Anda di halaman 1dari 34

PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Vella Paraditha


Nama Wahana : RSUD dr.Rasidin Padang
Topik : Gizi Buruk Tipe Marasmus
Nama : An. Lesty
Tanggal Presentasi : Mei 2017
Nama Pendamping : dr. Lidia Febrina
Tempat Presentasi : RSUD dr.Rasidin Padang
Objektif Presentasi : Keilmuan dan Diagnostik
Bahan Bahasan : Kasus Anak
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus,
iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung
kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu
dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan

tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1


Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran
klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus

dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak mencolok.2

Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP,
klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

a. Klasifikasi KEP Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS3


Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat <60% <70%

b. Klasifikasi KEP Menurut Departemen Kesehatan RI

Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan

(TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:3


BB/TB TB/U

(berat menurut tinggi) (tinggi menurut umur)


Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %

Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Severe < 70 % <85 %
Epidemiologi
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk
pada tahun 2000 – 2002, dengan 815 juta orang yang hidup di negara berkembang.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 5 juta
anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita
gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi
buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor,
yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada
saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang
mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO keadaan
ini masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans. Menurut Riskesdas
jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang di Sumatera Barat mencapai
21,2%.4

Etiologi
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai “model

hirarki” yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai berikut:7

Bagan 1. Model Hirarki penyebab KEP7


UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2) sebagai salah
satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut

ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:5


1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya
gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit.
Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya
dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup
makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan,
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan
makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
3. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan
yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa
Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus
gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai. Hasil
penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor resiko terjadinya KEP
pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin, umur, berat badan lahir
rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak lengkap, nomor urut anak,
pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota keluarga
6
yang besar dan lain- lain.
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai berikut:
 Penyakit Infeksi
 Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
 Konsumsi Energi yang kurang Perolehan Imunisasi yang kurang Konsumsi Protein
yang kurang
 Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.

Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan kebiasaan
yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara pengolahan makanan,
dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan segala tabu-tabunya. Salah satu
penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang
rendah dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat
antara pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga
merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih
banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan
7
mereka terhadap gizi sudah terpenuhi.

Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--
3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/ ”decompensated malnutrition”).
Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini
terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor.
Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka
akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan
demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
8
berbagai sintesa enzim.
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, di samping
menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya,
9
seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino
essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin sehingga terjadi hipoalbuminemia dan
edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel,
seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam
amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis
albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan
energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam
amino. Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan
kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada awalnya, kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup,
jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika
hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.
Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
Manifestasi Klinis
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS, disertai edema yang
tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun
(apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada kulit tubuh
yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak
di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak
sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering,
tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran pencernaan,
penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat
bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan
dengan anak sehat seumur. Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan
ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi
3
yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk (sugar
baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya atrofi.
Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50
walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah
berlangsung lama.Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak
menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental
tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan maupun berat
ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan
berbaring terusmenerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat
berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang
berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya
dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disaharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan
pula oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture) maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah
rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan
tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang
lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah
warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih.
Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan
rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter
wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi namacrazy
pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.
Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petehia, berpadu
menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka
terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian
tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-
menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti
di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat
ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang
mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut

ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.3
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa
banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak
itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel
hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakanterdapat
pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya fibrinosis dan nekrosis
hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana kwashiorkor
disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang
berat. Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan
macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang
mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C,
tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemia yang terjadi
menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-
sering ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia
sumsum tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan

infeksi menahun.3

Gambar 1. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor

2.7. Diagnosis
A. Kriteria anak gizi buruk8
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2) Gizi Buruk dengan Komplikasi


Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran

B. Alur pemeriksaan/penemuan kasus


Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan langkah-
langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk berdasarkan
kategori yang telah ditentukan :
1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat
(media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi
timbang anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu
(2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak
diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi
berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak diperiksa nafsu makan
dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau makan/tidak mau makan
minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema,
BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan
baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak
sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam
sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan
komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2
s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki), dan
nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan anak
dengan pemberian PMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan
PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat badan
tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan
maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat


dilihat pada bagan berikut :
Bagan 4: alur pemeriksaan atau penemuan kasus gizi buruk

2.8. Penatalaksanaan

Berikut alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/ puskesmas perawatan: 11
Bagan 5: alur pelayanan anak gizi buruk di RS/puskesmas perawatan

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat berbagai


komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada
ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu:11

Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan

Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4


1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana II,

dengan tindakan segera, yaitu:11


1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB setiap
pemberian. Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan
tindakan segera, yaitu:11
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB setiap
pemberian. Catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV

Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat badan (NGT).
Catat nadi, frekuensi nafas.

Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:11
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus
dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14),
Fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:11

Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk

A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah


utama)
Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai tanda
adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia
( suhu ketiak <36oC/suhu dubur <36oC). Pemberian makanan yang sering penting

untuk mencegah kedua kondisi tersebut.11


Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
1. 50 ml “bolus” (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt
gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan
¼ bagian dari jatah untuk 2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).
Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung
jari atau tumit setelah 2 jam.
Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36oC dan/atau kesadaran menurun.
Pencegahan :
Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada
dikoreksi.
Selalu memberikan makanan sepanjang malam.

Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi
buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di
atas.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia


Bila suhu ketiak <36oC :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan

termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.11


Bila suhu dubur <36oC :
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu) Hangatkan
anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu
atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti
(metoda kanguru).
Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5 oC, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit.
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari.
Raba suhu anak :
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur). Hindari
paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).

Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi


Jangan menggunakan “jalur intravena / i.v.” untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan

untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan kegawatan).11


Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang
kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai pengganti,
berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah mudah untuk
memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan menggunakan tanda-
tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi buruk dengan diare encer

mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:11


Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara
oral atau lewat pipa nasogastrik.
Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang
harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya
kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak mulai
kencing.
Pemantauan :
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam
pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau: denyut
nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang,
perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada
KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah
tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi

menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.11


Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera
pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.

Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6) Ganti cairan
yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali buang
air besar cair.
Bila masih mendapat ASI, teruskan.

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit
perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada

terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum). 11


Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari) Tambahkan Mg
0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari) Untuk rehidrasi, berikan cairan
rendah natrium (Resomal/pengganti) Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah
garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula, dapat
memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara pembuatan larutan).

Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi


Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara

rutin:11
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila
ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai
tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa usus dan
mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri
anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari
selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),
atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin
tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral. Dan Gentamicin
7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian
hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi
infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan
mineral telah diberikan dengan benar.

Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan


Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena keadaan
faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa

sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.11


Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar. Berikan
secara oral/nasogastrik
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas: Berikan
formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok /

pipet.11
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada
fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap).
Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula
melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase

stabilisasi ini.11
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi buang air besar
dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada
penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan
menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat
bab diare persisten.
Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50g/minggu.
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu
setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal
jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.11


Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula

khusus awal ke formula khusus lanjutan :11


Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam
jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan
dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila terjadi
peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam pemantauan setiap
4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi: Makanan/formula dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
Protein 4-6 gram/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Pemantauan setelah periode
transisi : kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :
timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu.
Bila kenaikan BB:
kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah asupan makanan
mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
baik ( > 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan
Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa
dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2).
Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap

hari:11
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama) Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi vitamin
A, berikan vitamin dosis terapi.

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya

berikan:11
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada orangtua tentang
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat dan

terapi bermain terstruktur.11


Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT- Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat
pemberian makanan dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu / puskesmas.
Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai
umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

B. Pengobatan Penyakit Penyerta

1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14 atau sebelum
keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vitamin A dengan

dosis:11
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali umur 0 - 5 bulan :
50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep matatetrasiklin,
setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin,
1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan
garam faal.

2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit mengelupas), lesi
ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksisekunder, antara lain

oleh Candida.11
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(Kpermanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit / Cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik
lain.

4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan
formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan
penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja

mikroskopik. Beri : Metronidazol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.11

5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali anergi) dan
Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan

TB.11

C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan:
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi
kematian dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat. dalam 72 jam: cek
apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat malam hari:
kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi
makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati. masalah psikologik.

D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas


Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah

menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal 80%.11
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan
tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5
kali sehari
Beri makanan selingan di antara makanan utama
Upayakan makanan selalu dihabiskan
Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit teruskan ASI.

E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada
pemberian cairanintravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati

terhadap terjadinya overhidrasi.11


Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal / pengganti, peroral /
nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus
(F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan
cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB
secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75 /
pengganti)

2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai distress
pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah
yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi
pemberian darah.

2.9. Pencegahan KEP

Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 % sementara KEP
berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika kasus KEP ini bisa
dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta langkah yang tepat
maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Tidaklah bijaksana jika hanya mengobati
malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena
gunung es. Oleh karena itu diperulkan pendekatan kepada masyarakat terutama
masyarakat level ekonomi menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa
pendekatan penanganan nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat :

2.9.1. Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi


Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap
pentingnya makanan seimbang melalui penganekaragaman makanan. Ini juga
ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil pertanian.
Pendidikan gizi ini berfokus pada :
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan proses
menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi oleh budaya dan
kepercayaan yang keliru.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah antaranggota
keluarga yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Menumbuhkan kesadaran
terhadap status gizi anak serta penanganan praktis dan tepat jika terjadi gangguang
status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa dikonsumsi
oleh anggota kelarga di pekarangan rumah.
Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke pusat pelayanan
kesehatan.

2.9.2. Pendekatan Ekonomi


Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target sebagai
solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang bisa digunakan adalah :
Food for work
Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau yang membutuhkan
dan membayarnya dengan makanan.
Food subsidy
Metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan makanan oleh pemerintah.
Income generating project
Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan menggunakan cara
mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dibelikan makanan. Metode ini
melibatkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

2.10. Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antar lain:
 Masalah pada mata
 Anemia berat
 Lesi kulit pada kwashiorkor
 Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi
laktosa, diare osmotik)

2.11. Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat
pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya
pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin
disebabkan perubahan yang irreversibel dari sel-sel tubuh.
Nama Peserta dr. Vella Paraditha
Nama Wahana RSUD dr. Rasidin Padang
Topik Gizi Buruk Tipe Marasmus
Tanggal (kasus) 3 April 2017 Pukul 09.30 WIB
Nama Pasien An. Lesty No.RM: 17.65.17
Tanggal Presentasi Mei 2017 Pendamping dr. Lidia Febrina
Tempat Presentasi RSUD dr. Rasidin Padang
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Seorang anak usia 2 tahun datang dengan keluhan muntah dan mencret sejak 2
□ Deskripsi
minggu terakhir.
□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : An. Lesty No. Registrasi : 17.65.17
Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
− Seorang anak usia 2 tahun datang dengan keluhan muntah dan mencret sejak 2 minggu
terakhir. Frekuensi muntah dan mencret sering (ibu pasien lupa)
− Tidak mau makan sejak 1 minggu terakhir
− Batuk-batuk sejak 1 bulan terakhir
− Sesak nafas (-)
− Perkembangan terlambat, pasien belum bisa duduk dan berjalan, hanya bisa berbaring
telentang
− Berat badan tidak bertambah sejak umur 7 bulan

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : -


4. Riwayat Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Riwayat kontak dengan penderita campak dan batuk-
batuk lama disangkal
6. Riwayat Kehamilan Ibu : Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, tidak
pernah kontrol kehamilan, lama kehamilan cukup bulan.
7. Riwayat Kelahiran : Lahir spontan, ditolong dukun, langsung menangis, berat badan lahir
dan panjang badan lahir tidak diukur.
8. Riwayat Minuman dan Makanan :
- ASI : sejak lahir sampai umur 7 bulan (tidak ASI eksklusif)
- PASI : minum susu formula sejak umur 4 bulan, tapi anak menolak
- MPASI : bubur dan nasi tim, tetapi makan hanya sedikit. Nasi tim paling sering
dengan sayuran dan tahu.
9. Riwayat Imunisasi:
BCG :-
DPT :-
Polio :-
Campak :-
Hepatitis B :-

10. Riwayat Perkembangan Fisik dan Mental :


Tidur telentang: +
Tengkurap :-
Duduk :-
Berdiri :-
Kesan : perkembangan fisik terlambat

Daftar Pustaka :
Hasil Pembelajaran :
1. Anamnesis Gizi Buruk pada Anak
2. Diagnosis Gizi Buruk pada Anak
3. Tatalaksana Gizi Buruk pada Anak

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
- Keluhan Utama: muntah dan mencret sejak 2 minggu terakhir
− Tidak mau makan sejak 1 minggu terakhir
− Batuk-batuk sejak 1 bulan terakhir
− Perkembangan terlambat, pasien belum bisa duduk dan berjalan, hanya bisa
berbaring telentang
- Berat badan tidak bertambah sejak umur 7 bulan
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit berat
 Kesadaran : sadar
 Nadi : tidak terukur
 Frekuensi Nafas : 25 x/ menit
 Suhu : 36,70 C
 BB : 5 kg
 Panjang Badan : 68 cm
 Lingkar kepala : 44 cm
 BB/PB (Z-score) : < -3SD
CDC
BB/U : 40 %
PB/U : 80 %
BB/PB : 64%
 Lila : 11 cm
 Status gizi : gizi buruk tipe marasmik

Pemeriksaan Sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak ikterik, tidak sianosis, keriput (+)
Kepala : bentuk normochepal, rambut seperti jagung, tidak mudah rontok.
Mata : cekung, air mata (-).
konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik, bercak bitot (-)
Telinga : tidak ditemukan kelainan.
Hidung : tidak ada secret, nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis (-), selaput lendir tidak kering, gusi tidak berdarah, candidiasis
oral (+)
Tenggorokan : tidak diperiksa.
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Dada :
Paru
- Inspeksi : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis.
Retraksi epigastrium (+)
- Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultrasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-).

Jantung :
- Inspeksi : iktus tidak terlihat
- Palpasi : iktus teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
- Perkusi : batas jantung sukar dinilai
- Auskultrasi : bising (-)
Abdomen :
- Inspeksi : tidak tampak distensi
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor menurun
- Perkusi : timpani
- Auskultrasi : BU (+) meningkat

Punggung : tidak ada kelainan


Ekstremitas : akral dingin, refilling kapiler >2 detik, edema (-), baggy pants (+)
Laboratorium: tidak berhasil dilakukan

3. Assesment (penalaran klinis) :


Telah dilaporkan seorang pasien anak usia 2 tahun dengan diagnosis kerja Syok
hipovolemik e.c Gastroenteritis kronis dehidrasi berat + Gizi Buruk tipe Marasmus +
Susp.TB paru + Kandidiasis oral. Dasar Diagnosis Gizi buruk pada pasien adalah
anamnesis berat badan tidak bertambah sejak umur 7 bulan. Anak sering rewel.
Perkembangan anak hanya mampu tidur telentang. Riwayat makanan : anak minum ASI
hingga usia 7 bulan, tetapi sudah dikombinasikan dengan susu formula sejak usia 4
bulan. Anak mulai mengonsumsi MPASI sejak usia 5 bulan, tetapi makan tidak lahap.
Pada pemeriksaan fisik berat badan 5 kg, panjang badan 68 cm. BB/PB (Z-score)<3 SD,
kesan gizi buruk. Kulit keriput. Mata cekung dan air mata tidak ada. Pada pemeriksaan
thorax didapatkan Rhonki +/+ di apeks paru. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
turgor lambat dan bising usus menurun. Ditemukan baggy pants, akral dingin, refilling
kapiler > 2 detik. Tatalaksana yang diberikan di IGD adalah O2 1 L/menit, Infus RL,
dan Pasang OGT.
4. Planning
Konsul dr. Sp. Anak, advice:
− Rawat di bangsal Anak
− Oksigen 2L/menit
− IVFD RL 100 ml (dalam 30 menit), bila habis RL 100 ml, ganti dengan IVFD
2A
− Cefotaxime inj. 2x250 mg iv
− Gentamisin 1x40 mg
− Vitamin A 200.000 U (2 hari)
− KCl 3x125 mg
− Oralit Sachet
− Zink 1x10 mg
− Domperidon Syr. 3x1/2 cth
− Candistatin drop 3x5 tetes
− Foto thorax, cek laboratorium (darah rutin, GDS, kimia klinik)

Anda mungkin juga menyukai