Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


KARSINOMA NASOFARING

OLEH

NI KADEK NETIARI, S.Kep


NIM: 14.901.0799

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA
MEDIKA PPNI BALI
2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING

A. Konsep Dasar Penyakit

1. DEFINISI

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas (kanker) yang berasal dari sel
epitel nasofaring, bagian atas tenggorokan belakang hidung dan dekat dengan dasar
tengkorak (NCNN, 2013).

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring


dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.
(Efiaty & Nurbaiti, 2011).

Karsinoma nasofaring adalah sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epithelial
batas permukaan badan internal dan eksternal sel didaerah nasofaring ( American cancer
asosiety, 2011)

2. ETIOLOGI
Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu
genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr (Martin Dunitz, 2012)
a. Genetik
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya
kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa
HLA (Human Leucocyte antigen) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori
tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari
kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan
Tionghoa.
b. Virus
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker
nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus DNA yang
diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah diyakini sebagai
agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin,
limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa
penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal
tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan
tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini
tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
c. Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya
kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi
pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang
diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan
buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring
adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu
industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat
tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.
d. Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa
penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien
nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti,
2011).
3. PATOFISIOLOGI
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah
pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa :
a. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut
penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus
kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf
kranialis anterior ( n.I – n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf
kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang
paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
b. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia
pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen
spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX –
XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf
otak yaitu n VII - n XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat
kerusakan pada n IX – n XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga
sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat
tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh,
Gejala yang muncul umumnya antara lain:
1) Trismus
2) Horner Syndrome ( akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis)
3) Afonia akibat paralisis pita suara
4) Gangguan menelan
c. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama
sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke
kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah
bening pada lapisan sub mukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah
bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retropharyngeal yaitu
Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak
sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian
samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien.
Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai
otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala
utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
a. Gejala Telinga
1) Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor
dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba.
Hal ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus)
pada pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.
2) Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
3) Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun,
dan dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli
konduktif
b. Gejala Hidung
1) Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang
dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan
dinding pembuluh darah tersebut pecah.
2) Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor
dalam nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis
kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk
Karsinoma Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada
penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang
baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain
yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia
(penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen
laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena
chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.
d. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran
atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
e. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai
saraf-saraf kranialis. Gejalanya antara lain :
1) Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen.
2) Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
3) Kesukaran pada waktu menelan
4) Afoni
5) Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N.
IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: lidah,
palatum, faring atau laring, m. sternocleidomastoideus, m. trapezeus
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan
dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada
wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal).
Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
5. KOMPLIKASI
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu
komplikasi yang selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke
arah nervus kranialis yang bermanifestasi dalam bentuk :
a. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum
sampai sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan
N.II. yang memberikan kelainan :
1) Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu
nyeri pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran
listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
2) Ptosis palpebra ( N. III )
3) Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
b. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat
menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke
arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah
bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan
manifestasi gejala :
1) N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior
serta gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
2) N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring
disertai gangguan respirasi dan saliva
3) N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese
palatum mole
4) N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
5) Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa
penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.20
c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering
adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis
yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring
dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-
masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid
0.4 %.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui
keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan
ditemukan.
b. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus E-B.
c. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan
anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
d. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis
7. PENATALAKSANAAN
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan
di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-
platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-
fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat
“RADIOSENSITIZER”.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek
dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis
kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan
kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang
diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan
lingkungan dan kebiasaan hidup.
e. Tanda dan gejala :
1) Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

2) Sirkulasi
3) Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan
tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
4) Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal
diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik
diri, marah.
5) Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen.
6) Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat
badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
7) Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
8) Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa
kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
9) Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan
10) Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama /
berlebihan, demam, ruam kulit.
11) Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan.
12) Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
f. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher. Bagian leher terdapat
benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat.
2) Palpasi : saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri
apabila ditekan.
3) Pemeriksaan THT
a) Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
b) Rinoskopia anterior, yaitu :
- Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung,
mungkin hanya banyak sekret.
- Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga
hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole
negatif.
c) Rinoskopia posterior, yaitu :
- Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring
tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
- Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

d) Faringoskopi dan laringoskopi, yaitu :


- Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan
retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukan nutrisi.
d. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, dan
efek radiasi kemoterapi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, imunitas tubuh
menurun
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya berhubungan
dengan mis intepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
h. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Bersihan jalan nafasSetelah dilakukan asuhanAirway (Manajemen Jalan Nafas)
tidak efektif b.dkeperawat 3x 24 jam a. Bebaskan jalan nafas
sekresi berlebihan diharapkan terjadi kepatenan b. Posisikan klien untuk
jalan nafas pada status memaksimalkan ventilasi
respirasi pasien dengan
c. Identifikasi apakah klien
kriteria hasil :
1. Tidak ada panas membutuhkan insertion airway
2. Cemas tidak ada d. Jika perlu, lakukan terapi fisik
3. Obstruksi tidak ada (dada)
4. Respirasi dalam batas e. Auskultasi suara nafas, catat daerah
normal 16-20x/mnt yang terjadi penurunan atau tidak
5. Pengeluaran sputum dari adanya ventilasi
jalan nafas f. Berikan bronkhodilator, jika perlu
6. Suara nafas: vesikuler g. Atur pemberian O2, jika perlu
h. Atur intake cairan agar seimbang
i. Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea
j. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi

Airway Suctioning (Suction Jalan


Nafas)
a. Keluarkan sekret dengan dorongan
batuk atau suctioning
b. Lakukan suction pada endotrakhel
atau nasotrakhel, jika perlu
2 Nyeri akut b/d agenSetelah dilakukan asuhanManajemen Nyeri
injuri fisik keperawatan 3 x 24 jam a. Kaji tingkat nyeri secara
diharapkan klien komprehensif termasuk lokasi,
menunjukkan tingkat karakteristik, durasi, frekuensi,
kenyamanan dan level nyeri
kualitas dan faktor presipitasi
klien terkontrol dengan
kriteria hasil : b. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Klien melaporkan nyeri ketidaknyamanan
berkurang (skala nyeri 2- c. Gunakan teknik komunikasi
3) terapeutik untuk mengetahui
2. Ekspresi wajah tenang, pengalaman nyeri klien sebelumnya
klien mampu istirahat dan d. Kontrol faktor lingkungan yang
tidur mempengaruhi nyeri seperti suhu
3. Tanda Vital normal (TD : ruangan, pencahayaan, kebisingan
100-120/60-80 mmHg, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
N : 60-100 x/mnt, RR : f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
16-20x/mnt, S : 36- (farmakologis atau non
37,5°C) farmakologis)
g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
i. Evaluasi tindakan pengurang nyeri
atau kontrol nyeri
j. Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil
k. Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri

Administrasi Analgetik
a. Cek riwayat alergi
b. Cek program pemberian analgetik
(jenis, dosis, dan frekuensi)
c. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
d. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul
e. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhanManajemen Nutrisi
nutrisi kurang darikeperawatan 3 x 24 jam a. Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh b/ddiharapkan kebutuhan b. Kaji adanya alergi makanan
intake nutisi innutrisi pasien terpenuhi c. Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat, anoreksia,dengan criteria hasil :
klien
mual muntah sekunder1. BB stabil tidak terjadi mal
akibat kemoterapi nutrisi d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
radiasi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
2. Melaporkan penurunan
dengan kebutuhan klien
mual dan insiden muntah
e. Berikan dorongan higiene oral yang
3. Tingkat energi adekuat
sering
4. Masukan nutrisi adekuat
f. Anjurkan klien untuk
5. Menunjukkan turgor kulit
meningkatkan asupan nutrisinya
normal dan membran
g. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mukosa yang lembab
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi
h. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
a. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan
b. Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan
c. Monitor lingkungan selama makan
dengan kontrol faktor bau dan
panadangan yang tidak sedap, dll
d. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan
e. Monitor adanya mual muntah
f. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb
g. Monitor intake nutrisi dan kalori
h. Ukur TB, BB dan ketebalan kulit
trisep (pengukuran antropometri)

4 Gangguan sensoriSetelah dilakukan asuhanSensori


persepsi b/d gangguankeperawatan 3 x 24 jam a. Tentukan ketajaman penglihatan,
status organ sekunderdiharapkan klien mampu apakah satu atau dua mata terlibat
metastase tumor beradaptasi terhadap b. Orientasikan pasien terhadap
perubahan sensori pesepsi lingkungan
dengan kriteria hasil : c. Observasi tanda-tanda dan gejala
1. Mengenal gangguan dan disorientasi
berkompensasi terhadap d. Perhatikan tentang suram atau
perubahan penglihatan kabur
e. Bicara dengan gerak mulut yang
jelas
f. Bicara pada sisi telinga yang sehat

5 Kerusakan integritasSetelah dilakukan asuhanIntegritas Kulit


kulit b/d penurunankeperawatan 3 x 24 jam a. Kaji kulit dengan sering terhadap
imunologi, dan efekdiharapkan integritas kulit efek samping kanker
radiasi kemoterapiklien tetap terjaga dengan b. Mandikan dengan menggunakan air
. kriteria hasil :
hangat dan sabun ringan
1. Menunjukkan perubahan
c. Hindari menggosok atau menggaruk
yang minimal pada kulit
area
dan menghindari trauma
d. Anjurkan pasien untuk menghindari
pada area kulit yang
krim kulit apapun, bedak, salep
sakit
apapun kecuali diijinkan dokter
e. Oleskan vitamin A dan D pada area
tersebut
f. Tinjau ulang efek samping
dermatologis yang dicurigai pada
kemoterapi

6 Risiko infeksi b/dSetelah dilakukan asuhanKontrol Infeksi


imunitas tubuh primerkeperawatan 3 x 24 jam a. Bersihkan lingkungan setelah
menurun, prosedurdiharapkan tidak terdapat dipakai pasien lain
invasive faktor risiko infeksi pada b. Batasi pengunjung bila perlu
klien dibuktikan dengan
c. Intruksikan kepada keluarga untuk
status imune klien adekuat ;
bebas dari gejala infeksi ; mencuci tangan saat kontak dan
angka lekosit normal (4- sesudahnya
11.000) d. Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
e. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung
f. Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat
g. Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari
h. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
i. Berikan antibiotik sesuai program
Proteksi terhadap infeksi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit dan
WBC
c. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
d. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas,
drainase
f. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah
g. Ambil kultur jika perlu
h. Dorong istirahat yang cukup
i. Monitor perubahan tingkat energy
j. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan
k. Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program
l. Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi
m.Laporkan kecurigaan infeksi
n. Laporkan jika kultur positif.

7 Kurang pengetahuanSetelah dilakukan asuhanDissease Process


tentang penyakit dankeperawatan 3 x 24 jam a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
perawatannya b/d missdiharapkan pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
intepretasi informasi,klien meningkat, dengan b. Jelaskan tentang patofisiologi
ketidak familiernyacriteria hasil :
penyakit, tanda dan gejala serta
sumber informasi 1. Klien atau keluarga
penyebab
mampu menjelaskan
c. Sediakan informasi tentang kondisi
kembali penjelasan yang
klien
telah dijelaskan
d. Siapkan keluarga atau orang-orang
2. Klien atau keluarga
yang berarti dengan informasi
kooperatif saat dilakukan
tentang perkembangan klien
tindakan.
e. Sediakan informasi tentang
diagnosa klien
f. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
g. Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
h. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
i. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
j. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
k. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
l. Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
m.Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan

8 Gangguan harga diriSetelah dilakukan asuhanPeningkatan Harga Diri


rendah b/d efekkeperawatan 3 x 24 jam a. Dorong diskusi tentang atau
samping radioterapidiharapkan klien menerima pecahkan masalah tentang efek
(kehilangan rambut)keadaan dirinya dengan kanker
dan perubahan gayacriteria hasil :
b. Monitor pernyataan pasien tentang
hidup 1. Mengatakan penerimaan
harga diri
diri dan keterbatasan diri
c. Gunakan sentuhan selama interaksi
2. Menjaga kontak mata
d. Anjurkan kontak mata jika
3. Komunikasi terbuka
berkomunikasi dengan orang lain
4. Secara seimbang dapat
e. Berikan pengalaman yang
berpartisipasi dan
meningkatkan otonomi pasien
mendengarkan dalam
f. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
kelompok
meningkatkan harga diri.
5. Menerima kritik yang
g. Monitor frekuensi pasien
konstruktif
mengucapkan negatif pada diri
6. Menggambarkan
sendiri.
kebanggaan terhadap diri
h. Anjurkan pasien untuk tidak
mengkritik negatif terhadap dirinya
i. Sampaikan percaya diri terhadap
kemampuan pasien mengatasi
situasi
j. Bantu pasien menetapkan tujuan
yang realistik dalam mencapai
peningkatan harga diri
k. Bantu pasien menilai kembali
persepsi negatif terhadap dirinya
l. Gali alasan pasien mengkritik diri
sendiri
m.Berikan reward kepada pasien
terhadap perkembangan dalam
pencapaian tujuan
n. Beri dukungan emosi untuk pasien
atau orang terdekat selama tes
diagnostik dan fase pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2. Jakarta: EGC.

Cottrill CP, Nutting CM. Tumors at The Nasopharynx. In: Principles and Practice of Head
and Neck Oncology. London: Martin Dunitz; 2003. p. 193–214.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Doengoes E.Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dn Klasifikasi. Jakarta: EGC

J. C. E. Underwood. 2002. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta: EGC

Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN Clinical Practice Guidelines in


Oncology (NCCN Guidelines) : Head and Neck Cancers Version 2.2013. NCCN;
2013. Diakses tanggal 1 Januari 2015
http://oralcancerfoundation.org/treatment/pdf/head-and-neck.pdf

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai