Definisi
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus,
iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung
kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu
dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan
dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak mencolok.2
Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP,
klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Severe < 70 % <85 %
Epidemiologi
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk
pada tahun 2000 – 2002, dengan 815 juta orang yang hidup di negara berkembang.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 5 juta
anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita
gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi
buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor,
yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada
saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang
mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO keadaan
ini masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans. Menurut Riskesdas
jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang di Sumatera Barat mencapai
21,2%.4
Etiologi
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai “model
hirarki” yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai berikut:7
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan kebiasaan
yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara pengolahan makanan,
dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan segala tabu-tabunya. Salah satu
penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang
rendah dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat
antara pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga
merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih
banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan
7
mereka terhadap gizi sudah terpenuhi.
Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--
3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/ ”decompensated malnutrition”).
Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini
terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor.
Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka
akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan
demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
8
berbagai sintesa enzim.
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, di samping
menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya,
9
seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino
essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin sehingga terjadi hipoalbuminemia dan
edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel,
seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam
amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis
albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan
energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam
amino. Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan
kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada awalnya, kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup,
jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika
hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.
Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
Manifestasi Klinis
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS, disertai edema yang
tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun
(apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada kulit tubuh
yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak
di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak
sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering,
tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran pencernaan,
penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat
bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan
dengan anak sehat seumur. Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan
ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi
3
yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk (sugar
baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya atrofi.
Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50
walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah
berlangsung lama.Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak
menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental
tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan maupun berat
ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan
berbaring terusmenerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat
berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang
berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya
dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disaharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan
pula oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture) maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah
rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan
tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang
lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah
warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih.
Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan
rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter
wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi namacrazy
pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.
Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petehia, berpadu
menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka
terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian
tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-
menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti
di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat
ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang
mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut
ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.3
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa
banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak
itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel
hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakanterdapat
pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya fibrinosis dan nekrosis
hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana kwashiorkor
disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang
berat. Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan
macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang
mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C,
tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemia yang terjadi
menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-
sering ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia
sumsum tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan
infeksi menahun.3
2.7. Diagnosis
A. Kriteria anak gizi buruk8
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2.8. Penatalaksanaan
Berikut alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/ puskesmas perawatan: 11
Bagan 5: alur pelayanan anak gizi buruk di RS/puskesmas perawatan
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan
tindakan segera, yaitu:11
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB setiap
pemberian. Catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat badan (NGT).
Catat nadi, frekuensi nafas.
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:11
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus
dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14),
Fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:11
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi
buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di
atas.
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur). Hindari
paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).
Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6) Ganti cairan
yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali buang
air besar cair.
Bila masih mendapat ASI, teruskan.
rutin:11
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila
ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai
tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa usus dan
mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri
anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari
selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),
atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin
tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral. Dan Gentamicin
7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian
hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi
infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan
mineral telah diberikan dengan benar.
pipet.11
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada
fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap).
Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula
melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase
stabilisasi ini.11
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi buang air besar
dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada
penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan
menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat
bab diare persisten.
Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50g/minggu.
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu
setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal
jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
hari:11
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama) Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi vitamin
A, berikan vitamin dosis terapi.
berikan:11
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14 atau sebelum
keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vitamin A dengan
dosis:11
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali umur 0 - 5 bulan :
50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep matatetrasiklin,
setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin,
1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan
garam faal.
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit mengelupas), lesi
ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksisekunder, antara lain
oleh Candida.11
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(Kpermanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit / Cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik
lain.
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan
formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan
penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali anergi) dan
Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan
TB.11
C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan:
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi
kematian dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat. dalam 72 jam: cek
apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat malam hari:
kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi
makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati. masalah psikologik.
menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal 80%.11
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan
tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5
kali sehari
Beri makanan selingan di antara makanan utama
Upayakan makanan selalu dihabiskan
Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit teruskan ASI.
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada
pemberian cairanintravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai distress
pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah
yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi
pemberian darah.
Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 % sementara KEP
berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika kasus KEP ini bisa
dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta langkah yang tepat
maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Tidaklah bijaksana jika hanya mengobati
malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena
gunung es. Oleh karena itu diperulkan pendekatan kepada masyarakat terutama
masyarakat level ekonomi menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa
pendekatan penanganan nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat :
2.10. Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antar lain:
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi
laktosa, diare osmotik)
2.11. Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat
pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya
pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin
disebabkan perubahan yang irreversibel dari sel-sel tubuh.
Nama Peserta dr. Vella Paraditha
Nama Wahana RSUD dr. Rasidin Padang
Topik Gizi Buruk Tipe Marasmus
Tanggal (kasus) 3 April 2017 Pukul 09.30 WIB
Nama Pasien An. Lesty No.RM: 17.65.17
Tanggal Presentasi Mei 2017 Pendamping dr. Lidia Febrina
Tempat Presentasi RSUD dr. Rasidin Padang
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Seorang anak usia 2 tahun datang dengan keluhan muntah dan mencret sejak 2
□ Deskripsi
minggu terakhir.
□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : An. Lesty No. Registrasi : 17.65.17
Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
− Seorang anak usia 2 tahun datang dengan keluhan muntah dan mencret sejak 2 minggu
terakhir. Frekuensi muntah dan mencret sering (ibu pasien lupa)
− Tidak mau makan sejak 1 minggu terakhir
− Batuk-batuk sejak 1 bulan terakhir
− Sesak nafas (-)
− Perkembangan terlambat, pasien belum bisa duduk dan berjalan, hanya bisa berbaring
telentang
− Berat badan tidak bertambah sejak umur 7 bulan
2. Riwayat Pengobatan : -
Daftar Pustaka :
Hasil Pembelajaran :
1. Anamnesis Gizi Buruk pada Anak
2. Diagnosis Gizi Buruk pada Anak
3. Tatalaksana Gizi Buruk pada Anak
Pemeriksaan Sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak ikterik, tidak sianosis, keriput (+)
Kepala : bentuk normochepal, rambut seperti jagung, tidak mudah rontok.
Mata : cekung, air mata (-).
konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik, bercak bitot (-)
Telinga : tidak ditemukan kelainan.
Hidung : tidak ada secret, nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis (-), selaput lendir tidak kering, gusi tidak berdarah, candidiasis
oral (+)
Tenggorokan : tidak diperiksa.
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Dada :
Paru
- Inspeksi : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis.
Retraksi epigastrium (+)
- Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultrasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-).
Jantung :
- Inspeksi : iktus tidak terlihat
- Palpasi : iktus teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
- Perkusi : batas jantung sukar dinilai
- Auskultrasi : bising (-)
Abdomen :
- Inspeksi : tidak tampak distensi
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor menurun
- Perkusi : timpani
- Auskultrasi : BU (+) meningkat