Anda di halaman 1dari 16

RENCANA PERAWATAN ODONTEKTOMI GIGI MOLAR KETIGA

BAWAH KANAN IMPAKSI SEBAGIAN DENGAN ANGULASI


MESIOANGULAR KELAS II LEVEL A

Operator :
Sheila Dian Pradipta
111611101013

Instruktur :
drg. Budi Yuwono, M.Kes

BAGIAN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2018

1
I. Identitas Penderita
Nama penderita : Fathani Adhitya Mamang
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Pekerjaan : Pelajar SMKN 4 Jember
Alamat : Jl. KP Tendean 41B Karangrejo, Kec. Sumbersari, Kab.
Jember

II. Anamnesa
Pasien mengeluhkan gigi geraham paling belakang bawah sebelah kiri
tumbuh sebagian kurang lebih satu7 tahun yang lalu. Saat tumbuh, pernah
merasakan sakit sekitar 6 bulan yang lalu dan tidak pernah diobati dan
dibiarkan sembuh sendiri. Tidak pernah bengkak. Kondisi saat ini tidak
sakit.

III. Kajian Rontgenologis


Gambar:

Klasifikasi:
a. Relasi gigi terhadap ramus mandibula ke permukaan distal M2 bawah
Kelas II: ruang antara bagian anterior ramus dan permukaan distal M2 bawah
kurang dari diameter mesiodistal mahkota gigi M3.
b. Kedalaman relatif di dalam tulang rahang
Level A : bagian tertinggi dari M3 setinggi atau di atas dataran oklusal
c. Posisi sumbu panjang gigi impaksi terhadap sumbu panjang gigi M2
adalah posisi mesioangular.

2
d. Jumlah / bentuk akar gigi impaksi adalah 2 akar dengan bentuk akar
menguncup dan konvergen.
e. Tingkat Kesulitan
Tingkat kesulitan berhubungan dengan perkiraan biaya, rencana
perawatan, durasi operasi, komplikasi, dan prognosis
Nilai
Posisi terhadap sumbu gigi: mesioangular 1
Kedalaman ruang: Level A 1
Relasi ramus terhadap distal M2: Kelas II 2
Tingkat kesulitan 4 (mudah)

IV. Diagnosa
Impaksi sebagian pada gigi 38 dengan angulasi mesioangular, kedalaman
pada level A dan relasi ramus terhadap distal molar dua Kelas II.

V. Metode Pengambilan Gigi Impaksi


Metode yang digunakan adalah odontektomi yaitu pengambilan gigi impaksi
yang didahului dengan pengambilan jaringan penghambat (jaringan lunak:
gingiva, jaringan keras: tulang alveolar) di sekitar gigi tersebut secukupnya,
kemudian dikeluarkan secara utuh.

VI. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan:
1. Alat dasar: kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset kedokteran gigi
2. Alat anastesi: dispossible syringe 2,5 ml
3. Alat untuk membuat flap: handle dan scalpel, rasparatorium, pinset chirugis
4. Alat untuk membuang jaringan keras penghambat: contra high speed, bur
tulang, mata bur long shank, chisel dan hammer.
5. Alat pengungkit : bein bengkok, bein lurus (besar dan kecil) dan cryer
6. Alat pencabutan : tang mahkota gigi molar rahang bawah, tang sisa akar
rahang bawah dan tang trismus.

3
7. Alat untuk menjahit : needle holder, cutting edge, gunting dan pinset
chirurgis.
8. Alat lain: neirbecken, petridish, deppen glass, tempat tampon, lap dada, kain
penutup wajah, tempat alkohol, cotton roll, water syringe, saliva ejector, duck
clamp, cheek retractor, knable tang, bone file, arteri clamp, dan alat kuret.
Bahan yang digunakan:
Betadine antiseptik, Pehacain, alkohol 70%, larutan PZ, aquadest steril, benang
non absorbable, cotton pellet, tampon, adrenalin, dan vaselin.

VII. Tahap Pelaksanaan


A. Persiapan alat dan bahan
B. Persiapan penderita meliputi :
1) informed consent, persetujuan pasien terhadap tindakan operasi setelah
diberi penjelasan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi setelah
operasi.
a. terjadinya keterbatasan membuka mulut sementara oleh karena
kelelahan otot pembuka-penutup mulut
b. terjadinya bengkak ekstra oral sementara
c. terjadinya parastesi
d. terjadinya fraktur mandibula
2) pemeriksaan tanda vital
3) pemeriksaan fisik (tidur berapa jam) dan psikis (cemas)
4) mengukur lebar buka mulut pre operasi
C. Persiapan alat dan bahan
D. Persiapan operator dan asisten operasi
1. Ass. Op 1 :
a) Mempersiapkan informed consent
b) Mempersiapkan kondisi fisik pasien : memeriksa vital sign dan lebar buka
mulut pasien
c) Mengantarkan pasien ke ruang operasi
d) Membantu operator saat operasi berlangsung

4
e) Memegang suction dan cheek retractor
f) Memeriksa vital sign dan lebar buka mulut pasien
2. Ass. Op 2 :
a) Mempersiapkan alat-alat operasi
b) Membantu mengambilkan alat pada saat operasi berlangsung
c) Membereskan dan mencuci alat operasi
3. Ass. Op 3 :
a) Membantu operator, ass. Op 1, dan ass. Op 2 apabila diperlukan.
b) Mendudukkan pasien ke ruang operasi dan membuat pasien relaks
c) Menghidupkan lampu dan memasang foto rontgen
d) Melaporkan semua tahapan dan kegiatan operasi kepada instruktur
e) Mencatat tindakan apa saja yang dilakukan saat operasi dan waktu
tahapan-tahapan operasi
f) Membantu fiksasi pasien
g) Membawa pasien keluar ruang operasi sampai ke dental chair
h) Menuliskan resep
E. Asepsis daerah kerja dengan betadine antiseptik
F. Anastesi lokal dengan pehacain
1) Blok N. Alveolaris inferior 1 cc
2) Blok N. Lingualis 0,5 cc
3) Infiltrasi N. Buccalis longus 0,5 cc
G. Mengulas bibir dan sudut mulut penderita dengan vaselin (agar bibir tidak
kering dan terluka) kemudian menutup muka penderita dengan kain penutup
steril dan dijepit dengan duck clamp.
H. Pembuatan mukoperiosteal flap
a) Tipe : Mucoperiosteal full thickness
b) Bentuk : Triangular
c) Syarat insisi :
 Harus di jaringan sehat.
 Harus berlandaskan tulang supaya gerakan insisi terkontrol dan
saat penjahitan flap tidak mudah putus.

5
 Gerakan satu arah hingga menggores tulang
 Basis flap harus lebar untuk supply vaskularisasi
 Aksesbilitas (lapang pandang yang lebar)
d) Cara :
insisi dimulai dari arah vertikal sebelah lingual dari linea oblique eksterna
dari ramus ascenden yaitu sepanjang 0,5 cm sebelah distal gigi impaksi pada
fossa retromolar, diarahkan pada pertengahan distal gigi tersebut. Kemudian
menyusuri tepi gingival sebelah bukal mengelilingi gigi impaksi tersebut
dan berhenti pada sepertiga mesiodistal gigi molar kedua, kemudian
membentuk diagonal distomesial dan insisi berakhir pada batas mukosa
bergerak dan tidak bergerak, kemudian dipisahkan dengan rasparatorium
hingga tulang alveolar tampak. Insisi dilakukan tanpa mengenai pembuluh
darah dan saraf yang vital.
Gambar:

I. Menghilangkan jaringan penghambat dilakukan dengan memotong tulang


alveolar dengan menggunakan bur pada sisi distal, oklusal dan bukal gigi
impaksi untuk menghilangkan hambatan hingga kelengkungan terbesar gigi
terbebaskan. Selain itu juga untuk membuat ruangan antara gigi dan fulkrum
yang dapat dimasuki ujung elevator .
Tujuan :- menghilangkan jaringan penghambat
- memberikan lapang pandang

6
- sebagai tempat tumpuan
Gambar:

J. Apabila seluruh mahkota terbuka, maka gigi impaksi dikeluarkan


seluruhnya secara utuh dengan elevator, kemudian dengan menggunakan
tang.
Gambar:

7
K. Menghaluskan tulang yang tajam dengan bone file.
L. Debridement yaitu dengan
1. membersihkan serpihan tulang atau gigi dari soket dengan alat kuret
2. irigasi dengan larutan PZ untuk menghilangkan serbuk gigi dan tulang
sisa pengeburan.
M. Kontrol perdarahan:
1. perdarahan normal, druk dengan tampon, langsung dilakukan penjahitan
2. perdarahan abnormal, druk dengan tampon adrenalin dan pemberian
vitamin K dan bila terjadi perdarahan cukup besar, dilakukan kauterisasi
pembuluh darah
N. Menutup luka operasi:
Dengan melakukan penjahitan 3 simpul yaitu 2 simpul di oklusal gigi impaksi
dan 1 simpul di daerah bukal.
Gambar:

VIII. Instruksi Pasca Odontektomi:


a. Penderita dianjurkan menggigit tampon selama 30-60 menit
b. Penderita diberitahu kadang-kadang setelah tampon dilepas darah masih
merembes, maka sebaiknya dikompres.
c. Daerah luka tidak boleh dimainkan dengan lidah dan dihisap-hisap
d. Tidak boleh kumur keras-keras setelah operasi
e. Selama 24 jam setelah operasi tidak boleh makan dan minum yang panas

8
f. Jika ada pembengkakan setelah 24 jam disarankan kumur-kumur air garam
hangat
g. Disarankan untuk banyak istirahat
h. Disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulut
i. Disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang diberikan

IX. Pemberian Resep


R/ Amoxicillin tab. 500 mg No. XII
 3 dd 1

R/ Asam mefenamat tab. 500 mg No. XII


 3 dd 1

X. Kontrol
a. 24 jam post odontektomi
tujuan untuk kontrol perdarahan, keradangan, kebersihan daerah operasi dan
kontrol jahitan.
b. 4 hari post odontektomi
tujuan untuk mengetahui proses radang reda atau belum, kontrol kebersihan
daerah operasi.
c. 7 hari post odontektomi
tujuan untuk mengetahui penyembuhan tulang dan membuka jahitan.

I. Komplikasi
a) Fraktur Mandibula
Managemen dari teknik yang sering digunakan adalah mengikat gigi-gigi
dengan arch bars dan elastic band untuk fixasi intermaxilla untuk fraktur
yang stabil. Dapat juga digunakan dengan kombinasi dengan reduksi
terbuka dan interosseus wire atau plate yang rigid pada fraktur yang tidak
stabil/unfavorable.

9
Contoh penatalaksanaan frkatur pada angulus mandibula post odontektomi
gigi 38 dengan melakukan operasi reposisi fixasi fragment fraktur dalam
anestesi umum dengan plate dan screw dan arch bars.
Tahapan pekerjaan :
1. Pasien terlentang di atas meja operasi dalam nasal intubasi dan general
anastesi, A dan Antisepsis daerah operasi sekitarnya, dilakukan infiltrasi
anestesi pada regio mukosa bukal dan distal M3 s/d P1, dilakukan insisi
dari distal M3 terus sampai 3 mm dibawah cervical gigi 37 s/d distal 35, 1
mm kearah mukobukal fold.
2. Flap dibuka dengan raspatorium terlihat jaringan fibrous mentupi garis
fraktur di sekitar angulus mandibula sinistra, jaringan fibrosis dikuret
sampai bersih di cuci dengan H2O2 dan NaOCl dan betadine, dilakukan
penghalusan dengan tulang dengan bur tulang (frezer), perdarahan dirawat,
luka operasi dicuci, flap dikembalikan dengan silk 3.0, kemudian dipasang
IMF sementara untuk penyesuaian oklusi.
3. Ekstra oral dibuat marker 1 cm dibawah anterior border angulus mandibula
4cm, kemudian dilakukan infiltrasi anestesi subkutan, diberikan marker
vertikal dg bagian tumpul pisau, dilakukan insisi lapis demi lapis, kutis,
subkutis s/d menembus platysma, tampak vena fasialis diligasi, insisi s.d
periost, garis fraktur di identifikasi, jaringan fibrosis dikuret, pencucian
Nacl+betadine, garis fraktur direposisi dg bone clamp, dipasang mini plate
monokortical 6 hole dan screw 4 buah pada daerah fraktur, luka operasi
dirawat dan dijahit lapis demi lapis, operasi selesai.
4. Medikasi post opearasi Clvamox 1 gr2x1, Toradol ampl/ drip, keesokan
harinya Solumedrol inj, diet cair per NGT 1x24 jam. Kontrol hari 1 post
operasi fixatur rigid, oklusi tercapai, edema(+), perdarahan (-), nyeri(+).
Kontrol 7 hari post operasi fixatur rigid, oklusi tercapai, edema minimal,
perdarahan (-), nyeri(- ). IMF dari wire dibuka diganti dengan ruber untuk
IMFnya, pelihara OH mulut.

10
b) Emfisema subkutan
Pada kasus emfisema yang ringan cukup diberi antibiotik spektrum luas
untuk mencegah infeksi yang lebih lanjut. Adanya jaringan subkutan yang
terisi udara memudahkan penyebaran infeksi. Selain itu, dilakukan kompres
hangat besok harinya untuk mempercepat terabsorpsinya udara. Pada kasus
yang serius, misalnya munculnya gangguan napas atau emfisema menyebar
ke pneumomediastinum, pasien harus segara dirujuk ke rumah sakit.
Surgical emphysema ringan dapat sembuh dalam waktu 3-5 hari, tetapi
emphysema yang berat, yang mengenai pneumomediastinum dapat
mengakibatkan komplikasi yang serius, misalnya henti jantung.

c) Perdarahan
Bila perdarahan terjadi pada saat dilakukan pembedahan maka harus
dilakukan pemeriksaan dengan teliti mengenai sumber perdarahan. Suction
dan penerangan yang yang baik merupakan syarat utama. Bila lokasi
perdarahan sudah ditemukan, lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak
menyakitkan. Bagian darah dibersihkan dan daerah tersebut dikeringkan.
Bila berasal dari soket gigi atau dinding tulang, dilakukan penekanan
dengan tampon adrenalin dan apabila tidak berhenti dapat dijahit. Bila gagal
juga masukkan oxidized celullose gause ke dalam soket di bawah jahitan
dan pasien menggigit tampon selama 10 menit.Bila berasal dari tepi gusi
yang sobek dilakukan penjahitan.
Perdarahan yang terjadi pada tindakan odontektomi molar ketiga bawah
umumnya berasal dari arteri lingualis dan arteri alveolaris inferior. Pada
perdarahan akibat rupturnya arteri alveolaris inferior dapat diatasi dengan
penekanan bone wax, pemakaian hemostatik lokal seperti absorbable gelatin
sponge gauze, oxidized cellulose yang berfungsi menghentikan perdarahan
dengan cara pembentukan bekuan dan matriks mekanik untuk mempercepat
pembentukan bekuan darah pada soket tersebut. Dapat juga dilakukan
penjepitan arteri dengan hemostat atau dengan pengikatan bila perlu, yaitu
dengan penjahitan mukosa di sekitar pembuluh darah tersebut. Pengikatan

11
dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu kencang, karena akan
menyebabkan hilangnya suplai darah di daerah tersebut dan menimbulkan
nekrosis.
Langkah terakhir dari pengontrolan perdarahan adalah dengan melakukan
tampon kasa. Mulut pasien harus dibersihkan dengan hati-hati dan sisa-sisa
darah dan ludah di daerah tersebut. Kasa diletakkan dengan hati-hati di
daerah operasi. Setelah perdarahan diatasi, pasien diinstruksikan untuk
berkumur dengan keras dan makan makanan yang lembut.
Perdarahan juga dapat terjadi post bedah. Perdarahan terjadi kadang-kadang
24 jam setelah tindakan bedah. Hal ini disebabkan dari jaringan granulasi
atau dari adanya pecahan tulang alveolar atau lepasnya bekuan darah akibat
berkumur-kumur dan mengunyah. Adanya oedema pada jaringan juga dapat
memutuskan pembuluh darah kecil di daerah operasi.
Bila pasien mengabarkan lewat telepon, pasien disarankan menggigit
tampon sebelum ke dokter gigi. Setelah itu daerah perdarahan harus dicari,
bila telah ditemukan dapat digunakan pemberian anastetikum untuk
mengontrol perdarahan sebelum titik perdarahan ditemukan.
Setelah lokasi ditemukan, segera dilakukan tindakan. Bila perdarahan
berasal dari tulang, dilakukan penghalusan tulang dan dibersihkan dari sia -
sisa fragmen – fragmen tulang dan dapat ditambah dengan penjahitan. Jika
berasal dari isa jaringan granulasi, maka harus dibersihkan. Jika idak efektif,
bahan hemostatik seperti spongostan dapat diletakkan ke dalam soket dan di
atasnya diberi tampon kasa. Setelah bebrapa menit tampon diambil dan
dilakukan penjahitan kembali.
d) Syok anafilaktik
Syok anafilaktk adalah suatu reaksi yang berasal dari efek vasodilator dari
histamin yang mengurangi volume heart stroke dan tekanan darah akibat
aliran balik vena ke jantung berkurang yang dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa menit.
Syok anafilaktik disebabkan oleh reintroduction protein asing ke dalam
tubuh pasien yang tersensitisasi melalui kontak sebelumnya. Obat-obat yang

12
sering menyebabkan reaksi ini terutama penisilin atau derivat PABA,
sefalosporin, sulfonamid, vankomisin, NSAID, bahan kontras radiologi,
immunoglobulin, vaksin, procaine, tetracaine, bahkan berbagai makanan
dan gigitan serangga.
Gejala yang ditimbulkan akibat pelepasan sejumlah besar histamine like
substance akan menyebabkan keluhan-keluhan pasien berupa dispnea,
dizziness, headache, itching atau urtikaria, rasa metal, dan rasa panas dalam
mulut/lidah, nadi lemah.
Bila terlihat gejala-gejala awal terjadi syok anafilaktik maka harus bertindak
segera. Adapun langkah-langkah penanganan yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut :
 Segera hentikan pemberian anestesi (obat-obatan lain)
 Baringkan pasien di lantai dengan kepala miring pada salah satu sisi
(untuk menghindari muntah)
 Angkat kepala dan leher pasien, kemudian ekstensikan dagu/kepala dan
jaga aliran udara agar bebas dari obstruksi baik anatomis maupun
mekanis
 Beri oksigen
 Jika arteri carotis tidak terba maka segera lakukan resusitasi jantung
paru
 Segera cari bantuan/telepon ambulans dan dokter spesialis THT (jika
diperlukan suatu intubasi/tracheostomy)
 Berikan obat-obat sesuai urutan:
1. Adrenalin 1:1000 sebanyak 0,5 ml secara subkutan (ulangi
setiap 10 menit) sampai gejala menghilang dengan adrenalin
sebanyak 0,5 mg. Tujuannya untuk menghilangkan
bronkospasme dan menstabilkan tekanan darah
2. Chlor-Trimeton (vial 10 mg), histamin, benadryl (50 mg
IV/IM) yang tujuannya untuk mengeblok respetor histamin.

13
3. Solu-cortef (hydrocortisone) 1 vial 100 mg x 2 atau lebih
secara intra vena atau 50 mg methylprenidson dan suntikkan
secara perlahan.
4. Aminophylline 1 atau 2 vial 10 ml secara intra vena (jika
bronkial spasme masih ada).
5. Bawa pasien sesegera mungkin ke rumah sakit.
e) Sinkop
Sinkop adalah suatu keadaan menurunnya kesadaran akibat
ketidakseimbangan dalam sirkulasi/distribusi darah ke perifer. Adanya
kekurangan darah di dalam otak dalam waktu tertentu disebabkan oleh
peningkatan aliran darah ke dalam pembuluh darah yang lebih besar
sehingga otak akan berefek lebih dahulu akibat kekurangan volume darah
dalam sirkulasi. Gejala-gejala sinkop adalah weakness, dizziness, pucat, rasa
dingin, nadi lemah (mula-mula cepat kemudian lambat) dan akhirnya pasien
mulai kehilangan kesdaran secara penuh. Sedangkan faktor kontributor
terjadinya sinkop adalah rasa nyeri, rasa takut, mual, dehidrasi, dental office
smell, melihat instrumen/darah, keadaan pasien tegang, keadaan hamil atau
menjelang menstruasi.
Penatalaksanaan Pasien Sinkop:
1. Posisikan pasien dnegan posisi trendelenberg atau baringkan pasien
di lantai. Hal ini pentinmg untuk hiperekstensi kepala dan untuk
hiperkstensi kepala dan untuk menaikkan ekstremitas bawah
2. Jangan mendorong pasien ke arah depan karena akan menutup jalan
nafas
3. Lepaskan seluruh pakaian yang dapat mengganggu pernafasann
4. Semprotkan air dingin ke wajah pasien
5. Pasien disuruh menghirup bau amonia
6. Jangan tinggalkan pasien yang pingsan sendirian
7. Jika pasien tidak pulih secara cepat sesudah menghirup bau amonia,
kita tidak boleh menganggap sebagai suatu sinkop sederhana tetapi
dengan komplikasi di dalam sistem sirkulasi dan pernafasan. Pada

14
kasus ini seorang dokter gigi harus segera mulai melakukan prosedur
resusitasi.

f) Pembengkakan
Edema post odontektomi terjadi akibat respon jaringan terhadap manipulasi
dan trauma selama operasi. Onset pembengkakan bertahap dan
pembengkakan maksimum diperkirakan terji pada hari keempat dan
penyembuhan terjadi pada hari ke tujuh.
Aplikasi ice packs pada ajah membuat pasien merasa lebih nyaman tapi
tidak mempunyai efek pada edema.
Medikasi dilakukan dengan pemberian 32 mg methylprenidsolone dan 400
mg ibuprofen 12 jam sebelum dan 12 jam sesudah operasi.
Edema post operasi edema dapat dikontrol dengan pemberian
dexamethasone 4 mg secara submukosa 1 jam sebelum operasi. Selain itu,
terapi juga dapat dilakukan dengan pemberian 8 mg dexamethosone
ditambahkan 2 gr amoxicillin/clavulanic acid 2 kali sehari.
g) Trismus
Pasien yang mengalami trismus diberikan terapi steroid. Pasien dengan
edema yang diberikan terapi steroid juga cenderung lebih sedikit mengalami
trismus. Obat yang diberikan adalah dexamethasone.
h) Rasa sakit
Rasa sakit post operasi umumnya terjadi 6 sampai 12 jam post operasi.
Manajemen post surgical pain meliputi kombinasi analgesik (metamizol),
parasetamol dan NSAID.
i) Infeksi
Infeksi pasca odontektomi biasanya merupakan tipe infeksi abses
subperiosteal. Hal ini biasanya diakibatkan oleh debris yang tertinggal di
bawah flap mukoperiosteal dan dirawat dengan debridement ataupun
drainase.

15
j) Alveolar osteitis
Alveolar osteitis atau dry socket merupakan gangguan pada proses
penyembuhan yang terjadi setelah pembentukan blood clot sebelum
tergantikan dengan jaringan granulasi.
Untuk menjaga stabilitas blood clot dapat digunakan gelatin sponge,
polylactic acid dn methylselullosa. Selain itu, soket juga diirigasi,
debridement dan diaplikasikan dressing yang mengandung eugenol.
Dressing diganti setiap hari selama 7 hari. Rasa sakit biasanya sembuh
dalam waktu 3 sampai 5 hari. Metronidazole juga dapat ditambahkan untuk
mempercepat penyembuhan dry socket.

No Tindakan Waktu
Mulai Selesai
1 Anastesi lokal
2 Membuat flap
3 Menghilangkan jaringan penghambat
4 Mengeluarkan/ mengungkit gigi
5 Menghaluskan tulang yang tajam,
debridement dan irigasi
6 Suturing/ penjahitan

16

Anda mungkin juga menyukai