Anda di halaman 1dari 19

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hakikat Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan mata pelajaran muatan lokal yang harus

dilestarikan, sebagai penduduk asli Jawa Timur, bahasa jawa merupakan

simbol adat dan budaya leluhur yang harus dikembangkan agar tidak

hilang ditelan zaman. Dengan adanya bahasa jawa, diharapkan budaya

jawa yang kental dengan adat istiadat akan terus berkembang dan tetap

menjadi ciri khas jawa.

Berdasarkan UU RI No 20 Tahun 2003 (Tambahan Lembaran

Negara RI Tahun 2003 No 4301) khususnya Pasal 37 ayat (1) tentang

butir bahasa dijelaskan sebagai berikut: Bahan kajian bahasa mencakup

bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan

pertimbangan: satu, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Dua,

bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik. Tiga, bahasa asing

terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat

penting kegunaannya dalam pergaulan global, bisa menjadi dasar

diterapkannya mata pelajaran bahasa Jawa di tingakat sekolah dasar

Sementara itu dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, mata

pelajaran bahasa Jawa merupakan bagian dari mata pelajaran muatan

lokal. Tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa disebutkan

10
2
11

sebagai berikut: (a) mengenal dan menjadi lebih akrab dengan

lingkungan alam, sosial, dan budayanya; (b) memiliki bekal kemampuan

dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna

bagi dirinya maupun masyarakat dalam umumnya; dan (c) memiliki

sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai atau aturan-aturan

yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-

nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan

nasional.

Mata pelajaran bahasa jawa mempunyai fungsi sebagai: (1) alat

komunikasi, (2) kebudayaan, dan (3) perorangan. Fungsi komunikasi

terkait dengan upaya agar siswa dapat menggunakan bahasa Jawa secara

baik dan benar untuk kepentingan alat perhubungan dalam keluarga dan

masyarakat. Fungsi kebudayaan terkait dengan pemerolehan nilai-nilai

budaya (muatan lokal) untuk keperluan pembentukan kepribadian dan

identitas bangsa. Fungsi perorangan terkait fungsi instrumental,

khayalan, dan informatif.

Selain fungsi-fungsi yang disebutkan diatas, bahasa jawa juga

berperan penting dalam melestarikan warisan budaya bangsa, serta dapat

menguatkan karakter bangsa. Dengan adanya sikap positif dan apresiasi

terhadap bahasa Jawa di kalangan peserta didik sebagai generasi

penerus, maka kelestarian bahasa Jawa akan memperoleh jaminan dan

munculnya kekhawatiran akan semakin tersisihkannya bahasa Jawa akan

dapat dihindarkan. Keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah


12

akan memberikan kontribusi dan penjaminan bagi kelestarian bahasa

Jawa, identitas daerah (Jawa), dan pemberian pendidikan budi pekerti

yang efektif demi peningkatan kualitas moral anak bangsa. Sehingga

jangan sampai ada kejadian pengklaiman bahasa jawa oleh bangsa lain.

Bahasa Jawa memiliki hak hidup yang sama dengan bahasa

Indonesia. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

yang mengamanatkan bahasa (daerah) Jawa akan dihormati dan

dipelihara oleh negara, termasuk pemerintah pusat atau pun daerah. Oleh

karena itu, generasi muda suku Jawa sudah sepantasnya melestarikan

bahasa Jawa demi kelangsungan dan tetap terjaganya bahasa Jawa di

Pulau Jawa. Apalagi, bahasa Jawa merupakan bahasa budi yang

menyiratkan budi pekerti luhur, atau merupakan cerminan dari tata

krama dan tata krama berbahasa menunjukkan budi pekerti pemakainya.

Dalam penggunaannya, bahasa Jawa memiliki aksara sendiri, yaitu

aksara jawa, dialek yang berbeda dari tiap daerah, serta unggah-ungguh

basa (etika berbahasa Jawa) yang berbeda12.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ruang

lingkup mata pelajaran bahasa Jawa adalah: (a) kemampuan

berkomunikasi yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan

menulis; (b) kemampuan menulis huruf Jawa; (c) meningkatkan

kepekaan dan penghayatan terhadap karya sastra Jawa; (d) memupuk

12
Sujamto, Refleksi Budaya Jawa. (Semarang: Dahara Prize, 1992), hal 10.
13

tanggung jawab untuk melestarikan hasil kreasi budaya sebagai salah

satu unsur kebudayaan nasional.

Berdasarkan ruang lingkup tersebut, indikator yang akan dicapai

peneliti pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menulis

aksara Jawa.

2. Metode Learning Cycle (LC)

Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada pada tahun

1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu

program pengembangan pendidikan sains di Amerika.13

Menurut Rodger W. Bybee, Learning Cycle merupakan suatu model

pembelajaran yang berbasis konstuktivistik. Model ini dikembangkan

oleh Herbart, John Dewey J. Myron Atkin, Robert Karplus dan

Kelompok SCIS (Science Curriculum Improvement Study), di

Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat sejak tahun 1967. 14

Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti membangun, yaitu

siswa dapat mengkonstruk sendiri pemahamannya dengan melakukan

aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori konstruktivisme

merupakan salah satu teori belajar yang menekankan pada penemuan

13
Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT. Indeks, 2011),
hal. 72.
14
Rodger W. Bybee, Joseph A. Taylor, dkk., ―The BSCS 5E Instructional Model:
Origins and Effectiveness‖, Laporan yang disiapkan untuk Kantor Sains Pendidikan National
Institutes of Health, 12 Juni 2006, h. 5.
14

makna (meaningfullness).15 Perolehan tersebut melalui informasi dalam

struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang

tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan

pengetahuan baru.

Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang

memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan

konsep yang dipelajari dan memberikan peluang kepada siswa untuk

menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru.

Implementasi model pembelajaran Learning Cycle dalam pembelajaran

sesuai dengan pandangan kontruktivisme dimana pengetahuan dibangun


16
pada diri peserta didik.

Learning Cycle (LC) memiliki sintak dengan empat tahap sebagai

berikut :

a. Mengalami

Siswa mengalami sendiri dalam mengerjakan tugas yang

diberikan. Siswa yang terlibat biasanya tidak merefleksikan tugas

pada saat itu, akan tetapi melakukannya tanpa tujuan apa-apa.

15
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), hal.

119

16
Miftahul huda, M.Pd. mode-model pengajaran dan pembelajaran. (Yogyakarta :
Pustaka pelajar, 2011). Hal. 265
15

b. Refleksi

Meliputi usaha kembali menghayati tugas dan mereview

apa yang sudah dilakukan dan dialami. Ketrampilan

memperhatikan, mencatat perbedaan-perbedaan, dan menerapkan

syarat-syarat dapat membantu mengidentifikasi peristiwa-peristiwa

subtil kemudian mengkomunikasikannya secara jelas kepada orang

lain.

c. Interpretasi

Pada tahap ini, teori secara khusus berguna sebagai

pengangkat untuk memetakan dan menjelaskan peristiw-peristiwa.

Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama dari tahap ini adalah

berusaha menghubungkan pengalaman belajar yang sebenarnya

dengan teori-teori yang mendeskripsikannya.

d. Prediksi

Dalam tahap ini memungkinkan individu untuk

memperoleh pemahaman baru dan menerjemahkannya ke dalam

prediksi-prediksi tentang apa yang seharusnya diambil untuk

mengerjakan tugas dengan baik.

Metode Penerapan Learning cycle memiliki beberapa manfaat,

diantaranya :

a. Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara

aktif dalam proses pembelajaran

b. Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.


16

c. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan model learning cycle yang harus

selalu diantisipasi adalah sebagai berikut :

a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai

materi dan langkah-langkah pembelajaran

b. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang

dan melaksanakan proses pembelajaran

c. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan

terorganisasi

d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam

menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

3. Media Kartu Aksara

Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari

kata Medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi

dapat dipahami bahwa media adalah perantara atau pengantar dari

pengirim ke penerima pesan.17

Sedangkan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang

menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Jadi, media pembelajaran

adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai

penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan dalam pembelajatan

tercapai.

17
Arif S. Sadirman, dkk. Media Pendidikan : Pengertian, pengembangan dan
pemanfaatannya, (Jakarta : PT Raja grafindo, 2007), hal 6.
17

Kriteria pemilihan media menurut Sudjana yaitu : (1) Ketepatan

dengan tujuan pembelajaran, (2) Dukungan terhadap isi pelajaran, (3)

kemudahan memperoleh media, (4) Keterampilan guru dalam

menggunakannya, (5) Sesuai dengan taraf berpikir siswa. 18

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kartu adalah kertas tebal yang

berbentuk persegi panjang. Sedangkan aksara adalah huruf dari bahasa

jawa yang digunakan oleh nenek moyang pada zaman dahulu. Jadi

media kartu aksara adalah kartu bergambar yang berisi huruf jawa

yang digunakan sebagai media pembelajaran kemampuan menulis

aksara jawa.

Kartu aksara ini merupakan pengembangan dari media kartu

bergambar, dimana kartu aksara ini berupa sebuah kartu yang

didalamnya terdapat pola sebuah aksara jawa. Penggunaannya yakni

dengan cara siswa menebali aksara yang ada dalam kartu tersebut,

kemudian mereka mengaplikasaikan dalam situasi lain, seperti dengan

menulisnya kembali di dalam buku atau merangkai kata dengan

menggunakan aksara tersebut. Sehingga siswa mudah mengingat,

mengerti dan memahami konsep menulis aksara jawa serta memahami

arti dari sebuah aksara.

Untuk membuat kartu aksara, pendidik harus mempersiapkan atau

mengikuti beberapa langkah. Berikut adalah langkah-langkah tersebut :

18
Budiasih, E. , Widarti, H.R. 2004. Penerapan Pendekatan Daur Belajar (Learning
Cycle), dalam http://www.rifanfajrin.com, diakses 10 Oktober 2016
18

a. Menyiapkan kertas karton tebal yang akan digunakan sebagai alas

b. Memotong kertas sesuai dengan ukurannya, sebanyak 20 lembar

c. Menyiapkan kertas HVS kemudian menulis atau print materi yang

akan dijadikan media pengajaran pada kertas tersebut

d. Menempelkan kertas HVS tersebut pada kertas alas yang sudah

dipotong

4. Prestasi Belajar

Kata “Prestasi” berasala dari bahasa Belanda yaitu “Prestasie”.

Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “Prestasi” yang berarti

“hasil usaha”. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang

dan kegaitan antara lain dalam kesenian, olahraga dan pendidikan

khususnya pembelajaran.19 “Prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan

yang telah dikerjakan diciptakan, baik secara individual maupun

kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang

tidak melakukan suatu kegiatan.20

Sedangkan belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi

di dalam diri seseorang, setelah berakhirnya melakukan aktifitas

belajar.21 Perubahan seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu

merupakan hasil dari proses belajar.22 Ada beberapa pengertian lain

19
Zainal Arifin, Evaluasi Pemblejaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung : PT remaja
Rosdakarya Offset. 2011). Hal 12
20
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya : Usaha
Nasional, 1994). Hal. 19
21
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2010), hal. 38.
22
Kokom Kumalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung :
Rafika Aditama, 2011), Hal. 3.
19

tentang belajar yang cukup banyak, baik dilihat dari arti luas maupun

sempit. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan

psiko-fisik menuju perkemabangan pribadi seutuhnya. Sedangkan

dalam arti sempit, belajar belajar dimaksudkan sebagai usaha

penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan kegiatan

menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.23

Setelah meamhami uraian tentang makna/pengertian dari “prestasi”

dan “belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari

suatu aktivitas, sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses

yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan

perilaku. Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang cukup

sederhana tentang prestasi belajar. Prestasi belajar adalah hai yang

diperoleh berupa kesan-kesan yang yang mengakibatkan perubahan

dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. 24

Prestasi belajar merupakan tingkat pemahaman siswa terhadap

materi. Prestasi belajar pada penelitian ini mencakup empat

kemampuan kognitif yaitu, kemampuan menulis, memahami,

menerapkan dan menganalisis. Prestasi belajar ini diukur dari nilai tes

siswa s dan pekerjaan rumah setiap pertemuan. Hasil nilai akhir dibuat

rerata dan dilihat siswa yang tuntas dan belum tuntas, kemudian

dibandingkan tiap siklus untuk mengetahui peningkatan prestasi

belajar siswa.

23
Oemar Hamalik, Kurikulum & Pembelajaran (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). Hal. 36.
24
Djamarah, Prestasi Belajar....., hal. 23
20

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat

dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing

sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi

sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku, antara lain:

bahwa “suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran

dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya tercapai”.25

Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional

khusus, guru perlu mengadakan tes setiap selesai menyajikan satu

bahasan kepada siswa. Penilaian ini untuk mengetahui sejauh mana

siswa telah menguasai tujuan instruksional yang ingin dicapai. “Fungsi

penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru

dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan

progam remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena prestasi

adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar”.26

Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh

seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan aktifitas tertentu.27

Prestasi berarti hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan, baik secara individual maupun kelompok, sedangkan

belajar adalah suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. 28 Belajar itu

membawa perubahan tingkah laku, aktual maupun potensial sehingga


25
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), hal. 105
26
Syaifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 13
27
Juprimalino, minat dan prestasi belajar, dalam “ http://juprimalino.blogspot.com
/2012/02/makalah-minat-belajar-meningkatkan.html, dikases tanggal 24 Oktober 2016
28
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), hal.19
21

didapatkan kecakapan baru dan perubahan itu terjadi karena usaha. 29

Lanawati berpendapat bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian

pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan

tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang

diharapkan oleh siswa.30 Prestasi belajar juga berarti sesuatu yang

merupakan hasil dari proses belajar yang mengakibatkan perubahan

tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya.

Dengan demikian prestasi belajar siswa adalah hasil yang

diperoleh siswa setelah melewati proses pendidikan dalam jangka

waktu tertentu, yang biasanya mengadakan evaluasi untuk

mendapatkan nilai tes yang kemudian didokumentasikan pada sebuah

buku yang disebut dengan raport. Hasil tersebut dapat dilihat dari

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,

ketrampilan berfikir maupun ketrampilan motorik. Tingkat penguasaan

pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut disekolah

dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada

pendidikan sekolah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi. 31

Jadi dapat disimpulkan, prestasi belajar dalam penelitian ini

adalah kemampuan menulis berupa nilai (skor) yang telah dicapai oleh

peserta didik kelas IV dalam pelajaran Bahasa Jawa. Sedangkan

29
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal.
232
30
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 213
31
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 102-103
22

prestasi belajar Bahasa Jawa adalah hasil yang telah dicapai setelah

melakukan usaha (belajar) Bahasa Jawa yang dinyatakan dengan nilai

tes yang berupa angka atau huruf.

Prestasi tidak akan pernah berhasil selama seseorang tidak

melakukan kegiatan. Dalam kenyataannya, untuk memperoleh prestasi

tidaklah semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan

berbagai rintangan yang harus dihadapai untuk mencapainya. Banyak

kegiatan yang bisa dijadikan sarana untuk mencapai prestasi. Terutama

untuk mencapai prestasi belajar, peserta didik harus berjuang untuk

mendapatkan nilai yang terbaik, bersaing secara sehat dengan teman

sekelasnya.

5. Aksara Jawa

Di antara beberapa etnis, budaya jawa terhitung lengkap,

karena selain memiliki bahasa, budaya jawa juga dilengkapi dengan

huruf atau aksara, yang lebih dikenal sebagai huruf atau aksara jawa.

Mungkin tak semua bahasa dan budaya daerah memiliki huruf masing-

masing, namun budaya jawa memilikinya. Huruf itu tak terjadi dengan

sendirinya. Namun ada sejarah di balik terciptanya huruf ini. Dan

dalam cerita itu terkandung banyak makna dan filosofi yang

terkandung didalamnya. Tentang berbagai ajaran luhur tentang

mengemban amanat, sikap ksatria, loyal terhadap atasan, memegang

teguh kejujuran, kerendahan atasan mengakui kesalahannya, tentang

keserakahan atau nafsu yang mampu dikalahkan oleh kesucian. dan


23

banyak lagi filosofi yang terkandung dalam cerita tersebut. Di bawah

ini adalah contoh sederhana aksara Jawa

32

Gambar 2.1 Aksara Jawa

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan lima penelitian terdahulu.

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil peneliti terdahulu yakni.

1. “Pengaruh Model Learning Cycle Terhadap Hasil Belajar Siswa pada

Konsep Sistem Ekskresi mata pelajaran Biologi didwa kelas VII SMP N

2 Sanden” oleh Eka Eliza Cholistyana.

Berdasarkan hasil pretest dan posttest oleh peneliti sebelumnya

yang diberikan pada kelompok kontrol dan eksperimen diketahui selisih

skor pretest dan postest pada kelompok kontrol sebesar 708 dan selisih

skor pretest dan postest kelompok eksperimen sebesar 1605.33 Dengan

32
nisyacin.blogdetik.com/category/sejarah-aksara-jawa/3 juni 2012
33
Cholistyana, Ika Eliza, Pengaruh Model Learning Cycle Terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Konsep Sistem Ekskresi, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2014), hal. 72
24

demikian, kelompok eksperimen yang dalam pembelajaran

menggunakan model Learning Cycle memiliki hasil belajar yang lebih

tinggi dibanding dengan kelompok kontrol yang dalam pembelajaran

menggunakan model direct instruction. Dari hasil analisis tampak

pengaruh model Learning Cycle terhadap hasil belajar biologi siswa

pada konsep sistem ekskresi. Dengan demikian, ternyata terbukti bahwa

model Learning Cycle berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa

pada konsep sistem ekskresi.

2. “Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawa Menggunakan Media

Kartu Pintar siswa kelas IV SDN 01 Gombang” oleh Isnandani.

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga

siklus dengan menggunakan media kartu pintar dalam materi menulis

aksara Jawa pada siswa kelas IV SDN 01 Gombang dapat ditarik

kesimpulan bahwa penggunaan media kartu pintar dapat meningkatkan

keterampilan menulis aksara Jawa pada siswa kelas IV SDN 01

Gombang. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan nilai pra

tindakan keterampilan me-nulis aksara Jawa siswa sebesar 62,9 dengan

persentase ketuntasan 58%, pada siklus I ni-lai rata-rata keterampilan

menulis aksara Jawa siswa sebesar 75,2 dengan persentase ketuntasan

69%, pada siklus II nilai rata-rata keterampilan menulis aksara Jawa

siswa sebesar 81,5 dengan persentase ketuntasan 81%, pada siklus IV

nilai rata-rata keterampilan menulis aksara Jawa siswa meningkat


25

menjadi 86,2 dengan persentase ketuntasan 88%.34 Dengan demikian,

ternyata terbukti bahwa media kartu pintar berpengaruh terhadap

ketrampilan menulis aksara jawa siswa kelas IV SD N 01 Gombang.

3. “Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawa Melalui Modeling

The Way Dengan Media Flashcard Pada Siswa Kelas IV SDN

Mangkangkulon 01 Semarang” oleh Anestasia Wahyu Tiarasari.

Model pembelajaran Modeling The Way dengan media flashcard

dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis aksara

Jawa pada siswa kelas IV SDN Mangkangkulon 01 Semarang. Hasil

observasi aktivitas siswa pada siklus I rata-rata skor aktivitas siswa

mencapai 13,51 dengan kategori cukup, pada siklus II rata-rata skor

aktivitas siswa mencapai 15,02 dengan kategori baik, dan pada siklus IV
35
rata-rata skor aktivitas siswa mencapai 17,03 dengan kategori baik.

Dengan demikian, ternyata terbukti Model pembelajaran Modeling The

Way dengan media flashcard berpengaruh terhadap ketrampilan

menulis aksara Jawa pada siswa kelas IV SDN Mangkangkulon 01

Semarang.

Dari beberapa rujukan penelitian terdahulu sebagaimana

disimpulkan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan

kelas dengan judul “Penerapan Metode Learning Cycle (Lc) Dengan Media

34
Isnandani, Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawa Menggunakan Media
Kartu Pintar, (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2012), hal. 68
35
Tiarasari, Anestesia Wahyu, Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawa
Melalui Modeling The Way Dengan Media Flashcard Pada Siswa Kelas IV SDN Mangkangkulon
01 Semarang, (Semarang : Universitas Negeri Semarang, 2013), hal : 144.
26

Kartu Aksara untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Jawa Kelas IV

MI Al Ghozali Panjerejo Rejotangan”.

Tabel 2.1 perbandingan penelitian dengan peneliti terdahulu

No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan


1. Pengaruh model  Menggunakan  Dilakukan untuk
Learning cycle model mengukur hasil
terhadap hasil belajar pembelajaran yang belajar siswa
siswa pada konsep sama yakni metode  Bahasan pokok
sistem ekskresi mata Learning Cycle pada penelitian
pelajaran Biologi ini adalah sistem
siswa kelas VII SMP ekskresi
N 2 Sanden
2. Peningkatan  Menggunakan  Tidak menerapkan
ketrampilan menulis media model/metode
aksara jawa pembelajaran yang pembelajaran.
menggunakan media sejenis, yakni kartu
kartu pintar siswa pintar
kelas IV SD N 01  Subjek penelitian
Gombang yang setara, yakni
kelas tinggi pada
tingkat sekolah
dasar
 Pokok bahasan
yang sama, yakni
aksara jawa
3. Peningkatan  Subjek penelitian  Menggunakan
ketrampilan menulis yang setara, yakni model
aksara jawa melalui kelas tinggi pada pembelajaran
Modeling The Way tingkat sekolah yang berbeda,
dengan media dasar yakni Modeling
flashcard pada siswa  Pokok bahasan The Way
kelas IV SDN yang sama, yakni  Menggunakan
Mangkangkulon 01 aksara jawa media
pembelajaran
yang berbeda,
yakni media
flashcard
27

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika metode

Learning Cycle (LC) dengan media kartu aksara diterapkan pada mata

pelajaran Bahasa Jawa pokok bahasan Aksara Jawa maka keejasama,

keaktifan dan prestasi belajar peserta didik kelas IV MI Al Ghozali

Panjerejo Rejotangan akan meningkat”

D. Kerangka Pemikiran

Rendahnya Prestasi Belajar Peserta didik


dalam mata pelajaran Bahasa Jawa

Penerapan Metode Learning Cycle (LC)

Metode Learning Cycle (LC) dengan


menggunakan media kartu aksara

Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran

Prestasi belajar peserta didik dalam mata


pelajaran Bahasa Jawa meningkat
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Dari observasi studi kasus yang ditemukan yakni rendahnya

prestasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran bahasa jawa terutama

pada materi aksara jawa. Pembelajaran bahasa Jawa di madrasah


28

ibtidaiyah akan lebih bermakna terhadap peserta didik jika menggunakan

metode yang tepat yang dapat menarik peserta didik terlibat aktif di dalam

pembelajaran. Peserta didik akan lebih tertarik dalam pembelajaran bahasa

jawa jika diterapkan beberapa metode dengan media yang sesuai

diantaranya metode Learning Cycle dengan media kartu aksara, hal ini

dikarenakan model Learning Cycle adalah model yang sesuai untuk

pembelajaran Bahasa jawa, karena mampu memberikan kondisi belajar

yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreatifitas serta

membangun sendiri pengetahuan pada diri siswa secara optimal. Dalam

pembelajaran siswa diajarkan untuk menemukan konsep sendiri atau

memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan

konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan

konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Pada saat peserta

didik mengalami sendiri dan menemukan konsep sendiri, pengetahuan

yang terbentuk akan semakin kuat dalam daya ingat peserta didik. Dari hal

tersebut maka akan mempengaruhi prestasi peserta didik yakni

meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran bahasa

Jawa terutama dalam materi menulis aksara.

Anda mungkin juga menyukai