Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
Pengertian Waralaba
waralaba atau Franchise adalah konsep pemasaran produk dan jasa secara cepat dengan memperluas
jaringan dalam bentuk pemberian lisensi (nama, produk, sistem, prosedur) dari pemilik merek (franchisor)
kepada penerima waralaba (franchisee) pada jangka waktu tertentu dengan hak dan kewajiban yang telah
disepakati kedua belah pihak.

Istilah franchise berasal dari bahasa prancis, yaitu affranchir yang artinya to free (membebaskan).
Waralaba diperkenalkan pertama kali di Amerika pada tahun 1850 oleh Isaac Singer, berupa produk
mesin jahit Singer. Selanjutnya diikuti oleh General Motors Industry pada tahun 1898 dan Coca Cola
pada tahun 1908. Sedangkan di Indonesia, franchise mulai dikenal pada tahun 1970-an dengan masuknya
Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba, pengertian waralaba
adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan
ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba
adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Penerima waralaba adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.
Berikut ini beberapa pengertian dan definisi waralaba dari beberapa sumber buku:
Menurut Susilowati (2013:49), waralaba (franchise) adalah kontrak perjanjian pemakaian nama, merk
dagang, dan logo perusahaan tertentu dari pemberi waralaba (franchisor) yang di dalamnya dicantumkan
ikhtisar peraturan pengoperasiannya oleh perusahaan yang menggunakan (franchise), jasa yang
disediakan oleh pemberi waralaba (franchisor), dan persyaratan keuangan.
Menurut Iwantono (2006:197), waralaba adalah suatu cara melakukan kegiatan usaha yang didasarkan
pada hubungan yang berkesinambungan antara pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima waralaba
(franchisee). Hubungan ini meliputi sistem distribusi, dimana seorang penerima waralaba diperkenankan
mengelola usahanya sendiri supaya dapat memanfaatkan sistem distribusi milik pemberi waralaba.
Menurut Saliman (2014:58), franchise adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama, dagang, sebuah
rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut franchisor) yang memberikan lisensi ke pihak lain
(biasanya disebut franchisee) untuk menjual atau memberi pelayanan dari produk di bawah nama
franchisor Franchisee biasanya membayar semacam fee (royalty) kepada franchisor terhadap aktivitas
yang mereka lakukan.
Menurut Sutedi (2008:31), waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Jenis-Jenis Waralaba

Menurut East Asian Executive Report (1983), waralaba atau franchise diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu (Salim, 2010:168):

1. Product Franchise, suatu bentuk waralaba dimana penerima waralaba hanya bertindak
mendistribusikan saja produk dari patnernya dengan pembatasan areal, seperti pengecer
bahan bakar Shell atau British Petroleum.
2. Processing Franchise or Manufacturing Franchise, di sini pemberi waralaba hanya
memegang peranan memberi Know-how, dari suatu proses produksi seperti minuman
Coca Cola atau Fanta.
3. Bussiness Format atau System Franchise, dimana pemberi waralaba sudah memiliki
cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, kepada konsumen. Seperti
Dunkin Donuts, KFC, Pizza Hut, dan lain-lain.

Sedangakan menurut Widjaja (2004:43), berdasarkan kegiatanya waralaba dibagi


menjadi dua jenis, yaitu:

a. Waralaba produk dan merek dagang


Waralaba ini adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Pemberi waralaba
memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan
oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek
dagang milik pemberi waralaba.

Atas pemberian izin penggunaan merek dagang tersebut biasanya pemberi waralaba
memperoleh suatu bentuk pembayaran royalti di muka dan selanjutnya pemberian
waralaba memperoleh keuntungan (yang sering juga disebut dengan royalti berjalan)
melalui penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam
bentuknya yang sangat sederhana ini, waralaba produk dan merek dagang seringkali
mengambil bentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.

b. Waralaba format bisnis


Waralaba format bisnis ini terdiri dari:

1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.


2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai
dengan konsep pemberi waralaba.
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.

Karakteristik Waralaba
Menurut Simatupang (2007:58), terdapat beberapa karakteristik dasar waralaba, yaitu
sebagai berikut:

1. Harus ada suatu perjanjian (kontrak) tertulis, yang mewakili kepentingan yang seimbang
antara franchisor dengan franchisee.
2. Franchisor harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan
dimasukinya.
3. Franchisee diperbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan menggunakan
nama/merek dagang, format dan atau prosedur, serta segala nama (reputasi) baik yang
dimiliki franchisor.
4. Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dan sumber dananya sendiri atau
dengan dukungan sumber dana lain (misalnya kredit perbankan).
5. Franchisee berhak secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6. Franchisee membayar fee dan atau royalti kepada franchisor atas hak yang didapatnya
dan atas bantuan yang terus menerus diberikan oleh franchisor.
7. Franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satu-satunya
pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkannya.
8. Transaksi yang terjadi antara franchisor dengan franchisee bukan merupakan transaksi
yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau antara individu dengan
perusahaan yang dikontrolnya.

Landasan Hukum Waralaba


Ketentuan dan landasan hukum waralaba di Indonesia, diatur dalam Peraturan dan
perundang-undangan sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba.


2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997
Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha
Waralaba.
3. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/MDAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
4. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
5. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
1.6.Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Waralaba
(bahasa Inggris: franchising; bahasa Perancis: franchise yang aslinya berarti hak atau
kebebasan)[1] adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan.[2] Sedangkan
menurut versi pemerintah Indonesia, waralaba adalah perikatan yang salah satu pihaknya diberikan
hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan
dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.[3]
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah:
Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir dengan
pengwaralaba[4] (franchisor) yang memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Pemberi waralaba dan penerima waralaba


Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan pemberi
waralaba dan penerima waralaba[4]

 Pemberi waralaba (franchisor)[4] adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak
kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
 Penerima waralaba (franchisee) [4], adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak
untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan,
atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.[5]

Sejarah Waralaba

Perusahaan Coca cola di Atlanta, Amerika Serikat.


Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit
Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut
gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS.
Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri
Coca Cola.[6] Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola,
melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry pada tahun 1898.
Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan
jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan
mobil dengan penjual.

Mc Donalds, salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai
pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935,
Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha
restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri
menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain
sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada
tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business
format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba
yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai
suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang
ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui
usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an.
Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemberi waralaba dalam menyeleksi calon mitra
usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.

Jenis waralaba[
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:

 Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah
diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
 Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin
cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup peranti awal dan kelanjutan
usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.

Biaya waralaba
Biaya waralaba meliputi:

 Ongkos awal, dimulai dari Rp10 juta hingga Rp1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang
dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi
pengwaralaba dan ongkos penggunaan HAKI.
 Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya
ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak
adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk
pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.

Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer
kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an,
yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu pewaralaba tidak sekadar menjadi
penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar waralaba dapat
berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah
kepastian hukum yang mengikat baik bagi pengwaralaba maupun pewaralaba. Karenanya, kita
dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang
pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba
di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba
ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-
ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai
berikut:

 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30


Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
 Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba
 Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
 Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di
Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh
lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang
dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di
bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita
yang berkedudukan sebagai penerima waralaba diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui
waralaba master (master franchise) yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk
penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu
jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di
Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba &
License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di
Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI
dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan
roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and
Business Concept Expo (Dyandra), Franchise License Expo Indonesia (Panorama convex), Info
Franchise Expo (Neo dan Majalah Franchise Indonesia).

Tingkat pengembalian
Tingkat pengembalian yang layak dari sebuah waralaba adalah minimum 15 persen dari nilai.

Lain-lain
 Di Indonesia waralaba yang berkembang pesat dan masih sangat menguntungkan adalah
waralaba di bidang makanan (Wong Solo, Sapo Oriental, CFC, Hip Hop, Red Crispy, Papa
Rons dan masih banyak merek lainnya).
 Waralaba berbentuk retail mini outlet (Indomaret, Yomart, AlfaMart) banyak menyebar ke
pelosok kampung dan permukiman padat penduduk.
 Di bidang Telematika atau Information & Communication Technology, juga mulai diminati pada 3
tahun terakhir ini berkembang beberapa bidang waralaba seperti distribusi tinta printer
refill/cartridge (Inke, X4Print, Veneta, dll.), pendidikan komputer (Widyaloka, Binus), distribusi
peralatan komputer (Micronics Distribution), Warnet / NetCafe (Multiplus, Java NetCafe, Net
Ezy), Kantor Konsultan Solusi JSI, dll.
 Yang juga menguntungkan adalah waralaba di bidang pendidikan (Science Buddies,
ITutorNet, Primagama, Sinotif), lebih menarik lagi terdapat Sekolah robot (Robota Robotics
School), taman bermain (SuperKids) dan taman kanak-kanak(FastractKids, Kids2success,
Townfor Kids), Pendidikan Bahasa Inggris (EF/English First, ILP, Direct English), dll.
 Perkembangan merek dan waralaba dalam negeri cukup pesat dan pada pameran pameran
waralaba di tanah air terlihat banyak merek merek nasional Indonesia bersaing dengan merek
global dan regional.

Tatacara Pendirian Bisnis Framchise/Waralaba


Pendirian Franchise/Waralaba di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang
Franchise/Waralaba baik mengenai Kreteria, Persyaratan, Pendaftaran, Penerapan
Sanksi Pelanggaran, Kewajiban dan Larangan Bisnis Franchise/Waralaba yang
diuraikan sebagai berikut ;

I. Kriteria Franchise/Waralaba
Franchise/Waralaba harus memenuhi kriteria yaitu ;
a.Memiliki ciri khas usaha,
b.Terbukti sudah memberikan keuntungan
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

II.Pemberi Franchise/Waralaba Harus Menyampaikan Prospektus


Franchise/Waralaba.

Penawaran prospektus usaha Franchise/Waralaba harus disampaikan oleh


Pemberi Franchise/Waralaba kepada Penerima Franchise/Waralaba 2
(dua) minggu sebelum ditandatangani Perjanjian Franchise/Waralaba.
Prospektus harus berisi ;

a. Data identitas Pemberi Franchise/Waralaba,


b. Legalitas Franchise/Waralaba seperti SIUP atau izin usaha yang berlaku di
negara pemberi Franchise/Waralaba;

c. Sejarah kegiatan usaha;


d. Struktur organisasi;
e. Laporan keuangan dari Pemberi Waralaba 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit oleh akuntan public;
f. Jumlah tempat usaha yang telah ada sebelumnya dari Pemberi
Franchise/Waralaba;
g. Daftar Penerima Franchise/Waralaba yang telah diberikan;

Kemudian Pemberi Franchise/Waralaba wajib mendaftarkan prospektus


penawaran Franchise/Waralaba sebelum membuat Perjanjian
Franchise/Waralaba dengan Penerima Franchise/Waralaba kepada
Menteri Perdagangan dengan melampirkan dokumen yaitu ;
a. fotokopi prospektus penawaran waralaba;
b. fotokopi legalitas.

Prospektus penawaran Franchise/waralaba yang didaftarkan oleh Pemberi


Franchise/Waralaba dari luar negeri harus dilegalisir oleh Notaris publik
(public notary) dengan melampirkan surat keterangan dari atase
perdagangan RI atau Pejabat kantor perwakilan RI di negera asal.

III. Bisnis Franchise/Waralaba Harus Didasarkan Kepada Perjanjian


Franchise/Waralaba;

Franchise/Waralaba diselenggarakan berdasarkan Perjanjian


Franchise/Waralaba, Perjanjian Franchise/waralaba paling sedikit memuat
hal-hal;
a. Nama dan alamat Penerima dan Pemberi Franchise/Waralaba,
b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual (seperti ; Paten, merek, Hak Cipta, Desain
Industri),
c. Kegiatan usaha;
d. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Franchise/Waralaba;
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang
diberikan Pemberi Franchise/Waralaba kepada Penerima
Franchise/Waralaba;
g. Wilayah usaha;
h. Tata cara pembayaran imbalan h.kepemilikan, perubahan kepemilikan,
dan hak ahli waris
j. Penyelesaian sengketa,
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

IV. Perjanjian Franchise/Waralaba Harus Didaftarkan.

Penerima Franchise/waralaba wajib mendaftarkan Perjanjian


Franchise/Waralaba kepada Menteri Perdagangan dengan melampirkan :
a. Fotocopy legalitas usaha
b. Fotocopy perjanjian waralaba
c. Fotocopy prospekstus penawaran waralaba
d. fotokopi kartu tanda penduduk pemiliik/pengurus perusahaan ,

V. Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW);


Menteri Perdagangan akan menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran
Franchise/Waralaba (STPW) bilama permohonan pendaftaran prospektus
dan permohonan pendaftaran Perjanjian Franchise/Waralaba telah
memenuhi persyaratan diatas, dan STPW berlaku 5 tahun, dan
dapat diperpanjang 5 (lima) tahun lagi bilamana Perjanjian Waralaba
belum berakhir.

Sebelum STWP diterbitkan apabila diperlukan pejabat peneribt STPW


dapat meminta Pemohon untuk melakukan presentasi mengenai kegiatan
usaha Franchise/Waralaba yang dilakukan dihadapan tim penilai.

Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan mengeluarkan STPW


atas permohonan prospektus penawaran Franchise/Waralaba yang
dimohonkan oleh Pemberi Franchise/Waralaba yang berasal dari luar
negeri, Pemberi Franchise/Waralaba berasal dari dalam negeri, Pemberi
Franchise/waralaba lanjutan berasal dari Franchise/waralaba luar negeri,
dan Pemberi Franchise/Waralaba lanjutan berasal dari Franchise/Waralaba
dalam negeri

Gubernur DKI Jakarta atau Bupati/walikota seluruh Indonesia


mengeluarkan STPW atas permohonan pendaftaran Perjanjian Waralaba
yang diajukan oleh Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam
negeri, Penerima Waralaba lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri dan
Penerima Waralaba lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri .

VI. Larangan dalam melakukan Bisnis Franchise/Waralaba ;

Adapun tindakan yang dilarang dalam melaksanakan bisnis Franchise/


waralaba adalah sebagai berikut :

1. Pemberi Franchise/waralaba tidak dapat menunjuk Penerima Waralaba


yang memiliki hubungan pengendalian dengan pemberi waralaba baik
secara langsung maupun tidak langsung;
2. Pemberi Franchise/waralaba tidak dapat menunjuk Penerima Waralaba
yang baru untuk wilayah yang sama dalam hal terjadi sengketa pemutusan
perjanjian waralaba yang dilakukan sepihak oleh Pemberi Waralaba
sebelum adanya kesepakatan penyelesaian sengketa Pemberi
Waralaba dengan Penerima Waralaba (clean break) atau sampai ada
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

VII. Kewajiban Dalam Melaksanakan Bisnis Franchise/Waralaba ;

1. Pemberi Franchise /Waralaba maupun Penerima Franchise/Waralaba wajib


mematuhi ketentuan Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
kegiatan usahanya ;
2. Pemberi Franchise/Waralaba wajib memberikan pembinaan berupa
pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan opersional
manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada Penerima
Franchise/Waralaba secara berkesinambungan.
3. Pemberi dan Penerima Franchise Waralaba wajib menggunakan bahan
baku, peralatan usaha serta menjual barang dagangan paling sedikit 80 %
barang dan/atau jasa produksi dalam negeri ;
4. Pemberi Franchise/Waralaba harus bekerjsama dengan pengusaha kecil
dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau
pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan
persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi waralaba.

VIII. Sanksi atas Pelanggaran dalam Bisnis Franchise/Waralaba

Bahwa Menteri, Gubernur, Bupati /Walikota sesuai kewenangannya dapat


memberikan sanksi kepada Pemberi dan Penerima Waralaba yang
melanggar Peraturan Perundang-undangan tentang waralaba, sanksi
tersebut dapat berupa ; peringatan, denda dan pencabuatan Surat Tanda
Pendaftaran Waralaba (STPW);

A. Sanksi Administrasi ;

Pemberi dan Penerima Franchise/Waralaba dapat dikenai sanksi


administrasi berupa peringatan tertulis bilamana ;
a. Pemberi Franchise/Waralaba tidak memberikan pembinaan dalam bentuk
pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan
pengembangan kepada Penerima waralaba;
b. Pemberi Franchise/waralaba tidak mendaftarkan prospektus,
c. Penerima Franchise/waralaba tidak mendaftarkan Perjanjian
Franchise/Waralaba,

B. Saksi denda ;

Pemberi dan Penerima Franchise/ waralaba dapat dikenakan sanksi denda


sebesar Rp. 100.000.0000 bilamana ;

a. Pemberi Franchise/waralaba yang tidak mendaftarkan prospektus


penawaran Waralaba;
b. Penerima Franchise/Waralaba yang tidak mendaftarkan Perjanjian
Waralaba;
C. Sanksi Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Franchise/Waralaba
(STPW).

Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Franchise/Waralaba(STWP) dapat


dilakukan apabila Pemberi Franchise/Waralaba tidak melakukan
pembinaan kepada Penerima Franchise/Waralaba setelah diterbitkan surat
peringatan tertulis ketiga.

Anda mungkin juga menyukai