PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2
Agenesis kelenjar lakrimalis merupakan suatu kelainan kongenital yang sangat jarang
sekali hanya beberapa kasus yang dilaporkan dalam kepustakaan. Kelainan ini bisa terjadi
tunggal atau berpasangan dengan kelainan-kelainan lainnya seperti agenesis kelenjar
salivarius, serta abnormalitas sistem ekskresi lakrimalis termasuk atresia pungta dan
kanalikuli lakrimalis. Hal ini disebabkan kelenjar lakrimalis, salivarius dan sistem ekskresi
lakrimalis berasal dari solid cord ektoderm. Kelainan ini merupakan pola turunan autosomal
dominan. 2,3,8
Hilangnya refleks air mata pada bayi juga pernah dilaporkan oleh orang tuanya di
salah satu mata atau kedua matanya. Biasanya setiap anak-anak menunjukkan sekresi basal
normal tetapi pemeriksaan mata luar harus dilakukan untuk memastikan bahwa lubrikasi
adekuat masih ada. Tidak ada tanda-tanda iritasi mata dengan hilangnya sekresi refleks air
mata karena kelenjar-kelenjar lakrimalis asesorius menyediakan lapisan akuos yang cukup
melalui sekresi basalnya.8
Crocodile tears atau refleks paradoks gustolakrimalis dikarakteristikan dengan sekresi
air mata ketika makan atau mengunyah. Walaupun bisa kongenital, biasanya merupakan
gejala sisa dari Bell’s Palsy.2,8
Duktus kelenjar lakrimalis merupakan saluran ekskresi bisa tidak ada atau mengalami
obstruksi menyebabkan distensi dan kistik, dakriops kelenjar lakrimalis. Kondisi yang jarang
juga bisa terbentuk fistula sebagai saluran ekskresi antara palpebra di atas tarsus dan
kelenjar lakrimalis. Muara fistula biasanya dikelilingi oleh beberapa rambut. Eksisi
ditambah menutup lapisan-lapisan ini dengan benar merupakan pilihan terapi.8
3
sistem duktulus. Kelenjar Krause terletak dibagian lateral forniks superior dan sejumlah kecil
yang terdapat di forniks inferior. Kelenjar Wolfring lokasinya bervariasi sepanjang margo
proksimal setiap tarsus. Palpebra inferior lebih sedikit jumlah kelenjar lakrimalis asesoriusnya
dibandingkan palpebra superior. Kelenjar lakrimalis asesorius memiliki fungsi yang sama
dengan kelenjar lakrimalis.2,4,8,9,10,11
Kelenjar lakrimalis tersusun atas sel-sel asini yang membatasi lumen kelenjar dan sel-sel
mioepitel yang mengelilingi parenkim dan menutupi membran basal. Sel-sel ini dihubungkan
oleh duktulus yang akan membentuk duktus kolektivus (saluran gabungan dari beberapa
duktulus). Interkoneksi antar sel-sel asini membentuk lobulus dan sejumlah lobulus
membentuk lobus pada setiap kelenjar. Sel plasma dan limfosit terletak pada jaringan konektif
di antara beberapa sel asini, lobulus dan duktus.3,12
Setiap asinus terdiri dari epitel sekretorius dengan sel-sel mioepitel yang tersebar
diantaranya sepanjang membran basal. Sel-sel epitel sekretorius memiliki banyak granula dan
kadang-kadang bisa lebih sedikit jumlah granulanya. Status sekresi sel-sel epitel tersebut
bervariasi tergantung derajat stimulasinya. Duktus kelenjar dilapisi dengan epitel
pseudostratifikasi bisa satu sampai empat lapisan. Sel-sel epitel duktulus dan sekretorius asini
terdapat zonula okludens apikal.10
Bentuk sel yang predominan pada kelenjar lakrimalis adalah sel epitel asinus yang
merupakan sel sekretorius terbesar (lebih dari 15 µm). Bentuk sel yang paling umum
selanjutnya adalah sel epitel duktus dan jumlah yang lebih sedikit yaitu sel-sel mioepitel yang
terlihat pada preparat kelenjar lakrimalis. Sel-sel epitel asinus dan duktus berisi komponen
sekretorius yang tampaknya juga dikontrol oleh mekanisme hormonal. Sel-sel asinus juga
berisi laktoferin dan lisozim. Sel-sel epitel asinus bisa menghasilkan berbagai sitokin yang
bertanggung jawab untuk proliferasi lokal dan diferensiasi sel-sel limfoid dalam kelenjar
lakrimalis.
Sel-sel plasma merupakan populasi limfoid utama yang tampak pada kelenjar lakrimalis.
Sel-sel ini umumnya merupakan isotipe IgA. Pada manusia, persentase sel-sel IgA dan IgM
bervariasi. IgE telah teridentifikasi di dalam sel-sel plasma kelenjar lakrimalis. Sel-sel plasma
ini tersebar ke seluruh interstitium kelenjar lakrimalis tidak hanya yang berdekatan dengan
struktur asinus tetapi juga pada duktus dan duktulus. Makrofag juga terdapat pada kelenjar
lakrimalis yang isinya netrofil tetapi tidak ada leukosit polimorfonuklear (PMN). Sel mast
jarang ditemukan pada kelenjar lakrimalis manusia yang berisi basofil.10
Kelenjar ini mendapat vaskularisasi dari arteri lakrimalis yang berasal dari arteri
oftalmika. Arteri ini merupakan cabang utama pertama bagian intrakranial dari arteri karotis
4
interna. Vena-vena yang berasal dari kelenjar ini bergabung ke vena oftalmika. Saluran-
saluran limfe yang berasal dari kelenjar ini bergabung dengan limfe konjungtiva untuk
dialirkan ke nodus limfe preaurikuler.2
Biopsi biasanya dilakukan pada kelenjar lakrimalis lobus orbitalis karena duktus
ekskretorius lewat melalui lobus palpebralis kelenjar sehingga tidak akan mengorbankan
duktus tersebut.1 Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mencapai lobus orbitalis
dengan menginsisi kulit, muskulus orbikularis okuli dan septum orbita. Pengangkatan lobus
palpebra kelenjar lakrimalis dengan memotong duktus-duktus penghubung sehingga
mencegah sekresi kelenjar.2 Penting juga diingat lokasi kelenjar lakrimalis ketika
mengoperasi daerah lobus palpebralis (contohnya selama eksisi dermolipoma atau
rekonstruksi ptosis) karena merusak daerah kelenjar ini sehingga menurunkan sekresi dari
seluruh kelenjar.8
Lobus palpebralis bisa prolaps karena septum orbita menipis sesuai usia dan terlihat
seperti pembengkakan palpebra supero-lateral. Duktus lakrimalis sering membentuk kista
yang disebut dakriokel diobati dengan marsupialisasi (menggunakan mikroskop operasi).
5
Pada pembedahan palpebra, daerah-daerah kecil jaringan lakrimalis asesorius membentuk
garis tarsal lateral dibawah tendo kantus lateralis. 9 Sensasi pada kornea bisa berkurang
karena herpes zooster oftalmika, herpes simpleks oftalmika dan pasca LASIK sehingga
terjadi hambatan penjalaran ke saraf lakrimalis yang mengakibatkan sekresi lapisan akuos
berkurang.15,16
Dakrioadenitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar lakrimalis akibat komplikasi
penyakit lainnya. Biasanya pada anak-anak akibat komplikasi mumps, measles, influenza,
dan pada orang dewasa akibat gonorrhoe.11
Tumor kelenjar lakrimalis dapat diklasifikasikan berdasarkan keganasannya dan
histopatologinya. Jika berdasarkan histopatologinya dapat dibedakan dua jenis yaitu tumor
yang berasal dari proliferasi derivatif seluler epitel sekretorius atau duktus serta tumor non
epitel seperti non – Hodgkins limfoma, hemangioma kavernosus, hemangioperisitoma, tumor
inflamasi dengan atau tanpa vaskulitis, granulomatosis Wagner dan sarkoidosis.13
Berdasarkan keganasannya, ada dua jenis tumor yang terdapat pada kelenjar lakrimalis
yaitu tumor jinak dan ganas. Masing-masing memiliki persentase prevalensi yang sama 50%.
Tumor jinak biasanya dari epitel yaitu pleomorfik adenoma (tumor campuran jinak).
Karsinoma merupakan tumor ganas pada kelenjar lakrimalis dan 50% biasanya adalah
karsinoma kistik adenoid.13,17
6
Protein pada kelenjar ini termasuk imunoglobulin A (IgA) dan IgA sekretoris (sIgA). Sel-
sel plasma dan jaringan interstisial kelenjar lakrimalis dan asesorius serta substansia propia
konjungtiva menghasilkan IgA. Komponen sIgA dihasilkan di dalam kelenjar asini dan
disekresikan ke dalam lumen kelenjar lakrimalis dan asesorius. IgA memainkan peranan
dalam mekanisme pertahanan lokal mata luar. Selain itu, terdapat juga IgM, IgD, IgE di dalam
lapisan akuos.
Komponen-komponen lainnya yang terdapat dalam kelenjar lakrimalis adalah lisozim,
laktoferin, fosfolipase tipe II, lipokain dan defensin yang penting sebagai bahan-bahan
antimikroba. Interferon juga ada dan berperan menghambat replikasi virus. Selain itu, terdapat
sitokin dan growth factor termasuk tumor growth factor , epidermal growth factor,
fibroblast growth factor, interleukin-1, 1 dan tumor necrosis factor . Komponen-
komponen ini berperanan dalam proliferasi, migrasi, dan diferensiasi sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea.4,5,10
Seluruh komponen tersebut disekresikan oleh sistem sekretorius lakrimalis yang terdiri
dari sekretor basal dan refleks. Sekresi basal berasal dari kelenjar lakrimalis asesorius Krause
dan Wolfring. Sekresi refleks berasal dari kelenjar lakrimalis. Saat ini, diduga bahwa seluruh
kelenjar lakrimalis bekerja sebagai suatu unit yang bisa disekresikan secara basal atau refleks.
Sekresi refleks air mata dimediasi dan diinduksi oleh respon iritasi fisik (mekanis, termal, dan
kimia), faktor-faktor psikogenik, sinar terang melalui saraf optikus. Induksi sensoris oleh
refleks saraf lokal melalui saraf lakrimalis mengaktivasi saraf-saraf simpatis dan parasimpatis
yang mempersarafi kelenjar-kelenjar tersebut sehingga sekresi pun terjadi.1,4,6,11
Saraf-saraf simpatis dan parasimpatis melepaskan neurotransmiternya yang berinteraksi
dengan reseptor protein G khusus pada kelenjar lakrimalis. Reseptor-reseptor ini selanjutnya
mengaktivasi jalur-jalur sinyal yang sesuai. Ada dua jalur sinyal utama: Ca2+/protein kinase C
– dependent dan siklik adenosine monofosfat (cAMP) – dependent. Pada kebanyakan
jaringan, jalur Ca2+/protein kinase C – dependent diaktivasi oleh asetilkolin dan epinefrin
(kecuali kelenjar lakrimalis). Asetilkolin dilepaskan oleh saraf-saraf parasimpatis untuk
mengaktivasi reseptor muskarinik. Epinefrin dilepaskan oleh saraf-saraf simpatis untuk
mengaktivasi reseptor 1 – adrenergik. Stimulasi reseptor muskarinik 1 – adrenergik
mengaktivasi protein G (protein yang berikatan dengan guanine nukleotida) dari subtipe
Gq/11 selanjutnya mengaktivasi fosfolipase C. Fungsinya memecah fosfatidil inositol 4,5 –
difosfat yang terdapat dalam membrane lipid menjadi inositol 1,4,5 – trifosfat (IP3) dan
diasilgliserol. IP3 melepaskan Ca2+ intraseluler. Deplesi Ca2+ dari depo intraseluler
7
menyebabkan masuknya Ca2+ ekstraseluler untuk mengisi depo tersebut. Ca2+ (oleh dirinya
sendiri atau mengaktivasi Ca2+ calmodulin – dependent protein kinase) menstimulasi sekresi
protein dan / atau elektrolit serta air. Peningkatan diasilglierol mengaktivasi protein kinase C,
suatu kelompok dari 11 isozim yang menstimulasi sekresi protein dan / atau elektrolit serta
air.
Jalur cAMP dependent diaktivasi oleh VIP (vasoaktif intestinal peptida) dan
norepinefrin. VIP dilepaskan dari saraf-saraf parasimpatis berinteraksi dengan reseptornya.
Norepinefrin dilepaskan dari saraf-saraf simpatis mengaktivasi reseptor - adrenergik.
Stimulasi reseptor VIP atau - adrenergik mengaktivasi protein G subtipe Gs yang
menstimulasi adenilil siklase. Aktivasi adenilil siklase menghasilkan cAMP dari ATP yang
selanjutnya mengaktifkan cAMP – dependent protein kinase untuk menstimulasi sekresi
protein dan / atau elektrolit serta air. Kerja cAMP berakhir ketika dihancurkan oleh cAMP –
dependent fosfodiesterase.6,18
Mekanisme lainnya untuk stimulasi sekresi lapisan akuos adalah hormon peptida dan
steroid. Hormon peptida termasuk - melanosit stimulating hormon dan adrenokortikotropik
hormon menstimulasi sekresi protein dari kelenjer lakrimalis. Hormon-hormon ini
mengaktivasi jalur cAMP – dependent seperti pada reseptor VIP dan - adrenergik. Hormon
steroid khususnya androgen menstimulasi sekresi sIgA dari kelenjar lakrimalis. Androgen
berdifusi ke nukleus dan berikatan dengan reseptor yang merupakan anggota hormon steroid /
tiroid / faktor-faktor transkripsi kelompok asam retinoat. Monomer tersebut mengaktifkan
kompleks reseptor – androgen yang selanjutnya berhubungan dengan elemen-elemen dalam
mengatur area target gen (contohnya untuk sekresi sIgA, targetnya adalah gen-gen komponen
sekretorius). Hubungan ini mempromosikan dimerisasi dua kompleks androgen – reseptor dan
proses selanjutnya mengaktivasi transkripsi gen yang menghasilkan sintesis protein. 6,10
Gerakan palpebra juga penting dalam pembaharuan, distribusi, eliminasi dan ekskresi
sistem lakrimalis. Frekuensi kedipan palpebra yang sangat berguna terjadi sekitar 15x/menit.
Saat palpebra menutup pada kedipan komplit, forniks superior dan inferior di kompres oleh
daya otot-otot preseptal. Palpebra selanjutnya saling menutup dan palpebra superior bergerak
sampai jarak terpanjang dan menekan bola mata. Tekanan ini membersihkan debris
permukaan anterior. Palpebra inferior bergerak secara horizontal mengarah ke nasal dan
mendorong lapisan akuos dan lainnya menuju pungta. Ketika palpebra terbuka, lapisan
tersebut terdistribusi ulang. Palpebra superior menarik lapisan akuos oleh aksi kapiler.4,19
8
Pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan sekresi lapisan akuos spesifik dapat
dengan melihat tear meniscus pada forniks palpebra inferior. Selain itu, dapat juga dengan
pemeriksaan break-up time test untuk menilai adekuasi lapisan akuos. Pemeriksaan yang
adalah dengan uji Schimer yang bisa dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa anestesi dan
dengan anestesi lokal.20
Hiperseksresi dapat terjadi akibat efek agen-agen topikal dan sistemik pada kelenjar
lakrimalis termasuk suplai sarafnya dan kelenjar asesorius. Iritasi epitel kornea baik eksogen
(terkena debu pasir, serbuk sari, dan lain-lainnya) maupun endogen (reaksi hipersensitivitas)
bisa menyebabkan reaksi alergi. Sehingga reaksi tersebut akan menyebabkan peningkatan
sekresi kelenjar lakrimalis. Beberapa obat termasuk asetilkolin, metakolin, fisostigmin dan
pilokarpin menginduksi sekresi kelenjar lakrimalis akibat aksi parasimpatomimetiknya.21
Hiposekresi kelenjar lakrimalis dapat menyebabkan sindrom mata kering. Salah satu
penyebab sindrom mata kering adalah defisiensi produksi akuos. Defisiensi ini bisa
disebabkan oleh sindrom Sjögren dan non sindrom Sjögren. Pada sindrom Sjögren dapat
dibagi dua berdasarkan penyebabnya yaitu primer dan sekunder. Sedangkan non sindrom
Sjögren dapat disebabkan oleh agenesis kelenjar lakrimalis, defisiensi kelenjar lakrimalis
didapat, penyakit-penyakit infiltratif atau infeksi, hipoestesia okuler, graft-versus-host disease,
penyakit-penyakit yang menyebabkan sikatriks konjungtiva, obat-obatan dan
ketidakseimbangan hormonal.15,19
9
BAB III
KESIMPULAN
1. Sistem sekresi kelenjar lakrimalis merupakan sistem produksi lapisan air mata (LAM)
yang melibatkan sejumlah organ-organ kelenjar lakrimalis dan asesorius.
2. Sistem sekresi kelenjar lakrimalis terdiri dari lobus oksipitalis, dan palpebralis serta
asesorius yang terdiri dari Krause dan Wolfring.
3. Sekresi kelenjar lakrimalis dipengaruhi oleh dua hal yaitu sekresi basal dan refleks.
4. Hormon peptida dan steroid dapat juga mempengaruhi sekresi lapisan akuos.
5. Proses mengedip juga memainkan peranan penting sebagai pompa untuk mensekresi
isi kelenjer lakrimalis.
6. Gangguan-gangguan yang terjadi pada setiap tahapan ekskresi akan mempengaruhi
fungsi tersebut.
10
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoesin RG. Using conjungtival flap for the replacement of jone’s tube in
conjunctivodacryocystorhinostomy (CDCR). Folia Medica Indonesiana 2003; 39 (no
1): 63-66.
2. Eva PR. Anatomy and embryology of the eye. In: Eva PR, Whitcher JP editors.
Vaughan and Asbury’s general ophthalmology. Singapore: McGraw Hill Company;
2004. p. 1-28.
3. Kim SH, Hwang SJ, Kweon SY, Kim TK, Oh JY. Two cases of lacrimal gland
agenesis in the same family – clinicoradiologic findings and management. Can J
Ophthalmol. 2005; 40: 502-505.
4. Basic and clinical science course section 2. Fundamental and principles of
ophthalmology. American Academy of Ophthalmology; 2006.
5. Sukirman, MarsetioM, Sitompul R. Perbandingan efek pemberian elektrolit, serum
otologus 20% dan 40% pada penderita dry eye dengan defisiensi komponen akuos.
Ophthalmologica Indonesiana. 2003; 30 (no 2): 439-445.
11
6. Ohno S. Applied aspects of structure and function of the ocular surface. In: BenEzra D
Editors. Occular surface inflammation. Colombia: the Highlights company; 2003. p.
35 – 39.
7. Blanco CC, Peces-Peña MD, Mérida-Velasco JR. Morphogenesis of the human
lacrimal gland. Journal of anatomy. 2003; 203 (no 5): 531-536
8. VanderVeen DK. Disorders of the lacrimal apparatus in infancy and childhood. In:
Nelson LB, Olitsky SE editors. Harley’s pediatric ophthalmology. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins; 2005. p. 360-366.
9. Olver J. Colour atlas of lacrimal surgery. Butterworth – Heinemann. 2002: 2-27.
10. Franklin RM, Montgomery PC. Lacrimal gland immunology. In: Pepose JS, Holland
GN, Wilhelmus KR editors. Occular infection and immunity. St. Louis: Mosby
company; 1996. p. 133-139.
11. Sullivan JH. Lacrimal Apparatus. In: Eva PR, Whitcher JP editors. Vaughan and
Asbury’s general ophthalmology. Singapore: McGraw Hill Company; 2004. p. 91-94.
12. Basic and clinical science course section 5. Neuro-ophthalmology; American
Academy of Ophthalmology; 2002.
13. Basic and clinical science course section 7. The orbit, eyelid, and lacrimal system;
American Academy of Ophthalmology; 2004.
14. Liu GT. Anatomy and physiology of the trigeminal nerve; Miller NR, Newman NJ
editors. Clinical neuro – ophthalmology. Baltimore: Williams & Wilkins Company;
1998. p. 1595-1645.
15. Ismail MM, El Danasoury MA, El Maghraby. Dry eye secondary to aqueous tear
deficiency (Sjogren syndrome). In: Agarwal A editor. Dry eye. Thorofare NJ: Slack
incorporated; 2006. p. 55-63.
16. Dalton M. Dry eye does not have to be an exclusionary factor for refractive
candidates. Asia Pacific Eye World. 2007; 3 (no 3): 44-45.
17. Swaraj B. Orbital tumor. In: Leonard LA, Arnold AC editors.Neuro-ophthalmology.
New York: Thieme Medical Publisher; 2005. p. 345-355.
18. Whitcher JP. Tears. In: Eva PR, Whitcher JP editors. Vaughan and Asbury’s general
ophthalmology. Singapore: McGraw Hill Company; 2004. p. 94-99.
19. Djalilian AR, Hamrah P, Pflugfelder SC. Dry eye. In: Krachmer JH, Mannis MJ,
Holland EJ editors. Cornea. Philadelphia: Elsevier Mosby company; 2005. p. 521-539.
12
20. Digre KB. Principles and techniques of examination of the pupils, accommodation and
the lacrimal system; Miller NR, Newman NJ editors. Clinical neuro – ophthalmology.
Baltimore: Williams & Wilkins Company; 1998. p. 933-966.
21. Thompson HS, Miller NR. Disorder of pupillary function, accommodation and
lacrimation; Miller NR, Newman NJ editors. Clinical neuro – ophthalmology.
Baltimore: Williams & Wilkins Company; 1998. p. 961 – 1031.
13