Anda di halaman 1dari 9

25th March 2016 Diskursus PPTK

Samsul Ramli Trainer Pengadaan Barang dan Jasa

Gagal Paham Tentang PPTK dalam Pengadaan [http://samsulramli.com/gagal-


paham-tentang-pptk-dalam-pengadaan/]

Hati-hati para pejabat, pelaksana kegiatan, aparat, media atau siapa saja ketika
menyebut PPTK. Bisa-bisa salah kaprah dan ujung-ujungnya gagal paham.
Ternyata PPTK itu terdapat beberapa varian berdasarkan ruang lingkup tugas dan
dasar aturannya. Mari kita belajar bersama dan berhati-hati bersama agar tidak ada
yang di dzolimi.

Beberapa hari terakhir ini kembali mencuat diskusi tentang PPTK dalam
pengadaan barang/jasa. Bahkan dampaknya sudah masuk ke ranah proses
hukum pidana khusus. Seolah-olah PPTK menjadi penanggungjawab penuh atas
tidak berhasilnya sebuah proses pengadaan. Bahkan dibeberapa kasus, justru
oknum yang menjabat PPTK, yang memang merasapowerfull melebihi Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) yang bertandatangan kontrak. Atas dasar diskursus itu
mari kita buka asal-usul PPTK ini.

Dari hasil penelusuran beberapa peraturan ditemukan fakta bahwa


singkatan/akronim PPTK, setidaknya mempunyai arti dan ruang lingkup di 3
peraturan. Celakanya akronim PPTK di tiga peraturan ini ternyata berbeda ruang
lingkupnya.

Akibat dari akronim yang sama yaitu PPTK kemudian didekati dengan pola
pemahaman “UU Kebiasaan” yang berlaku, kemudian diimplementasikan tanpa
membaca aturan sesuai konsideran dan dasar hukum yang digunakan, fakta
dilapangan pencampuran antara kebiasaan dan keinginan akhirnya memunculkan
pembenaran atas satu hal yang keliru.

Saya akan coba bahas satu persatu akronim berdasarkan 3 peraturan ini.

PPTK versi PP 58/2010

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah dan seluruh turunannya mendefinisikan PPTK
sebagai Pejabat “Pelaksana Teknis Kegiatan“.

Definisi

Pasal 1 angka 16. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat
PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau
beberapa kegiatandari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

Definisi ini menggambarkan bahwa PPTK adalah pejabat unit SKPD yang
melaksanakan kegiatan berdasarkan program pada bidang tugasnya. Jika
demikian patut kiranya disebutkan bahwa jabatan PPTK ini adalah tugas struktural
terkait tugas pokok dan fungsi jabatan.

Kemudian terdapat juga kalimat “kegiatan dari suatu program”. Jika kita runut
dari definisi UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) pasal 1 angka 16, bahwa Program adalah instrumen kebijakan yang
berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh
alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi
pemerintah.

Secara teknis kemudian definisi UU 25/2004 dan PP 58/2005 dituangkan dalam


Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 1
menjelaskan secara tersetruktur tentang Program, Kegiatan, Output dan Outcame.

41. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang
disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.

42. Kegiatan adalah bagian dari programyang dilaksanakan oleh satu atau lebih
unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu
program dan terdiri dari sekumpulan tindakanpengerahan sumber daya baik
yang berupapersonil (sumber daya manusia),
barangmodal termasuk peralatan dan teknologi,dana, atau kombinasi dari
beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagaimasukan
(input) untuk menghasilkankeluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

43. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran
yang diharapkan dari suatu kegiatan.

44. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan
yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan
kebijakan.

Disini jelas bahwa tanggungjawab PPTK(Versi PP 58/2005) dibatasi hingga


terlaksananya sebuah kegiatan dengan baik. Apakah tugas PPTK sampai pada
menjamin output (barang/jasa) dari sisi kualitas dan kuantitas? Untuk menjawab ini
mari kita kupas PP 58/2004 dan Permendagri 13/2006 pada pasal 12 tentang
ruang lingkup Tugas PPTK (Versi PP 58/2005).

Ruang Lingkup Tugas

Pasal 12

(1) Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam


melaksanakanprogram dan kegiatan dapat menunjukpejabat pada unit
kerja SKPD selaku PPTK.

(2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup:

mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

melaporkan perkembangan pelaksanaankegiatan;

menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaankegiatan.

Penjelasan Pasal 12

Ayat (1) Penunjukan PPTK sebagaimana dimaksud dalam ayat ini melalui usulan
atasan langsung yang bersangkutan.

Ayat (2) Yang dimaksud dokumen anggaran adalah baik yang


mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen
administrasi terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Jelas sekali ruang lingkup tugas dan tanggungjawab PPTK (Versi PP


58/2005)adalah sejauh-jauhnya hanya sampai pada
“DOKUMEN ADMINISTRASI” Kegiatan
dan“DOKUMEN ADMINISTRASI” Pembayaran.

Kiranya tegas sekali bahwa tanggungjawab PPTK (Versi PP 58/2005) paling jauh
hanyalah sampai pada Dokumen Administrasi Kegiatan dan Dokumen Administrasi
Pembayaran. Artinya PPTK (Versi PP 58/2005) hanya bertanggungjawab
secara formil terhadap administrasi kegiatan dan pembayaran (Dokumen
administrasi SPP-LS Permendagri 13/2006 Pasal 92).

Sedangkan secara materiil output barang/jasa dipertanggungjawabkan oleh


personil yang melaksanakan pengadaan barang/jasa (pasal 1 angka
44 Permendagri 13/2006) dalam hal ini adalah PPK atau yang melaksanakan
kewenangan ke PPK-an (Perpres 54/2010 pasal 1 angka 7). Kemudian untuk
pembayaran secara materiil dipertanggunjawabkan oleh PA sebagai pejabat yang
bertanggungjawab atas tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja dengan melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran (Permendagri 13/2006 Pasal 10).

PPTK (Versi PP 58/2005)menegaskan bahwa


tugas, pokok dan fungsi-nya membantu PA (Pengguna Anggaran)/Kuasa PA (KPA)
pada wilayah keuangan kegiatan yaitu mempersiapkan kelengkapan dokumen
administrasi pembayaran SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang nantinya
diajukan bendahara pengeluaran dan diteliti oleh Pejabat Penatausahaan
Keuangan. Kemudian disisi pengadaan barang/jasa PPTK (Versi PP
58/2005) hanya bertanggungjawab pada wilayah formil yaitu memeriksa
kelengkapan administratif dokumen kegiatan sesuai batasan DPA (Dokumen
Pelaksanaan Anggaran) atau output DPA sebagaimana tertuang dalam lembar
Indikator (Input,Output dan Outcame).

Lalu yang bertanggungjawab secara materiil terkait pelaksanaan pekerjaan atau


pengadaan barang/jasa siapa? Tentang ini jelas tidak dapat dicari dalam peraturan
keuangan (pembayaran, pendapatan dan penganggaran). Harus dicari pada aturan
pengadaan barang/jasa (Perpres 54/2010 dan seluruh perubahan serta
turunannya) dimana didalamnya menyebut kewenangan ke-PPK-an.

Tapi apa lacur kalau kemudian aturan hanya dilihat sebagai dokumen aturan yang
tidak diacu dalam pelaksanaan bahkan dalam aturan turunan teknis turunannya.
Lihat kutipan SK PPTK yang saya dapatkan dari sebuah provinsi.
Silakan untuk didiskusikan untuk bahan perbaikan.

Pada bagian konsideran dan dasar hukum memasukkan Perpres 54/2010


sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Perpres 70 tahun 2012.
Tidak ada konektivitas yang cukup kuat antara Perpres 54/2010 (Pengadaan
barang/jasa) dengan tugas pokok dan fungsi seorang PPTK (Versi PP
58/2005).Tapi pada SK ditempatkann pada bagianmengingat.

Mengutip artikel hukumonline.com tanggal 19 Juni 2012 (Arti Bagian “Mengingat”


dalam Peraturan Perundang-undangan
[http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fdb23af4a0d9/arti-bagian-
%E2%80%9Cmengingat%E2%80%9D-dalam-peraturan-perundang-undangan] ) bahwa
bagian“mengingat” pada suatu peraturan perundang-undangan, bukan disebut
konsiderans melainkan dasar hukum. Sebagaimana Lampiran UU No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2012”).
Sebagai catatan pada SK tersebut tidak ada sedikitpun menguraikan tugas, fungsi
dan kewenangan organisasi Pengadaan Barang/Jasa. Jadi Dasar hukum dimuat
menjadi terkesan mubazir.

Pada bagian konsideran dan dasar hukum memasukkan hanya Permendagri


21/2011, padahal Permendagri 21/2011 adalah dokumen Perubahan dari
Permendagri 13/2006 yang sama sekali tidak disinggung dalam dasar hukum.
Kerancuan ini membuat posisi hukum PPTK (Versi PP 58/2005) menjadi kabur,
karena Permendagri 21/2011 sama sekali tidak merubah Pasal 12 dari
Permendagri 13/2006 tentang ruang lingkup tugas PPTK (Versi PP 58/2005).

Uraian Tugas, Fungsi dan Kewenangan PPTK sangat berbeda dengan Pasal 12 PP
58/2005 dan Permendagri 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri
21/2011. Yang memprihatinkan adalah betapa berat dan luasnya tanggungjawab
seorang PPTK dalam SK ini, yaitu Mempertanggunjawabkan SEMUA
kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya. Sementara PPTK(Versi PP
58/2005) membatasi tanggungjawab PPTK sampai pada tanggungjawab
formil/administratif saja yaitu Dokumen Administrasi Kegiatan dan Pembayaran.
Makna SEMUA KEGIATAN
sama saja dengan mempertanggungjawabkan secara formil maupun materiil.

Sebagai catatan, berkat SK ini, salah satu pengemban tugasnya telah ditahan
sebagai tersangka. Kejadian seperti ini tidak tertutup terjadi juga ditempat-tempat
lain. Terlepas dari yang bersangkutan terbukti atau tidak kejahatannya, semoga
pembuat SK diberi kesadaran dan pengampunan.

PPTK di Kementerian Dalam Negeri

Uniknya konseptor Permendagri 13/2006 dan seluruh perubahannya justru tidak


mengaplikasikan PPTK yang sama denganPPTK versi PP 58/2010. Hal ini
dimaklumi karena memang Kementerian Dalam Negeri tidak menggunakan APBD
tapi APBN. Coba kita lihat Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 (Permendagri 3/2013) Tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Dan Anggaran Di Lingkungan Kementerian Dalam
Negeri
Definisi PPTK

Pasal 1 angka 1 Permendagri 3/2013 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan,


yang selanjutnya disingkat PPTK, adalah pejabat
yangMEMBANTU pejabat yang mengambil tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban belanja Negara atau PPK dalam melaksanakan
kegiatan yang dibiayai dalam DIPA/rencana/indikator kerja serta tahapan penarikan
anggaran pada masing-masing satuan kerja.

Ruang Lingkup Tugas

Pasal 13

PPK memiliki tugas dan wewenang:

menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana


berdasarkan DIPA;

menetapkan Harga Perkiraan Sendiri;

menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan


Penyedia Barang /Jasa;

melaksanakan kegiatan swakelola;

mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;

membuat dan menandatangani SPP;

menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita


Acara Penyerahan;

menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan

melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)PPK dibantu


oleh PPTK.

Pasal 14

PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) pada satuan kerja pusat,
UPT, satuan kerja khusus, danSKPD pelaksana Dekonsentrasi, Tugas
Pembantuan, dan Urusan Bersama merupakan pejabat struktural satu tingkat di
bawah dan dalam unit kerja yang sama dengan PPK.

Selain PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditambah pejabat/staf
sebagai PPTK dalam satu unit pengelola kegiatan dan anggaran pada satuan
kerja pusat, UPT, dan satuan kerja khusus.

PPTK mempunyai tugas:

mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan


kegiatan;

mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;

membuat dan menandatangani SPP;


menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan

melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan


yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dokumen anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf bmencakup


dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang
terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan
perundang-undangan.

Perbedaanya adalah, pada Permendagri 3/2013 tegas bahwa PPTK membantu


PPK. Tidak seperti halnya definisi dan ruang lingkup tugas PPTK versi PP 58/2005
kemudian diturunkan dalam Permendagri 13/2006 sebagaimana diubah dengan
Permendagri 21/2011. Ketegasan ini dituangkan dalam Pasal 14 sehingga
diterangkan secara jelas PPTK tidak lagi hanya Mengendalikan Pelaksanaan
Kegiatan atau Dokumen Administrasi Kegiatan tapi lebih spesifik hingga ke
pelaksanaan perjanjian/kontrak yang juga menjadi tugas dari PPK Pasal 13 ayat 1
huruf f.

Jika kita lihat dari Permendagri 3/2013 kesamaan peran dengan PPTK versi PP
58/2005 tertuang dalam pasal 14 ayat 3 huruf a dan b ditegaskan melalui ayat 4
bahwa yang dimaksud dengan menyiapkan dokumen anggaran atas beban
pengeluaran pelaksanaan kegiatan adalah mencakupdokumen
administrasi kegiatan maupundokumen administrasi yang terkait dengan
persyaratan pembayaran.

Dengan demikian Permendagri 13/2006 sebagaimana diubah dengan


Permendagri 21/2011 sangat setia dengan definisi PP 58/2005 yang membatasi
peran PPTK di daerah hanya sampai pada menyiapkan dokumen anggaran
atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan adalah mencakupdokumen
administrasi kegiatan maupundokumen administrasi yang terkait dengan
persyaratan pembayaran.

Namun pada kenyataannya dilapangan PPTK didaerah (PPTK versi PP 58/2005)


justru “dipaksa” baik secara sukarela atau tidak menjalankan PPTK versi
Permendagri 3/2013 yang ruang lingkupnya hanya untuk Kementerian Dalam
Negeri (konsideran a. Permendagri 3/2013).

Perbedaan lainnya pada Permendagri 3/2013 disebutkan pada ayat (2) bahwa
selain PPTK (yang pejabat struktural), dapat ditambah pejabat/staf sebagai
PPTK dalam satu unit pengelola kegiatan. Staf dapat ditunjuk sebagai PPTK di
lingkup Kemendagri. Untuk PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006 tidak
sedikitpun kalimat yang membuka peluang staf dapat ditunjuk sebagai PPTK.

PPTK di wilayah Konstruksi

Oke, sekarang kita masuk ke wilayah peraturan lain yang juga kerap disalahpahami
berkaitan dengan peran dan fungsi PPTK(Versi PP 58/2005).

Tidak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada sektor


konstruksi bangunan adalah yang berkembang paling maju. Apalagi khusus untuk
Jasa Konstruksi Bangunan sudah dinaungi oleh UU 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi sementara Pengadaan Barang/Jasa hanya diatur setingkat Perpres.
Maka dari itu pola manajemen pengadaan barang/jasa suka tidak suka sebanyak-
banyaknya berkiblat pada UU 18/1999 dan turunannya.

Berkiblat ini ternyata dipahami secara umum sama dengan meng-copy paste
mentah-mentah dari sisi pemahaman tanpa memperhatikan aturan yang
mendasari. Berikut uraiannya.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/Prt/M/2007 Tentang


Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara

Pasal 4
(1) Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh
Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa
tenaga PENGELOLA TEKNIS dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka
pembinaan teknis.

(2) Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang


biayanya bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuanketentuan
dalam Peraturan Menteri ini.

(3) Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik BUMN/BUMD


mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

(4) Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota


pada ayat (2) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal
5.

(5) Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan Menteri ini
ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan persyaratan
pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.

Jadi pasal ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan pembangunan bangunan


gedung milik daerah mengacu pada ketentuan Permen PU 45/2007. Salah
satunya tentang kewajiban mendapat (harus mendapat) bantuan teknis berupa
tenagaPENGELOLA TEKNIS dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka
pembinaan teknis dan secara khusus diatur dalam peraturan kepala daerah.

Pada bagian Organisasi dan Tata Laksana manajemen konstruksi Bangunan


Gedung disebutkan bahwa :

B. ORGANISASI DAN TATA LAKSANA

1. PENGELOLA KEGIATAN

a. Organisasi Pengelola Kegiatan Organisasi Pengelola Kegiatan untuk


pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas:

1) Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen yaitu pejabat yang ditetapkan


oleh Pengguna Anggaran;

2) Pengelola Keuangan Satuan Kerja yaitu Bendaharawan dan Pejabat Verifikasi


yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran;

3) Pengelola Administrasi Satuan Kerja yaitu staf satuan kerja yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Kepala Satuan Kerja, yang sesuai ketentuan dapat terdiri atas
beberapa staf;

4) Pengelola Teknis yaitu tenaga bantuan dari Instansi Teknis Setempat.

Kemudian poin 4 tentang Pengelola Teknis dijabarkan pada poin 6 sebagai berikut:

6) Pengelola Teknis Kegiatan

Pengelola Teknis Kegiatan berfungsi membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat


Pembuat Komitmen dalam mengelola Kegiatan dibidang teknis administratif
selama pembangunan bangunan gedung negara pada setiap tahap, baik di tingkat
program maupun di tingkat operasional.

Pengelola teknis adalah pejabat fungsional bidang tata bangunan dan


perumahan atau yang bersertifikat pengelola teknis yang ditetapkan oleh dan
bertanggung jawab secara fungsional kepada:

Direktur Jenderal Cipta Karya c.q. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan
untuk satuan kerjasatuan kerja Kementerian/Lembaga tingkat Pusat di wilayah DKI
Jakarta; atau
Dinas Pekerjaan Umum/Instansi teknis provinsi yang bertanggung jawab dalam
pembinaan bangunan gedung sebagai bentuk penyelenggaraan tugas
dekonsentrasi untuk satuan kerja- satuan kerja Kementerian/Lembaga di luar
wilayah DKI Jakarta;

serta bertanggung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan


Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

Dari runtutan ini maka dapat dipahami bahwa peran dan fungsi Pengelola Teknis
Kegiatan, atau yang juga kerap disebutPejabat Pengelola Teknis
Kegiatan (PPTK versi Permenpu 45/2007), berada dibawah komando PPK.
Dengan demikian PPTK versi Permenpu 45/2007 bertanggungjawab secara formil
terkait administrasi teknis kegiatan konstruksi. Sedangkan yang bertanggungjawab
secara materiil tetaplah PPK yang bertandatangan kontrak.

Jika dihubungkan dengan pasal 7 ayat 2 huruf b1 Perpres 54/2010 sebagaimana


diubah dengan Perpres 70/2012 pada bagian penjelasan bahwa Tim pendukung
adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa. Tim pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, konsultan
pengawas, tim Pelaksana Swakelola, dan lain-lain. PPK dapat meminta kepada PA
untuk menugaskanPejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)dalam rangka
membantu tugas PPK.

Maka citarasa yang dipakai oleh Perpres 45/2010 memasukkan nomenklatur


PPTK adalah dengan citarasa Konstruksi yaitu peran dan fungsi Pejabat
Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK versi Permenpu 45/2007).

Masalahnya cita rasa menggunakan PPTK versi Permenpu


45/2007, yang menggunakan nomenklatur “PENGELOLA TEKNIS”,
tetapi Perpres 54/2010 menggunakan nomenklatur “PELAKSANA
TEKNIS” sebagaimana PPTK versi PP 58/2005.

Pertanyaannya apakah menggabungkan kewenangan formil administratif


kegiatandan tanggungjawab materiilpekerjaan/kegiatan pengadaan
barang/jasa, ke dalam satu jabatan yaitu PPTK adalah hal yang salah? Tidak betul-
betul salah jika secara substansi dipertimbangkan kewajaran pelimpahan
kewenangannya.

Prinsip pelimpahan kewenangan, pada PP 58/2005 Pasal 13, bahwa penunjukan


sebagai PPTK atas dasar pertimbangankompetensi jabatan, anggaran kegiatan,
beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

Maka kita lihat PPTK versi PP 58/2005 bahwa yang ditunjuk sebagai PPTK bukan
atas dasar kompetensi teknis tapi hanya tentang jabatan saja. Sementara jika akan
merangkap tugas sebagai PPTK versi Permenpu 45/2007, diarea materiil ke-PPK-
an Konstruksi bangunan, yang menjabat harus pejabat fungsional bidangtata
bangunan dan perumahan atau yang bersertifikat pengelola teknis. Jika yang
bersangkutan jelas-jelas tidak punya kompetensi teknis ke-konstruksi-an maka
membebankan 2 peran dan fungsi adalah hal yang tidak akuntabel dan
profesional.

Secara legal formal PPTK gabungan (PP 58/2005 dan Permenpu 45/2007) harus
dibekali dengan Surat Keputusan yang juga sesuai secara substantif dan legal.
Konsideran dan Dasar Hukum harus jelas memasukkan unsur PP 58/2005 dan
turunannya, Permen PU 45/2007 dan turunannya dan juga Perpres 54/2010
beserta seluruh perubahan dan aturan turunannya.

Membebani seorang penanggungjawab administrasi kegiatan (formil) dengan


tanggungjawab teknis kegiatan/pekerjaan (materiil) adalah kesalahan. Apalagi
untuk pekerjaan konstruksi bangunan! Tanpa dibekali dengan
keahlian/keterampilan yang cukup, sama saja membiarkan yang bersangkutan
terjerumus pada kesalahan yang berakibat pada Kerugian Negara. Lalu dalam
kondisi seperti ini sebenarnya siapa yang bertanggungjawab? Yang diperintah atau
yang memerintah? Perlu diingat UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, salah satunya pasal 54 ayat 2, menegaskan bahwa Keputusan
yang bersifat deklaratif menjadi tanggung jawab Pejabat Pemerintahan
yang menetapkan Keputusan yang bersifat konstitutif. Untuk itu pembuat
keputusan harus betul-betul berhati-hati agar tidak berpotensi melanggar hukum.

Sedikit kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah:

PPTK di daerah acuannya adalah Permendagri 13/2006 sebagaimana diatur dalam


PP 58/2005 sebagai turunan langsung dari 3 paket UU Keuangan Negara
(17/2003,1/2004 dan 15/2004) dimana ruang lingkup tugasnyahanya sampai
unsur formil pengendalian kegiatan meliputi dokumen administrasi
kegiatan maupun dokumen administrasiterkait dengan persyaratan
pembayaran.

PPTK versi PP 58/2005 adalah Pejabat pada unit SKPD bukan Staf pada unit
SKPD karena jabatan PPTK adalah jabatan struktural berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsi jabatan atau unsur manajerial.

Jika PPTK versi PP 58/2005 akan diperlakukan selayaknya PPTK Permendagri


3/2011, sebagaimana pada lingkungan Kementerian Dalam Negeri, maka harus
ada aturan minimal setingkat peraturan daerah yang menegaskan ruang lingkup
tugas dan tanggungjawab formil kegiatan sekaligus materiil seorang PPTK.

PPTK diwilayah teknis materiil atau pelaksanaan kontrak atau pelaksanaan


pengadaan, khususnya konstruksi bangunan, ditegaskan oleh Permen PU
45/2007 adalah pejabat fungsional bidang tata bangunan dan perumahan
atau yang bersertifikat pengelola teknis.

Melibatkan PPTK versi 58/2005 ke dalam wilayah teknis materiil pekerjaan atau
pelaksanaan kontrak tanpa membekali dengan kompetensi teknis yang cukup,
tidak sesuai dengan asas profesionalisme dan segala kesalahan berpotensi
menjadi tanggungjawab pejabat yang memberi perintah (UU 30/2014 pasal 54
ayat 2).

Demikian yang dapat saya pelajari dan pahami, walahualam bissawab.

Posted 25th March 2016 by Anonymous

0 Add a comment

Enter your comment...

Comment as: Ian Ardian (Google) Sign out

Publish Preview Notify me

Anda mungkin juga menyukai