Irigasi Tetes1 PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 50

IRIGASI TETES

ASEP SAPEI

BAGIAN TEKNIK TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FATETA – IPB
BOGOR
2006
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

KATA PENGANTAR

Buku ini disusun sebagai bahan bacaan tambahan bagi mahasiswa/i program
studi Keteknikan Pertanian IPB yang mempelajari teknik irigasi. Selain itu, buku ini
juga dapat digunakan oleh mahasiswa/i program studi lainnya yang berkaitan
sebagai bahan bacaan tambahan.
Buku ini disusun dari berbagai sumber dan menjelaskan berbagai aspek dari
irigasi tetes, yang meliputi pengertian irigasi tetes, komponen irigasi tetes, kebutuhan
air irigasi tetes, emitter, pipa lateral, pipa pembagi, pipa utama serta desain irigasi
tetes.
Penyusun menyadari bahwa tentunya masih terdapat kekurangan ataupun
kelemahan dari buku ini. Karena itu, kritik dan saran yang memperbaiki buku ini
sangat diharapkan oleh penyusun.
Semoga buku ini dapat bermanfaat.

Desember 2006
Penyusun

Edisi 2006 i
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
IRIGASI 1
IRIGASI TETES 1
METODA PEMBERIAN PADA IRIGASI TETES 4
II. KOMPONEN IRIGASI TETES 6
III. KEBUTUHAN AIR PADA IRIGASI TETES 12
TANAH YANG TERBASAHKAN 12
KEBUTUHAN AIR IRIGASI TETES 17
IV. EMITTER 21
TIPE EMITTER 21
DEBIT EMITTER 23
VARIASI DEBIT EMITTER 25
KESERAGAMAN EMISI 26
PENENTUAN DEBIT DAN TEKANAN OPERASI 27
V. PIPA LATERAL 28
HIDROLIKA PIPA LATERAL 28
VARIASI TEKANAN OPERASI 31
PEMERIKSAAN PIPA LATERAL 33
VI. PIPA PEMBAGI 34
KARAKTERISTIK PIPA PEMBAGI 34
KEHILANGAN TEKANAN 35
VARIASI TEKANAN 38
KURBA HUBUNGAN UKURAN PIPA-DEBIT-KEMIRINGAN
ATAU NISBAH PANJANG DENGAN TEKANAN 38
VII. PIPA UTAMA 40
VII. DESAIN IRIGASI TETES 41
TEKANAN DINAMIK TOTAL (TDH, TOTAL DYNAMIC HEAD) 41
DAFTAR PUSTAKA 44

Edisi 2006 ii
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Perkiraan nilai Aw dari emitter dengan debit 4 l/jam 14
Tabel 3.2. Spasi emitter yang disarankan 15
Tabel 3.3. Nilai ECe beberapa jenis tanaman 19
Tabel 3.4. Nilai Tr pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah 19
Tabel 3.5. Nilai TR.pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah 20
Tabel 4.1. Klasifikasii v yang disarankan 25
Tabel 4.2. Keseragaman emisis (EU) yang disarankan 26
Tabel 5.1. Nilai J dalam m/100 m pipa polyethylene 30
Tabel 6.1. Gradien kehilangan tekanan pipa PVC 37
Tabel 6.2. Faktor reduksi 37
Tabel 8.1. Data untuk desain 42
Tabel 8.2. Faktor desain 43

Edisi 2006 iii


Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman 2
pisang (B)
Gambar 1.2. Viaflo (1), alat aplikasi yang dipasang pada lateral (2) 5
dan pipa berlubang (3)
Gambar 2.1. Komponen irigasi tetes 6
Gambar 2.2. Berbagai variasi tata-letak sistem irigasi tetes 7
Gambar 2.3. Unit utama 8
Gambar 2.4. Penyambungan pipa pembagi – pipa utama 8
Gambar 2.5. Pipa polyethylene (PE) 9
Gambar 2.6. Berbagai cara penyambungan pipa lateral – pipa pembagi 9
Gambar 2.7. Berbagai jenis emitter 10
Gambar 2.8. Bubbler 10
Gambar 2.9. Penyemprot kecil (micro sprinkler) 11
Gambar 3.1. Profil terbasahkan irigasi tetes 12
Gambar 3.2. Area terbasahkan dengan volume yang sama (12 gal) 13
Gambar 3.6. Tata letak alat aplikasi dan nilai Pw 16
Gambar 4.1. Skema beberapa tipe emitter: (a) orifice emitter, 22
(b) orifice-vortex emitter, (c) emitter using flexible orifice
in series, (d) continuous flow principle for multiple flexible
orifice, (e) ball and slotted seat, (f) long-path emitter small
tube, (g) long-path emitter, (h) compensating long-path emitter,
(i) long-path multiple outlet emitter, (j) groove and flop short-path
emitter, (k) groove and disc short-path emitter (l) twin wall emitter
lateral
Gambar 4.2. In line emitter (a) dan on line emitter (b) 23
Gambar 4.3. Point dan line source emitter 24
Gambar 5.1. Kurva hubungan diameter dalam pipa dengan kehilangan tekanan 31
karena emitter
Gambar 5.2. Distribusi tekanan pada sub unit 32
Gambar 5.2. Nomogram pipa lateral 33
Gambar 6.1. Kurva untuk menentukan lokasi pemasukan 35

Edisi 2006 iv
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Halaman
Gambar 6.2. Kehilangan tekanan pipa PVC 36
Gambar 6.3. Faktor penyesuai 38
Gambar 6.4. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-kemiringan 39
Gambar 6.5. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-nisbah 39
panjang dengan tekanan
Gambar 7.1. Nomogram hubungan ukuran pipa-kemiringan garis enersi 40
dan debit

Edisi 2006 v
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

I. PENDAHULUAN

IRIGASI

Secara umum irigasi didefinisikan sebagai usaha pemberian air kepada tanah
agar dicapai kelembaban tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Air irigasi
merupakan air pelengkap untuk mencapai kelembaban tanah yang diinginkan selain
air hujan dan air tanah.
Manfaat air irigasi secara terinci adalah sebagai berikut:
a. Menambah kelembaban tanah
b. Menghindarkan tanaman dari kekeringan
c. Menjaga suhu tanah dan udara sehingga membuat lingkungan yang mendukung
pertumbuhan tanaman
d. Mencuci dan melarutkan garam
e. Mencegah keretakan tanah
f. Mempermudah pengolahan tanah
g. Memperlambat terbentuknya buah
h. Mencegah pembekuan
Air irigasi dapat berasal dari : mata air, sungai, aliran tidak sinambung
(intermittent stream), air tanah, air rembesan, air bergaram (saline water), air
desalinisasi dan hujan buatan.
Pemberian air kepada tanah dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:
pemberian air di permukaan tanah (surface irrigation), pemberian di bawah
permukaan tanah (sub-surface irrigation), pemberian air di atas tanaman secara
curah (sprinkler irrigation) dan pemberian air secara tetes (drip/trickler irrigation).

IRIGASI TETES

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi
(applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah
dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman.

Edisi 2006 1
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan
dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan
debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan
rendah.
Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat
dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian
(minimal 12 jam per hari). Gambar 1.1 berikut memperlihatkan tanaman anggur
dan tanaman pisang yang diberi air menurut irigasi tetes.

(A) (B)

Gambar 1.1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman
pisang (B)

Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana:


a. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal
b. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan
c. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi
Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan
menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai
tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi
tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di
lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.

Edisi 2006 2
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi


lainnya, yaitu:
a. Meningkatkan nilai guna air
Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan
dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air
yang bersifat local dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi,
aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena
daerah yang dibasahi hanya terbatas disekitar tanaman.
b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini
dan kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman.
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian
Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi,
sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi
pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran.
d. Menekan resiko penumpukan garam
Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari
daerah perakaran.
e. Menekan pertumbuhan gulma
Pemerian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman,
sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.
f. Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga
tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan tenaga kerja
pada pekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan juga dapat
dikurangi.
Sedangkan Kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah
sebagai berikut:
a. Memerlukan perawatan yang intensif

Edisi 2006 3
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada irigasi
tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian air. Untuk
itu diperlukan perawatan yang intesif dari jaringan irigasi tetes agar resiko
penyumbatan dapat diperkecil.
b. Penumpukan garam
Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah yang
kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.
c. Membatasi pertumbuhan tanaman
Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko kekurangan air
bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
d. Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam pembangunannya.
Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang, mengoperasikan dan
memeliharanya.

METODA PEMBERIAN AIR PADA IRIGASI TETES

Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metoda pemberian,
yaitu sebagai berikut:
a. Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam bentuk
tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah perakaran
dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah, biasanya kurang
dari 12 l/jam untuk point source emitter atau kurang dari 12 l/jam per m untuk
line source emitter.
b. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi
diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian
pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes.
c. Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah
seperti aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube) dengan debit sampai

Edisi 2006 4
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

dengan 225 l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi,
seringkali dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow)
d. Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan
menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit
pemberian irigasi percik sampai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan
air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes
lainnya.
Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi
(Gambar 1.2):
1. Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo)
2. Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral

(1) (2)

(3)
3. Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral

Gambar 1.2. Viaflo (1), alat aplikasi yang dipasang pada lateral (2)
dan pipa berlubang (3)

Edisi 2006 5
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

II. KOMPONEN IRIGASI TETES

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa
pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 2.1. Terdapat berbagai variasi tata-letak (layout) irigasi tetes seperti
pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1. Komponen irigasi tetes

1. Unit utama (head unit)


Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan
komponen pengendali ( pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). Gambar
2.3 komponen unit utama dari suatu sistem irigasi tetes.
2. Pipa utama (main line)
Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel
atau besi cor dan berdiameter antara 7.5 – 25 cm. Pipa utama dapat dipasang di
atas atau di bawah permukaan tanah.

Edisi 2006 6
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 2.2. Berbagai variasi tata-letak sistem irigasi tetes

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)


Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup
selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-
utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan
berdiameter antara 50 – 75 mm.

Edisi 2006 7
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Penyambungan pipa pembagi – pipa utama dapat dibuat seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.4.

Gambar 2.3. Unit utama

Gambar 2.4. Penyambungan pipa pembagi – pipa utama

4. Pipa Lateral
Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa
polyethylene (PE) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5, berdiameter 8 – 20
mm dan dilengkapi dengan katup pembuang.

Edisi 2006 8
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Penyambungan pipa lateral – pipa pembagi dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.5. Pipa polyethylene (PE)

Gambar 2.6. Berbagai cara penyambungan pipa lateral – pipa pembagi

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)


Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan
penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral, seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.7, Gambar 2.8 dan Gambar 2.9. Alat aplikasi terbuat
dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.
Alat aplikasi yang baik harus mempunyai karakteristik :
1. Debit yang rendah dan konstan

Edisi 2006 9
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

2. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi


3. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu
4. Umur pemakaian cukup lama

Gambar 2.7. Berbagai jenis emitter

Gambar 2.8. Bubbler

Edisi 2006 10
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 2.9. Penyemprot kecil (micro sprinkler)

Edisi 2006 11
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

III. KEBUTUHAN AIR PADA IRIGASI TETES

Sistem irigasi tetes umumnya didesain dan dioperasikan untuk memberikan air
irigasi dengan debit yang rendah dan kerap serta membasahi sebagian dari
permukaan tanah.

TANAH YANG TERBASAHKAN

Pergerakan air arah horizontal pada irigasi tetes sangat terbatas. Pada tanah
berpasir, walaupun pergerakan arah vertikal masih terus berlangsung, pergerakan air
arah horizontal akan mencapai suatu jarak maksimum tertentu. Umumnya daerah
yang terbasahkan menyerupai bola lampu (bulb) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Profil terbasahkan irigasi tetes

Area terbasahkan dari irigasi tetes dengan volume tertentu tetapi diberikan
dengan debit pemberian yang berbeda adalah hampir serupa seperti yang
ditunjukkan oleh Roth (1974) seperti Gambar 3.2.

Edisi 2006 12
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 3.2. Area terbasahkan dengan volume yang sama (12 gal)

Luas daerah terbasahkan oleh sebuah emitter sepanjang bidang horizontal


pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah disebut dengan luasan terbasahkan
(wetted area, Aw). Nilai Aw tergantung kepada laju dan volume pemberian air, serta
textur, struktur, kemiringan dan lapisan-lapisan tanah.
Persamaan empiris untuk menghitung kedalaman dan diameter terbasahkan
adalah sebagai berikut:
0.45 −0.17
0.63 ⎛K ⎞ 0.22 ⎛K ⎞
z = K 1 (V w ) ⎜⎜ s ⎟⎟ ; dan w = K 2 (V w ) ⎜⎜ s ⎟⎟ /3.1/ dan /3.2/
⎝ q ⎠ ⎝ q ⎠
dimana z : kedalaman terbasahkan, m, w : diameter terbasahkan, m, K1 : koefisien
(29.2), Vw : volume pemberian air, l, Ks : konduktivitas jenuh, m/det dan K2 :
koefisien (0.031).
Tabel 3.1 memberikan nilai perkiraan Aw dari emitter standar 4 l/jam pada
berbagai kedalaman dan tekstur tanah. Luas terbasahkan pada Tabel 3.1 tersebut
berdasarkan kepada bidang persegiempat. Sisi terpanjang merupakan diameter
terbasahkan maksimum yang diharapkan (w), dan sisi terpendek merupakan 80 %
dari diameter terbasahkan maksimum yang diharapkan (Se’).

Edisi 2006 13
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 3.1. Perkiraan nilai Aw dari emitter dengan debit 4 l/jam


Kedalaman dan Ekuivalen luas terbasahkan (mxm)
tekstur Tanah homogen Tanah semi- Tanah berlapis
berlapis
Kedalaman 0.75 m
- Kasar 0.4 x 0.5 0.6 x 0.8 0.9 x 1.1
- Sedang 0.7 x 0.9 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5
- Halus 0.9 x 1.1 1.2 x 1.5 1.5 x 1.8
Kedalaman 1.5 m
- Kasar 0.6 x 0.8 1.1 x 1.4 1.4 x 1.8
- Sedang 1.0 x 1.2 1.7 x 2.1 2.2 x 2.7
- Halus 1.2 x 1.5 1.6 x 2.0 2.0 x 2.4

Parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat pembasahan adalah


persentase terbasahkan (Pw, wetted percentage), yaitu merupakan nisbah antara
luas areal yang terbasahkan (pada kedalaman 15 – 30 cm) dengan luas bayangan
tajuk tanaman pada siang hari. Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan
volume pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan jenis tanah.
Nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33 %) sampai 2/3 (67 %). Pw
untuk daerah yang menerima banyak hujan dan tanah bertekstur sedang sampai
berat dapat lebih kecil dari 33 %. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang
diusahakan dibawah 67 % agar daerah antara tanaman cukup kering dan
memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100 % untuk tanaman yang
ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1.8 m. Gambar 3.6 menunjukkan
pengaruh tata letak alat aplikasi dengan nilai Pw pada tanaman individual.
Nilai Pw dapat dihitung seperti berikut:
a. Untuk sistem lateral tunggal dan lurus:
N p Se w
Pw = 100 /3.3/
S p Sr
dimana : Pw : persentase luas tanah yang terbasahkan sepanjang bidang
horizontal 30 cm dibawah permukaan tanah, %, Np : jumlah emitter per tanaman,
Se : spasi emitter, m atau ft, Sp : spasi tanaman, m atau ft, Sr : spasi barisan
tanaman, m atau ft.

Edisi 2006 14
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Jika Se > Se’ (yaitu merupakan spasi emitter optimum yang besarnya 80 % dari
perkiraan diameter terbasahkan, Aw)
b. Untuk sistem lateral ganda:
N p S e ' ( S e '+ w) / 2
Pw = 100 /3.4/
S p Sr
dimana w adalah lebar terbasahkan yang sama dengan diameter lingkaran
terbasahkan pada emitter tunggal.
Jika Se < Se’, maka Se’ pada persamaan di atas diganti dengan Se
c. Untuk spray emitter:
N p [ As + ( S e ' xPS ) / 2]
Pw = 100 /3.5/
S p Sr
dimana As : luas permukaan tanah yang terbasahkan oleh sprayer, m2 atau ft2 dan
PS : keliling area terbasahkan, m atau ft.
Jumlah emitter per tanaman tergantung kepada spasi tanaman dan tingkat
area terbasahkan. Tabel 3.2 dapat digunakan sebagai pedoman kasar untuk
menentukan spasi emitter.
Tabel 3.2. Spasi emitter yang disarankan
Debit emitter (l/jam)
Tanah 2 4 8
Spasi yang disarankan (m x m)
Ringan 0.4 x 0.4 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2
Menengah 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6
Berat 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6 2.0 x 2.0

Edisi 2006 15
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 3.6. Tata letak alat aplikasi dan nilai Pw

Edisi 2006 16
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

KEBUTUHAN AIR IRIGASI TETES


Pada irigasi tetes, evaporasi ditekan sekecil mungkin, sehingga secara praktis,
kebutuhan air tanaman hanya berupa transpirasi. Transpirasi harian pada periode
puncak ditentukan dengan persamaan:

[
Td = U d 0.1( Pd ) 0.5 ] /3.6/

dimana Td : transpirasi harian pada periode puncak, mm/hari, Ud : kebutuhan air


harian rata-rata pada bulan puncak dan pertumbuhan tanaman maksimum dengan
canopy sempurna, mm/hari, dan Pd : persentase dari penutupan permukaan tanah
oleh bayangan canopy pada siang hari, %.
Pada saat canopy tanaman sangat sedikit, Pd sama dengan 1 % atau lebih
besar dan Td minimum > 0.1 Ud. Bila canopy semakin meningkat, maka nilai Td
akan mendekati nilai Ud, sehingga pada saat Pd = 100 %, maka Td = Ud. Tanaman
buah-buahan yang matang umumnya mempunyai nilai Pd maksimum = 80 %.
Untuk satu musim, transpirasi tanaman akan menjadi :

[
Ts = U 0.1( Pd ) 0.5 ] /3.7/

Kebutuhan air irigasi bersih maksimum per pemberian (aplikasi) adalah sama
dengan MAD (management allowed deficit) dan dihitung dengan persamaan:
MAD Pw
dx = Wa Z /3.8/
100 100
dimana dx : jumlah air irigasi maksimum per aplikasi, mm, Wa : air tersedia di dalam
tanah, mm/m dan Z : kedalaman perakaran, m.
Kebutuhan air irigasi bersih per aplikasi, dn dihitung dengan persamaan:
dx
d n = Td f ' dan f x = /3.9/. dan /3.10/
Td
dimana f’ : interval irigasi, hari, fx : interval irigasi maksimum, hari. Penentuan nilai
f’ haruslah menghasilkan dn ≤ dx. Sedangkan jika f’ = 1 maka dn = Td.
Kebutuhan air irigasi keseluruhan (gross) per aplikasi haruslah meliputi
kehilangan air karena perkolasi yang tak dapat dihindarkan. Akan tetapi perkolasi

Edisi 2006 17
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

yang berguna untuk pencucian (leaching) pada daerah arid tidak termasuk kedalam
kehilangan air, yang besarnya dihitung dengan :
Ln LN EC w EC w
LR = = = = /3.11/
(d n + Ln ) ( Dn + LN ) EC dw 2(max ECe )
dimana LR : nisbah keperluan pencucian yang berupa nisbah antara kedalaman air
untuk pencucian dengan kedalaman air irigasi yang dibutuhkan (ET dan pencucian),
dn : kedalaman air irigasi bersih per aplikasi, mm, Dn : kebutuhan air irigasi bersih
musiman atau tahunan, mm, Ln : kebutuhan air untuk pencucian per aplikasi, mm,
LN : kebutuhan air irigasi musiman atau tahunan, mm, ECw : konduktivitas elektrik
air irigasi,dS/m, ECdw : konduktivitas elektrik air perkolasi, dS/m dan max ECe :
konduktivitas elektrik maksimum dimana produksi turun menjadi nol, dS/m. Tabel
3.3 mencantumkan nilai ECe maksimum untuk beberapa tanaman.
Pada periode puncak, diperlukan tambahan kebutuhan air karena adanya
perkolasi yang tak dapat dihindarkan dan dinyatakan dengan nisbah transmisi
(kedalaman air irigasi keseluruhan yang dibutuhkan untuk memenuhi transpirasi
dibagi dengan transpirasi). Nisbah transmisi pada periode puncak (Tr) dan musiman
(TR) dijelaskan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5
Nilai TR yang besar pada zona iklim basah juga mencakup kesulitan
penjadwalan irigasi karena hujan.
Kebutuhan air keseluruhan ini mencerminkan efisiensi dari sistem irigasi tetes
tersebut. Untuk selama satu musim disebut dengan efisiensi musiman (Es) dan
dhitung dengan:
- Bila perkolasi musiman sama atau lebih kecil daripada kebutuhan pebcucian (TR ≤
1.0/(1.0-LRt) :
E s = EU /3.12/

- Bila perkolasi musiman lebih besar daripada kebutuhan pencucian (TR > 1.0/(1.0-
LRt) :
EU
Es = /3.13/
TR (1.0 − LRt )

Edisi 2006 18
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 3.3. Nilai ECe beberapa jenis tanaman

Tabel 3.4. Nilai Tr pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah

Kedalaman perakaran Tekstur tanah


Sangat Kasar Menengah Halus
kasar
- Dangkal : < 0.8 m 1.20 1.10 1.05 1.00
- Menengah : 0.8 – 1.5 m 1.10 1.05 1.00 1.00
- Dalam : > 1.5 m 1.05 1.00 1.00 1.00

Edisi 2006 19
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 3.5. Nilai TR.pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah
Zona iklim dan kedalaman Tekstur tanah
perakaran Sangat Kasar Menengah Halus
kasar
Kering
- < 0.8 m 1.15 1.10 1.05 1.05
- 0.8 – 1.5 m 1.10 1.10 1.05 1.05
- > 1.5 m 1.05 1.05 1.00 1.00
Basah
- < 0.8 m 1.35 1.25 1.15 1.10
- 0.8 – 1.5 m 1.25 1.20 1.10 1.05
- > 1.5 m 1.20 1.10 1.05 1.00

Kedalaman air irigasi keseluruhan per irigasi (dg) dan per musim (Dg) dalam
mm menjadi:
100d nTr 100 DnTR
- Untuk Tr ≥ 0.9/(1.0-LRt) : dg = dan Dg =
EU EU
/3.14/ dan /3.15/
100d n 100 Dn
- Untuk Tr < 0.9/(1.0-LRt) : dg = dan Dg =
EU (1.0 − LRt ) EU (1.0 − LRt )
/3.16/ dan /3.17/
Volume air irigasi (l) keseluruhan per tanaman per hari, G, adalah:
dg
G= S p Sr /3.18/
f'
sedangkan volume air irigasi keseluruhan dalam satu musim (Vs) dalam ha-m
dihitung dengan:
Dg A
Vs = /3.19/
K
dimana A : luas tanaman, ha dan K : konstanta (=1000)

Edisi 2006 20
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

IV. EMITTER

TIPE EMITTER

Tipe emitter yang utama antara lain adalah long path, short orifice, vortex,
pressure compensating dan porous pipe. Skema dari beberapa tipe emitter tersebut
ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes
dapat dibedakan menjadi (Gambar 4.2) :
a. On-line emitter. On-line emitter di pasang pada lubang yang dibuat di pipa
lateral
b. In-line emitter. In-line emitter di pasang pada pipa lateral dengan cara
memotong pipa lateral.

Emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya (Gambar
4.3), yaitu:
a. Point source emitter. Point source emitter di pasang dengan spasi yang
renggang dan mempunyai debit yang relatif besar. Point source emitter
dapat dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun multi.
b. Line source emitter. Line source emitter dipasang dengan spasi yang lebih
rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga
dimasukkan pada katagori ini.

Emitter berpengeluaran tunggal dapat untuk mengairi areal yang sempit atau
di pasang disekitar tanaman yang lebih besar seperti emitter berpengeluaran ganda
atau multi. Emitter berpengeluaran ganda umumnya digunakan untuk tanaman
perdu dan emitter berpengeluaran multi untuk tanaman buah-buahan.
Tanaman dalam baris seperti sayuran lebih sesuai menggunakan line source
emitter.

Edisi 2006 21
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 4.1. Skema beberapa tipe emitter: (a) orifice emitter, (b) orifice-vortex
emitter, (c) emitter using flexible orifice in series, (d) continuous flow
principle for multiple flexible orifice, (e) ball and slotted seat, (f) long-path
emitter small tube, (g) long-path emitter, (h) compensating long-path
emitter, (i) long-path multiple outlet emitter, (j) groove and flop short-
path emitter, (k) groove and disc short-path emitter (l) twin wall emitter
lateral

Edisi 2006 22
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

(a) (b)

Gambar 4.2. In line emitter (a) dan on line emitter (b)

DEBIT EMITTER
Debit emitter dihitung dengan persamaan :
a. Untuk orifice emitter :
1
q = 3.6 AC 0 (2 gH ) 2 /4.1/

dimana q : debit emitter, l/jam, A : luas penampang orifice, mm2, Co :


koefisien orifice (0.6), H : tekanan, m, dan g : percepatan gravitasi, 9.81 m/det2.
b. Untuk long path emitter :
1
q = 113.8 A(2 gHD / fL) 2 /4.2/

dimana D : diameter dalam, mm, L : panjang pipa, m dan f : faktor gesekan


(Darcy-Weisbach).
Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan
persamaan :

q = KH x /4.3/

Edisi 2006 23
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

dimana : q : debit emitter, l/jam, K : koefisien debit, H : tekanan operasi pada


emitter, m dan x : eksponen debit.

Gambar 4.3. Point dan line source emitter

Edisi 2006 24
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Nilai k dan x dapat ditentukan dengan mengetahui 2 nilai debit (q1 dan q2)
yang dihasilkan dari 2 tekanan (H1 dan H2) yang berbeda. Nilai dihitung dengan:
log(q1 / q 2 )
x= /4.4/
log( H 1 / H 2 )
kemudian nilai K dihitung dengan menggunakan persamaan /4.3/.
Umumnya, nilai x = 0.5 untuk emitter dengan aliran turbulen (orifice dan
nozzle emitter dan sprayer), x = 0 untuk fully compensating emitter, x = 0.7 – 0.8
untuk long path emitter, x = 0.4 untuk vortex emitter dan x = 0.5 – 0.7 untuk
tortuous path emitter.

VARIASI DEBIT EMITTER

Emitter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan
operasi yang sama. Akan tetapi, setiap emitter tidak dapat dibuat persis sama.
Tingkat variasi debit emitter ini dinyatakan dengan koefisien variasi pabrikasi emitter
(coefficient of manufacturing for the emitter), v , yaitu:

(q1 + q 2 + ..... + q n − nq a ) /(n − 1)


2 2 2 2
v= /4.5/
qa
dimana q1, q2 … qn : debit setiap emitter, l/jam, n : jumlah emitter (≥ 50 buah) dan
qa : debit emitter rata-rata, l/jam.
Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Klasifikasii v yang disarankan
Tipe emitter v Klasifikasi
Point source <0.05 Baik
0.05 – 0.10 Menengah
0.10 – 0.15 Kurang
> 0.15 Tidak baik
Line source < 0.10 Baik
0.10 – 0.12 Menengah
> 0.2 Kurang hingga tidak baik

Edisi 2006 25
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Pada penggunaan emitter yang lebih dari satu untuk setiap tanaman,
diterapkan system coefficient of manufacturing variation, vs, yaitu :
v
vs = /4.6/
Np

dimana Np : jumlah emitter per tanaman.

KESERAGAMAN EMISI

Keseragaman pemberian air dari setiap emitter pada keseluruhan sistem irigasi
tetes dinyatakan dengan Keseragaman Emisi (Emission Uniformity, EU) yang dihitung
menggunakan persamaan :
qn '
EU = 100 ; atau /4.7/
qa
1.27 q min
EU = 100(1.0 − v) /4.8/
Np qa

dimana qn’ : debit rata-rata dari 25 % debit terendah, l/jam, qa : debit rata-rata dari
keseluruhan emitter, l/jam, dan qmin : debit minimum terendah, l/jam.
Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan
pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Keseragaman emisis (EU) yang disarankan


Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering
(%)
Point source tanaman Seragam c
pada 90 – 95
permanen a Bergelombang d 85 - 90
Point source pada tanaman Seragam 85 – 90
permanen atau semi permanen b Bergelombang 80 - 90
Line source pada tanaman Seragam 80 – 90
tahunan dalam baris Bergelombang 70 - 85
a
spasi > 4 m
b
spasi < 2 m
c
kemiringan < 2 %
d
kemiringan > 2 %
Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 %

Edisi 2006 26
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

PENENTUAN DEBIT DAN TEKANAN OPERASI

Untuk menentukan debit emitter rata-rata (qa), terlebih dahulu tentukan suatu
debit emitter tertentu qa (l/jam), kemudian dihitung lama pemberian air Ta
(jam/hari) dengan persamaan:
G
Ta = /4.9/
N p qa
Maximum lama pemberian air per hari haruslah < 90 % dari waktu tersedia
(24 jam) yaitu kurang dari 21.6 jam/hari. Selain itu, sistem haruslah dioperasikan
srcara hampir terus-menerus setidaknya 12 jam/hari.
Jika sistem dibagi menjadi beberapa unit stasiun operasi (Ns), maka lama
pemberian air untuk setiap unit menjadi 21.6/Ns jam. Dengan konsep ini, jumlah
unit stasiun operasi yang diperlukan dapat ditentukan dan kemudian di tentukan nilai
Ta dimana 12 jam/hari < Ta < 21.6 jam/hari. Pengambilan keputusan penentuan qa
dan Ta adalah sebagai berikut :
a) Jika Ta ≈ 21.6 jam/hari, gunakan satu stasiun operasi, Ns = 1, pilih Ta ≤ 21.6
jam/hari, dan sesuaikan besar qa
b) Jika Ta ≈ 10.8 jam/hari, gunakan Ns = 2, pilih Ta ≤ 10.8 jam/hari, dan sesuaikan
besar qa
c) Jika 12 < Ta < 18 jam/hari, untuk mendapatkan Ta ≈ 90 %, pilih emitter lain atau
jumlah emitter per tanaman yang berbeda. Hal ini akan mengurangi biaya
investasi.
Tekanan emitter rata-rata (Ha) yang memberikan debit yang telah ditentukan
(qa) dapat menggunakan spesifikasi dasar dari emitter yang berupa hubungan
antara debit (q) dengan tekanan (H). Ha dihitung dengan :
1/ x
⎛q ⎞
H a = H ⎜⎜ a ⎟⎟ /4.10/
⎝ q ⎠

Edisi 2006 27
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

V. PIPA LATERAL

Pipa lateral mengalirkan air dari pipa utama dan pipa pembagi ke alat aplikasi.
Pipa lateral didesain untuk dapat memberikan variasi debit dari alat aplikasi
sepanjang pipa pada tingkat yang dapat diterima. Faktor utama yang menyebabkan
variasi debit dari alat aplikasi sepanjang pipa lateral adalah perbedaan tekanan
operasi sepanjang pipa karena gesekan, kehilangan minor dan perbedaan elevasi.
Umumnya pipa lateral mempunyai diameter yang konstant. Penggunaan
beberapa diameter pipa (semakin mengecil ke arah ujung lateral) dapat menekan
biaya investasi, akan tetapi penggunaan lebih dari 2 diameter pipa menjadi tidak
praktis.
Banyak sistem mempunyai sepasang pipa lateral, yang memanjang kearah
yang berlawanan dari pipa pembagi. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa
lateral < 3 %, kedua pipa lateral dapat mempunyai panjang yang sama, karena
tekanan operasi dikedua ujung pipa lateral relatif sama. Pada lahan dengan
kemiringan searah pipa lateral yang besar, pipa lateral menaik (upslope) akan lebih
pendek sari pada pipa lateral menurun (downslope).

HIDROLIKA PIPA LATERAL

Kehilangan tekanan karena gesekan dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan Hazen-William :

h f = 0.628LD −4.871 (100Q / C )1.852 /5.1/

dimana hf : kehilangan tekanan, m, L : panjang pipa, m, D : diameter pipa, mm, Q :


debit aliran, l/jam, dan C : koefisien (130 – 150).
Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa plastik halus dengan diameter
kurang dari 125 mm disederhanakan menjadi :
100h f Q1.75
J= =K /5.2/
L D 4.75

Edisi 2006 28
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

dimana J : gradien kehilangan tekanan, m/100 m, hf : kehilangan tekanan karena


gesekan, m, K : konstanta (7.89 x 107), Q : debit aliran, l/det, L : panjang pipa, m,
dan D : diameter dalam pipa, m.
Pemasangan emitter pada pipa lateral menyebabkan tambahan kehilangan
tekanan dan dihitung dengan :
Se + f e
J '= j /5.3/
Se
dimana J’ : gradien kehilangan tekanan ekivalen dari pipa lateral dengan emitter,
m/100 m, Se : spasi emitter, m, fe : kehilangan tekanan karena pemasangan emitter
dan dinyatakan dengan panjang lateral, m.
Nilai J dari pipa polyethylene disajikan pada Tabel 5.1 dan nilai fe ditentukan
menggunakan Gambar 5.1.
Kehilangan tekanan pipa lateral dengan pengeluaran (outlet) yang dipasang
pada spasi tertentu (hf) dan debit yang sama dari setiap pengeluaran ditentukan
dengan:
h f = J ' FL / 100 /5.4/

dimana F : koefisien reduksi. Karena pipa lateral selalu mempunyai pengeluaran


lebih dari 15, maka F = 0.36.
Kehilangan tekanan pada titik-titik tertentu sepanjang lateral ditentukan
dengan :
2.75
⎡x⎤
h fx = h f ⎢ ⎥ /5.5/
⎣L⎦
dimana hfx : kehilangan tekanan dari titik x sampai ujung pipa, m, x : jarak antara
titik x dengan ujung pipa, m, L : panjang pipa lateral, m.
Keller dan Karmelli (1975) menyatakan bahwa kehilangan tekanan di pipa
lateral umumnya sebesar 55 % dari kehilangan tekanan total.
Debit pipa lateral rata-rata (Ql) dalam l/menit adalah:
Nqa L qa
Ql = = /5.6/
60 S e 60

Edisi 2006 29
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

dimana N : jumlah emitter sepanjang pipa lateral


Tabel 5.1. Nilai J dalam m/100 m pipa polyethylene

Debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada pipa lateral sama
dengan debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada sub unit (qa dan
Ha). Akan tetapi tekanan operasi minimum pada ujung pipa lateral (Hn’) lebih besar
dari pada tekanan operasi minimum pada sub unit (Hn).

Edisi 2006 30
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 5.1. Kurva hubungan diameter dalam pipa dengan kehilangan tekanan
karena emitter

VARIASI TEKANAN OPERASI

Pada pipa lateral, pipa pembagi dan sub unit, tekanan operasi tidak sama
pada setiap titik. Gambar 5.2 memperlihatkan distribusi debit secara skematik pada
suatu sub unit irigasi tetes.
Tekanan operasi pada sub unit tersebut berada pada Hn sampai Hm, yang akan
menghasilkan debit dari qn sampai qm. Ha merupakan tekanan rata-rata yang
memberikan debit emitter rata-rata.
Minimum debit emitter (qn) yang memberikan EU yang sesuai, ditentukan
dengan persamaan EU berdasarkan qa yang telah ditentukan. Kemudian hitung
tekanan minimal (Hn).
Beda tekanan (ΔHs) rencana yang dibolehkan adalah :
ΔH s = 2.5( H a − H n ) /5.7/

Edisi 2006 31
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Gambar 5.2. Distribusi tekanan pada sub unit

Untuk mendapatkan keseragaman emisi (EU) yang sesuai, tekanan operasi


harus antara Hn dan (Hn + ΔHs). Jika ΔHs yang didapat terlalu kecil untuk mengatasi
gesekan dan perbedaan elevasi, dapat ditempuh beberapa cara, yaitu :
- Ganti emitter dengan nilai x, ν atau keduanya yang lebih kecil
- Naikkan jumlah emitter per tanaman
- Gunakan emitter lain atau ubah sistem agar diperoleh Ha yang lebih besar
Tekanan di pangkal pipa lateral (Hl) dalam m menjadi :
H l = H a + kh f + 0.5ΔEl /5.8/

dimana k : konstanta (0.75 untuk pipa dengan diameter konstant dan 0.63 untuk
pipa dengan dua diameter yang berbeda) dan ΔEl : beda elevasi antara pangkal dan
ujung pipa lateral, m.
Kehilangan tekanan total pada pipa lateral (ΔHl) menjadi :
ΔH l = h f + ΔEl = H l − H n ' + ΔEl /5.9/

Edisi 2006 32
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

PEMERIKSAAN PIPA LATERAL

Wu (1977) mengembangkan nomogram untuk memeriksa pipa lateral apakah


sangat sesuai, sesuai, atau tidak sesuai dengan yang direncanakan seperti Gambar
5.3. Untuk memeriksa pipa lateral tersebut diperlukan data panjang pipa, tekanan
operasi, kehilangan tekanan dan kemiringan lahan.

Gambar 5.2. Nomogram pipa lateral

Edisi 2006 33
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

VI. PIPA PEMBAGI (MANIFOLD)

Pipa pembagi juga merupakan pipa dengan pengeluaran banyak seperti pipa
lateral. Pipa pembagi dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau empat ukuran pipa.
Penggunaan beberapa ukuran pipa dilakukan untuk menekan biaya investasi dan
mengendalikan variasi tekanan. Kecepatan aliran di pipa pembagi dibatasi sampai
sekitar 2 m/detik. Pipa pembagi dapat dipasang kedua arah (pipa pembagi ganda)
atau hanya kesatu arah (pipa pembagi tunggal) dari pipa utama.

KARAKTERISTIK PIPA PEMBAGI

1. Variasi tekanan yang diijinkan


Variasi tekanan yang diijinkan mengikuti persamaan :
(ΔH m ) a = ΔH s − ΔH l /6.1/

dimana (ΔHm)a : variasi tekanan yang diijinkan, m, ΔHs : variasi tekanan subunit
yang diijinkan, m, dan ΔHl : variasi tekanan sepanjang pipa lateral, m.
2. Panjang pipa
Panjang pipa pembagi tunggal : L = ( N r − 0.5) S r /6.2/

Panjang pipa pembagi ganda : L p = ( N r − 1) S r /6.3/

Dimana L : panjang pipa pembagi tunggal, m, Lp : panjang pipa pembagi ganda,


m, Nr : jumlah lateral pada pipa pembagi, dan Sr : spasi lateral, m.
3. Lokasi pipa utama
Pemasukan (intake) dari pipa pembagi ganda diletakkan pada pipa pembagi yang
mengarah ke atas (uphill) yang mempunyai tekanan minimum. Untuk pipa
pembagi dengan satu ukuran, lokasi pemasukan, Y=x/Lp, merupakan titik tengah
dari pipa yang mengarah ke atas dan ke bawah. Sedangkan untuk pipa pembagi
dengan beberapa ukuran, lokasi pemasukan ditentukan dengan kurva pada
Gambar 6.1.
(ΔH m ) a + YΔE (ΔH m ) a − (1 − Y )ΔE
= /6.4/
Y (1 − Y )

Edisi 2006 34
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

ΔE 2Y − 1
= /6.5/
(ΔH m ) a 2Y (1 − Y )
dimana Y : lokasi pemasukan terbaik, x/Lp, dan ΔE : perbedaan elevasi mutlak
diantara kedua ujung pipa, m

Gambar 6.1. Kurva untuk menentukan lokasi pemasukan


4. Tekanan pemasukan
Tekanan pemasukan untuk subunit persegiempat :
H m = H l + kh f + 0.5ΔEl = H l + ΔH m−l /6.6/

dimana Hm : tekanan pemasukan pipa pembagi, m, Hl : tekanan rata-rata


pemasukan pipa letaral, m, ΔHm-l : jumlah perbedaan tekanan pemasukan pipa
utama dengan tekanan pemasukan rata-rata pipa lateral, m, k : 0.75 untuk pipa
pembagi dengan satu ukuran, 0.63 untuk dua ukuran dan 0.5 untuk tiga atau lebih
ukuran, hf : kehilangan tekanan pada pipa pembagi karena gesekan, m, dan ΔEl :
perbedaan elevasi ujung pipa pembagi (+ bila menaik dan – bila menurun), m.

KEHILANGAN TEKANAN

Kehilangan tekanan karena gesekan, hf, untuk pipa PVC dapat ditentukan
dengan menggunakan kurva seperti pada Gambar 6.2 atau menggunakan persamaan
Hazen-William (persamaan 5.1)

Edisi 2006 35
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

hf juga dapat ditentukan dengan persamaan :


h f = JFL / 100 /6.7/

dimana J : gradien kehilangan tekanan (Tabel 6.1), m/100 m, F : faktor reduksi


(Tabel 6.2) dan L : panjang pipa pembagi.

Gambar 6.2. Kehilangan tekanan pipa PVC


Untuk sub unit yang tdak persegi empat, kehilangan tekanan pada pipa
pembagi ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung faktor bentuk, Sf, dengan :
S f = (Ql ) c /(Ql ) a /6.8/

dimana (Ql)c : debit yang masuk ke pipa laeral paling ujung, l/det, dan (Ql)a : rata-
rata debit yang masuk ke pipa lateral sepanjang pipa pembagi, l/det.
Kehilangan tekanan dihitung dengan :
h f = JFs FL / 100 /6.9/

dimana Fs : faktor penyesuai (Gambar 6.3).


Secara umum, kehilangan tekanan di pipa pembagi sebesar 45 % dari
kehilangan tekanan total (Keller dan Karmeli, 1975).

Edisi 2006 36
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 6.1. Gradien kehilangan tekanan pipa PVC

Tabel 6.2. Faktor reduksi

Edisi 2006 37
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

VARIASI TEKANAN
Variasi tekanan pada pipa pembagi, ΔHm, untuk pipa yang mendatar atau
menaik (s ≥ 0):
ΔH m = h f + s (L / 100) /6.10/

dan untuk pipa pembagi yang menurun (s < 0) atau ΔE < hf :

⎡ ⎛ 0.36 ⎞ L ⎤
ΔH m = h f + ⎢ s⎜1.0 − ⎟ /6.11/
⎣ ⎝ n ⎠ 100 ⎥⎦
dimana s : kemiringan pipa pembagi (+ untuk pipa yang menaik dan – untuk pipa
yang menurun), dan n : jumlah ukuran pipa yang digunakan.

Gambar 6.3. Faktor penyesuai

KURVA HUBUNGAN UKURAN PIPA-DEBIT-KEMIRINGAN ATAU NISBAH


PANJANG DENGAN TEKANAN

Wu dan Gitlin (1974, 1975) mengembangkan dua buah kurva hubungan


antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan kemiringan pipa (Gambar 6.4)

Edisi 2006 38
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

dan antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan nisbah antara panjang pipa
dengan tekanan operasi (Gambar 6.5).

Gambar 6.4. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-kemiringan

Gambar 6.5. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-nisbah panjang dengan


tekanan

Edisi 2006 39
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

VII. PIPA UTAMA

Pada sistem irigasi tetes, umumnya pengendalian debit dan tekanan dilakukan
di pemasukan pipa pembagi. Karena itu, kehilangan tekanan di pipa utama tidak
akan mempengaruhi keseragaman dari sistem, terutama sistem irigasi tetes yang
sederhana dengan satu atau dua sub unit. Penentuan pipa utama berdasarkan
pertimbangan ekonomi (biaya) saja, baik biaya untuk memberi tekanan pada al;iran
aitr maupun biaya untuk investasi pipa.
Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa utama ditentukan dengan
menggunakan persamaan Hazen-William (persamaan 5.1) berdasarkan debit total
yang dibutuhkan.
Pada sistem dengan beberapa sub unit (pipa pembagi), total debit pada pipa
utama akan berkurang dari satu penggal pipa utama ke penggal pipa berikutnya.
Wu (1975) mengembangkan sebuah nomogram hubungan antara ukuran pipa
utama dengan kemiringan garis energi dan debit seperti Gambar 7.1.

Gambar 7.1. Nomogram hubungan ukuran pipa-kemiringan garis enersi dan debit

Edisi 2006 40
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

VIII. DESAIN IRIGASI TETES

Desain suatu sistem irigasi tetes adalah merupakan integrasi dari komponen-
komponen (emitter, katup, filter, pipa dsb.) menjadi satu susunan sistem, yang
mampu memasok air kepada tanaman sesuai dengan kebutuhan, pada kondisi tanah,
air dan peralatan yang terbatas. Beberapa faktor ekonomi seperti kesesuaian,
investasi awal, tenaga kerja, menjadi kendala bagi desain.
Data yang diperlukan untuk desain irigasi tetes meliputi data air dan lahan,
data tanah dan tanaman serta data emitter. Data tersebut direkap dalam bentuk
tabel data seperti Tabel 8.1.
Untuk mendapatkan desain hidrolika dari jaringan, dilakukan serangkaian
perhitungan seperti penentuan spasi emitter, debit emitter rata-rata, tekanan emitter
rata-rata, variasi tekanan yang diijinkan dan lama operasi. Perhitungan-perhitungan
tersebut seringkali dilakukan secara coba dan salah (trial and error) dan hasilnya
direkap pada tabel faktor desain seperti Tabel 8.2.

TEKANAN DINAMIK TOTAL (TDH, TOTAL DYNAMIC HEAD)

Tekanan dinamik total (TDH) merupakan tekanan pada titik pemasukan sistem
dan merupakan total tekanan yang dibutuhkan untuk :
a) Mengangkat air (
b) Kehilangan tekanan pada sistem pemasok
c) Kehilangan tekanan untuk pengendalian sistem (filter, pengukur debit,
injektor, dll)
d) Tekanan yang dibutuhkan pada pemasukan pipa pembagi
e) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi
antara unit utama dengan pipa pembagi
f) Kehilangan tekanan di sub unit (filter, regulator tekanan, dll)
g) Faktor keamanan kehilangan tekanan karena gesekan, umumnya sebesar 10
% dari total kehilangan tekanan
h) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi penurunan kualitas emitter

Edisi 2006 41
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 8.1. Data untuk desain

Edisi 2006 42
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

Tabel 8.2. Faktor desain

Edisi 2006 43
Irigasi Tetes (Drip/Trickle Irrigation) Asep Sapei

DAFTAR PUSTAKA

Benami, A dan A. Ofen, 1984, Irrigation Engineering, IESP, Haifa

Giley, J.R.,-, Bahan Kuliah Irrigation Engineering, Texas A&M University, Texas

Jensen, M.E.(ed.), 1980, Design and Operation of Farm Irrigation System, ASAE,
Michigan

Keller, J. dan R.D. Bliesner, 1990, Sprinkler and Trickle Irrigation, Van Nostrand
Reinhold, New York

Michael , A. M., 1978, Irrigation, Theory and Practices, Vikas Publishing House
PVT.Ltd., New Delhi

Phocaides, A., 2000, Technical Hand Book on Pressurized Irrication Techniques, FAO,
Rome

Edisi 2006 44

Anda mungkin juga menyukai