Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINATOLOGI


RSD dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Maternitas dan Anak

oleh

Kukuh Aria Wijaya, S.Kep.


NIM 112311101059

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hiperbilirubin di Ruang


Perinattologi RSD. dr Soebandi Jember yang telah disetujui dan disahkan pada:
tanggal : Juli 2016
tempat : Ruang Perinatologi

Jember, Juli 2016

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

NIP. NIP.

Mengetahui,
Kepala Ruangan

NIP.
Hiperbillirubin

1. Definisi Hiperbilirubinemia
Ikterus ialah suatu gejala klinik yang sering tampak pada Neonatus. Akibatnya
bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat kuningnya bayi
tidak selamnya ssuai dengan kadar bilirubin serum. Pemeriksaan kadar bilirubin serum
sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang dihadapi.
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang
memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess
Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non
Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95%
menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).

Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut
Normogram Bhutani
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sukadi,2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17μmol/L)
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl(86μmol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis
berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu
pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan kadar bilirubuin serum total lebih dari 10
mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sklera dan organ lain,
keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu
keadaan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak.

2. Metabolisme Biliribun
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat
serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase
yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

ERITROSIT

HEMOGLOBIN

HEM GLOBIN

BESI/FE BILIRUBIN INDIREK Terjadi pada


( tidak larut dalam air ) Limpha, Makofag

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN Terjadi dalam


ALBUMIN plasma darah

MELALUI HATI

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN Hati


GLUKORONAT/ GULA RESIDU
BILIRUBIN DIREK

( larut dalam air )

BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE


KANDUNG EMPEDU
Melalui
Duktus Billiaris
KANDUNG EMPEDU KE
DEUDENUM

BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI


MELALUI URINE & FECES

3. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
3.1 Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2.2 Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda -
tandanya sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5% pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:


a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sbb:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
 Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
 Kadar Bilirubin Serum berkala.
 Darah tepi lengkap.
 Golongan darah ibu dan bayi.
 Test Coombs.
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Heparbila
perlu.

b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


 Biasanya Ikterus fisiologis.
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, ataugolongan
lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
 Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin
Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan darah tepi.
 Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu


pertama.
 Sepsis.
 Dehidrasi dan Asidosis.
 Defisiensi Enzim G6PD.
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme
 Breast milk Jaundice.
 Infeksi.
 Hepatitis Neonatal.
 Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan


 Pemeriksaan Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan darah tepi.
 Skrining Enzim G6PD.
 Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi Toksoplasmosis,
Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif (Hassan et
al.2005)

5. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada
kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan
atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f) Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)

Gambaran klinik ikterus patologis:


a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Tanda dan gejala pada penderita hiperbilirubin adalah;


a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi
c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh
yang biasanya merupakan jaundice fisiologis
d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
f. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot

Berikut ini adalah Rumus Kramer untuk menentukan kadar bilirubin :

Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.

6. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
2) Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
3) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4) Riwayat inkompatibilitas darah
5) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa (Etika et
al, 2006).
b. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika
et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar
Ikterus Bilirubin (rata-rata)
Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai dengan umbilicus 8,9 9,4
3 Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut 11,8 11,4
4 Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki 15,8 13,3
5 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonates yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat. Pemeriksaan tambahan yang sering
dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah
dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan
bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung
usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).

Waktu Diagnosa banding Anjuran pemeriksaan


Hari ke 1 Penyakit hemolitik (bilirubin - Kadar bilirubin serum
indirek berkala, HB, HT,
- Inkompatibilitas (Rh, ABO) retikulosit, sediaan apus
- Sferositosis darah
- Anemia hemolitik non - Golongan darah
sferositosis(misal: defisiensi ibu/bayi/uji Coomb
G6PD) - Uji tapis defisiensi enzim
- Ikterus obstruksi (bilirubin - Uji serologi terhadap
direk) TORCH
- Hepatitis neonatal o.k TORCH
Hari ke-2 s.d ke-5 - Kuning pada bayi prematur - Hitung jenis darah
lengkap
- Kuning fisiologik - Urin mikroskopik &
- Sepsis biakan urin
- Darah ekstravaskular - Pemeriksaan terhadap
- Polisitemia infeksi bakteri
- Sferositosis kongenital - Golongan darah ibu/bayi,
uji Coomb

Hari ke-5 s.d ke-10 - Sepsis - Uji fungsi tiroid


- Kuning karena ASI - Uji tapis enzim G6PD
- Defisiensi - Gula dalam urin
- Hipotiroidisme - Pemeriksaan terhadap
sepsis
- Galaktosemia
- Obat-obatan
Hari ke-10 atau lebih - Atresia biliaris - Urin mikroskopik &
- Hepatitis neonatal biakan urin
- Kista koledokus - Uji serologic terhadap
- Sepsis (terutama infeksi saluran TORCH
kemih) - Alfa feto protein, alfa-1
- Stenosis pilorik antitriptisan
- Biopsi hati
- Kolesistografi
- Uji rose-bengal

Pengukuran bilirubin diindikasikan jika: (Tom Lissauer dan Avroy A. Fanaroff. 2008)
 Ikterus pada usia kurang dari 24 jam
 Ikterus tampak signifikasn pada pemeriksaan klinis
a. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah
tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.Sampel serum
harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).Beberapa senter menyarankan
pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2
minggu.
b. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak.Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi
tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum
akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO
yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin.
Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus

Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat

Hari 2 Tengan dan tungkai *

Hari 3 Tangan dan kaki


* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus
sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
c. Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.
d. Urin: untuk mengetahui adanya bilirubin dalam urin.
e. Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
f. Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.Hepatitis B akut
ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
g. Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan
kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan
penyakit fokal pada hati.

7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu,(Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil.
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai.
d. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
e. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
2. Penatalaksaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan:
1) Kadar bilirubin serum berkala
2) Darah tepi lengkap
3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi
hepar bila perlu
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir, pemeriksaan yang perlu diperhatikan:
1) Bila keadaan bayi dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan
darah tepi
2) Periksa kadar bilirubin berkala
3) Pemeriksaan peyaring enzim G-6-PD
4) Biakan darah, biopsi hepar bila indikasi
3. Jika setelah tiga – empat hari kelebihan bilirubi masih terjadi, maka bayi harus segera
mendapatkan terapi.

a. Terapi sinar (fototerapi)


Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubi dalam
darah kembali ke ambang batas normal
b. Terapi tranfusi
Jika setelah menjalani foto terapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
miningkat, hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan
sel saraf (kern ikterus).
c. Terapi obat-obatan\
d. Menyusui bayi dengan ASI
Seperti diketahui, ASI memiliki zat-at terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar
buang air besar dan kecilnya\
e. Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit (Nurarif, 2015)

8. Komplikasi
Keadaan hiperbilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan
menyebabkan komplikasi;
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus : terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak
jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar - putar, gerakan
tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Pathway

Penyakit hemolitik Obat – obatan: salisilat Gangguan fungsi hepar

Hemolisis defisiensi Jumlah bilirubin yang akan diangkut Jaundice ASI


ke hati berkurang (pregnanediol)
Pembentukan bilirubin
bertambah Defisiensi G-6-PD

HIPERBILIRUBIN Konjugasi bilirubin indirek


menjadi bilirubin direk lebih
rendah

Bilirubin indirek Indikasi Fototherapy Peningkatan pemecahan


meningkat (>12 mg/dl) bilirubin

Perubahan suhu Pemisahan bayi Pengeluaran cairan


Ikterus pada sklera,
lingkungan dengan orang tua empedu meningkat
leher, dan badan

Saraf aferen Gangguan peran Peristaltik usus


Kerusakan integritas meningkat
kulit orang tua

Hipotalamus Diare
Perubahan peran
orang tua
Vaskontriksi
Pengeluaran volume
cairan meningkat dan
Penguapan menurun intake menururn

Hipertermi
Kekurangan volume
cairan
9. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperbiliribun
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses
konjungasi sebelum ibu partus.
b) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektifkter. Lahir prematur /
kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin
c) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna
dan hati ( hepatitis )
e) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman ortu ⇒bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah )
sehingga BB bayi mengalami penurunan.
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja
berwarna pucat
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah
terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ).
Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /
tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas
( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang – kadang terjadi
kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.
5. Masalah Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit
b. Kekurangan volume cairan
c. Hipertermi
6. Intervensi Keperawatan
Diagnose keperawatan Tujuan Rencana tindakan
1) Kerusakan NOC: NIC: Pressure Ulcer Care
- Monitor warna dan
Integritas kulit Tissue Integrity; Skin &
keadaan kulit setiap 4 8
Mucous Membran
jam
Keadaan kulit bayi
- Monitor kadaan bilirubin
membaik dlam waktu ....
direks dan indireks,
Kriteria hasil :
laporkan
- Kadar bilirubin - pada Data Obyektifkter
dalam batas normal jika ada kelainan
- Kulit tidak - Ubah posisi miring atau
berwarna kuning tengkurap.
- Daya isap bayi - Perubahan posisi setiap 2
meningkat jam
- Pola BAB dan - berbarengan dengan
BAK normal perubahan posisi, lakukan
massage dan monitor
keadaan kulit.
- Jaga kebersihan dan
kelembaban kulit .
- Pemeriksaan lab
( Bilirubin )
Kekurangan volume cairan NOC ; NIC:
Termoregulation :
newborn 1. Pertahankan intake : beri

Tissue Integrity; Skin & minum sesuai kebutuhan

Mucous Membran karena bayi malas minum


2. berikan berulang-ulang, jika
tidak mau menghisap dapat
Setelah dilakukan tindakan
diberikan menggunakan
keperawatan selama 3 x 24
sendok atau sonde.
jam diharapkan tidak 3. Berikan terapi infus sesuai
mengalami kekurangan program bila indikasi :
cairan berlebih dengan meningkatnya temperatur,
kriteria hasil: 4. meningkatnya konsentrasi
urin, dan cairan hilang
- BB dalam batas normal berlebihan.
- Reflek menghisap 5. Perhatikan frekuensi BAB,
normal mungkin susu tidak cocok
- Respon terhadap
(jika bukan ASI) .
rengsang normal 6. Kaji adanya dehidrasi:
- Tingkat bilirubin dalam
membran mukosa, ubun-ubun,
batas normal
turgor kulit, mata.
7. Monitor suhu tiap 2 jam.
Hipertermi NOC: NIC:
Temperature Regulation
Thermoregulation :
 Pertahankan suhu
Newborn
lingkungan yang netral
Suhu tubuh bayi kembali  Pertahankan suhu tubuh
normal dan stabil dalam 36,50C - 370C
waktu .........  jika demam lakukan

Kriteria hasil : kompres/axilia untuk

 Suhu tubuh 360C - mencegah cold/heat stress


 Cek tanda Vital setiap 2 –
370C
 Membran mukosa 4 jam sesuai yang

lembab dibutuhkan
 Kolaborasi pemberian
antipiretik jika demam
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman, S., 2013. Hiperbilirubinemia, in Kosim M. Sholeh et al.


Arif, M., et al. 2013. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III Jakarta. Medis
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp 503 -05
Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama . Jakarta: Badan Penebit IDAI. pp 147 American
Academy of Pediatrics, 2004. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management
of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pp
114; 294.
Depkes RI, 2014. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan dan Dokter.Depkes RI.
Dewi, VNL, (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Saalemba Medika, Jakarta
Doenges Marilyn E, Moorhouse Mary F, Geissler Alice C, (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC.
Gotoff, S. P., 2014 Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir . Dalam: Ilmu
Kesehatan Anak , Nelson, Editor Edisi Bhs Indonesia. ECG; 610-7
Halamek, L. P., Stevenson D. K., 2007. Neonatal jaundice and Liver Disease. Dalam:
Nurarif AH, Kusuma H, (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkn diagnosa medis
& NANDA NIC NOC. Edisi revisi. jilid 3. Mediaction, Yogyakarta.
Sarwono, Erwin, et al. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya: RSUD
Dr.Soetomo. pp169; 173
Sylviati M. D., Fatimah I., Agus H., Risa. E., 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bagian/SMF. Ilmu Kes. Anak FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.
Wardah, Y, (2015). Laporan Pendahuluan Hiperbilirubinemia di Ruang Perinatologi
RSUD Kota Semarang.

Anda mungkin juga menyukai