaminan uang muka dicairkan;
o Penyedia membayar denda; dan/atau
o Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.

Pemutusan kontrak yang dilakukan oleh PPK dengan alasan keterlambatan penyedia dalam
melaksanakan pekerjaan tentunya harus melalui prosedur-prosedur tertentu seperti diberikan
peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis. Kontrak dinyatakan kritis
apabila:

 Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0%-70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan
terlambat lebih besar 10% dari rencana;
 Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana;
 Rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan
terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.

Penanganan kontrak kritis tersebut dilakukan dengan rapat pembuktian atau Show Cause Meeting
(SCM) dengan prosedur sebagai berikut:

 Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada
penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan SCM.
 Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan menyepakati
besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalamperiode waktu tertentu (uji
coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap I;
 Apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus diselenggarakan SCM Tahap II
yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh
penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita
acara SCM Tahap II;
 Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM Tahap III
yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh
penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita
acara SCM Tahap III;
 Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia
atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.

Dalam hal terjadi keterlambatan rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik
pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan,
maka PPK dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan Pasal 1266
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata setelah dilakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun
anggaran berakhir.

Selain itu pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK juga dibenarkan oleh Peraturan Presiden No.
70 Tahun 2012 apabila :

o Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;


o Penyedia barang/jasa cidera janji dan tidak memperbaiki kelalaiannya;
o Penyedia diyakini tidak mampu menyelesaikan pekerjaan walaupun diberi waktu sampai
dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan;
o Penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan setelah diberi waktu 50 hari kalender.

Dari keseluruhan uraian tadi maka dapat disimpulkan bahwa:

 Sengketa yang timbul dari suatu kontrak konstruksi antara pemerintah yang diwakili oleh PPK dan
pihak penyedia merupakan sengketa keperdataan oleh karena ketika pemerintah melakukan suatu
tindakan dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada ketentuan hukum perdata maka pemerintah
bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan. Dengan demikian kedudukan
pemerintah dalam hal ini setara dengan kedudukan penyedia, sehingga tindakan penyedia
mengajukan gugatan terhadap PPK atas pemutusan kontrak di PTUN adalah suatu kekeliruan.

 Kontrak merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, dengan kata lain hal-hal
yang diatur di dalam kontrak mengikat pihak-pihak yang mengadakan kontrak tersebut. Di dalam
Syarat-Syarat Umum Kontrak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri PU No. 07/PRT/M/2011
diatur mengenai pemutusan kontrak, dimana PPK dapat melakukan pemutusan kontrak secara
sepihak apabila terjadi hal-hal tertentu yang menjadi alasan pemutusan kontrak. Hal ini merupakan
pengesampingan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dimana pembatalan suatu kontrak harus dengan putusan Hakim. Ketentuan Pasal 1266 tersebut bias
dikesampingkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak dimana kedua belah pihak menyatakan
secara tegas dalam kontrak untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.

 Pemutusan kontrak secara sepihak tentunya dilakukan melalui prosedur atau mekanisme yang telah
ditentukan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak. Dengan kata lain, ada tahapan-tahapan yang harus
dilakukan oleh PPK sebelum melakukan pemutusan kontrak, antara lain memberikan teguran secara
tertulis dan mengenakan ketentuan tentang kontrak kritis dalam hal terjadi keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan oleh karena kelalaian penyedia.

Jenis Kontrak

Di bawah ini kami mencoba untuk men-share beberapa jenis kontrak konstruksi menurut
sepengetahuan penulis, yaitu :

1. Kontrak berdasarkan aspek perhitungan biaya


2. Kontrak berdasarkan aspek perhitungan jasa
3. Kontrak berdasarkan aspek cara pembayaran
4. Kontrak berdasarkan aspek pembagian tugas
Kontrak berdasarkan aspek perhitungan biaya
Kontrak berdasarkan aspek perhitungan biaya dibagi menjadi 2, yaitu :

 Fixed Lump Sum Price


Kontrak ini menyatakan bahwa kontraktor akan melaksanakan proyek sesuai dengan rancangan biaya
tertentu. Jika terjadi perubahan dalam kontrak, perlu dilakukan negosiasi antara pemilik dan
kontraktor untuk menetapkan besarnya pembayaran (tambah atau kurang) yang akan diberikan kepada
kontraktor terhadap perubahan tersebut.
Kontrak ini dapat diterapkan jika perencanaan benar-benar telah selesai, sehingga kontraktor dapat
melakukan estimasi kuantitas secara akurat. Pemilik dengan anggaran terbatas akan memilih jenis
kontrak ini, karena merupakan satu-satunya jenis kontrak yang memberi nilai pasti terhadap biaya
yang akan dikeluarkan.

 Unit Price
Kontrak jenis ini adalah suatu kontrak yang menitik beratkan biaya per unit volume, per unit panjang
ataupun per unit berat. Kontrak ini dipakai jika kualitas dan bentuk dari pekerjaan tersebut secara
mendetil dapat dispesifikasikan, tetapi jumlah volume atau panjangnya tidak dapat diketahui dengan
tepat. Jumlah pasti dari volume pekerjaan dapat diketahui di akhir pekerjaan. Untuk menentukan
kuantitas pekerjaan yang sesungguhnya, dilakukan pengukuran (opname) bersama pemilik dan
kontraktor terhadap kuantitas terpasang. Kelemahan dari penggunaan kontrak jenis ini, yaitu pemilik
tidak dapat mengetahui secara pasti biaya aktual proyek hingga proyek itu selesai.
Kontrak berdasarkan aspek perhitungan jasa
Kontrak berdasarkan aspek perhitungan jasa dibagi menjadi 3, yaitu :

 Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)


Pada jenis kontrak ini kontraktor dibayar berdasarkan atas semua biaya pengeluarannya. Kontrak jenis
ini biasanya untuk proyek-proyek pembangunan tempat ibadah, yayasan sosial dan lain-lain.

 Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)


Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas pengeluarannya, ditambah dengan
biaya untuk overhead dan keuntungan. Besarnya biaya overhead dan keuntungan, umumnya
didasarkan atas persentase biaya yang dikeluarkan kontraktor.
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek belum bisa diestimasi secara
akurat, karena perencanaan belum selesai, proyek tidak dapat digambarkan secara akurat, proyek
harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara rencana dan spesifikasi belum dapat
diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual
proyek yang akan dilaksanakan.

 Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)


Pada jenis kontrak ini imbalan/ jasa bervariasi tergantung besarnya biaya, jumlah fee sudah ditetapkan.
Berisiko bagi pengguna jasa karena tidak ada batasan biaya yang diperlukan.

Kontrak berdasarkan aspek cara pembayaran

Kontrak berdasarkan aspek cara pembayaran dibagi menjadi 3, yaitu :

 Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)


Yaitu prestasi pekerjaan kontraktor dihitung setiap bulan dan dibayar setiap bulan. Kelemahan cara
pembayaran ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada suatu bulan tertentu, tetap
harus dibayar. Untuk menutupi kelemahan cara pembayaran ini sering dimodifikasi dengan
mempersyaratkan jumlah pembayaran minimum yang harus dicapai untuk setiap bulan diselaraskan
dengan prestasi yang harus dicapai sesuai jadwal.
Seringkali penyedia jasa mengkompensasi kurangnya prestasi kerja dengan prestasi bahan dengan
cara menimbun bahan di lapangan. Untuk mengatasinya bisa dipersyaratkan bahwa bahan yang ada di
lapangan tidak dihitung sebagai prestasi, kecuali pekerjaan yang betul-betul selesai/terpasang atau
bisa juga barang-barang setengah jadi

 Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)


Pembayaran dilakukan atas dasar prestasi/ kemajuan prestasi. Besarnya prestasi dinyatakan dalam
persentase. Cara Pembayaran Termin atau Prestasi (Stage Payment). Seringkali prestasi yang diakui
penyedia jasa bukan saja prestasi fisik (pekerjaan selesai) tetapi termasuk pula prestasi bahan mentah
dan setengah jadi walaupun barang-barang tersebut sudah berada di lapangan (front end loading)

 Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Pre-financed)


Penyedia jasa mendanai terlebih dahulu sampai pekerjaan selesai 100 % diterima baik oleh pengguna
jasa baru dibayar oleh penyedia jasa. Pengguna jasa memberi jaminan kepada penyedia jasa berupa
jaminan Bank Kontrak bentuk ini biasanya nilainya lebih tinggi.

Kontrak berdasarkan aspek pembagian tugas


Kontrak berdasarkan aspek pembagian tuas dibagi menjadi 6, yaitu :

 Bentuk Kontrak Konvensional


Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa untuk melaksanakan salah satu aspek pembangunan saja.
Setiap aspek satu Penyedia Jasa dimana perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dilakukan Penyedia
Jasa yang berbeda. Oleh karena itu pengawas pekerjaan secara khusus diperlukan untuk mengawasi
pekerjaan.

 Bentuk Kontrak Spesialis


Penggunan jasa menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan spesialis untuk masing-masing
keahlian. Keuntungan dari kontrak ini adalah :

1. Mutu pekerjaan lebih handal,


2. Penghematan waktu, dan
3. Keleluasaan dan kemudahan mengganti penyedia jasa.

 Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Construction/Built, Turn-key)


Dalam bentuk kontrak ini, penyedia jasa bertugas membuat perencanaan yang lengkap dan
melaksanakannya dalam suatu kontrak konstruksi. Perbedaan antara design
construction/built, dan turn-key adalah dari sistem pembayarannya, dimana pada design
construction/built pembayaran secara termijn sesuai pekerjaan. Sedangkan key-turnpembayarannya
sekaligus setelah pekerjaan selesai.

 Bentuk Kontrak Engineering, Procurement dan Construction (EPC)


Pada bentuk kontrak ini proses mulai dari perencanaan, pengadaan dan peralatan dan pemasangan
/ pengerjaan menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Pengguna jasa hanya memberikan TOR atau
pokok-pokok acuan tugas. Kontrak ini biasa dipakai untuk pembayaran pekerjaan-pekerjaan dalam
industri.

 Bentuk Kontrak BOT/BLT


Pada jenis kontrak ini Investor membangun pada lahan pemilik (Build). Setelah itu Investor
mengelola selama kurun waktu tertentu (Operate) dan setelah masa pengoperasian selesai fasilitas
tersebut dikembalikan kepada pemilik (Transfer).

 Bentuk Swakelola (Force Account)


Yaitu suatu tindakan pemilik proyek yang melibatkan diri dan bertanggung jawab secara langsung
dalam pelaksanaan proyek tsb.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ananda Mafrita Beton 3
    Ananda Mafrita Beton 3
    Dokumen5 halaman
    Ananda Mafrita Beton 3
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Iyut Saya Belum Selesai
    Iyut Saya Belum Selesai
    Dokumen13 halaman
    Iyut Saya Belum Selesai
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • IUT
    IUT
    Dokumen3 halaman
    IUT
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Cover Agama Dan Hukum)
    Cover Agama Dan Hukum)
    Dokumen1 halaman
    Cover Agama Dan Hukum)
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Agama Kelompok 4
    Agama Kelompok 4
    Dokumen13 halaman
    Agama Kelompok 4
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Struktur Bangunan
    Struktur Bangunan
    Dokumen33 halaman
    Struktur Bangunan
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Bahan Bangunan Nanda
    Bahan Bangunan Nanda
    Dokumen8 halaman
    Bahan Bangunan Nanda
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Tugas MLL
    Tugas MLL
    Dokumen5 halaman
    Tugas MLL
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Agama Dan Hukum
    Agama Dan Hukum
    Dokumen4 halaman
    Agama Dan Hukum
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Tugas MLL
    Tugas MLL
    Dokumen5 halaman
    Tugas MLL
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • GH
    GH
    Dokumen8 halaman
    GH
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Sni 1725 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
    Sni 1725 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
    Dokumen75 halaman
    Sni 1725 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
    HariSumaryono
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pedestrian
    Bab I Pedestrian
    Dokumen2 halaman
    Bab I Pedestrian
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sits Kelompok
    Makalah Sits Kelompok
    Dokumen6 halaman
    Makalah Sits Kelompok
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Bab IV Bahan Jalan
    Bab IV Bahan Jalan
    Dokumen4 halaman
    Bab IV Bahan Jalan
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • OPTIMASI TANAH
    OPTIMASI TANAH
    Dokumen12 halaman
    OPTIMASI TANAH
    jheje04
    Belum ada peringkat
  • Cover MLL
    Cover MLL
    Dokumen1 halaman
    Cover MLL
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat
  • Cover Pendidikan Karakter
    Cover Pendidikan Karakter
    Dokumen2 halaman
    Cover Pendidikan Karakter
    Ananda Dwi Anggraeni
    Belum ada peringkat